• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter tinggi tanaman mulai dari 2 sampai dengan 5 MST, sedangkan pada parameter jumlah daun menunjukkan pengaruh yang nyata hanya pada 4 MST saja. Pada perlakuan varietas parameter umur berbunga jantan dan umur berbunga betina menunjukkan pengaruh tidak nyata,sedangkan pada parameter bobot kering pipilan perplot perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada perlakuan pupuk organik parameter tinggi tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, pada parameter jumlah daun perlakuan pupuk organik juga menunjukkan pengaruh tidak nyata. Pada parameter umur berbunga jantan dan berbunga betina menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, dan pada parameter bobot kering pipilan perplot juga menunjukkan pengaruh tidak nyata.

Untuk mengetahui hasil penelitian yang lebih terperinci mengenai masing-masing parameter penelitian akan dibahas pada paragraf sebagai berikut ini: Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman saat 2,3,4,5,6 dan 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 7-12. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa pada perlakuan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata pada saat tinggi tanaman 2,3,4, dan 5 MST, sedangkan pengaruh pupuk menujukkan pengaruh yang tidak nyata pada saat tinggi tanaman 2,3,4,5,6 dan 7 MST. Rataan

tinggi tanaman pada saat 2 sampai 7 MST dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut :

Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7

Varietas

V1 = pioner12 34.69a 47.94 a 74.61a 101.68a 122.34 141.61 V2 = Bisma 41.14b 55.06b 84.11 b 111.39b 128.11 146.63 Pupuk Organik P0 = Kontrol 38.10 51.49 80.67 107.95 123.83 147.85 P1 = 10 g 37.84 5149 75.62 103.13 124.78 146.16 P2 = 23 ml 36.46 50.06 75.83 103.13 121.39 136.53 P3 =10g+23ml 39.26 52.97 85.83 111.92 130.92 145.96

Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman pada saat 2, 3, 4, dan 5 MST. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Bisma yaitu sebesar 111.39 cm, sedangkan tinggi tanaman pada varietas Pioner 12 tidak menunjukkan adanya perbedaan. Sedangkan pada perlakuan pupuk organik menunjukkan pengaruh yang tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman saat 2 dan 7 MST. Pengaruh

pupuk yang memberikan tinggi tanaman tertinggi adalah pada kisaran dosis kontrol yaitu sebesar 147.85 cm.

Jumlah Daun Tanaman (Helai)

Data pengamatan dan sidik ragam dari jumlah daun (helai) dapat dilihat pada Lampiran13-18. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan yang menunjukkan perbedaan tidak nyata pada perlakuan varietas dan interaksi menujukkan pengaruh tidak nyata, sedangkan perlakuan pupuk belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan jumlah daun (helai) dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut :

Tabel 2. Rataan Jumlah Daun (Helai)

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7 Varietas V1 = pioner12 2.94 5.17 6.97a 8.33 10.42 11.89 V2 = Bisma 3.19 5.69 7.36b 8.99 10.39 12.28 Pupuk Organik P0 = Kontrol 3.17 5.50 7.00 8.22 10.33 11.94 P1 = 10 g 3.11 5.50 7.28 8.33 10.50 12.00 P2 = 23 ml 3.11 5.11 6.78 8.11 10.33 12.28 P3 = 10g + 23ml 2.89 5.61 7.61 8.39 10.44 12.11

Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test(DMRT)pada taraf 5%

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa varietas yang menunjukkan hubungan yang masih berpengaruh nyata terhadap jumlah helai daun pertanaman adalah pada varietas Bisma dan varietas Pioner 12 yaitu pada 4 MST, sehingga berdasarkan persamaan yang telah dibentuk dapat diduga nilai optimal dari aplikasi pupuk kandang terhadap jumlah helai daun yaitu pada Varietas Bisma akan menghasilkan jumlah helai daun pada 4 MST sebanyak 7.36 helai, sedangkan varietas Pioner12 pada 4 MST menunjukkan sebesar 6.97 helai.

Umur Berbunga Jantan (HST)

Data pengamatan dan sidik ragam dari umur berbunga jantan dapat dilihat pada Lampiran 19 Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata pada perlakuan varietas dan perlakuan interaksi pupuk menunjukkan pengaruh tidak nyata. Rataan jumlah jantan dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Umur bunga jantan (HST)

Varietas

Pupuk Organik (g/tanaman)

Rataan

P0 P1 P2 P3

V1 = Pioner 12 49.11 49.11 49.00 49.11 49.81 V2 = bisma 48.78 49.00 49.11 49.56 49.80 Rataan 48.94 49.55 49.55 49.33 49.85

Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama pada yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)pada taraf 5%

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa varietas yang menunjukkan hubungan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap parameter umur berbunga

jantan yaitu pada varietas pioneer 12 dan varietas bisma sehingga berdasarkan persamaan yang telah dibentuk dapat diduga nilai optimal dari aplikasi pupuk kandang terhadap jumlah umur berbunga jantan (HST) masing-masing pada perlakuan pupuk kandang pada dosis 10 gr +23 ml /tanaman.

