• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sasaran Rantai

Sasaran Rantai menjelaskan hal yang menjadi tujuan rantai pasok beras di Kabupaten Cianjur. Sasaran rantai dapat dianalisis dari 2 sisi, yakni sasaran pasar dan sasaran pengembangan.

Sasaran Pasar

Gabah sebagai hasil panen petani di Cianjur, yang kemudian diolah menjadi beras, dipasarkan ke berbagai daerah di dalam negeri. Konsumen beras dari Cianjur ini bukan hanya berasal dari daerah tersebut, namun juga banyak di kota lain seperti Jakarta, Bogor, Depok. Beras dari Cianjur telah memiliki citra yang relatif cukup baik dibandingkan dengan beras dari daerah produsen lainnya di Indonesia, seperti Karawang. Beras dari Cianjur pada umumnya disukai karena beras tersebut bertekstur pulen setelah dimasak dan memiliki aroma yang disukai konsumen. Citra yang baik dari daerah Cianjur ini pula yang menyebabkan

banyaknya produsen beras dari daerah lain menjual berasnya dengan menggunakan nama beras Cianjur. Selain pasar domestik, terdapat pula padi varietas lokal dari Cianjur yakni Pandan Wangi, yang telah cukup banyak dipasarkan di pasar internasional, seperti ke Korea. Harga dan segmen pasarnya cukup jauh berbeda dengan pasar dari beras hasil varietas lokal Cianjur atau varietas nasional lainnya. Pada penelitian ini tidak dibahas lebih lanjut terkait kinerja dari rantai pasok beras pandan wangi tersebut.

Pengecer, baik yang berada di dalam maupun luar Kabupaten Cianjur, menjual beras dari Cianjur dengan menetapkan sistem grading. Sistem grading sebenarnya sudah dilaksanakan oleh anggota rantai pasok sebelumnya, seperti pabrik beras dan pedagang besar, namun tetap dilakukan kembali oleh pedagang pengecer sebelum menjual beras kepada konsumen. Beberapa hal yang menjadi dasar bagi pedagang untuk menentukan grading beras menjadi kualitas 1, 2, atau 3 adalah butir patah, menir, kotoran lain yang tercampur, dan derajat sosoh beras (Rachmat et al. 2006). Untuk mendapatkan kualitas 2, pengecer biasanya mencampurkan beras kualitas baik atau kualitas 1 dengan beras yang kualitasnya lebih rendah atau kualitas 2. Sistem grading seperti ini cukup membantu konsumen untuk membeli beras sesuai tingkat kepuasan yang ingin diperolehnya.

Sasaran Pengembangan

Sasaran pengembangan rantai pasok menjelaskan usaha pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok untuk mencapai target-target rantai pasok selanjutnya. Sasaran pengembangan rantai pasok beras di Cianjur adalah meningkatkan kuantitas dari padi-padi varietas lokal Cianjur yang berkualitas. Citra beras Cianjur yang telah baik bagi konsumen dapat dimanfaatkan dalam hal pemasarannya. Hal ini tentu membutuhkan pendampingan terhadap kelompok tani terkait teknik budidaya dan pasar yang dapat memberikan keuntungan terhadap produsen dan anggota rantai pasok yang terlibat.

Struktur Rantai Pasok

Struktur rantai pasok menjelaskan aktivitas-aktivitas pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok beras. Terdapat beberapa lembaga yang terlibat dalam rantai pasok beras di Cianjur. Lembaga-lembaga yang terlibat adalah petani, tengkulak, penggilingan (desa), pengumpul besar, pabrik beras, pedagang besar (kabupaten), pedagang Pasar Induk Cipinang (luar kabupaten), dan pengecer di dalam dan luar Kabupaten Cianjur.

Petani

Pada umumnya, petani di kabupaten Cianjur memiliki ukuran usaha yang kecil, yakni kurang dari 0.5 ha. Petani di Kabupaten Cianjur pada umumnya menanam padi dengan varietas ciherang, IR64, sintanur, pandan wangi dan beberapa varietas lokal cianjur lainnya. Hampir seluruh petani menjual hasil panennya dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Hal ini berbeda dengan petani di Pati yang umumnya menjual hasil panennya dalam bentuk gabah kering giling

(Ariwibowo 2013). Hal ini disebabkan kebutuhan petani akan uang tunai secara langsung, baik untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup maupun sebagai modal untuk usaha selanjutnya. Selisih harga GKP dengan gabah kering giling (GKG), yakni sekitar Rp 500- Rp 1 000, ternyata tidak terlalu mempengaruhi petani untuk menjual hasil panennya dalam bentuk GKG. Selain karena kebutuhan uang tunai seperti yang disampaikan sebelumnya, petani juga tidak mau menjemur gabahnya karena tidak memiliki lantai jemur dan menambah beban kerjanya (Sobichin 2012). Setiap 1 000 kg gabah biasanya membutuhkan lantai jemur seluas 250m².

