• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Lahan pasca tambang umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dari ekosistem aslinya. Pada lahan dengan tingkat kerusakan yang parah, menjadi masalah kesuburan tanah, yaitu rendahnya kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, adanya perubahan tekstur dan struktur tanah serta hilangnya jenis-jenis biota tanah yang potensial dalam membantu mempercepat daur hara dan terakumulasinya logam berat dalam tanah. Hasil analisis tanah pasca tambang nikel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis awal tanah pasca tambang nikel

Parameter Standar Baku Mutu Satuan Fisik Kadar Pasir Debu Liat 57 29 14 % Kimia Kadar pH C/N 6.7 (H2O) 5.8 (KCl) 12 4.5 Sangat Masam 4.5 - 5.5 Masam 5.6 - 6.5 Agak Masam 6.6 - 7.6 Netral KTK Ca Na 4.18 0.05 0.03 cmolc/kg C N P K 1.70 0.14 0.01 0.01 %

Logam Berat Kadar kadar

Cr Ni Mn Fe Zn 200.36 1437.48 2791.71 101.293.32 138.42 0.5 0.5 2 5 5 ppm

Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa tekstur tanah pasca tambang nikel tersebut tergolong kelas tanah kasar (pasir) dengan kadar pasir 57 %, debu 29 % dan liat 14 %. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil, sehingga sulit untuk menahan air dan menyerap unsur hara (Hardjowigeno 1993). Kondisi demikian menyebabkan tanah di sekitar pertambangan kurang subur dan mempunyai pori-pori yang besar sehingga pada musim kemarau kandungan air yang terserap di dalam tanah sangat kecil. Peningkatan kadar pasir ini disebabkan adanya proses penambangan yang menghancurkan horison dan tekstur tanah.

Sifat kimia tanah (Tabel 2) menunjukkan tanah bersifat masam namun, masih dalam toleransi bagi pertumbuhan tanaman dengan pH sebesar 6.7. Kapasitas nilai tukar kation (KTK) 4.18 cmolc/kg dan N serta C-organik tergolong rendah. Kandungan C-organik sangat menentukan kesuburan tanah, semakin

tinggi kadar dalam tanah maka semakin tinggi pula kesuburan tanah. Sehingga dengan kondisi tersebut tanah membutuhkan penambahan bahan organik yang akan digunakan untuk pertumbuhan tanaman disekitar tanah tersebut. Rendahnya kadar organik pada tanah pasca tambang nikel disebabkan oleh hilangnya lapisan tanah (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) pada proses awal penambangan, yaitu pada saat pengupasan tanah penutup bahan tambang. Akibatnya lapisan atas dan lapisan bawah tanah terbalik dan tertimbun oleh sisa bahan galian tambang nikel. Terbukanya lahan pasca tambang juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang dapat tumbuh di lahan tersebut. Menurut Sanghoon (2006) menyatakan bahwa nilai N-total pada lahan tambang umumnya sangat rendah, walaupun ada, kadar tersebut belum bisa mendukung pertumbuhan tanaman. pH tanah dan C-organik sangat menentukan kesuburan tanah. Pada umumnya, unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar (pH 7,0) dimana kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH yang rendah sering ditemukan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Tanah yang bersifat masam dapat menyebabkan unsur-unsur hara mikro menjadi lebih mudah terlarut sehingga banyak terakumulasi dalam tanah tersebut. Sehingga unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil seperti (Mn, Fe, Zn, Ni dan Cr) terakumulasi dalam jumlah banyak dan menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman.

Selain pH,KTK merupakan salah satu faktor penting untuk menunjukkan kemampuan tanah dalam mengadsorbsi kation pada bidang permukaan kaloid tanah yang bermuatan negatif. Hasil analis KTK tanah tersebut tergolong rendah yakni sebesar 4.18 %. Menurut Saptaningrum (2001), tekstur tanah berkaitan dengan KTK karena peningkatan fraksi kasar (pasir) akan menurunkan KTK. Tanah dengan tekstur pasir dan pH rendah mempunyai KTK yang sangat rendah dibanding dengan tekstur tanah halus (liat) dan pH yang tinggi.

