• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Pengaruh Varietas

Hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran bernomor genap 2 sampai 26) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 HST, jumlah cabang umur 15, 30, dan 45 HST, persentase ginofor gagal dan bobot 100 biji kering serta berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan 45 HST, persentase polong berisi, persentase polong hampa, berat polong per rumpun, berat polong kering per plot dan produksi per hektar.

4.1.1 Tinggi Tanaman (cm)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 HST serta berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan 45 HST. Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas Umur 15, 30 dan 45 HST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

Simbol Varietas 15 HST 30 HST 45 HST V1 Bison 5,37 16,09 a 28,98 V2 Domba 5,51 16,07 a 32,92 V3 Gajah 5,55 16,67 b 31,57 V4 Jerapah 5,82 17,21 c 33,91 V5 Naga Umbang 5,49 17,02 c 33,75 BNJ 0,05 - 0,29 -

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata taraf 5% (uji BNJ)

Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman tertinggi umur 15 dan 45 HST dijumpai pada variertas Jerapah meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan varietas lainnya. Pada umur 30 HST tanaman tertinggi

juga dijumpai pada varietas Jerapah yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Domba dan Gajah namun berbeda tidak nyata dengan varietas Naga Umbang.

Hubungan antara tinggi tanaman kacang tanah pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tinggi tanaman kacang tanah pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST.

Gambar 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman umur 30 HST meningkat pada varietas Jerapah dan menurun pada varietas Domba.

Meningkatnya tinggi tanaman kacang tanah pada varietas Jerapah diduga karena perbedaan pertumbuhan dari setiap varietas yang berkaitan dengan tanaman itu sendiri yang mempunyai keunggulan dari masing-masing varietas dan juga dipengaruhi oleh respon genetik pada tempat tumbuhnya, hal ini sejalan dengan pendapat Astanto (1995) menyatakan bahwa varietas adalah sekelompok tanaman yang mempunyai ciri khas seragam dan stabil serta mengandung perbedaan yang jelas dari berbagai varietas lain. (Harjadi, 1996) menambahkan bahwa setiap varietas selalu terdapat perbedaan respon genetik pada kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

5.37 5.51 5.55 5.82 5.49 16.09 16.07 16.67 17.21 17.02 28.98 32.92 31.57 33.91 33.75 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bison Domba Gajah Jerapah Naga

Umbang Tinggi Tanaman (c m) Varietas 15 HST 30 HST 45 HST

4.1.2. Jumlah Cabang

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang umur 15, 30 dan 45 HST. Rata-rata jumlah cabang pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas Umur 15, 30 dan 45 HST.

Perlakuan Jumlah Cabang

Simbol Varietas 15 HST 30 HST 45 HST V1 Bison 3,43 b 6,35 c 6,79 c V2 Domba 2,19 a 4,79 a 4,98 a V3 Gajah 3,52 c 5,97 b 6,29 b V4 Jerapah 3,51 bc 6,98 d 7,29 d V5 Naga umbang 3,59 c 6,76 d 7,63 e BNJ 0,05 0,15 0,28 0,27

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata taraf 5% (uji BNJ).

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah cabang terbanyak umur 15 HST dijumpai pada varietas Naga Umbang yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Domba, dan Jerapah namun berbeda tidak nyata dengan varietas Gajah. Pada umur 30 HST jumlah cabang terbanyak dijumpai pada varietas Jerapah yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Domba dan Gajah namun berbeda tidak nyata dengan varietas Naga Umbang. Pada umur 45 HST dijumpai pada varietas Naga Umbang, yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Domba, Gajah dan Jerapah.

Hubungan antara jumlah cabang tanaman kacang tanah pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Jumlah cabang tanaman kacang tanah pada berbagai varietas umur 15, 30 dan 45 HST.

Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah cabang umur 15 dan 45 HST meningkat pada varietas Naga Umbang dan menurun pada varietas Domba, sedangkan pada umur 30 HST jumlah cabang meningkat pada varietas Jerapah dan menurun pada varietas Domba.

