• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan Makroskopis

Pengamatan dilakukan setiap hari selama 14 hari dengan cara mengukur pertambahan diameter fungi setelah diberi perlakuan dan mengamati perubahan fungi seperti bentuk, tekstur dan warna. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati karakteristik diameter, luas dan hambatan relatif. Menurut Burgess et al. (2006) bahwa koloni Phaeophleospora sp. berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan bertekstur lembut seperti bulu. Dari hasil isolasi biakan murni diperoleh isolat dengan ciri fisik yang sama yaitu berwarna kemerahmudaan dan bertekstur lembut seperti bulu.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2. Tampilan depan Phaeophleospora sp. pada perlakuan 0 mg/ml (a), 0.28 mg/ml (b), 0.56 mg/ml (c), 0.84 mg/ml (d), 1.12 mg/ml (e).

Pengamatan makroskopis Phaeophleospora sp. membandingkan ciri-ciri dari hasil isolasi sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Pada konsentrasi perlakuan 0.28 mg/ml dan 0.56 mg/ml belum terjadi perubahan fisik jika dibandingkan dengan kontrol. Perubahan fisik pada fungi mulai tampak berbeda pada konsentrasi perlakuan 0.84 mg/ml dan 1.12 mg/ml. Penambahan fungisida yang bersifat kontak memberi pengaruh terhadap pertumbuhan Phaeophleospora sp.. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring (2008) yang menyatakan penambahan fungisida pada media tumbuh akan berpengaruh menekan pertumbuhan koloni Phaeophleospora sp. walaupun dengan konsentrasi rendah fungisida kontak cukup kompatibel dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Phaeophleospora sp.

Bentuk dan warna koloni

Tabel 1. Bentuk dan warna koloni Phaeophleospora sp. pada pengamatan 14 HSI No Perlakuan (mg/ml) Bentuk koloni Warna koloni

1 0 Bulat, tebal, bertekstur lembut seperti bulu Kemerahmudaan 2 0.28 Bulat, tebal, bertekstur lembut seperti bulu Kemerahmudaan 3 0.56 Bulat, tebal, bertekstur lembut seperti bulu Kemerahmudaan

4 0.84 Bulat, tipis, tekstur

tidak lembut

Putih kecoklatan

5 1.12 Tidak teratur, tipis,

tekstur tidak lembut

Diameter koloni Phaeophleospora sp.

Pertumbuhan diameter Phaeophleospora sp. selama 14 HSI disajikan pada gambar 3;

Gambar 3. Grafik pertumbuhan diameter koloni fungi Phaeophleospora sp.

Pengukuran diameter dilakukan pada hari ke- 4 HSI. Pengukuran dilakukan setiap 4 hari sampai hari ke- 14 HSI. Pertumbuhan diameter koloni fungi Phaeophleospora sp. pada konsentrasi perlakuan 0 mg/ml cukup stabil dalam setiap pengamatan, hal ini berbeda dengan konsentrasi perlakuan 1.12 mg/ml yang mengalami penurunan (Gambar 3).

Pertumbuhan Phaeophleospora sp. pada konsentrasi perlakuan 1.12 mg/ml lambat, dikarenakan penambahan fungisida pada media tumbuh akan berpengaruh menekan pertumbuhan koloni Phaeophleospora sp. walaupun dengan konsentrasi rendah fungisida kontak cukup kompatibel dan berpengaruh positif

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 0 mg/ml 0,28 mg/ml 0,56 mg/ml 0,84 mg/ml 1,12 mg/ml (HSI)

terhadap pertumbuhan Phaeophleospora sp. Tiancang et al. (2008) juga menyatakan bahwa fungisida tembaga oksida pada dosis tertentu menunjukkan penghambatan pada perkecambahan dan pemencaran konidia pada miselium. Penghambatan perkecambahan konidia akan menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan.

Setelah dilakukan uji statistik, respon Phaeophleospora sp. tidak berpengaruh nyata. Data pengujian statistik Phaeophleospora sp. disajikan pada tabel 2;

Tabel 2. Uji F taraf 5% diameter fungi Phaeophleospora sp.

Pengamatan F hitung F table

1 (4 HSI) 0.85 2.86

2 (8 HSI) 0.44 2.86

3 (12 HSI) 0.15 2.86

4 (14 HSI) 0.15 2.86

Uji F taraf 5% diameter fungi Phaeophleospora sp. tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena fungisida tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fungi dikarenakan fungisida yang digunakan bersifat kontak dimana cara kerja fungisida kontak menurut Djojosumarto (2000) hanya mematikan bagian yang terkena saja dan tidak di translokasikan dalam jaringan tanaman. Fungisida yang masuk ke bagian-bagian penting jamur memang akan mengganggu fungsi bagian tersebut dan mungkin bekerja dengan merubah susunan dinding sel dengan membatasi enzim esensial di dalam sel atau mungkin juga merubah laju metabolisme, namun tidak berarti menghambat seluruh enzim yang dihasilkan jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Misato dan Kakiki (1977) menyatakan bahwa fungisida tidak menghambat respirasi asam nukleat dan

sintesa protein, tetapi secara umum menghambat dan bereaksi terhadap sel atau bagian-bagian patogen dan menghambat banyak fungsi metabolisme, menghambat penggabungan glicosamine dengan zat kitin pada dinding sel.

Luas koloni Phaeophleospora sp.

Hasil pengamatan rata- rata luas koloni Phaeophleospora sp. disajikan pada tabel 3;

Tabel 3. Rata- rata luas koloni (mm) fungi Phaeophleospora sp.

