• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada batang gaharu yang telah diinokulasi dengan mengambil sampel batang gaharu pada bagian atas, tengah, dan bawah terdapat beberapa jenis fungi yang terdapat pada tiga bagian batang tersebut. Setelah dilakukan identifikasi terhadap fungi yang telah diisolasi diperolehlah hasil bahwa fungi yang banyak dijumpai pada ketiga bagian batang adalah jenis Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk konsistensi pada batang gaharu yang telah diinokulasi, dimana yang menjadi isolat adalah Fusarium sp. Hasil yang telah didapatkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel jenis-jenis fungi yang terdapat pada tiga bagian batang gaharu

No Sampel Jenis fungi Bagian pohon no.pohon 1 BA 6 Fusarium sp5 14 Acremonium sp 17 Fusarium sp2 22 Nigrospora sphaerica 30 Fusarium sp5 39 Fusarium sp5, Alternaria alternata1 49 Fusarium sp2, Acremonium sp1 50 Fusarium sp5 54 Fusarium sp2 55 Fusarium sp5 56 Fusarium sp5 71 Fusarium sp5 74 Cladosporium sp 2 BT 6 Mucor sp 14 Scopulariopsis sp 17 Fusarium sp4 22 Alrenaria alternata1 30 Fusarium sp5 39 Fusarium sp1 49 Fusarium sp1 50

54 Fusarium sp5, Acremonium sp2 55 Cladosporium sp 56 Scopulariopsis sp 71 Fusarium sp4 74 Fusarium sp3 3 BW 6 Mucor sp 14 Fusarium sp3 17 Fusarium sp3 22 Fusarium sp2 30 Fusarium sp5 39 Fusarium sp2 49 Fusarium sp4 50 Fusarium sp5 54 Fusarium sp5 55 Fusarium sp2 56 Scytalidium lignicola 71 Cladosporium sp 74 Alternaria alternata2, Fusarium sp1

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa fungi yang banyak terdapat pada ketiga bagian batang adalah jenis Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa proses penginokulasian gaharu menggunakan inokulan Fusarium sp dapat dikatakan menunjukkan hasil yang baik. Dibuktikan dengan konsistensi fungi yang terdapat pada ketiga bagian batang gaharu. Dari hasil yang didapat juga menunjukkan bahwa Fusarium sp banyak terdapat dibagian batang atas dan bawah. Sedangkan pada bagian batang tengah dapat dilihat dari tabel bahwa jenis fungi cukup bervariasi. Bagian yang paling banyak terdapat Fusarium sp adalah batang bagian atas. Berdasarkan Gandjar (1999) spesies Fusarium sp ini banyak terdapat didaerah tropis dan subtropis dan banyak dijumpai pada tumbuhan terutama pada bagian batang tanaman.

Isolasi fungi pada A.malaccensis yang telah diinokulasi

Dari isolasi yang telah dilakukan dan hasil identifikasi yang dicocokkan menggunakan buku identifikasi fungi Gandjar et al. (1999) didapatkan 15 isolat dari sampel

batang tanaman A. malaccensis Lamk yang telah diinokulasi. Dari 15 isolat ini terdapat 5 isolat Fusarim sp, 2 isolat Acremonium sp, 1 isolat Alternaria alternaria, 1 isolat Nigrospora sphaerica, 2 isolat Scopulariopsis sp, 1 isolat Arthrinium phaeospermum, 1 isolat

Cladosporium sp, 1 isolat Scytalidium lignicola, 1 isolat Mucorsp.

(a) (b)

Gambar 1. Koloni Acremonium sp1. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Gandjar et al. (1999) menyatakan bahwa koloni Acremonium pada awal pertumbuhannya koloni agak basah, kemudian menjadi seperti tepung dan tampak seperti kapas dengan mycelium pustles yang berwarna pituh hingga merah muda. Seperti yang terlihat pada gambar 1(a) koloni dari fungi ini telah berwarna merah muda. Pada gambar 1 (b) terlihat bahwa konidiofor dari Acremonium berbentuk cabang dan memiliki konidia yang berbentuk bulat. Sesuai dengan pernyataan Gandjar et al. (1999).