Umur Berbunga Betina (HST)

Data pengamatan dan sidik ragam dari Umur berbunga betina dapat dilihat pada Lampiran 20 Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata pada perlakuan varietas sedangkan perlakuan interaksi dan pupuk menunjukkan pengaruh tidak nyata. Rataan jumlah umur berbunga betina (HST) dapat dilihat pada Tabel 4. sebagai berikut :

Tabel 4. Umur berbunga betina (HST)

Varietas

Pupuk Organik (g/tanaman)

Rataan

P0 P1 P2 P3

V1 = Pioner 12 56.44 56.44 56.44 56.67 56.55 V2 = bisma 57.11 56.67 56.44 56.33 57.13 Rataan 56.75 56.55 56.44 56.50 56.86

Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Mutiple Range Test(DMRT) pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh tidak nyata, umur berbunga betina tertinggi terdapat pada varietas Bisma. Perlakuan pupuk kandang menunjukkan pengaruh tidak nyata, rataan umur berbunga betina tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk 10gr +23 ml

/polibag namun tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk pada dosis 23 ml /tanaman.

Bobot kering pipilan per plot (g)

Data pengamatan dan sidik ragam dari rataan berat buah (g) dapat dilihat pada Lampiran 21 Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan yang menunjukkan perbedaan yang nyata hanya pada perlakuan varietas sedangkan perlakuan interaksi dan pupuk belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan berat buah (buah) dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut

Tabel 5. Bobot kering Pipilan Perplot

Varietas

Pupuk Kandang (g/tanaman)

Rataan P0 (0) P1 (10g) P2 (23 ml) P3 (10g + 23ml)

V1 = Pioner 12 111.7 168.83 163.87 150.43 149.99a V2 = Bisma 20.93 71.27 70.8 175.37 117.29b Rataan 69.3 120.05 117.33 162.91

Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa perlakuan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata, pada bobot kering pipilan per plot buah tertinggi terdapat pada varietas Bisma. Perlakuan pupuk kandang menunjukkan pengaruh tidak nyata, rataan bobot kering pipilan per plot buah tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk 10gr +23 ml /tanaman terdapat pada varietas Bisma yaitu

Nilai Heritabilitas

Perhitungan heritabilitas ialah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menduga apakah suatu tampilan fenotipe pada suatu tanaman dipengaruh oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa seluruh parameter yang diamati menunjukkan kriteria heritabilitas yang tinggi.

Adapun hasil pendugaan heritabilitas pada msing-masing parameter amatan dapat dilihat pada Tabel 6. sebagai berikut ini :

Data Heritabilitas

Parameter Pioner 12 Ket Bisma Ket

Tinggi Tanaman 0.17 Rendah 0.20 Rendah

Jumlah Daun 0.83 Tinggi 0.65 Tinggi

Umur Berbunga Jantan 0.92 Tinggi 0.95 Tinggi Umur Berbunga Betina 0.93 Tinggi 0.93 Tinggi Bobot kering pipilan

perplot 0.07 Rendah 0.11 Rendah

Berdasarkan Tabel 6 dapat di ketahui bahwa tinggi tanaman 9 (cm) dan jumlah bobot kering pipilan per tongkol menunjukkan criteria heritabilitas yang rendah. Sedangkan pada jumlah daun (helai) umur berbunga jantan dan betina (HST) menunjukkan kriteria heritabilitas yang tinggi. Hal ini berarti bahwa tampilan penotif yang di tunjukkan oleh tanaman disebabkan oleh pengaruh genetik tanaman.

Pembahasan

Pengaruh Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas terhadap Pemberian Pupuk Organik

Hasil analisa data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman (cm) pada 7 MST,jumlah daun (helai),umur berbunga jantan dan betina,rataan bobot kering biji per tongkol.

Pemberian pupuk organik dan dua varietas berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada 2,3,4,5,6 dan 7 MST tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 147.85 cm dan terendah terdapat

pada perlakuan P2 dengan konsentrasi urin 23 ml/tanaman yaitu sebesar 136.53 cm. Hal ini diduga karena pengaruh dari sifat pupuk organik, jenis

tanaman dan ketersediaan unsur hara dalam tanah untuk diserap oleh tanaman. Salah satu sifat pupuk organik adalah diperlukan dalam jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan unsur hara (Roesmarkam dkk, 2002) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik akan terlihat setelah beberapa tahun sehinnga diduga pengaruh pupuk organik belum optimal karena pupuk organik tidak dapat berpengaruh seketika itu juga untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Pengaruh perlakuan pupuk organik berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman jagung.jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P2 dengan konsentrasi urine sebesar 23 ml/tanaman yaitu 12.28 helai dan terendah pada perlakuan kontrol. Hal ini di karenakan pupuk organik bereaksi sangat lambat sehingga unsur hara yang telah terdekomposisi di serap tanaman untuk membentuk daun di butuhkan pupuk tambahan. Hal ini sesuai dengan literatur

(Damanik dkk, 2010) yang menyatakan bahwa unsur hara tanaman dilepaskan berangsur-angsur oleh karena itu kerjanya sangat lambat kedalam pertumbuhan tanaman.

