• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Jenis Pohon Dan Tumbuhan Untuk Fitoremediasi Lahan Pasca Tambang Nikel Di Pt Antam Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi Jenis Pohon Dan Tumbuhan Untuk Fitoremediasi Lahan Pasca Tambang Nikel Di Pt Antam Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

EKAWATI

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Jenis Pohon dan Tumbuhan untuk Fitoremediasi Lahan Pasca Tambang Nikel di PT ANTAM Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Ekawati

(4)

Tambang Nikel di PT ANTAM Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR dan PANCA DEWI MHK.

Lahan tambang nikel mempunyai karakterisitik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang jelek sehingga tidak dapat dimanfaatkan. Salah satu faktor pencemaran tanah yang paling penting adalah limbah yang mengandung logam berat. Unsur-unsur logam berat yang tergolong esensial dalam jumlah sedikit dibutuhkan makhluk hidup untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, pada konsentrasi yang tinggi dapat berpotensi menjadi racun. Untuk memanfaatkan kembali lahan tambang nikel, terutama lahan tanah pasca tambang perlu dilakukan rehabilitasi. Fitoremediasi adalah tehnik rehabilitasi dengan menggunakan tumbuhan untuk mengekstrak dan merombak bahan pencemar dalam tanah. Fitoremediasi merupakan metode yang sangat sederhana, relatif murah, efektif dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat pada tanah tambang yang tercemar sebelum dan sesudah perlakuan, menganalisis pengaruh pupuk kompos dan mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan tanaman dan penyerapan logam berat di lahan pasca tambang nikel dan menganalisis kemampuan penyerapan logam berat oleh berbagai jenis tanaman.

Penelitian dilakuan di Rumah Kaca Ekologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. selama 4 bulan (Oktober 2014 sampai Januari 2015). Pengambilan tanah di areal pasca tambang nikel ANTAM Pomalaa Kab. Kolaka Sulawesi Tenggara. Pembibitan dilakukan di rumah kaca Ekologi, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB sedangkan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium F-MIPA Biologi Institut Pertanian Bogor. Tanaman yang dipakai untuk fitoremediasi adalah Nauclea orientalis, Desmodium ovalifolium, Setaria splendida dan Brachiaria humidicola. Data dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 kali ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos dan penambahan FMA meningkatkan pertumbuhan tanaman dan terbukti menurunkan kadar logam berat dalam tanah. Selain itu, empat jenis tanaman yang digunakan terbukti mampu mengakumulasi logam berat baik di akar maupun di daun. Penyerapan logam berat oleh tanaman ditemukan lebih tinggi di jaringan akar. Jika dibandingkan tiap perlakuan, perlakuan pupuk kompos dan FMA terbaik adalah dengan perbandingan tanah dan pupuk kompos dan FMA adalah 25:75.

(5)

Phytoremediation in PT. ANTAM Pomalaa, Southeast Sulawesi. Supervised by IRDIKA MANSUR dan PANCA DEWI MHK.

Nickel mining land has poor physical, chemical and biological characteristic soil so that not suitable for cultivation. One of the most important factors by soil pollution is waste containing heavy metals. The elements are classified as heavy metal in small amounts are needed to help living beings performance metabolism. However, at high concentrations can potentially be toxic. To reuse the nickel mining land, especially post mining land, rehabilitation needs to be done. Phytoremediation is rehabilitation techniques using plants to extract and reorganize pollutants in the soil. Phytoremediation is a method that is simple, inexpensive relatively, effective and does not cause negative impacts to the environment.

This study was aimed to analyze the heavy metal compounds on nikel post-mining land before and after treatment, analyze the influence of compost and arbuscular mycorrhizal (FMA) on plant growth and the absorption of heavy metals in the nickel post-mining land and analyze the ability of the heavy metal absorption by various species of plants.

The study was done in green house of Silviculture Department of Forest Ecology, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University for 4 months (October 2014 to January 2015). Nickel post-mining land was taked in the areas of ANTAM Pomalaa District of Kolaka, Southeast Sulawesi Province. Seeding is done in green house of Forest Ecology, Faculty of Forestry Silviculture Department while soil and plant analysis carried out in the Laboratory of Mathematics and Natural Sciences Faculty, Bogor Agricultural University. Plants used for phytoremediation were Nauclea orientalis, Desmodium ovalifolium, Indigofera zollingeriana,Setaria splendidaandBrachiaria humidicola. Data were analyzed using a completely randomized design with 5 replications.