(a) (b) konidia konidofor konidiofor konidi

Gambar 2. Koloni Nigrospora sphaerica. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar 2 (a) terlihat bahwa warna dari koloni Nigrospora sphaerica berwana putih agak kecokelatan dan pada gambar (b) menunjukkan bahwa koloni memiliki konidiofor yang bercabang dan memiliki konidia yang berbentuk elips. Sesuai dengan pernyataan Gandjar et al. (1999) yang menyebutkan bahwa koloni semula berwarna putih kemudian terlihat titik-titik yang semula coklat kemudian menjadi hitam. Konidiofor tidak berwarna hingga coklat, dan berdinding halus.. sel pembentuk konidia tidak berwarna dan soliter. Konidia tunggal berwarna agak hitam agak violet, berbentuk bulat atau elips yang lebar seperti ditekan pada dorsiventralnya, berdinding halus, dan tidak berspektrum.

(a) (b) Gambar 3. Koloni Alternaria alternata. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan

bentuk mikroskopik (b)

Berdasarkan Gandjar et al. (1999) koloni Alternaria ini berwarna hitam atau hijau tua kehitaman atau abu-abu kehitaman atau abu-abu tua. Konidiofor bersepta 1 hingga 3, tampak sederhana atau bercabang, lurus atau membengkok. Konidia berwarna coklat, berdinding halus atau sedikit kasar, membentuk rantai yang seringkali becabang, berbentuk obclavate, obpyriform, ovoid atau elips, dan sel yang paling ujung menyerupai paruh bebek.

konidiofor

(a) (b)

Gambar 4. Koloni Fusarium sp1. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar (a) terlihat bahwa koloni berwarna merah muda dan seperti berbentuk kapas. Pada awal pertumbuhan semula berbentuk kapas berwarna putih lalu setelah memasuki beberapa hari lalu berubah menjadi merah muda. Pada pengamatan mikroskopis terlihat bahwa konidiofor berbentuk cabang dan memiliki septa. Hal ini sesuai dengan Gandjar et al. (1999) yang menyatakan bahwa konidiofor bercabang dan bersepta 3-5.

(a) (b)

Gambar 5. Koloni Fusarium sp2. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar terlihat bahwa warna koloni adalah putih berbentuk seperti kapas dan pada pengamatan mikroskopis terlihat bahwa konidiofor berbentuk cabang dan memiliki septa.

konidiofor konidia

konidiofor

(a) (b)

Gambar 6. Koloni Scopulariopsis sp1. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada pengamatan makroskopis terlihat bahwa koloni berwarna abu-abu yang berbentuk seperti tepung pada permukaannya. Pada pengamatan mikroskopis konidiofor berbentuk seperti bulatan yang bersatu membentuk garis. Sesuai dengan pernyataan Gandjar

et al. (1999) koloni semula berwarna putih dan agak funiculose pada bagian pusat kemudian menjadi keabu-abuan dengan tepi koloni berwrna putih. Sebalik koloni berwarna kecoklatan seperti warna madu. Konidiofor bercabang satu atau dua secara vertisilata. Sel pembentuk konidia pada basisnya agak membengkak dan memiliki daerah analedik. Konidia berbentuk bulat hingga oval, berbasis rata dengan ujung agak meruncing.

(a) (b)

Gambar 7. Koloni Alrenaria alternata 2. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

konidia konidiofor

konidia

Pada pengamatan makroskopis terlihat bahwa koloni berwarna hijau tua. Pada pengamatan makroskopis terlihat bahwa bahwa konidiofor memiliki septa, sementara itu konidia berbentuk agak lonjong. Hal ini dijelaskan dalam Gandjar et al. (1999) Konidiofor bersepta 1 hingga 3, tampak sederhana atau bercabang, lurus atau membengkok. Konidia berwarna coklat, berdinding halus atau sedikit kasar, membentuk rantai yang seringkali becabang, berbentuk obclavate, obpyriform, ovoid atau elips, dan sel yang paling ujung menyerupai paruh bebek.

(a) (b)

Gambar 8. Koloni Fusarium sp3. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada koloni Fusarium sp3 ini terlihat bahwa warna koloni putih seperti kapas ditengah dan coklat dilingkaran yang lebih besar. Bagian koloni yang berwarna coklat lebih tipis permukaannya dibandingkan dengan yang berwarna putih. Pada saat diamati melalui pengamatan mikroskopis dapat dilihat bahwa konidiofor dari koloni ini memiliki cabang dan juga memiliki septa. Setelah dicocokkan dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) disimpulkan bahwa fungi ini termasuk kedalam spesies Fusarim sp.

