• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6-65) diketahui bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap parameter durasi daun hijau (75 dan 85 HST). Perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman (4, 6, 8 dan 10 MST), jumlah batang utama, jumlah umbi pertanaman, total produksi perplot dan persentase grade umbi (>10-20 g). Interaksi antara konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap parameter persentase grade umbi (≤ 5 g).

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman mulai pengamatan 4, 6, 8 dan 10 MST dicantumkan pada lampiran 6, 8, 10, dan 12 sedangkan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada lampiran 7, 9, 11 dan 13. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4, 6, 8 dan 10 MST. Interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

Rataan tinggi tanaman bibit kentang 4-10 MST pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 4-10 MST (cm) pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) 4 MST C0 (0 cc/L) 28.43 36.82 41.10 40.16 36.63 C1 (2 cc/L) 30.69 32.79 38.48 39.89 35.46 C2 (4 cc/L) 28.27 36.48 36.33 37.41 34.62 C3 (6 cc/L) 33.38 39.60 36.38 41.33 37.67 Rataan 30.19c 36.42b 38.07ab 39.702a

6 MST

C0 (0 cc/L) 44.03 58.06 61.38 59.02 55.62 C1 (2 cc/L) 48.87 48.47 54.53 57.63 52.38 C2 (4 cc/L) 43.43 58.46 54.37 58.08 53.59 C3 (6 cc/L) 53.53 57.69 53.29 62.54 56.76

Rataan 47.47b 55.67a 55.89a 59.32a

8 MST

C0 (0 cc/L) 53.19 64.62 70.35 67.07 63.81 C1 (2 cc/L) 60.95 55.84 63.14 61.89 60.46 C2 (4 cc/L) 55.18 66.79 63.30 66.50 62.94 C3 (6 cc/L) 59.99 66.08 60.30 69.34 63.93 Rataan 57.33b 63.33ab 64.27a 66.20a

10 MST

C0 (0 cc/L) 60.23 70.73 76.67 73.55 70.30 C1 (2 cc/L) 59.33 61.21 68.48 68.73 64.44 C2 (4 cc/L) 60.72 70.84 68.44 71.99 68.00 C3 (6 cc/L) 66.22 72.23 67.64 75.50 70.40 Rataan 61.63b 68.75a 70.31a 72.44a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair rataan tinggi tanaman tertinggi pada umur 10 MST terdapat pada perlakuan C3 (70.40 cm) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan C0, C1 dan C2. Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan C2 (64.44 cm).

Pada perlakuan bobot bibit, rataan tinggi tanaman tertinggi pada umur 10 MST terdapat pada perlakuan U4 (72.44 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan U1 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U2 dan U3. Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan U1 (61.63 cm).

Grafik perkembangan tinggi tanaman kentang akibat perlakuan pemberian pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 4-10 MST (cm) pada beberapa konsentrasi pupuk organik cair.

Berdasarkan Gambar 1 diatas terlihat bahwa tinggi tanaman pada

perlakuan pemberian pupuk organik cair yaitu : C0 (kontrol), C1 (2 cc/L), C2 (4 cc/L) dan C3(6 cc/L) memiliki perbedaan yang sangat sedikit. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan C3 (70.40 cm) dan terendah pada C1 (64.44 cm). Hal ini menyebabkan perlakuan pemberian pupuk organik cair

berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman kentang.

Hubungan perbedaan bobot bibit (G1) terhadap pertumbuhan tinggi tanaman 4-10 MST dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 4-10 MST (cm) pada perbedaan bobot bibit (G1).

Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman

pada perlakuan bobot bibit yaitu : U1 (≤ 3 g), U1 (3-6 g), U3 (6-9 g) dan U4 ( 9-12 g) memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Tanaman tertinggi

diperoleh pada perlakuan U4 (72.44 cm) dan terendah pada perlakuan U1 (61.63 cm). Hal ini menyebabkan perlakuan bobot bibit berbeda nyata

terhadap tinggi tanaman kentang. Histogram hubungan perlakuan bobot bibit terhadap tinggi tanaman kentang pada 10 MST dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Histogram hubungan tinggi tanaman 10 MST (cm) dengan perlakuan perbedaan bobot bibit (G1)