The results showed that using compost and adding FMA improve plant growth and proven to reduce levels of heavy metals in the soil. In addition, four species of plants used proved able to accumulate heavy metals in both the root and leaf. The absorption of heavy metals by plants found to be higher in root tissue. When compared to each treatment, treatment of compost and best FMA is the ratio of soil and compost and the FMA is 25:75 ratio.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

EKAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhannahu wa ta’alaatas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Seleksi Jenis Tumbuhan untuk Fitoremediasi Lahan Pasca Tambang Nikel di PT. ANTAM Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irdika Mansur, M.For Sc dan Ibu Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda A. Kaharuddin L dan ibunda Bungartin, kakak Abdul Halim L, Nurhana L, Harniatin L, Tawakal Jaya, Darman, adik-adikku Haslinar L, Juniartin L dan Akfiya Fatimatu Zahra. Ponakan-ponakanku tersayang Ibnu, Abi, Abil, Alif, Zahra, Zainab serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan bantuannya selama saya menuntut ilmu. Selain itu ucapan terima kasih juga disampaikan untuk seluruh rekan-rekan yang telah memberi bantuan berupa saran dan pemikiran Agusrinal S.Si M.Si, Akmal Khaery S.Si M.Si, Nurita SE, Ikbal S.Pd, keluarga keduaku anak-anak Wisma Fahmeda (Drh Restu Libriani, Siti Salmiatin S.Hut, Riski Indradewi S.Si, Adriana Nomleni SP, Netty Gella S.Si, Arista Tamonob S.Si, Arini Pekuwali S.Kom M.Kom, Rillya Arundaa S.Kom, Dini Fitriani S.Si, Siti Nurkhotini S.Pi) terima kasih atas bantuan dan perhatian selama kita bersama serta teman-teman jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkugan (PSL) tahun 2013 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas motivasi dan bantuannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu di Laboratorium Peternakan dan F-MIPA Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Tambang Nikel di Kabupaten Kolaka 5

Logam Berat 5

Fitoremediasi 8

Kompos 10

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) 12

3 METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu 14

Bahan dan Alat 14

Rancangan Penelitian 14

Prosedur Kerja 15

Parameter Pengamatan 16

Rancangan Percobaan 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Karakteristik Sifat Fisik Dan Kimia Tanah Sebelum Perlakuan 17 Kadar Logam Berat dalam Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan 18 Pengaruh Pemberian Kompos dan FMA terhadap

Pertumbuhan tanaman 22

Mikoriza yang Menginfeksi Akar Tanaman-tanaman

Setelah Perlakuan 26

Kadar Logam Berat dan Penyerapannya pada Tanaman

Setelah Perlakuan 29

Pembahasan Umum 35

5 KESIMPULAN DAN SARAN 38

Kesimpulan 38

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 47

(12)

2 Hasil analisis awal tanah pasca tambang nikel 17 3 Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan

biomassa (akar dan daun) tanamanNauclea orientalis 22 4 Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan

biomassa tanamanDesmodium ovalifolium 23

5 Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan,

panjang akar dan biomassa (akar dan daun) tanamanSetaria splendida 24 6 Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan,

panjang akar, biomassa tanamanBrachiaria humidicola 25 7 Hasil analisis infeksi FMA di jaringan akar pada 4 jenis tanaman

setelah perlakuan 26

8 Kadar dan serapan logam berat (ppm) di jaringan akar dan daun

pada tanamanNauclea orientalis 29

9 Kadar dan serapan logam berat (ppm) di jaringan akar dan daun

pada tanamanDesmodium ovalifolium 30

10 Kadar dan serapan logam berat (ppm) di jaringan akar dan daun

pada tanamanSetaria splendida 31

11 Kadar dan serapan logam berat (ppm) di jaringan akar dan daun

pada tanamanBrachiaria humidicola 32

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Kadar logam berat sebelum dan setelah perlakuan 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengukuran kadar logam berat dalam tanah sebelum dan setelah

perlakuan (dalam ppm) di laboratorium 47

2 Hasil pengukuran kadar logam berat dalam jaringan tanaman setelah

perlakuan (dalam ppm) di laboratorium 48

3 Contoh hasil analisis pertumbuhan tanamanNauclea orientalisdengan

ANOVA satu arah dan uji lanjut Dunnet 49

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki bahan tambang yang besar dan merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi negara. Saat ini, pertambangan merupakan salah satu usaha yang menjadi isu kontroversial karena di satu sisi sebagai sumber devisa untuk pembangunan nasional dan daerah, juga memberi keuntungan bagi pengusaha dan masyarakat. Dengan adanya kegiatan pertambangan, maka peluang masyarakat membuka usaha akan semakin tinggi. Namun di sisi lain, pertambangan juga memberikan dampak negatif. Menurut Rusdiana et al. (2000) dampak negatif dari kegiatan pertambangan adalah penurunan kondisi tanah bekas penambangan (tailing) seperti berubahnya profil lapisan tanah, terjadi pemadatan, kekurangan unsur hara, pH rendah, penurunan populasi mikroba dan pencemaran oleh logam-logam berat. Salah satu jenis tambang yang saat ini banyak diusahakan di Propinsi Sulawesi Tenggara adalah tambang nikel. Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki cadangan sumberdaya mineral berupa nikel.

Lahan tambang nikel mempunyai karakterisitik sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang jelek sehingga tidak dapat dimanfaatkan. Salah satu faktor pencemaran tanah yang paling penting adalah limbah yang mengandung logam berat. Unsur-unsur yang tergolong logam berat yang bersifat ensensial yang diserap tanaman dalam jumlah sedikit dibutuhkan makhluk hidup untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, pada konsentrasi yang tinggi dapat berpotensi menjadi racun. Untuk memanfaatkan kembali lahan tambang nikel, terutama lahan tanah pasca tambang perlu dilakukan rehabilitasi. Menurut Dewi (2011), masalah yang dihadapi dalam merehabilitasi lahan pasca tambang untuk menunjang kegiatan peternakan adalah: 1. Reklamasi lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman pakan 2. Logam berat pasca penambangan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan produk peternakan. Sehingga diperlukan upaya perbaikan tanah.

