• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Hara Di Beberapa Areal Penanaman Sagu

Gambut merupakan tanah yang terbentuk atas bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Tanah gambut merupakan ekosistem yang memiliki karakteristik khusus, baik terkait dengan kondisi tanah serta vegetasi yang mampu tumbuh di areal tersebut.

Pada areal penelitian ini dibagi menjadi tiga lokasi plot penelitian, yaitu kebun perusahaan terbakar, kebun perusahaan dan kebun masyarakat. Masing-masing plot memiliki karakteristik berbeda-beda baik dari kondisi ekologis dan teknik budi daya sagu seperti jarak tanam pemupukan rutin dan pengendalian tanaman pengganggu.

Gambar 5 Kondisi plot kebun perusahaan a), kondisi plot kebun perusahaan terbakar b)

Secara alami status hara tanah gambut tergolong rendah, baik hara makro maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh lingkungan pembentukannya. Andriesse (1974) mengungkapkan bahwa tingkat kesuburan tanah gambut tergantung beberapa faktor, yaitu ketebalan lapisan tanah gambut, tingkat dekomposisi, komposisi tanaman penyusunan gambut dan tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut.

Pada karakterisitik sifat fisik tanah dilakukan analisis kadar abu, kadar air,

bulkdensity serta porositas untuk masing-masing plot penelitian dengan kedalaman 0-30 cm. Adapun data hasil analisis disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sifat fisik tanah dibeberapa plot lokasi penelitian

Lokasi Kadar Abu

(%) Kadar Air (%) Bulkdensity (g/cm3) Porositas (%) Kebun perusahaan terbakar 1.43 417.19 0.22 84.03

Kebun perusahaan 1.91 476.72 0.23 83.35

Pada Tabel 4 kebun masyarakat memiliki kandungan kadar abu tertinggi pada kedalaman 0-30 cm, yaitu 4.21%. Kadar abu dapat dijadikan gambaran kesuburan tanah gambut. Kadar abu tanah gambut beragam antara 5% - 65%. Kadar abu dan kadar bahan organik mempunyai hubungan dengan tingkat kematangan gambut (Setiawan 1991). Mindawati et al. (2010) mengungkapkan bahwa makin tinggi kadar organik tanah maka makin subur tanah tersebut, karena hal ini akan sangat terkait dengan ketersediaan bahan organik tanah untuk proses dekomposisi.

Berdasarkan Tabel 4 ditunjukkan bahwa pada tingkat kedalaman 0-30 cm

bulkdensity di masing-masing plot berkisar antara 0.20 – 0.23 g/cm3 dengan tingkat porositas berkisar antara 83.35 – 85.81%. Kandungan kadar air tertinggi terdapat di plot kebun perusahaan, dimana hal ini menunjukkan bahwa pada areal tersebut kondisi tanah cenderung lebih basah jika dibandingkan dengan areal lainnya. Namun bulkdensity pada setiap lokasi menunjukkan bahwa kondisi pada setiap lokasi memiliki kepadatan yang relatif untuk ukuran tanah gambut, dimana kondisi tanah dilapangan tidak terlalu padat ataupun terlalu basah.

Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian besar bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karaktersitik asam-asam gambut ini akan menentukan sifat kimia gambut.

Tanah rawa gambut di lokasi penelitian memiliki pH yang sangat masam (3.63 – 3.90), dari beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan pada hutan rawa gambut di berbagai tempat seperti Kalimantan Tengah (Istomo 1994), Sumatera Selatan dan Riau (Kongse 1996), dilaporkan bahwa tanah gambut di masing-masing lokasi penelitian tersebut juga memiliki pH yang sangat masam. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian Hardjowigeno (1996) bahwa secara umum pH tanah gambut di Indonesia berkisar antara 3 sampai 5 dan biasanya menurun dengan meningkatnya kedalaman.

Gambar 6 Kandungan total asam fenolat dan nilai pH pada masing-masing plot.