Jumlah Batang Utama (batang)

Data pengamatan jumlah batang utama dicantumkan pada lampiran 14 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 15. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah batang utama dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap jumlah batang utama. Interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah batang utama. Rataan jumlah batang utama pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan jumlah batang utama (batang) pada pemberian pupuk organik cair

dan perbedaan bobot bibit (G1) Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 (≤3g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) C0 1.08 1.25 1.58 2 1.48 C1 1.17 1.33 1.75 1.5 1.44 C2 1.17 1.42 1.58 1.58 1.44 C3 1.25 1.58 1.5 1.92 1.56

Rataan 1.17c 1.40bc 1.60ab 1.75a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair rataan jumlah batang utama tertinggi pada perlakuan C3 (1.48 batang) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan C0, C1 dan C2. Jumlah batang utama terendah terdapat pada perlakuan C2 (1.44 batang).

Pada perlakuan bobot bibit, rataan jumlah batang utama tertinggi terdapat pada perlakuan U4 (1.75 batang) yang berbeda nyata dengan perlakuan U1 dan U2 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U3. Jumlah batang utama terendah terdapat pada perlakuan U1 (1.17 batang). Hubungan perbedaan bobot bibit (G1) terhadap jumlah batang utama dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram hubungan jumlah batang utama (batang) dengan perlakuan perbedaan bobot bibit

Durasi daun hijau (helai)

Data pengamatan durasi daun hijau mulai pengamatan 50, 57, 64, 71, 78 dan 85 HST dicantumkan pada lampiran 16, 18, 20, 22, 24, dan 26 sedangkan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada lampiran 17, 19, 21, 23, 25 dan 27. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap durasi daun hijau (78 dan 85 HST)

dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap durasi daun hijau. Interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap durasi daun hijau.

Rataan durasi daun hijau 50 - 85 HST pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan durasi daun hijau (helai) 50 - 85 HST pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) 50 HST C0 (0 cc/L) 50.67 58.25 59.83 54.25 55.75 C1 (2 cc/L) 55.75 53.92 54.75 57.50 55.48 C2 (4 cc/L) 50.75 49.75 55.33 53.25 52.27 C3 (6 cc/L) 53.33 55.58 50.92 60.42 55.06 Rataan 52.63 54.38 55.21 56.35 57 HST C0 (0 cc/L) 45.58 53.75 55.17 49.50 51.00 C1 (2 cc/L) 52.33 50.92 50.33 49.83 50.85 C2 (4 cc/L) 46.83 46.17 49.83 48.08 47.73 C3 (6 cc/L) 48.50 50.92 47.00 55.42 50.46 Rataan 48.31 50.44 50.58 50.71 64 HST C0 (0 cc/L) 40.92 49.33 50.00 46.83 46.77 C1 (2 cc/L) 47.58 46.67 46.00 45.33 46.40 C2 (4 cc/L) 42.83 41.25 45.33 43.92 43.33 C3 (6 cc/L) 44.00 46.92 41.75 48.67 45.33 Rataan 43.83 46.04 45.77 46.19 71 HST C0 (0 cc/L) 36.08 36.42 36.42 36.58 36.38 C1 (2 cc/L) 37.92 37.67 36.67 37.17 37.35 C2 (4 cc/L) 37.58 37.42 38.67 39.25 38.23 C3 (6 cc/L) 39.00 41.33 39.33 38.58 39.56 Rataan 37.65 38.21 37.77 37.90 78 HST C0 (0 cc/L) 27.75 27.33 27.50 27.42 27.50b C1 (2 cc/L) 29.58 29.17 28.83 29.17 29.19ab C2 (4 cc/L) 29.08 29.33 30.75 30.33 29.88ab C3 (6 cc/L) 30.58 33.50 32.08 30.92 31.77a Rataan 29.25 29.83 29.79 29.46 85 HST C0 (0 cc/L) 17.08 17.08 17.83 17.50 17.38c C1 (2 cc/L) 18.17 18.67 17.83 18.67 18.33b C2 (4 cc/L) 18.25 19.17 19.33 19.75 19.13b C3 (6 cc/L) 20.92 22.00 21.17 21.25 21.33a Rataan 18.60 19.23 19.04 19.29

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pada perlakuan konsentrasi pupuk organik

cair, rataan durasi daun hijau 85 HST yang tertinggi terdapat pada perlakuan C3 (21.33 helai) yang berbeda nyata dengan perlakuan C0, C1 dan C2. Rataan

durasi daun hijau terendah terdapat pada perlakuan C0 (17.38 helai).