Bahan organik dapat meningkat sejalan dengan suksesi vegetasi meskipun relatif lama, sehingga diperlukan penambahan input yakni pemberian bahan organik, sehingga mampu meningkatkan kadar KTK lebih tinggi karena hal tersebut mampu meningkatkan penyerapan dan penyediaan unsur hara lebih baik (Hardjowigeno 1995). Hasil analisis menunjukkan, pada kondisi tanah dengan kadar logam berat yang tinggi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman selama empat bulan penanaman. Selain mampu beradaptasi pada tanah pasca tambang penggunaan tanaman juga mampu menurunkan kadar logam dalam tanah (Gambar 2), dengan mengakumulasi logam berat dalam jumlah tinggi dibagian jaringan tubuhnya (Tabel 8-11).

Kadar Logam Berat dalam Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan

Berbagai jenis logam berat telah terdapat dalam tanah dengan kadar tertentu (Ridhowati 2013) namun, dengan adanya aktivitas pertambangan kadar logam berat dalam tanah menjadi meningkat. Fitoremediasi merupakan salah satu cara untuk membersihkan tanah tercemar logam berat dengan menggunakan tanaman. Dalam penelitian ini, dibandingkan kadar logam berat yang ada dalam tanah sebelum dan setelah perlakuan fitoremediasi dimana tanah yang berasal dari lahan pasca tambang nikel dicampur dengan kompos dan penambahan mikoriza arbuskula lalu ditanami tanaman. (Gambar 2) menunjukkan pengaruh fitoremediasi (pemberian kompos, FMA dan tanaman N. orientalis) terhadap

kandungan logam ber nikel. Keterangan: SP: Sebelum p P1: Tanah 150 P2: Tanah 100 P3: Tanah 50 Gambar 2 Kadar l 0.00 200.00 400.00 K a d a r C r (p p m ) 0.00 500.00 1,000.00 1,500.00 K a d a r N i (p p m ) 0.00 50,000.00 100,000.00 150,000.00 K a d a r F e (p p m ) 0.00 2,000.00 4,000.00 K a d a r M n (p p m ) 0.00 50.00 100.00 150.00 S K a d a r Z n ( p p m )

berat total Cr, Ni, Mn, Fe, dan Zn dalam tanah

m perlakuan, P0–P3: Setelah perlakuan, P0: Kontrol (ta 150 g + kompos 50 g (tanah : pupuk 75 : 25) + mikoriza 100 g + kompos 100 g (tanah : pupuk 50 : 50) + mikoriza 50 g + kompos 150 g (tanah : pupuk 25 : 75) + mikoriza

dar logam berat sebelum dan setelah perlakuan f

SP P0 P1 P2 P 200.36 76.68 61.92 9.05 Perlakuan SP P0 P1 P2 P 1.437,48 1.160,28 1.047,59 282,17 2 Perlakuan SP P0 P1 P2 101.293,32 5.486,12 6.375,53 1.718,98 Perlakuan SP P0 P1 P2 P3 2.791,71 317,31 289,18 327,84 195,8 Perlakuan SP P0 P1 P2 P3 138.42 32.06 29.13 26.13 8.1 Perlakuan

nah bekas tambang

l (tanah 200 g) iza 10 g riza 10 g iza 10 g n fitoremediasi P3 8.38 P3 207,85 P3 763,9 5,85 3 8.18

Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar logam berat (Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn) dalam tanah setelah perlakuan selama empat bulan di rumah kaca (Gambar 2). Parameter Cr, mengalami penurunan kadar dari 200.36 ppm sebelum perlakuan menjadi menjadi 76.68 – 8.38 ppm. Untuk parameter Ni, mengalami penurunan kadar dari 1.437,48 ppm menjadi 1.047,59 ppm – 207.85 ppm. Penurunan kadar Ni paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 207.85 ppm. Untuk parameter Mn, terjadi penurunan kadar dari 2.791,71 ppm menjadi 327.84 ppm – 195.85 ppm. Penurunan kadar Mn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 195.85 ppm .Untuk parameter Fe, terjadi penurunan kadar dari 101.293,32 ppm menjadi 6.375,53 ppm – 763.69 ppm. Penurunan kadar Fe paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 763.69 ppm. Untuk parameter Zn, terjadi penurunan kadar dari 138.42 ppm menjadi 32.06 ppm – 8.18 ppm. Penurunan kadar Zn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 8.18 ppm. Penurunan semua kadar logam berat paling tinggi adalah pada perlakuan P3.