3.8 3.63 3.9 3 2.97 3.23 1159.61 1489.92 1709.05 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

Kebun perusahaan Kebun masyarakat Kebun perusaahan terbakar T o ta l a sa m f eno la t (pp m ) pH Lokasi penelitian

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa masing-masing plot penelitian dikategorikan sebagai tanah yang memiliki pH asam dimana hal ini terlihat bahwa nilai pH berkisar antara 3.63 – 3.90 untuk pH H2O dan 2.97 – 3.23 untuk pH KCL. Nilai pH tanah menurut metode ekstrak H2O selalu lebih besar dari nilai pH KCL nya, hal ini menunjukkan bahwa fraksi mineral liatnya lebih didominir oleh tipe-tipe mineral liat dengan daya jerap kation rendah, sedangkan mineral liat dengan aktivitas jerapan tinggi kadarnya lebih rendah (Mindawati et al. 2010).

Secara umum tingginya kemasaman tanah gambut disebabkan oleh tingginya kadar asam fenolat dan fulvat yang dihasilkan dari proses dekomposisi. Proses degradasi lignin dalam keadaan anaerob akan menghasilkan asam humat dan asam fenolat, dimana asam fenolat dan turunannya bersifat meracuni tanaman dengan cara merusak sel akar sehingga proses penyerapan hara terganggu (Agus dan Subiksa 2008). Asam fenolat merupakan senyawa intermedier yang penting dalam pembentukan humus atau bahan humik, dan pada konsentrasi tertentu mereka dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan aktivitas jasad mikro tanah. Tingginya tingkat kemasaman tanah menyebabkan berkurangnya aktivitas mikroorganisme dan menurunnya ketersediaan unsur hara. Kemasaman tanah dapat juga menyebabkan kekahatan unsur N, P, K, Ca, Mg, B, Zn dan Mo (Hardjowigeno 1996).

Derajat keasaman tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut (Hardjowigeno 1996). Fenomena menarik ditemukan pada kebun perusahaan terbakar, yaitu total kadar asam fenolat pada plot ini memiliki kadar tertinggi dibandingkan dua plot lainnya, namun nilai pH pada plot cenderung lebih tinggi. Hal ini diasumsikan terjadi akibat kegiatan kebakaran pada plot tersebut.

Syaufina (2008) mengungkapkan bahwa sesaat setelah kebakaran akan meningkatkan kation didalam tanah seperti kalsium, kalium dan magnesium namun secara jangka panjang kebakaran akan menyebabkan penurunan kandungan basa-basa tersebut. Peningkatan kation tersebut akan menyebabkan penurunan pH karena basa-basa tersebut akan mengikat OH sehingga akan menambah kemasaman dalam tanah. Kejadian kebakaran pada kebun perusahaan terbakar ialah pada tahun 2003 sehingga diasumsikan bahwa pada kondisi saat ini kadar basa-basa dalam tanah telah mengalami penurunan sehingga mengurangi kemasaman dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kejadian kebakaran hutan, pH tanah akan menjadi meningkat sehingga ketersediaan unsur hara tertentu yang dibutuhkan bagi tanaman menjadi tersedia dan pH akan turun kembali mendekati pH awal setelah 5 tahun (Syaufina 2008).

Tanah gambut dengan ciri kapasitas tukar kation sangat tinggi, tetapi persentase kejenuhan basa sangat rendah, akan menyulitkan penyerapan hara, terutama basa-basa yang diperlukan tanaman. KTK yang tinggi disebabkan oleh muatan pH yang sebagian besar dari gugus karboksil (-COOH) dan gugus hidroksil (-OH) dari fenol (Driessen dan Soepraptohardjo 1974).

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kemampuan atau kapasitas koloid tanah untuk memegang kation, dimana kapasitas ini secara langsung tergantung pada jumlah muatan negatif dari koloid tanah dan sangat ditentukan oleh tipe koloid yang terdapat didalam tanah (Novizan 2007). Sedangkan kejenuhan basa

(KB) menunjukkan perbandingan jumlah kation basa dengan jumlah basa seluruh kation terikat pada kation tanah dalam satuan % (Novizan 2007).