Pada perlakuan bobot bibit, rataan durasi daun hijau 85 HST tertinggi terdapat pada perlakuan U4 (19.29 helai) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan U1, U2 dan U3. Rataan durasi daun hijau terendah terdapat pada perlakuan U1 (18.60 helai).

Grafik perkembangan durasi daun hijau akibat perlakuan perbedaan bobot bibit dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik perkembangan durasi daun hijau (helai) pada beberapa perbedaan bobot bibit (G1).

Berdasarkan Gambar 5 diatas terlihat bahwa durasi daun pada perlakuan

perbedaan bobot bibit yaitu : : U1 (≤ 3 g), U1 (3-6 g), U3 (6-9 g) dan U4 (9-12 g) memiliki perbedaan yang sangat sedikit. Rataan durasi daun tertinggi

Hal menyebabkan perlakuan perbedaan bobot bibit berbeda tidak nyata terhadap durasi daun hijau.

Grafik perkembangan durasi daun hijau akibat perlakuan konsentrasi pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik perkembangan durasi daun hijau (helai) pada beberapa konsentrasi pupuk organik cair.

Berdasarkan Gambar 6 di atas terlihat bahwa perkembangan durasi daun

hijau pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair yaitu : C0 (kontrol), C1 (2 cc/L), C2 (4 cc/L) dan C3(6 cc/L) memiliki perbedaan yang nyata. Durasi daun tertinggi diperoleh pada perlakuan C0 (2.98 helai) dan terendah pada C3 (2.46 helai). Hal ini menyebabkan perlakuan pupuk organik cair berbeda nyata

terhadap durasi daun hijau.

Hubungan konsentrasi pupuk organik cair dengan durasi daun pada 85 HST dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik hubungan durasi daun (helai) 85 HST dengan perlakuan konsentrasi pupuk organik cair.

Berdasarkan Gambar 7 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa konsentrasi pupuk organik cair dengan durasi daun 85 HST menunjukkan hubungan linier positif. Hal ini berarti, semakin tinggi konsentrasi pupuk organik cair yang diberikan hingga batas 6 cc/L dapat meningkatkan durasi daun hijau.

Jumlah Umbi pertanaman (umbi)

Data pengamatan jumlah umbi pertanaman dicantumkan pada lampiran 28 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 29. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi sedangkan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi pertanaman. Interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi pertanaman.

Tabel 4. Rataan jumlah umbi pertanaman (umbi) pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) C0 (0 cc/L) 3.50 3.75 4.00 5.00 4.06 C1 (2 cc/L) 3.67 4.08 4.17 4.25 4.04 C2 (4 cc/L) 3.92 4.17 4.33 4.58 4.25 C3 (6 cc/L) 3.67 4.58 4.75 6.42 4.85 Rataan 3.69b 4.15b 4.31b 5.06a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan bobot bibit memberikan pengaruh nyata terhadap parameter dimana rataan jumlah umbi pertanaman tertinggi terdapat pada perlakuan U4 sebanyak 5.06 umbi yang berbeda nyata dengan U1, U2 dan U3. Rataan jumlah umbi terendah terdapat pada perlakuan U1 sebanyak 3.69 umbi.

Gambar 8. Histogram hubungan jumlah umbi pertanaman (umbi) dengan perlakuan perbedaan bobot bibit

Bobot Umbi pertanaman (g)

Data pengamatan bobot umbi pertanaman dicantumkan pada lampiran 30 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 31. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap bobot umbi pertanaman. Interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap bobot umbi pertanaman.

Rataan bobot umbi pertanaman pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot umbi pertanaman (g) pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) C0 (0 cc/L) 78.67 117.50 94.14 107.60 99.48 C1 (2 cc/L) 96.70 88.69 111.03 92.61 97.26 C2 (4 cc/L) 109.52 94.78 86.88 85.00 94.05 C3 (6 cc/L) 93.20 85.38 101.98 116.66 99.30 Rataan 94.52 96.59 98.51 100.47

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot umbi pertanaman.