Pengembangan hijauan makanan ternak saat ini tidak dapat menghindar dari penggunaan tanah marginal. Salah satu tanah marginal dengan areal yang cukup luas adalah tanah pasca tambang. Sifat fisik, kimia dan biologi tanah ini kurang mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman, karena umumnya, memiliki pH tanah yang masam dan kandungan hara yang rendah. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanah pasca tambang diantaranya pemberian pupuk anorganik seperti fosfat (P) namun, sejumlah besar residu pupuk akan tertinggal di dalam tanah dan akan berubah serta berdampak tidak baik bagi tanah dan lingkungan, sehingga untuk meningkatkan efisiensi pemupukan serta menghemat biaya dengan tetap menjaga lingkungan, maka diperlukan upaya perbaikan tanah yang ramah lingkungan. Salah satu cara untuk rehabilitasi adalah dengan teknik fitoremediasi.

(14)

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mencari jenis-jenis tumbuhan yang pontesial untuk fitoremediasi. Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan jenis tumbuhan yang dapat beradaptasi pada tanah dengan tingkat kelarutan logam yang relatif tinggi. Tumbuhan yang diharapkan adalah yang mampu menyerap polutan dalam jumlah tinggi dalam waktu singkat. Sifat hipertoleran terhadap logam berat adalah kunci karakteristik yang mengindikasikan sifat hiperakumulator tumbuhan potensial tersebut. Selain sebagai tanaman akumulator logam berat, tanaman yang digunakan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Fitoremediasi hanya bekerja efektif sebatas kedalaman akar tanaman, dan tanaman yang telah menyerap kontaminan mempunyai resiko masuknya logam berat ke dalam rantai makanan bagi ternak. Oleh karena itu, kombinasi antara fitoremediasi dengan teknologi konvensional sangat diperlukan yakni dengan penambahan bahan organik. Keberadaan bahan organik dalam tanah selain dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber energinya, juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks (organo metalic complex), sehingga dapat mengurangi kereaktifan dan efek toksik dari logam (Darmono 2006). Selain upaya memperbaiki lahan, juga dapat menciptakan lahan yang baik bagi pertumbuhan tanaman dengan menjaga ketersediaan nutrisi tanaman yang seimbang dalam tubuh tanaman tersebut.

Selain dengan penambahan bahan organik, usaha fitoremediasi dapat dipercepat dengan tanaman bermikoriza. Sieverding (1991) mengatakan untuk meningkatkan efisiensi perbaikan tanah serta menghemat biaya, maka perlu dikembangkan bioteknologi tanah, yaitu salah satu contohnya dengan memanfaatkan mikoriza yang merupakan simbiosis antara akar tanaman tingkat tinggi dengan fungi. Asosiasi fungi-tanaman memiliki potensi untuk meningkatkan luas permukaan akar yang kemudian akan dapat meningkatkan penyerapan logam oleh akar (Khan et al. 2000). Mikoriza arbuskula telah dilaporkan dapat meningkatkan serapan tanaman terhadap Fe, Zn, Mn dan diduga hiperakumulator Arsen (Maet al.2001). Sehingga tujuan akhir dari fitoremediasi adalah untuk menstabilkan permukaan tanah, produktif dan konservatif.

Perumusan Masalah

Kegiatan pertambangan nikel merupakan penambangan terbuka yang merubah bentang lahan dan akan menghasilkan tailing (tanah bekas galian dari proses tambang) di sekitar lokasi penambangan. Tanah pasca tambang tidak dapat dimanfaatkan secaralangsung untuk kegiatan budidaya tanaman karena mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi yang buruk. Umumnya jenis tanah pada lokasi pertambangan mempunyai kesuburan yang rendah, rendahnya unsur hara, mikroba tanah, pH yang masam serta kandungan logam berat yang tinggi. Perbaikan sifat tanah merupakan hal yang mutlak setelah pertambangan agar dapat menjadi suatu media yang baik untuk pertumbuhan tanaman dan keamanan produk pangan (Saptaningrum 2001). Oleh karena itu, diperlukan upaya rehabilitasi tanah dengan menggunakan teknik fitoremediasi dan penambahan pupuk organik serta fungi mikoriza.

Dari uraian di atas maka dirumuskan pertanyaan pada penelitian ini sebagai berikut:

(15)

2. Bagaimana pengaruh kompos dan penambahan mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan tanaman dan penyerapan logam berat di lahan pasca tambang nikel?

3. Bagaimana kemampuan berbagai jenis tanaman dalam penyerapan logam berat?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk:

1. Menganalisis kandungan logam berat pada tanah tambang yang tercemar sebelum dan sesudah perlakuan.

2. Menganalisis pengaruh kompos dan mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan tanaman dan penyerapan logam berat di lahan pasca tambang nikel.

3. Menganalisis kemampuan penyerapan logam berat oleh berbagai jenis tanaman

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang kandungan logam berat pada tanah pasca tambang nikel.

