• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suhu sarang rayap di dalam ruangan

Hasil penelitian suhu sarang rayap tanah C. curvignathus di Laboratorium Rayap selama 4 × 24 jam dengan pengamatan satu jam sekali menunjukkan bahwa suhu pada sarang 1 berkisar antara 27.5 ºC hingga 32.2 ºC, suhu pada sarang 2 berkisar antara 29.4 ºC hingga 34.8 ºC, suhu pada sarang 3 berkisar antara 27.2 ºC hingga 33.4 ºC, suhu pada bak kontrol berkisar antara 27.5 ºC hingga 33.5 ºC, dan suhu ruang laboratorium berkisar antara 27.5 ºC hingga 33.8 ºC. Data suhu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Siklus hidup rayap dimulai dengan telur yang menetas menjadi larva kemudian berkembang menjadi beberapa kasta yaitu prajurit, pekerja, dan nimfa. Nimfa ini yang nantinya akan berkembang menjadi laron (kasta reproduktif). Selama 4 hari penelitian, pada sarang rayap terjadi berbagai siklus hidup rayap. Mulai dari ratu yang sedang bertelur, menetasnya telur, dan berkembangnya larva menjadi beberapa kasta. Sehingga selama penelitian ini dilakukan, tidak dapat diketahui secara pasti siklus hidup yang sedang terjadi pada koloni rayap tersebut.

Penelitian di Laboratorium Rayap dilakukan sebanyak dua periode dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik terhadap pengukuran suhu sarang. Grafik suhu pada periode 1 dan periode 2 mengikuti pola suhu ruang laboratorium. Selama penelitian dilakukan tidak jarang terjadi hujan deras pada malam hari namun cerah pada siang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari awal penelitian hingga pengamatan berakhir, suhu pada sarang 1 atau tunnel lebih rendah daripada suhu pada sarang 2 dan 3 dengan suhu tertinggi yaitu suhu sarang 2. Rayap pada sarang 2 diduga lebih aktif dan jumlah koloni yang diperkirakan lebih banyak daripada sarang 3. Lee dan Wood (1971) mengatakan bahwa suhu diurnal yang terdapat pada sarang rayap bervariasi dari hari ke hari dan suhu yang berada pada sarang rayap akan lebih tinggi dibanding suhu tanah atau suhu lingkungan. Sedangkan suhu yang terdapat pada kontrol akan lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan.

Perbedaan suhu yang terjadi pada sarang rayap tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas, jumlah koloni, panas yang dihasilkan oleh makanan yang dikumpulkan rayap (Nandika et al. 2003), metabolisme rayap itu sendiri (Noirot 1970), dan gesekan yang terjadi ketika rayap menyerang kayu. Selain itu, berdasarkan Nandika et al. (2003), salah satu cara rayap dalam mempertahankan suhu sarangnya yaitu dengan termoregulasi sehingga suhu dibeberapa bagian ruangan dapat berbeda namun tetap dapat dikendalikan oleh rayap. Pada bagian tunnel rayap, kegiatan dan jumlah koloni rayap yang berada di daerah tersebut tidak akan sebanyak saat berada pada inti sarang. Pada tunnel juga tidak terdapat simpanan makanan sehingga panas yang dihasilkan tidak akan sebesar pada inti sarang.

Jumlah koloni dalam suatu sarang akan mempengaruhi jumlah gas dan panas yang dihasilkan oleh individu rayap. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh rayap harus terpenuhi sedangkan jumlah gas hasil respirasi (karbondioksida) serta gas lainnya harus dikeluarkan dari sarang. Menurut Krishna dan Weesner (1969), konsentrasi karbondioksida ketika dalam kondisi normal di dalam sarang tidak

11 Ga mbar 9 S uhu pa d a sar ang ra ya p C optot erm es c urvignathus di l abora torium pa da pe nga m atan sa tu jam se ka li sela ma 4 x 2 4 jam

12

pernah melebihi 3%. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Skaife pada tahun 1955, untuk rayap jenis Amitermes hastatus di Afrika Selatan menghasilkan jumlah konsentrasi karbondioksida sekitar 4 hingga 5% dibawah normal dan meningkat menjadi 15% sebelum rayap melakukan sialang (Krishna dan Weesner 1969).