Total produksi perplot (g)

Data pengamatan total produksi perplot dicantumkan pada lampiran 32 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 33. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap total produksi perplot dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap total produksi perplot. Interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan

perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap total produksi perplot.

Rataan total produksi perplot pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan total produksi perplot (g) pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) C0 (0 cc/L) 776.67 1020.00 2093.33 1926.67 1454.17 C1 (2 cc/L) 800.00 1120.00 1493.33 2013.33 1356.67 C2 (4 cc/L) 946.67 1340.00 1440.00 2060.00 1446.67 C3 (6 cc/L) 913.33 1500.00 1806.67 1880.00 1525.00 Rataan 859.17c 1245.00b 1708.33a 1970.00a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair rataan total produksi perplot tertinggi pada perlakuan C3 (1525 g) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan C0, C1 dan C2. Total produksi perplot terendah terdapat pada perlakuan C1 (1356.67 g).

Pada perlakuan bobot bibit, rataan total produksi perplot tertinggi terdapat pada perlakuan U4 (1970 g) yang berbeda nyata dengan perlakuan U1 dan U2 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U3. Total produksi perplot terendah terdapat pada perlakuan U1 (859.17 g). Hubungan perbedaan bobot bibit (G1) terhadap total produksi perplot dapat dilihat pada gambar 9

Gambar 9. Histogram hubungan total produksi perplot (g) dengan perlakuan perbedaan bobot bibit

Persentase Grade Umbi (%)

Data pengamatan persentase grade umbi (≤ 5, >5-10, >10-20, dan >20 g) dicantumkan pada lampiran 34, 36, 38, 40, 42, 44, 46, 48 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 35, 37, 39, 41, 43, 45, 47, dan 49. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap persentase grade umbi dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap persentase grade umbi >10-20 g. Interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap persentase grade umbi (≤ 5 g).

Rataan persentase grade umbi pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan persentase grade umbi ( %) pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) ≤ 5g

C0 (0 cc/L) 9.17bcde 6.15cde 1.67e 9.38bcde 6.59 C1 (2 cc/L) 6.11cde 5.56cde 13.49abc 8.41cde 8.39 C2 (4 cc/L) 0.00e 12.36abcd 19.25ab 2.15de 8.44 C3 (6 cc/L) 9.72bcde 7.50cde 12.36abcd 20.70a 12.57

Rataan 6.25 7.89 11.69 10.16 > 5-10g C0 (0 cc/L) 10.69 12.10 7.92 13.13 10.96 C1 (2 cc/L) 12.36 12.50 14.09 7.74 11.67 C2 (4 cc/L) 9.38 6.53 15.58 16.29 11.94 C3 (6 cc/L) 10.97 14.17 31.11 18.15 18.60 Rataan 10.85 11.32 17.17 13.83 >10-20g C0 (0 cc/L) 39.58 26.39 20.97 26.37 28.33 C1 (2 cc/L) 35.16 23.54 18.35 39.70 29.19 C2 (4 cc/L) 36.25 34.79 25.28 27.38 30.93 C3 (6 cc/L) 33.91 50.78 22.22 28.68 33.90

Rataan 36.23a 33.88a 21.71b 30.53a

>20g C0 (0 cc/L) 41.55 50.00 41.67 33.24 41.61 C1 (2 cc/L) 20.83 53.17 49.21 55.65 44.72 C2 (4 cc/L) 61.04 32.36 53.81 58.21 51.35 C3 (6 cc/L) 63.06 51.94 51.83 33.91 50.18 Rataan 46.62 46.87 49.13 45.25

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kelompok kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa pada persentase grade umbi ≤ 5 g baik perlakuan konsentrasi pupuk organik cair maupun perlakuan perbedaan bobot bibit (G1) tidak berpengaruh nyata namun interaksi keduanya berpengaruh nyata. Pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair, persentase tertinggi terdapat pada perlakuan C3 (12.57%) dan yang terendah pada perlakuan C0 (6.59%). Sedangkan pada perlakuan bobot bibit, persentase tertinggi terdapat pada perlakuan U3 (11.69%) dan yang terendah pada U1 (6.25%).