Persentase penurunan maksimal kadar logam berat dalam tanah yang ditanami tanaman N. orientalis untuk Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn masing-masing secara berurutan adalah 95.82%, 85.54%, 92.98%, 99.25% dan 94.09%. Penurunan maksimal kadar logam berat yang paling tinggi setelah perlakuan adalah Fe dan yang paling rendah adalah Ni. Hasil analisis di atas mengindikasikan bahwa semakin banyak pupuk yang diberikan pada perlakuan, maka semakin tinggi pula kadar logam berat dalam tanah pasca tambang yang berkurang.

Umumnya tanaman akumulator meningkatkan mobilitas dan serapan kontaminan logam dibandingkan dengan kondisi alam, namun harus dipahami bahwa keberhasilan teknikphytoextractionterutama tergantung pada kemampuan spesies tanaman untuk ekstrak logam berat dalam jumlah besar di akar, mentranslokasi di atas tanah dan menghasilkan jumlah besar biomassa tanaman (Grcmanet al.2003; Kos & Lestan 2003; Luoet al. 2004).

Fitoremediasi hanya bekerja efektif sebatas kedalaman akar tanaman. Oleh karena itu, kombinasi antara fitoremediasi dengan teknologi konvensional sangat diperlukan yakni dengan penambahan bahan organik dan FMA. Bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal. Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Selain itu bahan organik juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks (organo metalic complex) sehingga dapat mengurangi sifat racun dari logam berat.

Penambahan kompos pada tanah tanah pasca tambang dapat meningkatkan kandungan hara terutama nitrogen (N) dan fosfor (P), sementara itu kandungan besi (Fe+3) yang bersifat toksik menurun 3–5 kali (Dharmawan 2003). Hal tersebut disebabkan oleh daya serap kation yang semakin besar akibat penambahan bahan organik pada media tanah. Semakin tinggi kandungan kompos maka semakin tinggi pula KTK-nya sehingga Fe+3 berubah menjadi Fe+2 yang diperlukan tanaman. Fe+2 memiliki fungsi penting dalam system enzim dan diperlukan dalam sintesis klorofil (Hakim et al. 1986; Setiabudi 2005). Efek positif penambahan kompos pada tanah yang tercemar ion logam berat dijelaskan bahwa bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal.

Mikroorganisme membutuhkan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Selain itu bahan organik juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks sehingga dapat mengurangi sifat racun dari logam berat. Menurut Stevenson (1982), pengaruh bahan organik di dalam tanah adalah sebagai sebagai sumber hara bagi tanaman dan mikroorganisme, sebagai penyangga (buffer) perubahan pH, sebagai pengkelat logam berat, dan sebagai factor dalam meningkatkan KTK tanah.

Selain pupuk organik, aplikasi FMA pada kondisi lahan tercemar logam berat juga terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan, biomassa dan serapan hara tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa FMA secara signifikan mampu membantu penyerapan unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Mn, Zn, Cu dan Fe) pada kondisi cemaran logam (Leyvalet al.1997; Wanget al.

2006; Vivas et al. 2006; Chen et al. 2007). Selain itu, FMA juga mengurangi masuknya logam berat ke jaringan tanaman (Vivas et al. 2006; Chen et al.2007; Jankong & Visooittivesth, 2008). Kemampuan menyerap hara dan menekan serapan logam ke jaringan tanaman dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan dan biomassa tanaman (Husna, 2010 dan Tuheteruet al.2011).