Pengaruh perlakuan pupuk organik berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga jantan dan betina.pada parameter umur berbunga jantan perlakuan P1 dan P2 menunjukkan respon yang sama yaitu sebesar 49.5 hari,dan umur berbunga jantan terlambat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 48.94 hari.sedangkan pada umur berbunga betina tercepat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 56.75 hari. Hal ini di duga dosis pupuk organik yang diberikan pada tanaman jagung belum seimbang untuk dapat mempercepat pembungaan pada tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik dkk (2010) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya keseimbangan hara atau kesuburan secara menyeluruh harus sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebat dan normal.

Pengaruh perlakuan pupuk organik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering pipilan per plot.bobot kering biji perplot terbanyak terdapat pada perlakuan P3 sebesar 162.91 g dan terendah pada perlakuan kontrol seesar 69.3 g. Hal ini diduga karena dosis pupuk organik pada tanaman jagung belum seimbang untuk meningkatkan kualitas hasil tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Warisno (2009) yang menyatakan bahwa agar bisa didapatkan hasil panen yang maksimal tanaman jagung perlu diberi pupuk secukupnya, pemberian pupuk ini selain dapat meningkatkan hasil panen jagung secara kuantitatif juga dapat meningkatkan hasil panen.

Pengaruh Interaksi Respons Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Terhadap Pemberian Pupuk Organik

Penggunaan dua varietas jagung berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman 7 MST , jumlah daun,umur berbunga jantan dan betina.

Dua varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman dengan tinggi tanaman tertinggi pada varietas Bisma sebesar 146.63 cm dan tinggi tanaman terendah pada varietas Pioner 12 sebesar 141.61 cm. Hal ini menunjukkan perbedaan susunan genetika antara varietas hibrida dan non hibrida yang digunakan mengakibatkan setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sana lain.perbedaan secara fisik yang jelas dapat dilihat pada fase vegetatif ,namun pada fase generatif perbedaan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan literature Guritno (1995) yang menyatakan perbedaan susunan genetik salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat susunan genetik dan varietas selalu ada dan mungkin terjadi sekalipun tanaman berasal dari jenis yang sama.

Dua varietas berbeda pada parameter jumlah daun dengan jumlah daun terbanyak pada varietas Bisma yaitu sebesar 12.28 helai dan terendah pada varietas Pioner 12 yaitu sebesar 11.89 helai. Hal ini dikarenakan jagung hibrida membutuhkan lebih banyak pupuk untuk pertumbuhan batang dan daun.Hal ini sesuai dengan literatur Damanik dkk (2000) yang menyatakan bahwa prinsipnya keseimbangan hara secara menyeluruh harus sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang lebat dan normal.

Penggunaan dua varietas jagung menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap parameter umur berbunga jantan dan betina.pada parameter umur berbunga jantan hampir menunjukkan respon yang sama yaitu pada varietas

Pioner12 sebesar 49.81 hari dan varietas Bisma sebesar 49.80 hari. Sedangkan pada parameter umur berbunga betina juga hampir menunjukkan respon yang sama yaitu pada varietas Pioner12 sebesar 56.55 hari dan varietas Bisma sebesar 57.13 hari. Hal ini diduga pemberian pupuk organik belum cukup untuk pembungaan karena unsur hara didalam pupuk organik pada pupuk kandang sapi memiliki hara yang rendah (Syarifuddin dan Akil,1986) menyatakan bahwa unsur P dan N terus menerus diserap oleh hara tanaman, sedangkan unsur K diperlukan saat pembungaan.

Penggunaan dua varietas jagung berpengaruh nyata terhadap bobot kering pipilan per plot.Bobot kering pipilan per plot terbesar terdapat pada varietas Bisma yaitu sebesar 175.37 g dan bobot kering pipilan per plot terendah terdapat pada varietas Pioner 12 yaitu sebesar 117.69 g (Warisno,2009) menyatakan bahwa agar bias didapatkan hasil maksimal tanaman jagung perlu diberi pupuk secukupnya. selain dapat meningkatkan hasil panen jagung secara kuantitatif juga dapat meningkatkan kualitas hasilnya.

Produksi perplot dipengaruhi oleh banyak faktor baik genetik ataupun lingkungan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah jumlah daun diatas tongkol dan kelengkungan daun. Menurut Mayo (1987) yang menyatakan pola distribusi luas daun mulai dari bagian bawah hingga daun bagian atas pada tanaman sangat menentukan produktivitas tanaman. Selain produksi tanaman perplot juga dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman tersebut. Hal ini disebabkan oleh warisan maternal, dalam penelitian ini dilakukan penyerbukan buatan pada pagi hari, tetapi ada kemungkinan adanya penyerbukan bebas.

Dokumen terkait