Pada persentase grade umbi >5-10 g baik perlakuan konsentrasi pupuk organik cair, perlakuan perbedaan bobot bibit (G1) maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair,

persentase tertinggi terdapat pada perlakuan C1 (18.60%) dan yang terendah pada perlakuan C0 (10.96%). Sedangkan pada perlakuan bobot bibit, persentase

tertinggi terdapat pada perlakuan U3 (17.17%) dan yang terendah pada U1 (10.85%).

Pada persentase grade >10-20 g, perlakuan bobot bibit berpengaruh nyata dengan rataan tertinggi terdapat pada U1 (36.237%) dan persentase grade terendah terdapat pada perlakuan U3 (21.71%). Sedangkan perlakuan konsentrasi pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata dimana persentase tertinggi terdapat pada

perlakuan C3 (33.90) dan persentase terendah terdapat pada perlakuan C0 (28.33%).

Pada persentase grade umbi >20 g baik perlakuan konsentrasi pupuk organik cair, perlakuan perbedaan bobot bibit (G1) maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair, persentase tertinggi terdapat pada perlakuan C2 (51.35%) dan yang terendah pada perlakuan C0 (41.61%). Sedangkan pada perlakuan bobot bibit, persentase

tertinggi terdapat pada perlakuan U3 (49.13%) dan yang terendah pada U4 (45.25%).

Hubungan perbedaan bobot bibit (G1) terhadap persentase grade umbi >10-20 g dapat dilihat pada gambar 10

Gambar 10. Histogram hubungan persentase grade umbi (%) >10-20 g terhadap perbedaan bobot bibit (G1)

Dari gambar 10 dapat diketahui pada persentase grade >10-20 g rataan tertinggi terdapat pada perlakuan U1 (36.23%) yang berbeda nyata dengan perlakuan U3 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U1 dan U2. Persentase grade terendah terdapat pada perlakuan U3 (21.71).

Interaksi antara konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) menunjukkan respons yang nyata terhadap persentase grade umbi ≤5 gr namun menunjukkan respon yang berbeda tidak nyata terhadap persentase grade umbi >5-10 g, >10-20 g dan >20 g.

Interaksi antara konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit nyata terhadap persentase grade umbi ≤5 gr dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Histogram interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) terhadap persentase grade umbi (%) ≤ 5g

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa kombinasi tertinggi diperoleh pada C3U4 (konsentrasi pupuk organik cair 6 cc/L dan bobot bibit 9-12 g) sebesar 20.70% dan terendah pada kombinasi C2U1 (konsentrasi pupuk organik cair 4 cc/L dan bobot bibit ≤ 3 g) sebesar 0%

Jumlah Mata Tunas pergrade (mata tunas)

Data pengamatan jumlah mata tunas pergrade umbi (≤ 5, >5 -10, >10-20, dan >20 g) dicantumkan pada lampiran 50, 52, 54, 56, 58, 60, 62, dan 64 sedangkan hasil sidik ragam dicantumkan pada lampiran 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, dan 65. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah mata tunas pergrade umbi. Interaksi konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah mata tunas pergrade umbi.

Tabel 8. Rataan jumlah mata tunas (mata tunas) pergrade umbi pada pemberian pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit (G1)

Konsentrasi Bobot Bibit Rataan U1 ( ≤3 g) (3-6 g) U2 U3 (6-9 g) U4 (9-12 g) ≤ 5g C0 (0 cc/L) 1.08 1.25 0.58 1.17 1.02 C1 (2 cc/L) 1.67 0.67 2.25 2.00 1.65 C2 (4 cc/L) 0.00 2.25 2.50 1.71 1.61 C3 (6 cc/L) 1.67 1.50 1.92 2.08 1.79 Rataan 1.10 1.42 1.81 1.74 > 5-10g C0 (0 cc/L) 2.50 2.00 2.79 4.04 2.83 C1 (2 cc/L) 5.23 5.39 2.64 2.88 4.03 C2 (4 cc/L) 4.75 4.31 4.81 2.63 4.13 C3 (6 cc/L) 3.46 3.46 3.07 4.42 3.60 Rataan 3.98 3.79 3.33 3.49 >10-20g C0 (0 cc/L) 6.85 7.49 4.54 5.43 6.08 C1 (2 cc/L) 8.58 4.49 5.17 4.74 5.75 C2 (4 cc/L) 7.09 7.92 6.39 6.59 7.00 C3 (6 cc/L) 5.76 4.83 4.00 6.07 5.17 Rataan 7.07 6.18 5.03 5.71 >20g C0 (0 cc/L) 6.49 8.33 8.99 8.82 8.16 C1 (2 cc/L) 5.15 6.66 8.11 8.39 7.08 C2 (4 cc/L) 7.19 5.51 7.9 6.64 6.81 C3 (6 cc/L) 7.15 8.72 7.8 7.31 7.75 Rataan 6.50 7.31 8.20 7.79