Mikroorganisme juga berperan dalam mereduksi senyawa logam berat, salah satunya adalah (FMA). FMA mampu membantu mempertahankan stabilitas pertumbuhan tanaman pada kondisi tercemar dan FMA juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa fungi (Khan 2005).

Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu fungi yang efektif dalam perbaikan dan keberhasilan hidup jenis dalam program konservasi dan rehabilitasi (Zubek et al. 2009; Bothe et al. 2010; Fuchs & Haselwandter 2004). Namun, peran tersebut sangat dipengaruhi oleh inokulum atau propagul infektif. Propagul FMA terdiri atas akar terinfeksi, spora dan hifa (Smith & Read 2008).

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa peran berbagai mikroorganisme mampu menyerap logam berat seperti fungi. Mobilitas logam oleh mikroorganisme tanah dapat dicapai dengan protonasi, khelasi, dan transformasi kimia yakni perpindahan atau pertukaran senyawa kimia dari tempat yang satu dengan yang lain, terjadi karena adanya perubahan senyawa imia di lapagan atau di lingkungan. Proses protonasi sangat dibutuhkan dalam reaksi ini, karena dapat menaikan muatan positif pada atom karbon karbonil, Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu struktur cincin, Khelasi logam dapat menghambat atau meningkatkan bioavailabilitasnya.Eksudat-eksudat di tanah hasil ekskresi mikroorganisme dan akar tanaman sangat efektif melarutkan fosfat dan melepaskan logam dari komponen tanah. Mikoriza diketahui mampu menyerap dan mengakumulasi logam dalam biomasa dan akar tanaman inang. Miselium intra dan ekstraseluler baik FMA maupun ektomikoriza (ECM) berpotensi dalam penyerapan logam (Jones et al. 2004). Akhir-akhir ini banyak bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas FMA berperan besar dalam mobilisasi logam yang terikat oleh komponen tanah (Gohre & Paszkowski 2006). Bai et al. (2008) mengemukakan bahwa FMA mempunyai pengaruh terhadap penyerapan logam (translokasi dan akumulasi pada jaringan tanaman) dan

pertumbuhan tanaman inang. Sudováet al. (2007) secara khusus mengungkapkan mengenai serapan oleh tanaman jagung yang diinokulasi mikoriza pada konsentrasi Pb yang tinggi. Filamen FMA mempunyai perilaku yang sama pada ECM dan fungi tanah lainnya. FMA mempunyai lokasi pengikatan logam dan mampu menghasilkan intra dan ekstrseluler dengan afinitas tinggi untuk logam, Mekanisme mikoriza untuk meningkatkan penyerapan terjadi dengan cara, (i) transfer logam pada hifa dengan pertukaran kation dan khelasi (ikatan non metabolik logam pada dinding sel), (ii) berinteraksi dengan produk yang disintesis hifa atau metabolit, (iii). Berinteraksi dengan produk yang disintesis hifa atau metabolit yang bertindak sebagai agen biosorpsi seperti kitin dan glomalin, (iv) khelasi logam di dalam jamur, dan (v) pengendapan intraseluler dengan fosfat (PO4).

Pembentukan simbiosis mikoriza juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap fitotoksisitas logam berat melalui bioabsorpsi. Penyerapan logam seperti cadmium (Cd), titanium (Ti) dan barium (Ba) dengan polifosfat pada struktur fungi mungkin penting dalam meminimalkan transfer ke tanaman inang. Penyerapan logam berat oleh fungi merupakan mekanisme pasif dari immobilisasi ion pada permukaan sel mikrobia termasuk proses seperti adsorpsi, pertukaran ion, kompleksasi, pengendapan, dan kristalisasi (Leyval & Joner 2001).