KTK tanah gambut pada umumnya berkisar antara 100 – 300 me/100g tanah. Hal ini sesuai dengan nilai KTK tanah dimasing-masing plot yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa di plot penelitian

Plot KTK

(me/100g)

Status KB

(%)

Status Kebun perusahaan 138,44 Sangat tinggi 12,83 Sangat rendah Kebun masyarakat 143,95 Sangat tinggi 12,59 Sangat rendah Kebun perusahaan

terbakar

133,74 Sangat tinggi 13,21 Sangat rendah

[catatan kaki] Sumber : Laboratorium kimia tanah Institut Pertanian Bogor (2013)

Tingginya nilai KTK ini disebabkan karena tanah gambut merupakan tanah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi. Foth (1995) mengungkapkan bahwa sebagian besar tanah, bahan organik merupakan komponen dengan kapasitas tukar kation paling besar. Kapasitas tukar kation bahan organik akan meningkat sesuai dengan humifikasi, di kemukakan bahwa pelapukan mineral merupakan sumber alami kation yang memungkinkan kemampuan mengadsorbsi sebagian kation dapat ditukar, dan persediaan kation paling besar diberikan oleh pelapukan.

Hardjowigeno (1996) mengemukakan bahwa keadaan dimana KTK tanah yang tinggi dan kejenuhan basa yang sangat rendah, dapat menghambat ketersediaan unsur hara bagi tanaman terutama K, Mg dan Ca. KTK yang tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga kation-kation K, Ca, Mg dan Na tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci.

Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (didasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10% hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa ligin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein dan senyawa lainnya.

Berdasarkan hasil analisis sifat tanah baik sifat fisik dan sifat kimia tanah dari setiap plot penelitian diketahui bahwa masing-masing plot penelitian memiliki kandungan hara yang relatif beragam. Namun secara umum dapat dituliskan bahwa dari ketiga plot penelitian data hasil penelitian menginterpretasikan bahwa untuk kandungan hara makro, yaitu C, N dan P memiliki kandungan yang sangat tinggi. Sedangkan untuk kandungan hara mikro memiliki kisaran nilai yang bervariasi untuk setiap plot penelitian. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang menjelaskan tentang tanah gambut. Semakin tebal basa-basa yang dikandungnya (Ca, Mg, K dan Na) maka semakin rendah dan semakin masam (Agus dan Subiksa 2008). Adapun data hasil analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7 Analisis kandungan hara (P, Fe, Zn dan Mn) tanah di plot penelitian.

Gambar 8 Analisis kandungan hara (Ca, Mg, K, Na, Al dan H) tanah di plot penelitian.

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan diketahui bahwa dari masing-masing lokasi penelitian memiliki kandungan hara yang berbeda-beda. Masing-masing kandungan hara makro di plot lokasi penelitian berkisar antara 32.80 – 36.13 ppm untuk P (Bray I) ; 4.58 – 7.06 me/100g untuk Ca ; 7.43 – 8.38 me/100g untuk Mg ; 0.29 – 0.90 me/100g untuk K ; 2.23 – 3.72 me/100g untuk Na. Sedangkan untuk kandungan hara mikro di plot lokasi penelitian berkisar antara 9.29 – 9.91 me/100g untuk Al ; 9.12 – 10.23 me/100g untuk H ; 7.86 –

11.81 ppm untuk Fe ; 0.11 – 0.17 ppm untuk Cu ; 3.09 – 3.69 ppm untuk Zn dan 4.63 – 7.17 ppm untuk Mn.

Analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa masing-masing kandungan hara memiliki nilai yang beragam di masing-masing plot. Perbedaan perlakuan diketahui memberikan pengaruh tehadap kandungan unsur Ca dan K didalam

0 5 10 15 20 25 30 35 40 P Fe Zn Mn K a nd un g a n ha ra t a na h (pp m ) Hara tanah

Kebun perusahaan Kebun perusahaan terbakar Kebun masyarakat

0 2 4 6 8 10 12 Ca Mg K Na Al H K a nd un g a n ha ra t a na h (m e/1 0 0 g ) Hara tanah

tanah, diketahui bahwa uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh terhadap kandungan Ca, yaitu p-value 0.0183 < alpha 0.05. Sedangkan berdasarkan uji lanjut Duncan untuk kandungan unsur K dalam tanah menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap kandungan unsur K, yaitu p-value 0.001 < alpha 0.05 yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar hara tanah di beberapa areal penanaman sagu