2. Membantu perusahaan untuk menentukan kadar pupuk organik dan tanaman yang paling sesuai untuk perbaikan lahan pasca tambang.

3. Memberikan alternatif solusi agar lahan pasca tambang nikel dapat dimanfaatkan kembali.

(16)

Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Lahan Tambang Nikel

Penurunan Kualitas lingkungan

Kimia; Pencemaran Tanah Pencemaran Air Kualitas lahan sangat

rendah

Biologi;

Hilangnya vegetasi alam dan perubahan ekosistem

Fisik;  Rawan longsor  Hilangnya atau

tertutupnyatop soil

Perbaikan sifat tanah

Upaya rehabilitasi dengan tehnik Fitoremediasi dan penambahan

kompos dan fungi mikoriza arbuskula (FMA)

Percepatan proses revegetasi tanah

Peningkatan kesuburan tanah

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tambang Nikel di Kabupaten Kolaka

Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat besar. Kabupaten Kolaka juga memiliki cadangan sumberdaya mineral berupa nikel. Pertambangan nikel merupakan salah satu sektor terbesar yang memberikan kontribusi bagi pemerintah untuk pembangunan yang saat ini sedang direalisasikan, khususnya di Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Namun selain memberikan kontribusi bagi pemerintah, pertambangan juga akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar baik, yang berupa dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai contoh dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan adalah perubahan rona lingkungan (bentang fisik dan kimia), pencemaran tanah, air maupun udara. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni (Sanusi 1985). Selain memiliki daya cemar yang tinggi juga seringkali bersifat berbahaya dan beracun, oleh karena itu banyak dari limbah yang dihasilkan oleh industri tergolong ke dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) (Sudarmajiet al.2006).

Lahan pasca tambang umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dari ekosistem aslinya dimana cenderung terjadi perubahan keanekaragaman jenis, baik tanah, flora, fauna maupun jasad reniknya. Umumnya lahan pasca tambang didominasi oleh jenis tumbuhan pionir yang beradaptasi dengan lingkungan yang marginal. Pada lahan dengan tingkat kerusakan yang parah, menjadi masalah kesuburan tanah, yaitu rendahnya kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, adanya perubahan tekstur dan struktur tanah serta hilangnya jenis-jenis biota tanah yang potensial dalam membantu mempercepat daur hara dan terakumulasinya logam berat dalam tanah. Perubahan yang terjadi dapat menjadi kendala dan menimbulkan permasalahan serius bagi lingkungan (Hidayatiet al.1996).

Karakteristik sifat fisika tanah berdasarkan hasil analisis laboratorium tekstur tanah menunjukkan halus kasarnya butir tanah. Tekstur tanah secara umum di bedakan atas tiga kelas, yaitu pasir (sand=50µ - 2 mm), debu (silt= 50µ-2µ) dan liat (clay= ≤ 2µ) (Hardjowigeno 1993). Menurut USDA (Soil Survey Staff 1990) contoh tanah yang diambil dari tambang nikel dilihat dari komposisi fraksi pasir, debu dan liat tergolong kelas tanah pasir, karena presentase ketiga fraksi lebih didominasi oleh pasir.

Logam Berat

(18)

Logam-logam yang berada dalam tanah pasca tambang sebagian adalah logam berat pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam itu ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang (Hilman 2000). Setiap kegiatan pertambangan logam menghasilkan limbah sebagai tailing yang menyebar secara terbuka dan secara parsial; pembukaan lahan melalui pengangkutan angin dan banjir, mengakibatkan macam-macam masalah lingkungan (Habashi 1992). Kegiatan pertambangan dan geochemical menghasilkan air asam tambang (ARD) yang berasosiasi dengan aktifitas pertambangan biasanya berupa pyrite (FeS2) dan sulfid lain merupakan mineral yang dihasilkan dari pasca pertambangan antara lain logam ion, sulfat dan keasaman (Duruibeet al.2007).

Berbagai teknik telah dikembangkan untuk mencegah oksidasi mineral sulfida dengan menciptakan penghalang oksigen, seperti lapisan penutup tailing/limbah tambang. Untuk mengeringkan lapisan penutup terdiri dari 1- 2m suatu lapisan dari tumpukan batu di gunung yang dilakukan diatas tailing yang mana mengurangi penetrasi dari oksigen secara bebas ke dalam tailing, begitu menciptakan suatu lingkungan anoxic (Carlsson 2002).

Menurut Sanghoon (2006) menganalisis logam dalam tanah dan lapisan tanah mengandung mineralogi komposisi tanah (As, Cd, Cr, Cu, Ni, Pb dan Zn) menggunakan XRD. Fluktuasi proses pemisahan endapan mineral, mobilitas, potensi racun sangat tinggi. Logam di tanah berfluktuasi lebih luas di banding unsur-unsur utama. Cu, Pb dan Zn lebih tinggi di daerah tailing hasil tambang mineral, meskipun pengaruh kontaminasi sumbernya jelas kosentrasi perubahan dengan jarak tetap tidak sistimatis menurut Kim et al. (2002). Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar 5 gr/cm³, terletak di sudut kanan bawah pada daftar berkala, memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas (Hutagalunget al. 1999). Logam berat di perairan terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi (terikat dengan zat padat tersuspensi). Logam berat di perairan khususnya di muara sungai memiliki sifat konservatif dan nonkonservatif (Chester 1993).