Fungi mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki struktur tanah. Hubungan antara tumbuhan dan mikoriza arbuskula sangat erat terhadap proses remediasi logam berat.. Jenis tumbuhan yang tumbuh pada lahan tercemar, biasanya ada yang tidak mampu bertahan hidup, ada yang mampu menyesuaikan diri, dan adapula yang mampu mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang berlebih (hiperakumulator) (Khan et al. 2006; Gisbert et al. 2008; Dubey & Fulekar 2011; Oves et al. 2012). Dalam kondisi seperti ini, mikoriza membantu secara efektif terhadap pertumbuhan dan ketahanan tanaman (Smith & Read 2008; Garg & Chandel 2010).

Pengaruh Pemberian Kompos dan FMA Terhadap Pertumbuhan Tanaman

TanamanN. orientalis

Parameter pertumbuhan yang diukur pada tanaman N. orientalis meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar. Hasil rata-rata pengukuran dan analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan biomassa (akar dan daun) tanamanNauclea orientalis

Perlakuan P0 P1 P2 P3 TT (cm) 14.10 ± 0.61 c 15.88 ± 1.12 b 15.77 ± 0.57 b 17.52 ± 0.95 a JD 9.20 ± 0.24 d 10.55 ± 0.43 c 11.30 ± 0.31 b 12.00 ± 0.46 a PA (cm) 17.40 ± 6.51 c 27.20 ± 4.73 a 24.60 ± 5.69 ba 21.60 ± 2.89 b BKA (g) 0.184 0.632 0.476 0.522 BKD (g) 0.278 0.910 0.432 1.440 BKT (g) 0.46 ± 0.20 c 1.54 ± 0.89 b 0.91 ± 0.29 cb 2.02 ± 0.35 ab

Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, PA: panjang akar, BKA: berat kering akar, BKD: berat kering daun, BKT: berat kering total

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3, menunjukkan bahwa perlakuan kadar kompos dan FMA memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanamanN.orientalisselama empat bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos dan FMA berbeda nyata dengan tanpa pemberian kompos dan FMA (P0) pada semua parameter pertumbuhan. Parameter tinggi tanaman pada perlakuan P3 memiliki rata-rata lebih tinggi sebesar 17,52 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Hal yang sama, terlihat pada parameter jumlah daun, pada perlakuan P3 rata-rata jumlah daun lebih banyak sebesar 12,00 dan berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Selanjutnya pada parameter panjang akar, perlakuan P1 memiliki rata-rata paling panjang sebesar 27,20 cm dibanding dengan perlakuan lainnya dan berbeda nyata dengan P3. Parameter biomassa, perlakuan P3 memiliki rata-rata lebih besar 2,02 g dan berbeda nyata dengan P2.

TanamanD. ovalifolium

Parameter pertumbuhan yang diukur pada tanaman D. ovalifolium meliputi panjang tanaman, jumlah daun, panjang akar, dan biomassa tanaman. Hasil rata-rata pengukuran dan analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, dan biomassa tanamanDesmodium ovalifolium

Perlakuan P0 P1 P2 P3 TT (cm) 31.51 ± 2.15 c 50.14 ± 5.90 b 50.59 ± 4.24 b 57.20 ± 5.32 a JD 23.85 ± 1.11 b 36.28 ± 4.00 a 34.98 ± 4.44 a 38.53 ± 6.26 a PA (cm) 9.80 ± 6.87 c 35.00 ± 7.84 b 27.40 ± 3.85 ba 25.90 ± 4.64 a BKA (g) 0.12 0.27 0.29 0.31 BKD (g) 0,16 1,31 1,55 1,73 BKT (g) 0.28 ± 0.08 b 1.58 ± 0.58 a 1.84 ± 0.53 a 2.04 ± 0.34 a

Hasil analisis sidik ragam menunjukkkan bahwa perlakuan kadar kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman D. ovalifolium

selama 4 bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kompos dan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) untuk semua parameter pertumbuhan. Tabel 4 menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun, perlakuan P3 memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada untuk parameter panjang akar, perlakuan P1 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Pada parameter tinggi tanaman perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan P3. Pada biomassa total tidak ada perbedaan antara semua perlakuan namun, P3 memiliki rata-rata paling tinggi untuk semua perlakuan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pemberian kompos dan FMA memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman D. ovalifolium.