Terdapat 3 pilihan tujuan penjualan gabah bagi petani, yakni tengkulak, penggilingan desa, dan pengumpul besar. Adanya pilihan tujuan penjualan bagi petani mengimplikasikan bahwa petani sebenarnya tidak selalu berada pada posisi yang lemah. Saat petani merasa dirugikan, petani memiliki kebebasan untuk beralih kepada tujuan penjualan lain. Petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak dalam penelitian ini sekitar 96.47%. Harga yang dibayarkan tengkulak untuk membeli GKP petani sekitar Rp 3 500- Rp 3 700/ kg. Harga yang dibayarkan oleh tengkulak ini dipengaruhi oleh tujuan penjualannya selanjutnya. Tengkulak menjadi pilihan yang paling banyak digunakan oleh petani dalam menjual hasil panennya. Tengkulak biasanya mendatangi petani-petani saat mendekati musim panen untuk membuat kesepakatan agar hasil panen dijual kepadanya. Tengkulak yang menjemput hasil panen petani pun menjadi pilihan bagi petani karena petani memang membutuhkan proses yang cepat. Selain itu, hubungan atau kerjasama yang telah berlangsung cukup lama antara tengkulak dan petani, menciptakan keterikatan sosial bagi petani. Petani merasa sungkan apabila harus menolak pembelian gabah oleh tengkulak yang dianggapnya telah lama membantunya. Selain itu, petani memang memiliki keterbatasan alat transportasi apabila harus menjual panennya ke tempat lain. Sistem penjualan ke tengkulak dapat dilakukan pula sebelum masa panen. Dengan sistem ini, terdapat proses prediksi jumlah gabah hasil panen yang akan dihasilkan oleh lahan tersebut. Tengkulak akan membayarkan hasil gabah yang diperkirakannya kepada petani. Biaya yang dibayarkan tengkulak pada sistem ini biasanya telah dikurangi dengan biaya tenaga kerja panen yang akan dikeluarkan oleh tengkulak. Jadi, tenaga pemanenan juga sebenarnya ditanggung oleh petani. Untuk setiap 1ha lahan, biasanya membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10-20 orang, dengan upah masing- masing sebesar Rp 30 000. Tenaga panen tersebut juga bertanggung jawab dalam menyortir dan mengemas gabah ke dalam karung. Tujuan penjualan lain bagi petani dalam saluran rantai pasok adalah penggilingan (0.78%) dan pengumpul besar (2.08%). Rata-rata harga yang dibayarkan oleh penggilingan untuk setiap kg GKP adalah Rp 3 600. Sedangkan rata-rata harga yang dibayarkan oleh pengumpul besar pada pembelian gabah adalah Rp 3 700/kg.

Tengkulak

Tengkulak dalam rantai pasok beras di Cianjur memiliki hubungan yang cukup kuat, baik dengan para petani maupun lembaga lain yang menjadi tujuan penjualannya, seperti pengumpul besar. Tengkulak selalu menjadi pilihan utama bagi petani dalam memasarkan hasil panennya. Petani sangat jarang mempertimbangkan kemungkinan harga pembelian yang lebih tinggi di lembaga lainnya dalam rantai pasok. Petani cukup merasa terbantu dengan keberadaan

tengkulak selama ini yang mau menjemput hasil panennya secara langsung dan melakukan proses pembayaran yang cukup cepat kepadanya, yakni paling lama seminggu setelah pengangkutan hasil panen oleh tengkulak. Tengkulak juga memiliki ikatan yang cukup kuat dengan pengumpul besar. Dibandingkan dengan petani, tengkulak memperoleh rata-rata harga pembelian gabah yang lebih tinggi oleh pengumpul besar sebesar Rp 100. Rata-rata harga jual petani, baik kepada tengkulak maupun pengumpul besar adalah sama, yakni Rp 3 700. Jadi, petani tidak memperoleh harga yang lebih baik apabila secara langsung menjual gabahnya kepada pengumpul besar.