Dari berbagai varietas yang dicobakan, meningkatnya jumlah cabang pada varietas Naga Umbang dan jerapah disebabkan dari perbedaan genetik dan karakter dari setiap varietas kacang tanah seperti yang disebutkan oleh Purnomo et al. (2007) menyatakan bahwa varietas menunjukkan respon beragam tinggi pada semua parameter lingkungan tumbuh, pertumbuhan dan hasil kacang tanah ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, varietas kacang tanah yang berbeda akan memberikan pertumbuhan dan hasil yang berbeda karena perbedaan faktor genetiknya. Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan penampilan tanaman dikendalikan oleh sifat genetik dibawah faktor-faktor lingkungan.

4.1.3. Persentase Ginofor Gagal

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap persentase ginofor gagal. Rata-rata persentase

3.43 2.19 3.52 3.51 3.59 6.35 4.79 5.97 6.98 6.76 6.79 4.98 6.29 7.29 7.63 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bison Domba Gajah Jerapah Naga

umbang Jumlah Cabang Varietas 15 HST 30 HST 45 HST

ginofor gagal pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Ginofor Gagal Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Perlakuan Persentase Ginofor Gagal (%) Simbol Varietas V1 Bison (56,06) 68,46 b V2 Domba (66,98) 84,48 c V3 Gajah (52,09) 62,16 a V4 Jerapah (57,63) 70,88 b V5 Naga Umbang 65,68 (54,21) ab BNJ 0,05 2,41

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

( ) : Rata-rata transformasi arsin √

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase ginofor gagal tertinggi dijumpai pada varietas Domba yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Gajah, Naga Umbang dan varietas Jerapah. Persentase ginofor gagal kacang tanah terbanyak pada berbagai varietas dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Persentase ginofor gagal kacang tanah pada berbagai varietas.

56.06 66.98 52.09 57.63 54.21 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Bison Domba Gajah Jerapah Naga Umbang

Persentase Gi nofo r Ga gal (%) Varietas

Gambar 3 meunjukkan bahwa persentase ginofor gagal meningkat pada varietas Domba dan menurun pada varietas Gajah. Hal ini diduga karena ginofor yang terbentuk tidak masuk kedalam tanah dan gagal terbentuknya polong dan juga dipengaruhi oleh faktor cuaca. Ginofor yang terbentuk dibagian cabang atas dan tidak masuk kedalam tanah akan gagal membentuk polong. (Anonymous, 2006). Sumarno (2003) menambahkan bahwa pertumbuhan kacang tanah dilahan kering sangat baik apabila ada hujan dalam seminggu sekali diselingi hari yang cerah, kekeringan yang berkepanjangan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan pengisian polong tanaman kacang tanah yang akan mempengaruhi hasil produksi.

4.1.4. Persentase Polong Berisi dan Polong Hampa

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16 dan 18) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh tidak nyata terhadap persentase polong berisi dan persentase polong hampa. Rata-rata persentase polong berisi dan hampa pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Persentase Polong Berisi dan Polong Hampa Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Perlakuan Persentase Polong

Simbol Varietas Berisi Hampa

V1 Bison (55,73) 68,03 (34,27) 31,97

V2 Domba (49,14) 57,13 (40,86) 42,87

V3 Gajah (55,98) 68,21 (34,02) 31,79

V4 Jerapah (54,49) 66,17 (35,51) 33,83

V5 Naga Umbang (55,28) 67,31 (34,72) 32,69

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase polong berisi tertinggi dijumpai pada varietas Gajah meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan varietas lainnya. Persentase polong hampa tertinggi dijimpai pada varietas Domba meskipun secara statistik berbeda tidak nyata dengan varietas lainnya.

Dari berbagai varietas yang dicobakan persentase polong berisi tertinggi dijumpai pada varietas Gajah dan menurun pada varietas Domba sedangkan persentase polong hampa tertinggi dijumpai pada varietas Domba dan menurun pada varietas Gajah. Hal ini diduga karena perbedaan respon genetik dari setiap varietas pada lingkungannya dan juga dipengaruhi oleh pemberian KCl yang sependapat dengan Purnomo (2007) menyatakan bahwa meskipun kacang tanah toleran terhadap tanah kering dan masam kondisi tersebut akan berpengaruh pada banyaknya polong yang terisi. Muchidin (1991) menambahkan pola genetik merupakan suatu takaran baku yang menentukan potensi untuk tumbuh maksimal pada lingkungan yang menguntungkan.