Berdasarkan sifat fisika dan kimianya, tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), kadmium (Cd), nikel (Ni), dan cobal (Co) (Sutamihardja et al. 1982). Menurut Darmono (2001), daftar urut toksisitas logam berat paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah Hg²+ > Cd²+ >Ag²+> Ni²+> Pb²+> As²+> Cd²+ >Sn²+ >Zn²+.

(19)

logam yang spesifik tersebut menjadi dasar perkiraan dari organ atau jaringan yang sensitif terhadap keracunan logam yang memiliki dosis rendah. Pada pemberian dosis yang lebih tinggi, jaringan lain mungkin akan terganggu juga, karena menduduki ikatan pada jenis enzim yang lebih banyak.

Lingkungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn), mercuri (Hg), arsenic (As), perak (Ag), krom (Cr), tembaga (Cu), besi (Fe), dan unsur kelompok platina didefinisikan sebagai keutuhan sekeliling organisme atau kelompok organisme khususnya kondisi fisik eksternal itu mempengaruhi dan dipengaruhi pertumbuhan, pengembangan dan kelangsungan hidup organisme (Duruibe et al. 2007). Logam-logam berat pada dasarnya hasil dari proses pengolahan mineral bijih, pencemaran logam berat permukaan dan air bawah tanah merupakan hasil sumber dari polusi tanah meningkat akibat dari penambangan bijih yang dibuang ditempat permukaan untuk penutupan permukaan galian (Darmono 2006).

Logam nikel murni tidak ditemukan di alam, tetapi dihasilkan dari proses pemisahan yang cukup rumit di dalam industri (Alam 2003). Kebanyakan dari garam nikel umumnya relatif mudah larut dan masuk ke dalam badan air sebagai hasil pelindian alamiah dari bijih logam dan tanah. Pembentukan nikel yang terlokalisasi dalam air mungkin juga akibat dari proses-proses industri seperti peleburan, pelapisan, dan manufaktur atau dari pembakar dan penambangan minyak bumi. Dalam tubuh makhluk hidup perairan terutama alga dan bakteri, logam nikel berperan penting dalam mengkatalisis reaksi pembentukan urea dan hidrogen.

Kadar nikel (Ni) pada kerak bumi sekitar 75 mg/kg (Moore 1991). Pada proses pelapukan, nikel membentuk mineral hidrolisat yang tidak larut. Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat. Pada pH > 9 nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida dan karbonat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore 1991). Secara umum nikel di perairan merupakan unsur yang bersifat nonkonservatif, akan tetapi menunjukkan sifat konservatif di muara sungai (Chester 1993). Sumber utama nikel berasal dari pengikisan batuan yang ada di sungai (Bryan 1976).

(20)

Fitoremediasi

Fitoremediasi merupakan upaya pemilihan jenis tumbuhan khusus dan teknik pemanfaatannya dalam akumulasi logam untuk membersihkan lingkungan dari hamparan logam berat yang bersifat toksik (Saltet al. 1995). Tiga hal penting yang berkaitan dengan fitoremediasi adalah fitostabilisasi, fitoekstraksi dan rhizofiltrasi. Fitoekstraksi dan rhizofiltrasi sering disebut sebagai fitoakumulasi (Salt et al. 1995). Fitostabilisasi merupakan penurunan mobilitas, bioavaibilitas, dan/atau toksisitas pencemar pada rizosfer. Sedangkan proses fitoakumulasi

merupakan penyerapan oleh akar tanaman dari daerah terkontaminasi logam berat, yang kemudian di translokasikan dan diakumulasi ke bagian tajuk. Proses ini sering disebut sebagai fitoekstraksi, sedangkan rhizofiltrasi lebih ditekankan pada proses pemblokiran logam berat dalam penyerapannya oleh tanaman dan hanya diakumulasi pada sistem perakaran tumbuhan (Khan 2005).

Pada fitoremediasi, massa kontaminan tidak hancur; akan tetapi diakumulasi pada tajuk tanaman dan daun, yang kemudian dapat dipanen dan dibuang secara aman. Menurut Khan (2006), Wanget al. (2007), dan Gamaleroet al. (2009) peran mikoriza sangat penting dalam interaksi antara tumbuhan, mikrobia, dan tanah, namun penelitian mengenai peranannya dalam fitoremediasi masih sedikit. Hal ini karena pengetahuan mengenai potensi mikoriza dalam fitoremediasi masih minim. Awalnya, penelitian fitoremediasi terfokus pada tanaman nonmikoriza seperti Brassicaceae dan Caryophyllaceae. Akan tetapi, saat ini potensi mikoriza sebagai agen untuk meningkatkan fitoremediasi pada lahan tercemar dinilai sangat penting.