Sebagian besar tengkulak membeli hasil panen petani dalam bentuk GKP dan menjualnya kembali ke lembaga lainnya dalam bentuk GKP juga. Tengkulak, saat melakukan pembelian, juga memeriksa kualitas gabah terutama kadar airnya, butir hampa, dan butir kuning atau butir rusak. Tidak terdapat alat ukur dalam penentuan kualitas gabah, namun hanya menggunakan penglihatan saja. Selisih gabah yang baik dan buruk dapat mencapai Rp 300, namun biasanya posisi tengkulak lebih kuat dalam menentukan kualitas gabah dibandingkan posisi petani (Maulana dan Rachman dalam Maulana 2012). Semakin tinggi kadar air, kualitas gabah akan semakin buruk. Butir hampa yang semakin tinggi, ditunjukkan isi dalam setiap gabah, semakin sedikit isi gabah maka kualitas gabah semakin buruk. Sedangkan butir kuning atau butir rusak pada gabah menunjukkan bahwa kondisi gabah semakin buruk karena penyimpanan yang terlalu lama atau penjemuran yang kurang baik. Semakin buruk kualitas gabah, harga beli tengkulak akan semakin rendah bahkan dapat ditolak oleh tengkulak tersebut. Sebelum mendekati musim panen, tengkulak telah menentukan kesepakatan dengan para petani agar menjual gabah kepadanya. Beberapa tengkulak melakukan pembelian langsung kepada para petani dengan melakukan prediksi hasil panen yang akan dihasilkan oleh lahan petani. Hasil panen yang diangkut dari lahan petani biasanya secara langsung dijual kepada penggilingan desa maupun pengumpul besar. Kadang, tengkulak melakukan penyimpanan sampai 2 hari. Biaya yang dikeluarkan tengkulak diantaranya adalah biaya tenaga kerja untuk pemuatan dan bongkar muat, masing-masing Rp 10 000 untuk 1 ton gabah. Biaya transportasi juga ditanggung oleh tengkulak.

Penggilingan (desa)

Saat musim panen, dimana gabah berlimpah, terdapat penggilingan yang menampung hasil panen petani, seperti yang terdapat di Desa Karangnungal, Cianjur. Penggilingan tingkat desa ini memiliki kapasitas penggilingan sekitar 65 kg beras/hari. Penggilingan biasanya melakukan pembelian gabah dari petani atau tengkulak yang berasal dari desa yang sama dengan lokasi penggilingan tersebut. Harga pembelian yang ditetapkan oleh penggilingan ini biasanya lebih rendah Rp 100- Rp 200 dari harga pembelian yang dilakukan oleh pengumpul besar. Namun, penggilingan yang biasanya beroperasi saat musim panen, tetap memperoleh penawaran gabah. Penggilingan juga sering menjadi pilihan karena lokasinya yang sangat berdekatan dengan lahan petani. Tenaga kerja yang dimilliki penggilingan biasanya hanya 2-3 orang, termasuk untuk penjemuran, pengolahan, penyortiran, pengemasan, maupun distribusi ke pengecer. Beras yang dijual

kepada pengecer atau konsumen yang datang secara langsung, dijual menggunakan karung polos.

Pengumpul Besar

Terdapat anggota rantai pasok di Kabupaten Cianjur yang bukan hanya berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras, namun juga membeli gabah dari tengkulak atau petani secara langsung untuk dijual ke pabrik beras yang lebih besar skala usahanya. Gabah yang diterima oleh pengumpul besar ini biasanya langsung dijemur oleh pengumpul besar ini. Hal ini untuk menjaga kualitas gabah saat diolah menjadi beras. Gabah yang diterima oleh lembaga ini tetap menjalani sistem grading seperti yang dilakukan tengkulak kepada petani. Di sisi lain, sebagian gabah yang dijemur menjadi GKG kemudian digiling, disortir kembali, dan dikemas. Beras kemudian dijual ke pedagang besar di Kabupaten Cianjur atau pengecer di luar Kabupaten, seperti di daerah Jakarta. Penyortiran meliputi beberapa hal seperti memisahkan kotoran yang terdapat dalam beras, melihat derajat sosoh atau terpisahnya lapisan katul dengan butiran beras, melihat menir dan butir patah yang yang terdapat dalam beras. Proses ini menghasilkan beras dengan kualitas berbeda. Beras dengan kualitas baik harganya dapat lebih tinggi Rp 500/kg nya. Beras kemudian dijual dalam berbagai ukuran kemasan, mulai dari ukuran 5kg, 10kg, 25kg, 50 kg. Beras kemudian dijual dengan menggunakan merek dari pengumpul besar tersebut.