4.1.5. Berat Polong Kering Per Rumpun

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh tidak nyata terhadap berat polong kering per rumpun. Rata-rata berat polong kering per rumpun pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Berat Polong Kering Per Rumpun Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Simbol Varietas V1 Bison 22,24 V2 Domba 20,34 V3 Gajah 21,43 V4 Jerapah 18,76 V5 Naga Umbang 24,76

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

Tabel 6 menunjukkan bahwa berat polong kering per rumpun tertinggi dijumpai pada varietas Naga Umbang meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan varietas lainnya.

Dari berbagai varietas yang dicobakan berat polong kering per rumpun meningkat pada varietas Naga Umbang dan menurun pada varietas Jerapah. Hal ini diduga karena varietas Naga Umbang mempunyai daya adaptasi yang lebih cepat terhadap kondisi lingkungan yang berbeda dan juga dipengaruhi oleh faktor genetik, sesusai dengan pendapat Nungrahaeni dan Kasno (1992) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti keadaan tanah dan iklim serta cara bercocok tanam yang tidak selalu pada kondisi yang optimum akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga seringkali tanaman tidak mampu berkembang sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki. Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa penampilan tanaman dikendalikan oleh sifat genetik dibawah faktor-faktor lingkungan.

4.1.6. Bobot 100 Biji Kering

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 22) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot 100 biji kering. Rata-rata bobot 100 biji kering kacang tanah pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Bobot 100 biji Kering Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Perlakuan Bobot 100 Biji Kering (g)

Simbol Varietas V1 Bison 40,92 b V2 Domba 31,26 a V3 Gajah 52,13 d V4 Jerapah 42,60 bc V5 Naga Umbang 44,42 c BNJ 0,05 2,30

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot 100 biji kering tertinggi dijumpai pada Varietas Gajah yang berbeda nyata dengan varietas Bison, Domba, Jerapah dan Naga Umbang. Bobot 100 biji kering terbanyak pada berbagai varietas dapat lihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bobot 100 biji kering kacang tanah pada berbagai varietas.

Gambar 4 menunjukkan bahwa bobot 100 biji kering meningkat pada varietas Gajah dan menurun pada varietas Domba. Meningkatnya bobot 100 biji kering pada varietas gajah diduga karena pada varietas gajah mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dan memiliki potensi produksi yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang (1997) yang menjelaskan bahwa perbedaan pertumbuhan dan produksi suatu varietas dipengaruhi oleh kemampuan suatu varietas beradaptasi terhadap

40.92 31.26 52.13 42,60 44.42 0 10 20 30 40 50 60

Bison Domba Gajah Jerapah Naga Umbang

Bo

bot 100

Biji Kering (

g)

lingkungan tempat tumbuhnya. Meskipun secara genetik ada varietas yang memiliki potensi produksi yang lebih baik, tetapi karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya sangat dapat menurunkan produksi.

4.1.7. Berat Polong Kering Per Plot Netto

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 24) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh tidak nyata terhadap berat polong per plot netto. Rata-rata berat polong kering kacang tanah pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Berat Polong Kering Per Plot Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Perlakuan Berat Polong Kering Per Plot (kg)

Simbol Varietas V1 Bison 4,45 V2 Domba 4,07 V3 Gajah 4,29 V4 Jerapah 3,75 V5 Naga Umbang 4,95

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

Tabel 8 menunjukkan bahwa berat polong kering per plot netto tertinggi dijumpai pada varietas Naga Umbang meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan varietas lainnya.

Dari berbagai varietas yang dicobakan berat polong kering per plot meningkat pada varietas Naga Umbang dan menurun pada varietas Jerapah. Hal ini diduga karena varietas Naga Umbang mempunyai daya adaptasi yang lebih cepat terhadap kondisi lingkungan yang berbeda, sesusai dengan pendapat Adisarwanto (2001) yang menyatakan bahwa produksi yang tinggi akan dicapai apabila varietas tanaman yang ditanam memiliki potensi hasil yang tinggi dan didukung teknik budidaya yang benar dan lingkungan tumbuh yang baik.

4.1.8. Produksi Per Hektar

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 26) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per hektar. Rata-rata produksi per hektar kacang tanah pada berbagai varietas setelah di uji dengan BNJ 0,05 disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Produksi Per Hektar Kacang Tanah Pada Berbagai Varietas

Perlakuan Produksi Per Hektar (ton)

Simbol Varietas V1 Bison 4,24 V2 Domba 3,87 V3 Gajah 4,08 V4 Jerapah 3,57 V5 Naga Umbang 4,72

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

Tabel 9 menunjukkan bahwa produksi per hektar tertinggi dijumpai pada varietas Naga Umbang meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan varietas lainnya.