Hara Satuan Lokasi Kebun masyarakat Kebun perusahaan terbakar Kebun perusahaan Rataan ± Stdev Rataan ± Stdev Rataan ± Stdev Ca me/100gr 6.733a ± 0.532 4.580b ± 0.955 7.063a ± 0.869 Mg me/100gr 8.383a ± 0.777 7.426a ± 0.842 8.023a ± 0.846 K me/100gr 0.390b ± 0.060 0.896a ± 0.055 0.286b ± 0.070 Fe ppm 7.860a ± 0.760 11.807a ± 3.954 8.507a± 1.183 Cu ppm 0.173a ± 0.063 0.120a ± 0.030 0.113a ± 0.005 Zn ppm 3.090a ± 0.150 3.693a ± 0.751 3.653a ± 1.386 Mn ppm 7.173a ± 1.590 4.633a ± 0.764 6.880a ± 1.214

[catatan kaki] : angka dalam baris yang sama yang diikuti oleh huruf a,b dan c berbeda nyata menurut Uji

Duncan pada taraf α = 0.05%

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah diketahui bahwa masing-masing plot memiliki kandungan nilai unsur hara yang berbeda-beda, yaitu pada kebun perusahaan terbakar, kebun perusahaan dan kebun masyarakat. Perbedaan kandungan hara didalam tanah diasumsikan terjadi karena terdapat beberapa perbedaan perlakuan diantaranya jarak tanam serta pembersihan lahan perkebunan, dimana pada kebun perusahaan dan kebun perusahaan terbakar yang berada dalam areal perkebunan PT. NSP memiliki jarak tanam yang lebih teratur dan lebar (9 m x 9 m) sedangkan plot kebun masyarakat memiliki jarak tanam yang tidak beraturan dan cenderung lebih rapat (3 m x 3 m). Selain itu perbedaan lainnya ialah pembersihan lahan, dimana pada kebun perusahaan dilakukan kegiatan pembersihan lahan, pada kebun perusahaan terbakar cenderung lebih terbuka dikarenakan areal bekas terbakar pada tahun 2003 sedangkan pada plot kebun masyarakat tidak dilakukan pembersihan lahan.

Kebakaran hutan berdampak terhadap sifat-sifat tanah secara bervariasi yang tergantung pada beberapa faktor, seperti tipe tanah, kadar air tanah, intensitas dan lamanya kebakaran, waktu dan intensitas presipitasi setelah hujan dimana dampak kebakaran ini terlihat pada kondisi sifat fisik, sifat kimia serta sifat biologi tanah (Syaufina 2008). Pada penelitian ini diketahui bahwa kandungan K tertinggi terdapat di areal kebun perusahaan terbakar yang berbeda nyata dengan kandungan K di areal kebun masyarakat dan kebun perusahaan. Sedangkan kandungan Ca tertinggi terdapat di areal kebun perusahaan dan tidak berbeda nyata dengan kebun masyarakat namun berbeda nyata dengan kebun perusahaan terbakar.

a b

De Bano et al. (1998) mengungkapkan bahwa kation utama seperti Ca, Mg dan K memiliki ambang batas suhu yang tinggi sehingga tidak mudah tervolatilisasi dan hilang dari areal terbakar. Selain itu diungkapkan pula bahwa deposisi pada permukaan tanah akibat kebakaran mengandung kation yang tersedia dalam konsentrasi tinggi, dimana umumnya kebakaran akan meningkatkan ketersediaan seluruh kation termasuk kation Ca, Mg dan K.

Setiyono (2004) dalam Syaufina (2008) mengungkapkan bahwa kandungan kalsium tidak menunjukkan perubahan yang berarti sesaat setelah kebakaran hutan, sedangkan kandungan kalium meningkat secara cepat setelah kebakaran dan semakin tinggi temperatur akan semakin banyak jumlah yang dapat dipertukarkan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis pada plot kebun perusahaan terbakar yang memiliki nilai kandungan kalium tertinggi dibandingkan kebun perusahaan dan kebun masyarakat.