Konidiofor

(a) (b)

Gambar 9. Koloni Cladosporium sp. setelah berumur 5 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Berdasarkan Gandjar et al. (1999) dijelaskan bahwa fungi ini memiliki penampakan awal seperti beludru, kemudian seperti tepung halus karena pembentukan konidia yang lebat. Koloni berwarna hijau tua kecoklatan, atau hijau keabu-abuan. Pada gambar 9 (a) dapat kita lihat bahwa penapakan dari fungi ini berwarna keabu-abuan dan pada gambar (b) bentuk dari konidia dari Cladosporium ini membentuk bulatan yang menyatu seperti rantai.

(a) (b)

Gambar 10. Koloni Scopulariopsis sp2. setelah berumur 3 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar 10 (a) terlihat bahwa koloni jamur berwarna cokelat muda dengan tepian berwarna putih, koloni ini berbentuk seperti kapas yang menyebar keseluruh media dalam bentuk bulatan-bulatan kecil berdiameter sekitar ± 1 cm. Sesuai pernyataan Gandjar et al. (1999) dalam buku pengenalan kapang tropik umum dijelaskan bahwa koloni pada medium

konidia konidiofor

konidi konidiofor

MEA mencapai diameter 1,9-2,5 cm (24ºC), semula berwarna cokelat muda dengan tepian berwarna putih sedangkan pada bagian pusat seperti kapas, kemudian menjadi hitam kecokelatan dan seluruh koloni menjadi seperti kapas. Sebalik koloni berwarna merah muda agak cokelat muda yang kemudian menjadi cokelat tua. Pada gambar 10 (b) konidia terlihat berbentuk bulat dan menyatu setiap bulatannya seperti membentuk sebuah rantai dan bercabang.

(a) (b)

Gambar 11. Koloni Fusarium sp4. setelah berumur 5 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengidentifikasian menggunakan buku panduan pengenalan kapang oleh Gandjat et al. (1999) diketahui bahwa fungi pada gambar 11 ini adalah Fusarium sp. Dari gambar 11 (a) terlihat bahwa koloni berbentuk kapas berwarna putih dengan tengah koloni berwarna abu-abu. Koloni berbentuk lingkaran yang hampir memenuhi seluruh permukaan media PDA. Pada gambar 11 (b) apabila diamati menggunakan mikroskop terlihat konidiofor dari fungi ini bercabang dengan konidia yang bersepta.

konidiofor konidia

(a) (b)

Gambar 12. Koloni Acremonium sp2. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Setelah dilakukan pengamatan di laboraturium dengan menggunakan mikroskop dan bantuan buku pengenalan kapang tropis oleh Gandjat et al. (1999) didapatkan bahwa gambar 12 merupakan Acremonium sp. Gandjat et al. (1999) dalam bukunya menyatakan bahwa pada awal pertumbuhan koloni Acremonium sp agak basah, kemudian menjadi seperti tepung dan tampak seperti kapas dengan mycelium pustles yang berwarna ptih hingga merah muda. Konidiofor seringkali bercabang. Konidia bergerombol membentuk suatu kepala yang berlendir, berbentuk elips hingga silindris pendek, berukuran (3,2-4,5) * (1,4-2,0) ��, berwarna hialin, dan berdinding halus. Khlamispora tidak ada. Spesies ini bersifat kosmopolit dan telah diisolasi dari dinding ruangan yang lembab, serta karpet yang berjamur. Mungkin sekali spesies ini penyebab pembusukan pada buah apel dan pir.

Pada beberapa penelitian mengenai gaharu spesies ini juga dijadikan sebagai inokulan penginfeksi gaharu yang menghasilkan ubal gaharu seperti halnya Fusarium sp.

konidi

(a) (b)

Gambar 13. Koloni Scytalidium lignicola. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar 13 (a) dapat dilihat bahwa koloni dari fungi menyebar diseluruh media agar dan ditengah-tengah koloni terdapat hifa yang berbentuk seperti kapas. Pada buku panduan pengenalan kapang tropis oleh Gandjat et al. (1999) dinyatakan bahwa koloni