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pupuk organik cair dan perbedaan bobot bibit memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah mata tunas pergrade baik grade ≤ 5 g, >5 -10 g, >10-20 g maupun >20 g. Kedua perlakuan tidak menunjukkan kecenderungan peningkatan maupun penurunan terhadap jumlah mata tunas pergrade.

Pembahasan

Pengaruh konsentrasi pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi bibit kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi pupuk organik cairberpengaruh nyata terhadap parameter durasi daun hijau pada 78 dan 85 HST.

Pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair, rataan durasi daun hijau tertinggi pada perlakuan C3 (21.33 helai) yang berbeda nyata dengan perlakuan

C0, C1 dan C2. Rataan durasi daun hijau terendah terdapat pada perlakuan C0 (17.38 helai). Perlakuan ini membentuk hubungan linier positif. Hal ini berarti,

semakin tinggi konsentrasi pupuk organik cair yang diberikan hingga batas 6 cc/L dapat meningkatkan durasi daun hijau.

Pada parameter durasi daun hijau baik pada 75 HST maupun 85 HST, durasi daun tertinggi terdapat pada perlakuan C3 dan terendah terdapat pada C0. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan C0, jumlah klorofil daun semakin lama semakin menurun dan jumlah unsur hara yang diperoleh juga semakin rendah. Sedangkan pada C3 yang menunjukkan durasi daun yang tinggi menunjukkan bahwa klorofil daun cukup lama bertahan sehingga unsur hara yang dikandung masih bertahan dan memungkinkan pembentukan umbi masih berlanjut lebih lama. Hal ini dikarenakan terdapatnya sitokinin yang berasal dari air kelapa. Air kelapa mengandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Sitokinin berfungsi mencegah terjadinya penguningan daun dan timbulnya proses penuaian.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan sitokinin menghambat perombakan butir – butir klorofil dan protein. Hal ini sesuai dengan literatur Wattimena (1988)

yang menyatakan bahwa proses penuaan terjadi karena penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim protease RNA-ase, dan DNA-ase. Adanya sitokinin maka kerja enzim-enzim tersebut akan dihambat sehingga umur protein menjadi lebih panjang.

Namun tidak dengan parameter lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah batang utama, total produksi per plot, bobot umbi pertanaman, jumlah umbi pertanaman, persentase grade umbi dan jumlah mata tunas per grade umbi. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi karena kandungan material dari pupuk organik yang belum tentu dapat diserap oleh tanaman sehingga pupuk organik cair tidak menunjukkan pengaruh terhadap parameter lainnya. Hal ini sesuai dengan literatur Musyarofah (2006) yang menyatakan bahwa penyerapan nutrisi atauzat hara pada pupuk organik lebih sulit dicerna tanaman karena masih tersimpan dalam ikatan kompleks. Sedangkan pada pupuk kimia sintetis kandungan haranya bisa diserap langsung oleh tanaman. Kelemahannya, zat hara tersebut sangat mudah hilang dari tanah karena erosi.

Pengaruh perbedaan bobot bibit (G1) terhadap pertumbuhan dan produksi bibit kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan perbedaan bobot bibit (G1) berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman (4, 6, 8 dan 10 MST), jumlah umbi pertanaman, jumlah batang utama, total produksi perplot, dan persentase grade umbi (>10-20 g).