Ketersediaan Hara Di Dalam Tanah Dan Kandungan Hara Pada Tanaman Sagu dapat dikembangkan dengan baik dibawah kondisi kering yang kelembaban tanahnya memadai ; tanaman ini tumbuh dengan baik pada kandungan bahan organik tanah lebih dari 20% dan kandungan liat 70% ; tanaman ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas air. Kondisi yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sagu adalah pH rendah, temperatur yang tinggi, kondisi tata air dan rendahnya nutrisi subsoil (Flach 1997).

Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi, selain itu diketahui bahwa sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam berikut data pertumbuhan tanaman sagu pada masing-masing plot penelitian.

Sagu merupakan tanaman pokok yang ditanam memiliki beberapa ketentuan sebagai media tumbuh, diantaranya pH tanah serta kandungan hara tanah baik unsur makro dan mikro. Pada umumnya tanah gambut memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah dicirikan dengan nilai pH yang rendah, KTK tinggi yang mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap hara dalam tanah serta kadar asam yang tinggi.

Tanaman contoh yang digunakan ialah tanaman yang memiliki kriteria pengukuran, diantaranya memiliki tahun tanam yang relatif sama, memiliki jenis sagu yang seragam (dalam penelitian ini tanaman sagu tuni yang digunakan) memiliki tinggi yang relatif seragam dan diameter batang yang tidak berbeda jauh dan dalam kondisi yang sehat tanpa ada gejala serangan hama penyakit. Adapun data pengamatan dimensi tanaman sagu di beberapa plot penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Dimensi pertumbuhan tanaman sagu di beberapa plot penelitian

Plot Jumlah

Parameter Pengukuran Vegetatif Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Diameter Batang (cm) Kebun perusahaan terbakar 9 323.33 ± 131.56 42.27 ± 7.81 Kebun perusahaan 9 393.33± 130.38 68.19 ± 6.55 Kebun masyarakat 9 364.44 ± 126.56 59.61 ± 8.82

Pada Tabel 7 yang disajikan diketahui bahwa masing-masing pokok tanaman sagu memiliki dimensi pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk diameter memiliki kisaran yang tidak jauh berbeda untuk masing-masing pokok tanaman sagu, yaitu 260 – 480 cm, untuk tinggi pokok tanaman sagu berkisar antara 107 –

144 cm.

Terkait dengan kandungan hara didalam tanah yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan tanaman sagu. Bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah batang sagu karena merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Tinggi batang sagu dewasa mencapai 10 m. Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen. Setiap pohon sagu dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg tepung sagu basah. Terkait dengan pemanfaatan sagu sebagai bahan pangan yaitu pati sagu, sehingga pertumbuhan sagu khususnya pada batang akan sangat memberikan dampak positif terhadap produksi pati.

Daun sagu memiliki anak daun dengan panjang 1.5 m bertangkai dan berpelepah. Panjang daun sagu mencapai 7 m. Daun merupakan bagian tanaman sagu yang memiliki peranan penting karena merupakan tempat pembentukan pati melalui proses fotosintesis. Haryanto dan Pangloli (1994) mengungkapkan bahwa kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung umur, jenis dan lingkungan tumbuh.

Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif diketahui bahwa kandungan hara untuk masing-masing contoh tanaman sagu di beberapa areal penanaman bervariasi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Haryanto dan Pangloli (1994) bahwa kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung umur, jenis dan lingkungan tumbuh. Namun diungkapkan lebih lanjut oleh Haryanto dan Pangloli (1994) bahwa unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, antara lain kalium, kalsium dan magnesium.

Gambar 10 Ketersediaan kalium dalam tanah dengan ketersediaan kalium di daun dan kalium di rachis.

Berdasarkan Gambar 10 hubungan ketersediaan kalium di tanah dengan ketersediaan kalium di daun dan rachis terlihat bahwa ketersediaan kalium di tanah memberikan kecenderungan positif dengan ketersediaan kalium di rachis. Hal ini dibuktikan dengan semakin tinggi kandungan kalium di tanah diasumsikan bahwa kandungan kalium di rachis akan tinggi. Kandungan tertinggi kalium tanah ditemukan pada kebun perusahaan terbakar sebesar 0.90 me/100 gr dan kandungan kalium di rachis pada tanaman di kebun perusahaan terbakar sebesar 1.60 %.