TanamanS. splendida

Dinamika pertumbuhan tanaman S. splendida untuk parameter pertumbuhan tinggi tanaman jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa mempunyai pola yang berbeda pada setiap perlakuan. Hasil analisis pertumbuhan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa(akar dan daun)tanamanSetaria splendida

Perlakuan P0 P1 P2 P3 TT (cm) 50.69 ± 6.78 58.83 ± 4.29 58.98 ± 3.55 58.56 ± 5.61 JD 17.90 ± 1.48 b 20.65 ± 2.83 a 20.93 ± 0.60 a 20.45 ± 1.13 a JA 3.18 ± 0.07 b 4.25 ± 0.76 a 4.18 ± 0.27 a 4.08 ± 0.19 a PA (cm) 28.60 ±99 32.20 ±2.77 26.40 ±4.39 25.40 ±5.13 BKA (g) 0.50 0.57 0.29 0.27 BKD (g) 0.76 2.12 2.01 1.85 BKT (g) 1.27± 0.93 2.69± 0.92 2.30± 0.89 2.11± 0.53

Hasil analisis pertumbuhan menunjukkan bahwa pemberian kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap paramater pertumbuhan tanaman S. splendida umur empat bulan. Tabel 5 menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun, perlakuan P2 memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan untuk parameter jumlah anakan, panjang akar, dan biomassa total (akar dan daun) perlakuan P1 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemberian kompos dan penambahan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) yaitu pada parameter jumlah daun dan jumlah anakan tanamanS. splendida. Jumlah daun dan jumlah anakan pada perlakuan P1, P2, P3 lebih banyak dibandingkan dengan kontrol (P0). Namun pada parameter tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos dan FMA tidak berbeda nyata dengan kontrol (P0).

TanamanB. humidicola

Parameter pertumbuhan yang diukur pada tanamanB. humidicolameliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa tanaman. Hasil rata-rata pengukuran dan analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar, biomassa tanamanBrachiaria humidicola

Perlakuan P0 P1 P2 P3 TT (cm) 53.90 ± 5.59 54.27 ± 4.27 56.74 ± 2.68 60.64 ± 3.77 JD 14.95 ± 0.62 16.83 ± 4.07 15.95± 4.14 15.05 ± 1.29 JA 2.55± 0.11 c 3.05± 0.27 b 3.50± 0.44 a 3.25± 0.27 ba PA (cm) 16.30 ± 5.78 20.60 ± 9.50 19.20 ± 3.27 23.60 ± 8.08 BKA (g) 0.32 0.62 0.42 0.60 BKD (g) 0.30 0.74 0.45 0.68 BKT (g) 0.62 ± 0.21 b 1.36 ± 0.55 a 0.87 ± 0.27 ab 1.28 ± 0.29 a

Hasil analisis sidik ragam menunjukkkan bahwa perlakuan kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman B. humidicola

selama empat bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kompos dan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) untuk parameter jumlah anakan dan biomassa. Untuk parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar, perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kontrol. Tabel 6 menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman dan panjang akar, perlakuan P3 memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada parameter jumlah daun dan biomassa, perlakuan P1 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Sedangkan pada parameter jumlah anakan, P2 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Pada parameter jumlah anakan , P1 berbeda nyata dengan P2, namun P3 tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2. Untuk biomassa total tanaman P0 tidak berbeda nyata dengan P2 namun berbeda nyata dengan P1 dan P3 sedangkan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata.