Pada parameter tinggi tanaman, rataan tinggi tanaman tertinggi pada umur 10 MST terdapat pada perlakuan U4 (72.44 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan U1 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U2 dan U3. Tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan U1 (61.63 cm). Hal ini berkaitan dengan jumlah cadangan makanan yang terkandung dalam umbi tersebut. Jumlah persediaan cadangan makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam. Cadangan makanan pada umbi berguna untuk mendukung pertumbuhan awal tanaman. Pada saat akar belum berfungsi untuk menyerap

unsur hara, pertumbuhan tanaman sepenuhnya disokong oleh cadangan makanan yang terdapat didalam umbi untuk diubah menjadi bahan yang diserap oleh tanaman. Bibit kentang sejak ditanam sampai menjadi tanaman muda memiliki peranan utama sebagai sumber makanan bagi tanaman muda sampai organ tanaman aktif berfotosintesis. Hal ini sesuai dengan literatur Van Es dan Hartman (1985) yang menyatakan bahwa pertunasan diasosiasikan dengan mobilitas dan translokasi ke tunas.

Pada parameter jumlah batang utama, rataan tertinggi terdapat pada perlakuan U4 (1.75 batang) yang berbeda nyata dengan perlakuan U1 dan U2 namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan U3. Jumlah batang utama terendah

terdapat pada perlakuan U1 (1.17 batang) dimana U1 (≤ 3 g), U1 (3-6 g), U3 (6-9 g) dan U4 (9-12 g). Hal ini diduga terdapat pengaruh ukuran bibit,

semakin besar ukuran umbi, semakin banyak pula cadangan makanan terdapat dalam umbi, sehingga menghasilkan anakan yang lebih banyak. Terbentuknya anakan yang lebih banyak akan diikuti dengan munculnya daun yang lebih banyak dengan luasan yang lebih besar memungkinkan tanaman menangkap sinar matahari secara maksimal sehingga dapat meningkatkan hasil fotosintesis Cadangan makanan yang terdapat pada bibit yang berukuran lebih besar akan lebih banyak sehingga dapat mendorong peningkatan aktivitas metabolisme di dalam tubuh tanaman. Tanaman dapat hidup dari unsur hara yang disuplai oleh umbi bibit itu sendiri sampai pada keadaan dimana daun-daun mampu melakukan proses fotosintesis. Jumlah persediaan cadangan makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam. Cadangan makanan pada umbi berguna untuk mendukung pertumbuhan awal tanaman. Pada saat akar belum

berfungsi untuk menyerap unsur hara, pertumbuhan tanaman sepenuhnya disokong oleh cadangan makanan yang terdapat didalam umbi untuk diubah menjadi bahan yang diserap oleh tanaman. Bibit kentang sejak ditanam sampai menjadi tanaman muda memiliki peranan utama sebagai sumber makanan bagi tanaman muda sampai organ tanaman aktif berfotosintesis.

Perlakuan bobot bibit menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah umbi pertanaman dimana rataan jumlah umbi pertanaman tertinggi terdapat pada perlakuan U4 sebanyak 5.06 umbi dan rataan jumlah umbi terendah terdapat pada perlakuan U1 sebanyak 3.69 umbi. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan vegetatif dimana jumlah batang yang nyata lebih banyak akan menghasilkan stolon yang banyak. Pada saat umbi terbentuk, pada tanaman terjadi kelebihan karbohidrat setelah digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan kelebihan ini ditranslokasikan ke arah stolon. Kelebihan karbohidrat yang dihasilkan oleh daun ini ada hubungannya dengan jumlah batang. Semakin banyak jumlah batang maka jumlah stolon yang terdapat pada batang akan semakin banyak dan jumlah umbi yang terbentuk juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana (1999) yang menyatakan bahwa asal dan ukuran umbi bibit sangat berpengaruh terhadap hasil.

Pada parameter total produksi perplot diperoleh rataan tertinggi terdapat pada perlakuan U4 (1970 g) dan rataan total produksi perplot terendah terdapat pada perlakuan U1 (859.17 g) dimana U1 (≤ 3 g), U1 (3-6 g), U3 (6-9 g) dan U4 (9-12 g). Total produksi perplot diduga sejalan dengan jumlah batang utama pada tanaman dimana jumlah batang yang banyak memungkinkan jumlah umbi

Dokumen terkait