Panas yang dihasilkan di dalam sarang rayap dapat stabil dan tidak semakin bertambah panas, hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme pengaturan sarang oleh rayap itu sendiri. Sistem yang digunakan pada sarang rayap merupakan sistem ventilasi yang dapat dibuka dan ditutup kembali. Menurut Krisna dan Weesner (1969), tidak terdapat interaksi secara langsung antara udara di dalam dengan di luar sarang. Namun, terdapat beberapa kondisi ketika udara di dalam dan di luar sarang dapat berinteraksi yaitu ketika wilayah sarang akan diperluas, keluarnya laron dari sarang untuk bersialang, dan ketika rayap pekerja melakukan tugasnya. Terbukanya sarang hanya terjadi ketika dibutuhkan saja, selebihnya sarang akan kembali tertutup. Selain itu, adanya perbedaan suhu antara berbagai bagian sarang menyebabkan terjadinya aliran konveksi secara perlahan di dalam sarang, tergantung pada kondisi di luar sarang dan di dalam sarang rayap tersebut (Krishna dan Weesner 1969).

Gambar 9 juga menunjukkan bahwa suhu pada keseluruhan sarang berkisar antara 27.2 ºC hingga 34.8 ºC dan lebih tinggi sekitar 1 ºC dibanding suhu ruang laboratorium. Kisaran suhu tersebut berbeda dengan kisaran suhu optimum sarang rayap Macrotermes yaitu sekitar 29 ºC hingga 32 ºC namun masih dalam kisaran suhu optimum serangga yaitu 15 ºC hingga 38 ºC (Krisna dan Weesner 1969).

Penelitian kedua di dalam ruangan dilakukan di Laboratorium Pengeringan Kayu. Kondisi lingkungan di laboratorium ini cukup terbuka dikedua sisi bangunannya sehingga udara luar dapat masuk secara bebas ke dalam laboratorium. Kayu umpan diletakkan secara horizontal didalam tumpukan kayu yang tidak terpakai yang telah diserang rayap tanah C. curvignathus di dalam Laboratorium Pengeringan Kayu. Jumlah kayu umpan yang diletakkan di dalam tumpukan tersebut sebanyak 10 buah. Dari 10 buah kayu umpan yang diumpankan, sebanyak dua kayu umpan diserang rayap dan selebihnya tidak diserang rayap.

Data suhu yang diamati adalah suhu dari kayu umpan yang terserang rayap (ada dua data suhu) dan data suhu dari kayu umpan yang tidak terserang rayap sebanyak empat data suhu kontrol yang kemudian dirata-ratakan. Diduga sebagian kayu tidak terserang rayap dikarenakan cara hidup rayap dalam menemukan makanannya adalah acak, sehingga kayu umpan yang dimakan oleh rayap ditentukan secara acak. Selain itu, masih tersedianya makanan makanan berupa kayu yang tidak terpakai sehingga rayap tidak menghabiskan semua kayu umpan yang ada.

Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa suhu sarang rayap tanah C. curvignathus di Laboratorium Pengeringan Kayu pada suhu kayu terserang 1 berkisar antara 25.8 ºC hingga 34.1 ºC dan suhu kayu terserang 2 berkisar antara 26 ºC hingga 34 ºC. Untuk suhu kontrol berkisar antara 25.6 ºC hingga 33.8 ºC. Sedangkan suhu lingkungan berkisar antara 25.1 ºC hingga 34.5 ºC.

13 Ga mbar 10 S uhu ka yu te rse ra ng ra ya p C optot erm es c urvignathus di La bor atorium P enge ringa n K ayu, P ustekolah

14

Pola suhu kayu yang terserang rayap dan suhu kayu kontrol mengikuti pola suhu lingkungan, namun terdapat beberapa nilai suhu berbeda pada masing-masing pengukuran suhu. Nilai suhu yang berbeda pada suhu kayu terserang rayap dan suhu kayu kontrol menandakan bahwa kayu sudah terserang rayap. Menurut Noirot (1970), suhu yang lebih tinggi daripada suhu sekitarnya menandakan bahwa pada wilayah tersebut terdapat rayap. Menurut Lee dan Wood (1971), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruelle pada tahun 1964, perbedaan suhu diurnal rayap bervariasi dan dapat melebihi 3 ºC.

Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai suhu antara suhu kayu yang terserang rayap, suhu kayu kontrol, dan suhu lingkungan berbeda. Suhu pada kayu yang terserang rayap lebih hangat dibanding suhu kontrol. Hal ini dikarenakan pada suhu kayu yang terserang rayap terdapat aktivitas rayap seperti menggigit kayu dan metabolisme yang dilakukan oleh rayap itu sendiri, sedangkan pada kayu kontrol tidak terdapat kehidupan yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu kayu yang terserang rayap menjadi lebih hangat. Perbedaan suhu juga terjadi pada kayu kontrol dan suhu lingkungan. Pada suhu lingkungan, udara bersentuhan langsung dengan termokopel sehingga ketika terjadi perubahan, misalnya, terdapat angin pada pagi hari maka udara akan langsung mempengaruhi nilai pengukuran. Berbeda pada kayu kontrol, termokopel tidak bersentuhan langsung dengan udara luar dan ketika perubahan terjadi maka diperlukan waktu bagi udara tersebut untuk masuk ke dalam kayu kontrol.

Suhu rata-rata yang ditunjukkan Gambar 11 pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 WIB di kayu terserang 1 secara berurutan yaitu sebesar 29.4 ºC, 30.6 ºC, dan 29.7 ºC. Pada kayu terserang 2 yaitu 29.6 ºC, 30.7 ºC, dan 29.9 ºC. Pada kayu kontrol yaitu sebesar 29.1 ºC, 30.3 ºC, dan 29.4 ºC. Untuk suhu lingkungan adalah sebesar 28.9 ºC, 31.1 ºC, dan 30.3 ºC.

Gambar 11 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus, kayu kontrol, dan lingkungan pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 WIB di Laboratorium Pengeringan Kayu, Pustekolah

Perbedaan suhu rata-rata pada Gambar 11 saat pagi hari pada kayu terserang rayap lebih tinggi 0.5 ºC hingga 0.7 ºC daripada suhu lingkungan dan lebih tinggi 0.4 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu kayu kontrol. Pada siang hari suhu rata-rata kayu terserang rayap lebih rendah 0.4 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu lingkungan

15 dan lebih tinggi 0.3 ºC hingga 0.4 ºC daripada suhu kayu kontrol. Pada sore hari (16.00 WIB) suhu rata-rata kayu terserang rayap lebih rendah 0.5 ºC daripada suhu lingkungan dan lebih besar 0.3 ºC hingga 0.5 ºC daripada suhu kayu kontrol.

Suhu rata-rata kayu yang terserang rayap pada Gambar 11 terlihat stabil yang berkisar antara 29.4 ºC hingga 30.7 ºC. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat mekanisme pengaturan suhu udara dan kandungan gas serta panas yang dihasilkan di dalam sarang. Menurut Krishna dan Weesner (1969), kandungan gas karbondioksida dan gas lainnya yang tidak diperlukan rayap harus dikeluarkan dan diganti dengan oksigen yang dibutuhkan untuk proses pernapasan rayap. Oleh karena itu, terdapat beberapa kondisi tertentu bagi rayap untuk membuka ataupun menutup sarangnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa ketika kondisi tersebut terjadi maka akan ada pertukaran udara yang berada di dalam dan di luar sarang.

Kayu yang terserang rayap tanah C. curvignathus memiliki kecenderungan untuk mempertahankan suhu. Menurut Harris (1971), rayap memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu ideal di dalam sarang. Terbukti pada Gambar 11 suhu pada kayu yang terserang rayap lebih stabil ketika terjadi perubahan suhu lingkungan. Suhu kayu terserang rayap C. curvignathus di Laboratorium Pengeringan Kayu berkisar antara 25.8 ºC hingga 34.1 ºC yang berbeda dengan suhu optimum rayap lain yaitu Macrotermes (29 ºC hingga 32 ºC) namun masih termasuk dalam selang suhu optimum serangga (15 ºC hingga 38 ºCu).

Kondisi cuaca pada saat pengamatan tidak selalu sama. Tercatat bahwa sempat terjadi hujan pada siang dan sore hari yang menyebabkan nilai suhu lingkungan yang terukur lebih rendah daripada nilai suhu kayu terserang rayap tanah dan kayu kontrol. Namun, suhu pada kayu yang terserang rayap tanah cenderung stabil dan lebih hangat daripada suhu kontrol dan lingkungan. Ini membuktikan bahwa rayap dapat menjaga suhu sarangnya stabil dengan cara isolasi.