Kunci utama dalam keberhasilan upaya revegetasi pada lahan kritis adalah pemilihan jenis-jenis tanaman, dengan memperhatikan kendala yang ada yaitu kesuburan yang rendah dan sifat fisik yang jelek. Jenis tanaman yang dapat beradaptasi baik dan cepat tumbuh (tanaman pioner) misalnya jenis tanaman penutup tanah (leguminose dan rumput-rumput) dapat dimanfaatkan untuk mulsa atau sebagai emilioran untuk memperbaiki sifat tanah dan mempercepat perbaikan atau terbentuknya media tumbuh tanaman (Tala’ohuet al. 1998).

Teknologi pemanfaatan tumbuhan sebagai pelaku remediasi menjadi prioritas saat ini. Pada proses stabilisasi bahan pencemar akan mencegah penyebaran logam berat ke lingkungan serta perluasannya melalui erosi tanah. Jenis tanaman yang toleran terhadap logam berat dengan sistem akar yang luas dan tanah yang baik untuk mencegah erosi oleh angin atau air, dinilai lebih baik untuk strategi fitostabilisasi (Gamal 2005; Orlowska et al. 2011). Teknik fitoremediasi ini merupakan pendekatan yang paling umum dan dapat diterima oleh berbagai kalangan (Wanget al. 2007). Teknologi fitoremediasi dimanfaatkan karena dinilai tidak membutuhkan biaya tinggi dibandingkan dengan teknik non biologi secara konvensional (Leyvalet al. 2002).

Tumbuhan mampu mengakumulasi logam berat dalam sel/organ dengan jumlah besar (hiperakumulator) dan mampu tumbuh secara normal. Terjadi tanggapan tertentu terhadap kondisi tersebut, namun tumbuhan masih dapat menyelesaikan siklus hidupnya dengan baik. Di alam, beberapa jenis tumbuhan mampu berperan sebagai hiperakumulasi logam berat. Viola calaminaria dan

(21)

Kompleks logam berat pada tanaman hiperakumulator juga berkaitan erat dengan asam karboksilat seperti sitrat, asam malat, dan malonat. Asam organik ini terlibat dalam penyimpanan logam berat dalam vakuola daun. Asam amino lain seperti sistein, asam glutamat, histidin, dan glisin, juga dapat membentuk kompleks logam berat dalam hiperakumulator. Kompleks ini lebih stabil dibanding asam karboksilat, yang sebagian besar terlibat dalam transport logam berat melalui xilem. Selain itu, tanaman hiperakumulator dapat meningkatkan ketersediaan logam seperti Fe, Zn, Cu, dan Mn dengan melepaskan khelat fitosiderofor. Mekanisme hiperakumulator kemungkinan berhubungan dengan proses rizosfer seperti pelepasan agen khelat, fitosiderofor dan asam organik, dan/atau perbedaan dalam jumlah atau afinitas transporter-transporter logam pada akar (Giassonet al.2005).

Logam berat masuk ke tanaman melalui sel akar dengan cara difusi aktif atau melalui transporter non-spesifik, jika konsentrasinya tinggi. Pada konsentrasi ini, logam berat mengganggu aktivitas kerja enzim dengan memodifikasi struktur protein atau mengganti elemen penting yang mengakibatkan gejala defisiensi. Plasma membran sangat rentan terhadap toksisitas logam berat ketika permeabilitas dan fungsi dipengaruhi oleh perubahan protein membran intrinsik seperti H+-ATPase. Selain itu, produksi jenis oksigen reaktif menyebabkan kerusakan oksidatif jaringan tanaman yang terjadi akibat respon tingginya tingkat logam berat. Sebagai konsekuensinya, terjadi gejala menyerupai klorosis, pertumbuhan yang lambat, akar kecokelatan yang menurunkan efektivitas, berpengaruh terhadap fotosistem, gangguan terhadap siklus sel, dan lain sebagainya. Tanaman biasanya melakukan mekanisme umum dalam mempertahankan homeostasis di bawah konsentrasi ion logam berat yang tinggi (Leyvalet al. 2002).

Potensi tumbuhan yang mampu menyesuaikan diri pada habitat terpapar logam berat dapat diamati pada lokasi secara langsung (Prasetyo et al. 2010). Pemanfaatan tumbuhan yang berasal dari lokasi tambang atau lahan tercemar akan lebih mudah dalam menyesuaikan habitatnya (Adewole et al. 2010). Prasetyo et al. (2010) menemukan beberapa jenis tumbuhan yang mampu bertahan hidup dan bersimbiosis dengan FMA di lahan tambang daerah Lombok, antara lain adalah

Acasia sp, Gmelina arborea, Leucaena glauca, Tectona grandis, Manihot utilissima dan Zea mays. Di lokasi ini, jenis FMA didominasi oleh Glomus sp dengan persen infeksi antara 10-40%. Gisbertet al. (2008) menemukan beberapa jenis tumbuhan yang dominan pada lahan tercemar logam berat khususnya As di Valensia, Spanyol, mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Tumbuhan

Bassia scoparia (Chenopodiaceae) mampu tumbuh pada tanah yang mengadung As sekitar 8375 mg/kg. Di kawasan ini, akumulasi As pada tajuk beragam untuk setiap jenis tumbuhan. Rata-rata berkisar antara 0,1-107 mg/kg. Bassia scoparia,

Inula viscosa (Asteraceae), Solanum nigrum (Solanaceae), dan Hirschfeldia incana (Brassicaceae) merupakan beberapa contoh tumbuhan yang mengakumulasi As tertinggi.