Dari berbagai varietas yang dicobakan produksi per hektar meningkat pada varietas Naga Umbang dan menurun pada varietas Jerapah, hal ini diduga karena setiap varietas tanaman selalu terdapat perbedaan respon genotip pada kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. (Gardner et,al., 1991) menyatakan bahwa perbedaan respon genotip dari setiap varietas terhadap lingkungan tumbuhnya juga dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan produksinya. Sehingga dapat menurunkan produksi dari suatu tanaman. Selain itu tinggi rendahnya pertumbuhan serta hasil tanaman kacang tanah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh sifat genetik atau sifat turunan seperti umur tanaman, morfologi

tanaman, daya hasil, kapasitas menyimpan cadangan makanan, ketahanan terhadap penyakit dan lain-lain. Faktor ekternal merupakan faktor lingkungan, seperti iklim, tanah dan biotik.

4.2. Pengaruh Dosis Pupuk KCl

Hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran bernomor genap 2 sampai 26) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap berat tinggi tanaman dan jumlah cabang umur 15, 30, dan 45 HST, persentase ginofor gagal, persentase polong berisi, persentase polong hampa, berat polong kering per rumpun, berat 100 biji kering, berat polong kering per plot netto dan produksi per hektar.

4.2.1 Tinggi Tanaman (cm)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST. Rata-rata tinggi tanaman kacang tanah pada berbagai dosis KCl umur 15, 30 dan 45 HST disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah pada Berbagai Dosis Pupuk KCl Umur 15, 30 dan 45 HST.

Tabel 10 menunjukkan bahwa tanaman tertinggi umur 15, 30 HST dijumpai pada dosis KCl 137 kg ha-1, tanaman tertinggi pada umur 45 HST dijumpai pada dosis KCl 87 kg ha-1, meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya. Hal ini diduga karena pada

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

Simbol KCl (kg ha-1) 15 HST 30 HST 45 HST

K1 87 5,46 16,46 32,32

K2 112 5,58 16,58 32,07

dosis tersebut unsur hara yang diberikan tersedia dalam jumlah optimal. Sesuai dengan pendapat Darmawan dan Baharsyah (1983) yang menyatakan bahwa ketersediaan hara yang cukup dan seimbang akan mempengaruhi proses metabolisme pada jaringan tanaman. Proses metabolisme merupakan pembentukan dan perombakan unsur-unsur hara dalam tubuh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dwidjoseputro (1986) menambahkan bahwa tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada dalam jumlah yang cukup serta berada dalam bentuk yang siap diabsorsi.

4.2.2. Jumlah Cabang

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang umur 15, 30 dan 45 HST. Rata-rata jumlah cabang tanaman kacang tanah pada berbagai dosis KCl umur 15, 30 dan 45 HST disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kacang Tanah Pada Berbagai Dosis Pupuk KCl Umur 15, 30 dan 45 HST.

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah cabang terbanyak umur 15 HST dijumpai pada dosis KCl 112 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya. Jumlah cabang terbanyak umur 30 dan 45 HST dijumpai pada dosis KCl 87 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya. Hal

Perlakuan Jumlah Cabang

Simbol KCl (kg ha-1) 15 HST 30 HST 45 HST

K1 87 3,14 6,25 6,72

K2 112 3,37 6,15 6,52

ini diduga karena pada dosis tersebut unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman berada dalam bentuk tersedia, seimbang dan dalam dosis yang optimal. Sesuai dengan pendapat Wibawa (1998) bahwa pertumbuhan tanaman yang baik dapat tercapai apabila unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman berada dalam bentuk tersedia, seimbang dan dalam dosis yang optimal.