Hubungan ketersedian hara kalium dengan kandungan kalium di daun tidak sepenuhnya berkecenderungan positif, hal ini terlihat dari ketersediaan hara kalium tanah pada kebun perusahaan terbakar tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan kalium di dalam daun, cenderung memiliki nilai paling rendah. Meski demikian hal ini berbeda dengan ketersediaan hara kalium tanah pada kebun masyarakat dan kebun perusahaan dimana terlihat hubungan yang positif, yaitu ketersediaan hara kalium tanah mempengaruhi kandungan kalium di dalam daun. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Kebun masyarakat Kebun perusahaan Kebun perusahaan

terbakar 0.39 0.29 0.9 0.66 0.67 0.56 1.38 1.12 1.6 K a nd un g a n k a liu m ( m e/1 0 0 g r) Lokasi penelitian

Gambar 11 Ketersediaan kalsium dalam tanah dengan ketersediaan kalsium di daun dan di rachis.

Dalam hal yang sama pada ketersediaan hara kalsium di dalam tanah terkait dengan kandungan kalsium di dalam rachis dan daun pada masing-masing plot pengamatan tidak memberikan perbedaan nyata. Hal ini terlihat dari kandungan kalsium baik pada rachis dan daun kadarnya tidak jauh berbeda, meskipun ketersediaan hara kalsium di dalam tanah terlihat perbedaan yang cukup signifikan.

Gambar 12 Ketersediaan magnesium dalam tanah dengan ketersediaan magnesium di daun dan kalium di rachis.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis kandungan magnesium di dalam tanah, daun serta rachis terlihat bahwa kandungan magnesium di dalam tanah tidak memberikan kontribusi meningkatnya kandungan magnesium di dalam daun

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Kebun masyarakat Kebun perusahaan Kebun perusahaan

terbakar 6.73 7.06 4.58 0.25 0.27 0.25 0.24 0.24 0.28 K a nd un g a n k a ls ium ( m e/1 0 0 g r) Lokasi penelitian

Ca tanah Ca daun Ca rachis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kebun masyarakat Kebun perusahaan Kebun perusahaan terbakar 8.38 8.02 7.43 0.1 0.14 0.1 0.15 0.1 0.14 K a nd un g a n m a g nes iu m ( m e/1 0 0 g r) Lokasi penelitian

dan rachis. Kadar magnesium di dalam daun dan rachis relatif tidak jauh berbeda seperti halnya kandungan magnesium di dalam tanah.

Unsur hara yang diperlukan tanaman tersedia secara seimbang, baik unsur-unsur makro maupun unsur-unsur-unsur-unsur mikro. Keseimbangan unsur-unsur hara adalah sangat penting dengan tujuan agar tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup, sehingga tanaman tumbuh optimal. Sebagian hara dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit, tetapi unsur yang sedikit tersebut akan menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Seperti dinyatakan dalam prinsip faktor pembatas bahwa produktivitas tanaman akan ditentukan oleh faktor tumbuh yang paling optimum (Supari 1999).

Purwanto (2012) mengungkapkan tidak ada pengaruh yang nyata atas kandungan kation Mg, K dan Na dalam daun dengan kation tersebut dalam larutan tanah, namun terdapat pengaruh kandungan Ca tertukar dalam tanah atas kandungan Ca dalam daun sagu sehingga disimpulkan bahwa dengan perbaikan kandungan Ca di tanah-tanah mineral yang ditumbuhi tanaman sagu dapat dilakukan untuk meningkatkan kandungan Ca di dalam daun. Akan tetapi kecenderungan yang berlainan diperoleh pada tanah-tanah gambut yang ditumbuhi tanaman sagu, bahwa ada hubungan yang nyata antara kandungan kation-katon (Ca, K dan Na) dalam larutan tanah dengan kandungan kation tersebut dalam daun sagu.

Faktor pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman pada tanah gambut adalah tidak tersedianya unsur hara bagi tanaman. Kurangnya ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman menjadi salah satu faktor penyebab dimana hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat hidup dan bertahan pada tanah gambut, sehingga jenis-jenis yang dijumpai pada hutan rawa gambut relatif sedikit.

Dokumen terkait