Pabrik Beras

Pabrik beras memperoleh gabah dari pengumpul besar. Pengumpul besar tersebut berasal dari berbagai daerah, termasuk Karawang. Pabrik beras sangat membutuhkan pasokan gabah karena pabrik telah memiliki mesin-mesin dengan kapasitas pengolahan yang besar. Pabrik beras merupakan anggota rantai pasok yang paling mengalami kesulitan saat tidak mendapatkan pasokan gabah. Pabrik akan dirugikan karena pabrik telah mengeluarkan biaya tetap dalam jumlah besar, seperti biaya mesin-mesin pengolahan. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan oleh pabrik beras mengimplikasikan bahwa pabrik juga akan sangat sulit untuk beralih usaha. Untuk memenuhi kontinuitas pasokan gabahnya, pabrik bahkan memiliki jaringan pengumpul dari luar daerahnya.

Pabrik Beras Jayasa merupakan salah satu pabrik beras dengan skala dan kapasitas terbesar di Cianjur yang menjadi anggota rantai pasok beras di Cianjur. Saat tidak mendapatkan gabah dari pengumpul, pabrik cenderung tidak dapat memanfaatkan mesin-mesin yang telah dimilikinya. Jumlah beras yang dapat dihasilkannya setiap hari adalah 20 ton beras. Beras yang diolahnya hampir selalu didistribusikan ke pedagang di perkotaan, seperti pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Hal ini dilakukan karena pedagang di Pasar Induk Cipinang mampu membeli beras dalam jumlah besar secara berkelanjutan. Sistem grading juga dilakukan oleh pabrik beras, baik saat menerima gabah maupun menjual beras. Kualitas beras pada PB Jayasa juga dapat lebih baik karena adanya proses pemolesan dan pengeringan menggunakan mesin. PB Jayasa juga berencana memasukkan berasnya ke supermarket. Namun, untuk dapat masuk ke supermarket dibutuhkan beras yang secara konsisten berkualitas baik.

Terdapat hasil sampingan yang dapat dimanfaatkan oleh pabrik beras untuk dijual atau digunakan kembali pada setiap penggilingan gabah. Hasil sampingan tersebut adalah dedak, abu gosok, dan sekam. Jumlah dedak yang dihasilkan dapat mencapai 20% dari setiap jumlah gabah yang digiling. Harga setiap kg dedak adalah Rp 2 300- 2 700. Selain itu, hasil sampingan dari proses penggilingan adalah abu gosok atau abu padi. Setiap penggilingan 1 ton gabah dapat menghasilkan 2.5 karung abu padi. Abu tersebut kemudian dijual dengan harga Rp 5 000/karung. Hasil lain yang dimanfaatkan kembali untuk proses penggilingan adalah sekam. Sekam digunakan untuk membantu proses pembakaran mesin. Setiap 100 karung sekam dapat dimanfaatkan untuk penggilingan 40 ton gabah. Dari proses penggilingan 40 ton gabah tersebut, kemudian dihasilkan kembali sekitar 50 karung sekam.

Pedagang Besar (kabupaten)

Terdapat pedagang besar di Kabupaten Cianjur yang menjadi anggota rantai pasok beras dari Cibeber. Pedagang besar merupakan anggota rantai pasok yang melakukan pembelian dan penjualan beras. Pedagang besar tidak memiliki fungsi pengolahan. Sistem grading juga dilakukan oleh besar. Beberapa hal yang diperhatikan dalam sistem grading adalah derajat sosoh beras, warna dan aroma beras, butir patah, dan banyaknya kotoran yang tercampur dalam beras. Rata-rata pedagang besar tersebut memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas 10 ton beras. Dalam distribusi ke pengecer, pedagang besar juga mengeluarkan biaya transportasi, pemuatan, dan bongkar muat. Dalam proses penjualan, terdapat pula konsumen yang melakukan pembelian langsung ke pedagang besar di Cianjur tersebut. Konsumen tersebut membeli beras dari pedagang besar dengan harga yang sama seperti harga yang ditetapkan pedagang besar kepada pengecer.