4.2.3. Persentase Ginofor Gagal

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap persentase ginofor gagal. Rata-rata persentase ginofor gagal kacang tanah pada berbagai varietas disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata Persentase Ginofor Gagal Kacang Tanah Pada Berbagai Dosis Pupuk KCl

Perlakuan Persentase Ginofor Gagal (%)

Simbol KCl (kg ha-1)

K1 87 (57,47) 70,48

K2 112 (56,45) 68,89

K3 137 (58,26) 71,63

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

( ) : Rata-rata transformasi arsin √

Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase ginofor gagal tertinggi dijumpai pada dosis KCl 137 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya. Hal ini diduga karena pupuk yang diterima oleh tanaman tidak tercukupi atau tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dan juga dipengaruhi oleh faktor cuaca. Hasibuan (2009) menyatakan bahwa dosis pupuk dalam pemupukan haruslah tepat, artinya dosis tidak terlalu

sedikit atau terlalu banyak karna dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan apabila dosis terlalu banyak maka sangat mengganggu keseimbangan hara dan dapat meracuni akar. Sumarno (2003) menambahkan bahwa pertumbuhan kacang tanah dilahan kering sangat baik apabila ada hujan dalam seminggu sekali diselingi hari yang cerah. Kekeringan yang berkepanjangan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan pengisian polong tanaman kacang tanah yang akan mempengaruhi hasil produksi. 4.2.3. Persentase Polong Berisi dan Polong Hampa

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16 dan 18) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap persentase polong berisi dan polong hampa. Rata-rata persentase polong berisi dan polong hampa pada berbagai dosis KCl disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Persentase Polong Berisi dan Polong Hampa Kacang Tanah Pada Berbagai Dosis Pupuk KCl.

Perlakuan Persentase Polong (%)

Simbol KCl (kg ha-1) Berisi Hampa

K1 87 (53,74) 64,72 (36,26) 35,28

K2 112 (54,31) 65,65 (35,69) 34,35

K3 137 (54,32) 65,74 (35,68) 34,26

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda nyata pada taraf 5% (uji BNJ ).

( ) : Rata-rata transformasi arsin √

Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase polong berisi tertinggi dijumpai pada dosis KCl 137 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya, persentase polong hampa tertinggi

dijumpai pada dosis KCl 87 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap dosis KCl lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase polong berisi kacang tanah terbaik meningkat pada dosis KCl 137 kg ha-1 dan menurun pada dosis KCl 87 kg ha-1 sedangkan persentase polong hampa meningkat pada dosis KCl 87 kg dan menurun pada dosis KCl 137 kg ha-1 memberikan hasil yang berbanding terbalik dari keduanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Rinsema (1986) menyatakan bahwa KCl mempunyai pengaruh positif dan mendorong tanaman menjadi baik dan meningkatkan kualitas biji yang dihasilkan.

4.2.4. Berat Polong Kering Per Rumpun

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap berat polong kering per rumpun. Rata-rata berat polong kering per rumpun kacang tanah pada berbagai dosis KCl disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata Berat Polong Kering Per Rumpun Kacang Tanah Pada Berbagai Dosis Pupuk KCl

Perlakuan Berat Polong Per Rumpun (g)

Simbol KCl (kg ha-1)

K1 87 21,86

K2 112 21,33

K3 137 21,33

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (uji BNJ )

Tabel 14 menunjukkan bahwa berat polong kering per rumpun tertinggi dijumpai pada dosis KCl 87 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya.

Meningkatnya berat polong kering per rumpun pada dosis KCl 87 kg ha-1 diduga karena pada dosis tersebut tanaman mencukupi unsur hara yang

dibutuhkan tersedia dalam jumlah optimum dan seimbang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lingga (1995) yang menyatakan bahwa respon tanaman terhadap pemupukan akan meningkat jika pemberian pupuk sesuai dengan dosis, waktu dan cara yang tepat. Ketersediaan unsur hara bagi tanaman merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produksi tanaman.

4.2.5. Bobot 100 Biji Kering

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 22) menunjukkan bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji kering. Rata-rata bobot 100 biji kering kacang tanah pada berbagai dosis KCl disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-rata Bobot 100 biji Kering Kacang Tanah Pada Berbagai Dosis Pupuk KCl

Perlakuan Bobot 100 Biji Kering (g)

Simbol KCl (kg ha-1)

K1 87 42,98

K2 112 41,49

K3 137 42,33

Tabel 15 menunjukkan bahwa bobot 100 biji kering tertinggi dijumpai pada dosis KCl 87 kg ha-1 meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan dosis KCl lainnya.

Meningkatnya bobot 100 biji kering kacang tanah pada dosis KCl 87 kg ha-1 diduga karena pada dosis tersebut kebutuhan dosis KCl tersedia dalam kondisi

Dokumen terkait