Suhu sarang rayap di luar ruangan

Arboretum Pustekolah memiliki pohon-pohon tinggi yang menaungi lokasi penelitian. Pada permukaan tanahnya tertutupi oleh daun-daun lembab dan ranting pohon. Perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar akan memiliki pengaruh langsung terhadap kayu umpan.

Jumlah kayu umpan yang dibenamkan secara vertikal ke tanah sebanyak 10 buah. Dari 10 buah kayu umpan yang diumpankan, sebanyak satu kayu umpan diserang rayap dan selebihnya tidak diserang rayap. Data suhu yang diamati adalah suhu dari kayu umpan yang terserang rayap (ada satu data suhu) dan data suhu dari kayu umpan yang tidak terserang rayap sebanyak empat data suhu kontrol yang kemudian dirata-ratakan

Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 12 yang menunjukkan bahwa nilai suhu kayu terserang rayap C. curvignathus berkisar antara 25 ºC hingga 32.7 ºC, suhu kayu kontrol berkisar antara suhu 24.8 ºC hingga 32 ºC, dan suhu lingkungan berkisar antara 25.1 ºC hingga 34.3 ºC.

16 Ga mbar 12 S uhu ka yu te rse ra ng ra ya p C optot erm es curvignathus di Ar bor etum P ustekolah

17 Gambar 12 menunjukkan pola suhu kayu terserang rayap dan suhu kontrol mengikuti pola suhu lingkungan. Pada awal penelitian, suhu kayu kontrol dan suhu kayu yang terserang rayap berada dalam satu garis dan suhu di dalam tanah lebih rendah daripada suhu lingkungan di atas tanah. Ini berarti pada kayu umpan belum terserang rayap dan hanya mengukur suhu didalam tanah. Kemudian terlihat perbedaan suhu pada kayu yang terserang rayap dengan suhu kontrol dan munculnya tunnel pada kayu umpan menandakan bahwa rayap mulai memakan kayu umpan. Namun, akibat dari hujan yang terjadi pada malam harinya menyebabkan tunnel tersebut tidak ada lagi di hari selanjutnya.

Penelitian di luar ruangan lebih rentan gagal dibandingkan penelitian di dalam ruangan. Selama penelitian, tidak jarang terjadi hujan pada malam harinya dan memberikan dampak terhadap aktivitas rayap. Menurut Harris (1971), ketika kondisi iklim tidak sesuai bagi rayap untuk mempertahankan suhu sesuai dengan yang diinginkan, maka rayap akan berpindah secara permanen ke bagian tanah yang lebih dalam lagi. Jika dilihat pada Gambar 12, diakhir penelitian suhu kayu yang terserang rayap dan suhu kontrol sudah tidak berbeda jauh bahkan terkadang memiliki titik suhu yang sama. Ini berarti rayap yang tadinya berada disekitar kayu umpan berpindah diduga karena hujan yang terjadi.

Suhu diurnal pada sarang rayap dapat bervariasi dan dapat melebihi 3 ºC (Lee dan Wood 1971). Gambar 13 menunjukkan suhu rata-rata pada kayu terserang rayap, kontrol, dan lingkungan diatas permukaan tanah. Suhu rata-rata pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 WIB di kayu terserang 1 secara berurutan yaitu sebesar 28.6 ºC, 30.8 ºC, dan 28.7 ºC. Pada kontrol yaitu 28.3 ºC, 30.5 ºC, dan 28.7 ºC. Untuk suhu lingkungan adalah sebesar 29 ºC, 31.4 ºC, dan 29.7 ºC. Berbeda dengan Gambar 11 sebelumnya, suhu rata-rata kayu terserang rayap C. curvignathus dan kontrol lebih rendah dari suhu lingkungan. Hal ini diduga karena rayap C. curvignathus tidak lama bersarang pada kayu umpan akibat hujan yang terjadi, sehingga suhu rata-rata yang terukur pada kayu yang terserang rayap merupakan suhu tanah.