Pengamatan Perlakuan (mg/ml) Ke- 0 0.28 0,56 0,84 1,12 4 HSI 10.70 9.12 5.14 5.04 2.69 8 HSI 24.52 25.91 15.62 14.10 9.41 12 HSI 47.11 40.42 33.61 28.37 14.66 14 HSI 62.05 48.56 43.00 35.84 18.12

Berdasarkan hasil pengamatan luas koloni jamur Phaeophleospora sp. luas rata- rata yang terkecil ditunjukkan pada perlakuan yang diberi konsentrasi 1,12 mg/ml sebesar 18.12 mm2. Sedangkan, luas koloni jamur terluas ditunjukkan pada perlakuan kontrol sebesar 62.05 mm2. Luas koloni terluas pada kontrol disebabkan oleh tidak adanya faktor penghambat fungisida, sehingga pertumbuhan terus bertambah. Sedangkan pada konsentrasi perlakuan 1,12 mg/ml petumbuhan Phaeophleospora sp. lambat, hal ini sesuai pernyataan Gortz dan Dias (2011) yang menyatakan bahwa tembaga oksida mengganggu pertumbuhan jamur dengan merubah isothiocyanate dengan mematikan fungsi gugus sulphahydral pada enzim yang dihasilkan jamur sehingga merusak dinding sel

Hasil uji F taraf 5 % luas koloni fungi Phaeophleospora sp. disajikan pada tabel 4:

Tabel 4. Uji F taraf 5 % luas koloni fungi Phaeophleospora sp.

Perlakuan (mg/ml) F hitung F table

0 0.15 3.05

0.28 0.72 3.05

0.56 0.65 3.05

0.84 0.62 3.05

1.12 0.10 3.05

Berdasarkan uji F taraf 5% luas koloni jamur Phaeophleospora sp. tidak berpengaruh nyata terhadap pemberian fungisida pada setiap perlakuan.

Persentase hambatan relatif (HR) koloni Phaeophleospora sp.

Persentasi hasil hambatan relatif respon fungi Phaeophleospora sp. terhadap fungisida berbahan aktif tembaga oksida disajikan pada tabel 5;

Tabel 5. Hambatan relatif koloni jamur Phaeophleospora sp.

Perlakuan (mg/ml) Hambatan relatif (%)

0 0

0.28 11.72

0.56 17.58

0.84 24.57

Persentase daya hambat fungisida berbahan aktif tembaga oksida terhadap jamur Phaeophleospora sp. tidak berpengaruh nyata. Hal ini ditunjukkan pada persentase konsentrasi perlakuan 0 mg/ml ( 11.72%), dari persentase yang didapat konsentrasi perlakuan tersebut sangat kurang berpengaruh. Sedangkan pada konsentrasi perlakuan 1.12 mg/ml (45.88%) persentasi yang didapat konsentrasi perlakuan tersebut cukup berpengaruh. ( Irasakti dan Sukatsa, 1987) .

Pengamatan Mikroskopis Kerapatan spora

Kerapatan spora dapat diketahui setelah fungi dipanen (14 HSI) dan diukur dengan mengunakan rumus yang dikemukakan oleh Chi (1997). Berikut tabel kerapatan spora Phaeophleospora sp.;

Tabel 5. Kerapatan spora Phaeophleospora sp.

Perlakuan (mg/ml) Kerapatan spora (cfu)

0 18 x 104

0.28 9 x 104

0.56 6 x 104

0.84 5,5 x 104

1.12 5 x 104

Hasil perhitungan kerapatan spora yang dilakukan didapat hasil bahwa perlakuan konsentrasi fungisida 0.28 mg/ml memiliki kerapatan spora yg lebih besar yaitu sebesar 18 x 104 cfu dan kerapatan spora yg terkecil ditunjukkan fungi yang diberi konsentrasi fungisida 1.12 mg/ml yaitu sebesar 5 x 104 cfu. Tiancang et al. (2008) menyatakan bahwa tembaga oksida pada dosis tertentu menunjukkan

pembentukan acervuli pada miselium. Penghambatan perkecambahan konidia akan menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan. Pembentukan acervuli penting karena acervuli merupakan konidiofor yang berperan dalam penghasilan konidia dan penyebarannya. Tembaga oksida juga menghambat banyak fungsi kerja sel jamur yang berperan dalam terganggunya transfer energi ke seluruh bagian sel. Pengamatan bentuk hifa

Pengamatan bentuk hifa bertujuan untuk mengetahui perubahan bentuk hifa setelah fungi diberi perlakuan. Dari hasil pengamatan didapat hasil sebagai berikut;

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2. Hifa Phaeophleospora sp. pada perlakuan 0 mg/ml (a), 0.28 mg/ml (b), 0.56 mg/ml (c), 0.84 mg/ml (d), 1.12 mg/ml (e).

Phaeophleospora sp. mempunyai hifa dengan panjang antara 30-150µm dan diameternya 2µm. Sedangkan konidianya dengan panjang antara 20-120µm dan diameternya 2-5µm. Konidianya berbentuk batang agak melengkung dan

memiliki sekat rata-rata diatas 4. Menurut Old (2003) spora-spora fungi Phaeophleospora sp. berbentuk silindris ataupun berbentuk batang ramping spora secara berkelompok. Pada setiap spora terdapat berupa dinding-dinding kasar yang terdiri dari beberapa buah sekat.

Dari hasil pengamatan mikroskopis yang dilakukan tidak ada perubahan bentuk hifa yang berbeda antara konsentrasi perlakuan 0 mg/ml, 0.28 mg/ml, 0.56 mg/ml, 0.84 mg/ml dan 1.12 mg/ml.

Dokumen terkait