Scytalidium lignicola berwarna hitam kecoklatan. Sebalik koloni berwarna hitam. Miselium tumbuh pada permukaan agar tetapi ada juga yang masuk kedalam agar. Hifa memiliki ketebalan 1,5-6,0 mm, kecuali pada sel-sel yang membengkok dapat mencapai 10 mm. Spesies ini membentuk arthrokonidia. Konidia berdinding halus, dan pada umumnya tidak bersepta. Pabila konidia bersepta, maka tebal, lebar dan berwarna gelap. Ada dua macam konidia, yaitu bila berwarna hialin maka berukuran (6,0-10,0)*(1,0-3,0) mm, sedangkan apabila berwarna coklat maka berukuran (6,0-15,0)*(5,0-10,) mm. Spesies ini dapat diisolasi dari kayu pinus, akar tanaman anggur dan tanah. Pada gambar 13 (b) adalah penampakan fungi apabila diamati melalui mikroskop.

konidi arthrospora

(a) (b)

Gambar 14. Koloni Fusarium sp5. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar 14 (a) terlihat penampakan makroskopis fungi dimana dapat dilihat bahwa fungi berwarna agak gelap dan ditutupi oleh hifa yang berbentuk seperti kapas. Dimana pada awal pertumbuhannya fungi berwarna merah muda yang kemudian berubah menjadi agak kecoklatan. Pada gambar (b) merupakan penampakan mikroskopis fungi yang dengan bantuan dari buku panduan pengenalan kapang maka diketahui bahwa fungi ini termasu kedalam spesies Fusarium sp.

(a) (b)

Gambar 15. Koloni Mucor sp. setelah berumur 7 hari pada media PDA (a) dan bentuk mikroskopik (b)

Pada gambar 15 (a) dapat dilihat bahwa fungi menyebar keseluruh media agar dimana penyebarannya tidak merata, terjadi penumpukan-penumpukan pada beberapa sisi. Fungi berwarna abu-abu dimana terdapat warna putih diatas permukaan fungi. Pada gambar 15 (b)

konidiofor

mikrokonidia

kolumela sporangium

adalah penampakan mikroskopis fungi yang diamati melalui mikroskop dengan perbesaran 40×. Dengan bantuan buku panduan pengenalan kapang tropis maka didapatkan bahwa fungi ini merupakan spesies Mucor sp.

Identifikasi fungi

Terbentuknya gaharu pada tanaman penghasilnya, terpicu oleh faktor biotik maupun abiotik. Untuk menghasilkan gaharu secara artifisial, pelukaan mekanis pada batang, pengaruh bahan-bahan kimia seperti metal jasmonat, oli, gula merah, dan yang lainnya dapat memicu pembentukan gaharu. Namun pembentukan gaharu oleh faktor abiotik, seperti yang telah disebutkan sebelumnya tidak menyebabkan terjadinya penyebaran mekanisme pembentukan ini ke bagian lain dari pohon yang tidak terkena efek langsung faktor abiotik tersebut. Lain halnya jika pembentukan gaharu dipicu oleh faktor biotik seperti jamur atau jasad renik lainnya, mekanisme pembentukan dapat menyebar ke bagian lain pada pohon, karena penyebab mekanisme ini adalah makhluk yang melakukan semua aktivitas yang diperlukan untuk kehidupannya. Dengan terjadinya penyebaran pembentukan gaharu ke jaringan lain pada batang pohon, maka kualitas dan kuantitas produk gaharu yang dihasilkan akan lebih memuaskan. Adapun fungi yang telah banyak digunakan untuk menginokulasi gaharu diantaranya adalah Fusarium dan Acremonium.

Dari tiga belas titik sampel yang diuji rata-rata fungi yang terdapat adalah Fusarium

sp. jadi dari hasil identifikasi ini didapatkan bahwa hasil inokulasi dilapangan dapat dikatakan menunjukkan hasil yang baik dengan berkembangnya Fusarium sp. pada tanaman gaharu yang dijadikan inokulan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga dinyatakan bahwa fungi yang sering dijadikan sebagai inokulan gaharu adalah kedua jenis fungi tersebut.

Sedangkan fungi yang lainnya belum ada penelitian yang menyangkut dengan keberadaannya di tanaman gaharu. Jadi bisa jadi fungi selain Fusarium dan Acremonium yang terdapat pada sampel batang gaharu yang diidentifikasi merupakan kontaminan yang tanpa sengaja ikut tumbuh didalam batang yang telah diinokulasi.