Gambar 13 Suhu rata-rata kayu terserang rayap tanah Coptotermes curvignathus, kayu kontrol, dan lingkungan pada pukul 08.00, 13.30, dan 16.00 di Arboretum Pustekolah

18

Perbandingan suhu sarang rayap di dalam dan di luar ruangan

Penelitian yang dilakukan di dalam dan di luar ruangan menunjukkan bahwa suhu pada sarang rayap C. curvignathus berbeda dengan kisaran suhu optimum rayap Macrotermes yaitu 29 ºC hingga 32 ºC (Tabel 1). Kisaran suhu akan berbeda apabila jenis rayapnya juga berbeda. Pada rayap Macrotermes misalnya, struktur sarangnya dapat menciptakan iklim mikro yang stabil dengan suhu 30 ºC (Subekti 2010). Sarang yang dibentuk dapat menjaga kondisi suhu di dalam sarang tetap stabil (Eggleton 2011). Berikut Tabel 1 merupakan data suhu pada sarang, kontrol, dan lingkungan yang berada di dalam maupun di luar ruangan. Tabel 1 Data suhu sarang, kontrol, dan lingkungan di dalam dan luar ruangan

Di dalam ruangan Di luar ruangan Lab. Rayap Suhu

(ºC) Lab. Pengeringan Kayu Suhu (ºC) Arboretum Suhu (ºC)

Bak 1 (tunnel) 27.5 - 32.2 Kayu terserang 1 25.8 - 34.1 Kayu terserang 1 25.0 - 32.7 Bak 2 (sarang 2) 29.4 - 34.8 Kayu terserang 2 26.0 - 34.0 - -

Bak 3 (sarang 3) 27.2 - 33.4 - - - -

Kontrol 27.5 - 33.5 Kontrol 25.6 - 33.8 Kontrol 24.8 - 32.0 Lingkungan 27.5 - 33.8 Lingkungan 25.1 - 34.5 Lingkungan 25.1 - 34.3

Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu lingkungan di dalam ruangan tidak berbeda jauh dengan suhu lingkungan di luar ruangan. Hal ini dikarenakan suhu di dalam ruangan masih dipengaruhi oleh bentuk salah satu ruangan tersebut yang terbuka dikedua bagian sisinya (Laboratorium Pengeringan Kayu). Sedangkan untuk suhu tunnel rayap di dalam ruangan lebih tinggi sekitar 0.8 ºC hingga 1.4 ºC dibanding suhu tunnel di luar ruangan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi fisik lokasi pengamatan yang tidak ternaungi sehingga unsur-unsur cuaca sangat berpengaruh terhadap aktivitas rayap. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa selama penelitian di luar ruangan (arboretum) tidak jarang terjadi hujan sehingga diduga rayap pada kayu umpan yang terserang berpindah ke bagian tanah yang lebih dalam. Untuk suhu sarang rayap di dalam ruangan (laboratorium Rayap) lebih hangat sekitar 2 ºC dibanding suhu pada tunnel di dalam ruangan (Laboratorium Rayap). Namun, sarang rayap yang berada di luar ruangan tidak dapat ditemukan sehingga tidak ada pengukuran terhadap suhu sarang di luar ruangan (hanya suhu tunnel).

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu tunnel rayap tanah C. curvignathus di dalam ruangan lebih rendah sekitar 0.7 ºC hingga 1 ºC dibanding suhu pada sarang rayap, dan suhu pada sarang rayap tanah C. curvignathus lebih hangat sekitar 0.3 ºC hingga 2 ºC dibanding suhu lingkungan tergantung pada bentuk ruangan tersebut. Pada penelitian di luar ruangan, nilai suhu yang didapatkan adalah suhu tunnel yang lebih rendah sekitar 1 ºC dibanding suhu lingkungan. Perbedaan suhu tunnel di dalam ruangan lebih hangat sekitar 0.8 ºC hingga 1.4 ºC dibanding suhu tunnel di luar ruangan, sedangkan perbedaan suhu lingkungan di dalam ruangan lebih hangat sekitar 0.2 ºC dibanding suhu lingkungan di luar ruangan karena dipengaruhi oleh salah satu bentuk bangunan pada penelitian di dalam ruangan.

Saran

Penelitian yang dilakukan berupa pengukuran terhadap suhu sarang rayap C. curvignathus di dalam dan di luar ruangan. Sedangkan untuk pengukuran terhadap kelembaban sarang belum dilakukan. Sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan pengukuran kelembaban sarang rayap tanah C. curvignathus. Selain itu sebagai pembanding perlu dilakukan penelitian mengenai suhu dan kelembaban sarang rayap C. curvignathus di sarang sekunder yang menyerang bangunan.

20

Dokumen terkait