Longkida (Nauclea orientalis ) dari family Rubiaceae merupakan jenis pohon yang mampu tumbuh di lahan basah serta tergolong tanaman yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan

(22)

memiliki kemampuan mengakumulasi logam Fe di akar pada kondisi tergenang air asam tambang AAT (Mawaddah 2012) dan Hg (Ekamawanti et al. 2014), memiliki perakaran yang kuat dan cepat tumbuh serta memiliki biomassa yang tinggi.

Peningkatan dan perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dapat juga dilakukan dengan pemberian bahan amelioran yang lain seperti: kapur pertanian, dolomit, gypsum, bahan tras (tufa), bitumen, kompos, gambut, pupuk kandang, abu (kayu, batubara) melapisi permukaan areal timbunan sisa galian tambang dengan tanah merah/ultisol yang ada di sekitar (Tala’ohu et al. 1998). Namun demikian, untuk pertumbuhan tanaman yang maksimal diperlukan tambahan unsur-unsur hara melalui pemupukan. Sumber bahan organik yang dapat digunakan untuk meningkat kadar bahan organik tanah diantaranya pupuk kandang, pupuk hijau, sisa tanaman maupun kompos (Sudarkoco 1992).

Kompos

Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman. Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisiko kimia, dan biologi tanah. Beberapa penelitian menunjukkan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik yang pada gilirannya dapat menunjang produksi yang maksimal. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik (N, P dan K) merupakan suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat didalam tanah. Fungsi Bahan organik menurut Leiwakabessy et al. (2003) adalah (I) memperbaiki struktur tanah, (2) menambah ketersediaan unsur N, P dan S, (3) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan (5) mengaktifkan mikroorganisme. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, N-total, P-tersedia dan K-tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, dan K tanaman, dan meningkatkan produksi tanaman kedelai (Hermawan, 2002).

(23)

berperan sebagai kapur untuk meningkatkan pH dan kelarutan P yang terfiksasi (Leiwakabessyet al. 2003).

Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan yang selanjutnya akan menghasilkan humus. Humus bersilat koloid hidrofil yang dapat menggumpal dan berbentuk gel, oleh sebab itu humus penting dalam pembentukan tanah yang remah (Sarief 1985). Humus juga penting artinya agar tanah tidak akan cepat kering pada musim kemarau karena memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi. Humus dapat mengikat air empat sampai enam kali lipat dari beratnya sendiri. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter & Hay 1998). Bahan organik membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran. Kandungan bahan organik yang semakin banyak menyebabkan air yang berada dalam tanah akan bertambah banyak. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap air 2-4 kali lipat dari berat bobotnya yang berperan dalam ketersediaan air (Sarief 1985). Penambahan bahan organik dalam tanah dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik. Keuntungan dari penambahan pupuk organik ke dalam tanah tidak hanya terletak pada kadar unsur haranya saja tetapi juga mempunyai peranan lain ialah meinperbaiki keadaan struktur, aerasi, kapasitas menahan air tanah, mempengaruhi atau mengatur keadaan temperatur tanah dan menyediakan suatu zat hasil perombakan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman (Purnomoet al.1992).

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung berbagai hara mineral yang berfungsi untuk menyediakan makanan bagi tanaman, sehingga kompos dapat berfungsi sebagai pupuk. Kompos juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga tanah menjadi remah dan pada gilirannya mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat dapat hidup lebih subur dan kompos berguna untuk bioremediasi (Notodarmojo 2005).

Bahan organik adalah salah satu komponen terpenting di dalam tanah. Berperan dalam perkembangan struktur tanah dan mengatur perpindahan polutan dan bahan pencemar di dalam tanah, dan berperan penting di dalam siklus perputaran serta penyimpanan hara dan air. Senyawa humat juga berperan dalam membentuk ikatan kompleks dengan logam-logam. Adanya pembentukan kompleks mempengaruhi kereaktifan dan efek toksik dari logam (Darmono 2006). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Tanaman yang dipupuk dengan kompos cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia. Samekto (2006) menyatakan bahwa kompos mampu mengurangi kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam penyerapan hara. Peranan bahan organik dalam pertumbuhan tanaman dapat mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah.

(24)

(Dharmawan 2003). Selama pertumbuhan tanaman, logam-logam yang mencemari tanah dapat terserap sehingga tidak membahayakan lingkungan (Darmono 2006). Penambahan kompos pada tanah tailing dapat meningkatkan kandungan hara terutama nitrogen (N) dan fosfor (P), sementara itu kandungan besi (Fe+3) yang bersifat toksik menurun 3–5 kali. Hal tersebut disebabkan oleh daya jerap kation yang semakin besar akibat penambahan bahan organik pada media tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin tinggi pula KTK-nya sehingga Fe+3 berubah menjadi Fe+2 yang diperlukan tanaman. Fe+2 memiliki fungsi penting dalam sistem enzim dan diperlukan.