Pedagang Pasar Induk Cipinang (luar kabupaten)

Pedagang beras di Pasar Induk Cipinang juga menjadi anggota rantai pasok beras di Cibeber, Cianjur. Pasar ini berjarak sekitar 118 km dari Kecamatan Cibeber. Rasio beras dari Cianjur yang masuk ke Pasar Cipinang sebenarnya relatif sedikit, yakni sekitar 1.14 % dari total beras yang masuk (FSTJ dalam Surjasa et al. 2013). Pemasok utama ke Pasar Cipinang berasal dari Karawang dan Cirebon. Namun, beras dari Cianjur dikategorikan sebagai beras premium, dimana harganya dapat lebih tinggi sekitar Rp 2 000 dibandingkan dengan harga beras dari daerah lain. Pedagang di Cipinang memiliki gudang penyimpanan yang cukup besar untuk menyimpan beras. Setiap gudang penyimpanan yang dimiliki oleh pedagang di Cipinang bahkan dapat menampung lebih dari 500 ton beras. Selain gudang penyimpanan, pedagang di Cipinang juga dapat memiliki toko sebagai tempat penjualan. Seluruh sarana tersebut diatur oleh PT. Food Station. Terdapat sekitar 104 unit gudang, pada luas lahan 36 ha, dengan daya tampung total adalah sekitar 200 000 ton. Selain gudang, terdapat sekitar 738 unit toko, dengan daya tampung total sekitar 25 000 ton pada lahan 16 ha. Jumlah perputaran beras sekitar 6 000 ton/hari dengan total omzet mencapai Rp 50 milyar/hari. Pedagang di Cipinang juga dapat memanfaatkan jasa angkutan yang disediakan oleh PT. Food Station. Terdapat 240 armada dengan daya angkut 2.5

ton/unit untuk tujuan pengangkutan ke Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, terdapat 40 armada dengan daya angkut 10 ton/unit.

Pedagang beras di Cipinang melakukan sistem grading. Standar penetapan grade beras oleh pedagang di Cipinang ini sering menjadi acuan bagi pabrik beras dan anggota rantai pasok sebelumnya. Beberapa pedagang di Cipinang juga melakukan sortir kembali seperti yang dilakukan oleh pabrik beras dan mengemas beras dengan menggunakan merek dari pedagang tersebut. Hampir semua beras yang dimiliki pedagang dijual ke pengecer. Pengecer umumnya berada di daerah perkotaan seperti Jakarta, Depok, dan Bogor. Apabila ingin menjual ke pengecer, pedagang biasanya mengeluarkan biaya transportasi, retribusi pada pihak pengelola pasar, pemuatan, dan bongkar muat. Selain itu, biaya lain yang cukup besar harus dikeluarkan oleh pedagang adalah biaya penyewaan gudang. Di Cipinang, biaya sewa gudang mencapai Rp 180 juta per tahunnya.

Pengecer

Pengecer hanya melakukan aktivitas jual-beli beras atau fungsi pertukaran. Namun, pengecer pada umumnya tidak melakukan fungsi pengangkutan. Beras yang diantar oleh pemasok kepadanya, akan dijual kembali pada konsumen yang datang kepadanya. Pada umumnya, harga pada setiap kualitas beras yang ditetapkan oleh pemasok menjadi acuan juga pada pengecer. Pengecer yang memiliki skala usaha yang kecil mendapat posisi tawar yang relatif lebih rendah saat bernegosiasi dengan pemasok. Pada rantai pasok beras di Cibeber, pengecer yang terlibat sebagai anggota rantai pasok bukan hanya berada di Kabupaten Cianjur, namun juga melibatkan pengecer dari luar kabupaten itu, seperti pengecer di Jakarta. Pengecer yang berada diluar Cianjur, seperti Jakarta, rata-rata memiliki kapasitas penyimpanan 5 ton. Sedangkan untuk pengecer di dalam kabupaten, seperti di Pasar Cianjur, rata-rata pengecer memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 3 ton. Pengecer di Pasar Cianjur harus mengeluarkan biaya sewa tempat sebesar Rp 10 000/ hari. Biaya ini diluar biaya retribusi dari pemerintah daerah sebesar Rp 1 000/ hari dan biaya hak guna pakai sebesar Rp 20 juta/25 tahun. Dalam proses penjualan, pengecer juga mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk melayani konsumen. Beras yang dijual kadang dicampur oleh pengecer untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh beberapa pengecer di Cianjur, 50% beras seharga Rp 8 200 dicampur dengan 50% beras seharga Rp 8 500. Beras campuran tersebut kemudian kembali dijual dengan harga Rp 8 500. Hal ini yang menyebabkan standar kualitas beras yang telah ditetapkan oleh pedagang besar sering berbeda dengan yang dijual oleh pengecer.

Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan aktivitas bersama dalam rantai pasok beras di Kabupaten Cianjur. Beberapa hal yang perlu dikaji dalam proses manajemen rantai pasok tersebut adalah pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual, dukungan pemerintah, dan kolaborasi rantai pasok.

Pemilihan Mitra

Mitra yang dipilih oleh setiap anggota rantai pasok didasari berbagai pertimbangan. Kinerja mitra dan tanggung jawab mitra dalam setiap kesepakatan tentu sangat mempengaruhi keberhasilan anggota rantai pasok tersebut.

Petani dalam memasarkan gabahnya sangat terikat secara sosial kepada tengkulak yang telah menjadi konsumennya dalam waktu yang cukup lama. Petani merasa tidak nyaman apabila ingin menolak tengkulak yang mau membeli gabahnya. Harga yang ditawarkan oleh tengkulak telah dianggap petani menjadi harga yang berlaku secara umum. Harga pembelian gabah petani oleh pengumpul besar dan tengkulak adalah sama. Namun, apabila tengkulak yang menjadi pembeli gabah petani sering melakukan pembayaran secara terlambat, petani akan terpengaruh untuk melakukan penjualan kepada tengkulak lain atau menjual ke pengumpul besar secara langsung. Artinya, kecepatan proses pembayaran sangat mempengaruhi petani dalam memilih tujuan penjualannya. Tengkulak sendiri tidak memiliki kriteria tertentu dalam memilih petani sebagai pemasok gabah. Anggota rantai pasok lainnya, yakni penggilingan desa, juga memiliki kriteria tersendiri dalam memilih pemasok. Kualitas dan harga gabah yang ditawarkan oleh tengkulak sangat mempengaruhinya dalam proses terjalinnya kesapakatan transaksi. Sedangkan dalam memilih pengecer, penggiling biasanya mempertimbangkan harga beli dan jarak ke pengecer yang dituju. Hal ini disebabkan karena hasil penggilingan yang hanya sedikit dan keterbatasan alat pengangkutan yang dimilikinya.

Pabrik beras, dalam memilih pemasok, sangat mempertimbangkan kualitas gabah dan kemampuan tengkulak atau pengumpul pesar dalam mengumpulkan gabah. Pabrik beras, dalam memilih pedagang beras sebagai tujuan penjualannya, sangat mempertimbangkan harga beli yang ditawarkan oleh pedagang tersebut. Selain harga beli, lamanya proses kerjasama yang telah terjalin, menjadi pertimbangan bagi pabrik beras apabila ingin berpindah ke anggota rantai pasok lainnya. Lamanya proses kerjasama yang terjalin menunjukkan konsistensi dan kapasitas pedagang tersebut untuk membeli beras yang ditawarkan oleh pabrik beras.

Pedagang beras baik di Cianjur maupun di Cipinang, dalam memilih pemasok, mempertimbangkan kesesuaian harga dengan kualitas beras yang dihasilkan, kecepatan dan ketepatan pabrik beras atau pengumpul dalam proses pengiriman, dan kesediaan pengumpul besar atau pabrik beras untuk bertanggungjawab terhadap pengiriman beras yang tidak sesuai kesepakatan. Beras yang dianggap kurang bermutu oleh pedagang beras dapat memperoleh harga yang jauh di bawah harga rata-rata dan bahkan dikembalikan. Dalam memilih pengecer, pedagang beras atau pengumpul besar biasanya mempertimbangkan jumlah pembelian pengecer dan harga beli pengecer tersebut. Pengecer, baik yang berada di dalam maupun luar Kabupaten, dalam memilih

Dokumen terkait