Tabel 3-6 menunjukkan perbaikan sifat-sifat kimia tanah akibat penanaman berbagai jenis tanaman dengan pemberian kompos dan FMA memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena kondisi tanah yang semakin baik sehingga terjadi peningkatan biomassa tanaman. Selanjutnya, perlakuan mengakibatkan penurunan logam berat dalam tanah. Pemberian kompos dan FMA maksimum untuk tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa tanaman bila dibandingkan dengan P0 untuk semua tumbuhan adalah pada P1 dengan dosis 25:75 memberikan penambahan tinggi tanaman berkisar 0.69 – 59.12 %, jumlah daun berkisar 12.58 – 52.12 %, jumlah anakan berkisar19.61–33.65 % , panjang akar berkisar 12.59–257.14 %, dan biomassa berkisar 111.81 – 464.29 %. P2 dengan dosis 50:50 memberikan produksi maksimum tinggi tanaman berkisar 5.27 –60.55 %, jumlah daun berkisar 6.69– 46.67 %, jumlah anakan berkisar 31.45 –37.26 % , panjang akar berkisar 17.79– 179.59 %, dan biomassa berkisar 40.32 – 557.14 %. P3 dengan dosis 75:25 memberikan produksi maksimum tinggi tanaman berkisar 12.51 – 81.53 %, jumlah daun berkisar 0,67 - 61,55 %, jumlah anakan berkisar 27.45-28.3 %, panjang akar berkisar 24.14 - 164.29 %, dan biomassa berkisar 66.14–628.57 %.

Mikoriza arbuskula yang Menginfeksi Akar Tanaman-tanaman Setelah Perlakuan

Tanaman bersiombiosis dengan FMA pada kondisi tanah yang tercemar logam berat untuk mendukung pertumbuhan. Infeksi FMA pada keempat jenis tanaman disajikan pada Tabel 7

Tabel 7. Hasil analisis infeksi FMA di jaringan akar pada 4 jenis tanaman setelah perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 N. orientalis (%) 47.43 ±18.96 c 69.29±10.23 b 87.71±10.13 a 91.71±7.03 a D. ovalifolium (%) 50.57±9.88 c 68.86±16.98 b 87.71±3.30 a 89.14±3.45 a S. spledida (%) 68.29±9.76 b 98.00±2.39 a 97.14±4.16 a 98.57±2.02 a B. humidicola (%) 28.29±2.75 d 51.71±8.70 c 79.99±11.35 b 90.56±4.59 a Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkkan bahwa perlakuan pemberian FMA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan terhadap keempat jenis tanaman selama empat bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) untuk semua jenis tanaman. Tabel 7 menunjukan bahwa infeksi FMA tertinggi untuk semua jenis tanaman ditunjukkan oleh perlakuan P3 dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan P0. Pada tanaman N. orientalis dan D. ovalifolium, P3 tidak perbeda nyata dengan P2 namun berbeda dengan perlakuan P1. Pada tanaman S. spledida tidak menunjukkan adanya perbedaan antar semua perlakuan sedangkan, untuk tanaman

B. humidicolamenunjukkan adanya perbedaan nyata antar semua perlakuan. Tanah tanah pasca tambang berpotensi menurunkan tingkat kesuburan tanah dan menyebabkan keracunan bagi tanaman sehingga menyulitkan tanaman untuk tumbuh. Sebagai media tumbuh tanaman, bahan tanah pasca tambang mempunyai banyak kendala baik fisik maupun kimia. Secara fisik bahan tanah pasca tambang relatif bertekstur kasar, berbutir tunggal tidak membentuk agregat seperti tanah. Hal ini mengakibatkan daya menahan air yang dimiliki tanah pasca tambang sangat rendah. Secara kimia, bahan tanah pasca tambang tidak mengandung koloid sama sekali, akibatnya kapasitas tukar kation (KTK), kandungan unsur hara, dan kemampuan menahan hara menjadi rendah. Selain itu, unsur logam mikro tinggi karena merupakan bahan sisa tambang, yang kemungkinan dapat meracuni tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kondisi ini menyebabkan rendahnya aktivitas mikroorganisme (Lesmanawati 2005). Bahan organik akan meningkatkan pengikatan terhadap basa-basa tanah (Notodarmojo 2005).

Menurut Gardner et al. (1991) tumbuhan yang hidup di daerah tercemar memiliki mekanisme penyesuaian yang membuat polutan menjadi nonaktif dan disimpan di dalam jaringan. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah: 1)Faktor konsentrasi, kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai

tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya. 2) Perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan, Logam berat akan

Dokumen terkait