Dari hasil penelitian Iskandar dan ahmad (2012) didapatkan bahwa perlakuan inokulasi dengan Fusarium sp. berpengaruh nyata terhadap potensi hasil gaharu. Inokulan yang paling potensial pada peringkat pertama dari hasil penelitian adalah F4 yaitu inokulan yang dikembangkan oleh badab Litbang Kehutanan Bogor dengan asal isolat dari Gorontalo. Inokulan yang berasal dari Gorontalo ini relatif efektif dalam merangsang pembentukan gaharu dan wangi pada pengukuran 3 bulan setelah inokulasi dibandingkan dengan Fusarium

yang berasal dari daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa setiap isolat yang berasal dari daerah yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam proses pembentukan gubal gaharu. Selain itu, diketahui juga bahwa Fusarium berpotensi dalam proses penginfeksian batang gaharu untuk terbentuknya gubal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Fungi yang ditemukan pada A. malaccensis Lamk. yang telah diinokulasi dengan proses isolasi dan identifikasi, yaitu Acremonium, Alternaria alternaria, Arthrinium phaeospermum, Cladosporium, Fusarium, Nigrospora sphaerica, Mucor, Scopulariopsis, Scytalidium lignicola.

2. Fungi yang banyak terdapat pada batang gaharu yang dijadikan sampel adalah Fusarium sp

3. Terdapat konsistensi isolat yang dijadikan penginfeksi batang gaharu yang ditunjukkan dengan banyaknya Fusarium sp yang ditemukan pada batang gaharu

4. Fusarium sp banyak ditemukan adalah pada batang atas dan bawah

Saran

Perlu dilakukan aplikasi pada tanaman A. malaccensis Lamk. untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan oleh fungi selain Acremonium dan Fusarium yang didapat pada penelitian ini di dalam jaringan tanaman inangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, Prof.Dr.D. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Surabaya

Fauzi, Mohamad Taufik dan Murdan dan Irwan Muthahanas. 2010. Potensi Jamur Fusarium

sp. Sebagai Agen Pengendali Hayati Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes). Universitas Mataram. Mataram.

Gandjar, I., R. A. Samson, Karin van den Tweel-Vermeulen dan A. Oetari. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Ilyas, Muhammad. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Universitas Surabaya. Surabaya

Iskandar, Dudi dan Ahmad Suhendra. 2012. Uji Inokulasi Fusarium sp. Untuk Produksi Gaharu Pada Budidaya A. beccariana. Pusat Teknologi Produksi Pertanian, BPPT. Jakarta.

Mucharromah.2010. Pengembangan Gaharu Di Sumatera. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Novriyanti, Eka. 2008. Peranan Zat Ekstraktif Dalam Pembentukan Gaharu Pada Aquilaria

crassna Pierre ex lecomte Dan Aquilaria microcarpa baill. IPB. Bogor.

Rahmawati, Dewi dan Nurita Toruan-Mathius. 2006. Analisis Keragaman Genetik

Acremonium yang Berasosiasi dengan Tanaman Gaharu Menggunakan Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Laboraturium bioteknologi, SEAMEO BIOTROP. Jurnal Agrobiogen vol.5 no.2. Bogor.

Radian dan Fadjar Rianto dan Masitoh dan Yuaner. 2007. Identifikasi Tanaman dan Mikroba Pembentuk Gubal Gaharu Di Kalimantan Barat. Untan. Pontianak.

Sinaga, Meity Suradji. 2002. Budidaya Jamur Merang. Penebar Swadaya. Jakarta

Siran, Sulistyo A. 2010. Perkembangan Pemanfaatan Gaharu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor

Sumarna, Yana. 2009. Gaharu Budidaya dan Rekayasa Produksi. Penebar Swadaya. Jakarta. Susetya, Darma. 2012. Budidaya Gaharu. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryphyta, Pteridophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Turjiman, Dr. Maman. Forest Microbiology Research Groups. Bogor

Widiastuti, Ira. 2011. Sukses Agribisnis Minyak Atsiri. Pustaka Baru Press.Yogyakarta. Wulandari, Esti. 2009. Efektifitas Acremonium sp. dan Fusarium sp. Sebagai penginduksi

Dokumen terkait