Menurut Murbandono (1993) keberadaan kompos sebagai bahan organik memiliki beberapa keuntungan seperti yaitu;

1. Memperbesar daya ikat tanah yang berpasir sehingga dapat memperbaiki struktur tanah,

2. Mempertinggi kemampuan penampungan air sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air untuk tanaman,

3. Memperbaiki drainase dan tata udara tanah terutama tanah berat sehingga suhu tanah akan stabil,

4. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut oleh pengairan atau air hujan.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Menurut Khan (2006), pengetahuan mikoriza dalam proses fitoremediasi lahan tercemar logam disebut sebagai mikorizoremediasiyang mulai berkembang sejak tahun 1980-an. Pada awalnya, tumbuhan dari kelompok famili Brassicaceae dimanfaatkan sebagai bioakumulator logam berat (Leyval et al. 2002; Anjum et al. 2012; Oves et al. 2012), demikian pula dengan tumbuhan kelompok Leguminosae (Shivakumaret al. 2011; Muleta & Woyessa 2012). Tumbuhan dari familia Brassicaceae mampu mengakumulasi logam Zn hingga konsentrasi tinggi mencapai 1% dari berat kering (Leyval et al. 2002). Namun dengan perkembangan teknologi, beberapa penelitian juga telah memanfaatkan jenis tumbuhan lain untuk keperluan fitoremediasi, seperti Ipomoea aquatica (Bhaduri & Fulekar 2012), alfalfa (Medicago sativa) (Wang et al. 2012), Eucalyptus rostrata (Bafeel 2008), tembakau (Janouskova et al. 2006), gandum, terung (Rabie 2005), Populus alba (Cicatelli et al. 2010), sorghum (Dubey & Fulekar 2011),Cynodon dactylon(Babu & Reddy 2011),Andropogon gerandii(Pawloska

et al. 2000) dan beberapa jenis tumbuhan lainnya.

FMA berperan penting dalam pemulihan ekosistem sebagai bioferilizer,

bioprotectans dan biodegraders (Xavier & Boyetehko 2002). Sebagai mikroorganisme tanah, fungi mikoriza menjadi kunci dalam memfasilitasi penyerapan unsur hara oleh tanaman (Suharno & Sufati 2009; Upadhayayaet al.

(25)

memperluas fungsi sistem perakaran dalam memperoleh nutrisi (Galii et al.1993; Garg & Chandel 2010). Secara khusus, fungi mikoriza berperan penting dalam meningkatkan penyerapan ion dengan tingkat mobilitas rendah, seperti fosfat (PO43-) dan amonium (NH4+) (Suharno & Santosa 2005) dan unsur hara tanah yang relatif immobil lain seperti belerang (S), tembaga (Cu), seng (Zn) dan juga Boron (B). Mikoriza juga meningkatkan luaspermukaan kontak dengan tanah, sehingga meningkatkan daerah penyerapan akar hingga 47 kali lipat, yang mempermudah melakukan akses terhadap unsur hara di dalam tanah. Mikoriza tidak hanya meningkatkan laju transfer nutrisi di akar tanaman inang, tetapi juga meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Smith & Read 2008). Mikoriza mampu membantu mempertahankan stabilitas pertumbuhan tanaman pada kondisi tercemar (Khan 2005).

Menurut Gamal (2005), kontribusi mikoriza dalam pembentukan agregat tanah berpedoman pada: (i) Pertumbuhan hifa ke dalam matriks tanah membentuk struktur rangka yang memegang partikel tanah utama secara bersama melalui ikatan fisik, (ii) Akar dan hifa bersama-sama menciptakan lingkungan fisik dan kimia untuk menghasilkan bahan organik dan amorf untuk mengikat partikel, (iii) Hifa dan mikroagregat jaringan akar masuk dalam struktur makroagregat, yang mempercepat kapasitas dan penyimpanan nutrisi karbon serta menyediakan habitat mikro bagi mikrobia tanah. Fungi mikoriza mampu membuat jaring-jaring eksternal hifa yang berperan dalam membentuk struktur makro dan mikroagregat tanah (Orlowska et al. 2011). Rillig & Mummey (2006) mengungkapkan peran FMA dalam stabilisasi agregat tanah yang melibatkan beberapa senyawa penting seperti glomalin dan hubungan antara glomalin dengan senyawa protein tanah lainnya. Glomalin merupakan salah satu contoh glikoprotein tidak larut yang diproduksi dan dikeluarkan oleh FMA. Glomalin mampu mengikat logam berat dalam tanah. Senyawa ini dapat diekstrak dari tanah bersama dengan sejumlah besar logam berat yang terikat. Gonzalez-Chavezet al. (2002) menemukan bahwa lebih dari 4,3 mg Cu, 0,08 mg Cd dan 1,12 mg Pb, per gram glomalin dapat diekstraksi dari tanah tercemar yang telah diinokulasi dengan FMA hasil kultur di laboratorium. Selain itu, berbagai senyawa musilage, polisakarida, hidrofobin dan senyawa lain yang berkaitan dengan beberapa senyawa tersebut.

(26)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakuan di Rumah Kaca Ekologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. selama empat bulan (Oktober 2014 sampai Januari 2015). Pengambilan tanah di areal pasca tambang nikel ANTAM Pomalaa Kab. Kolaka Sulawesi Tenggara. Pembibitan dilakukan di rumah kaca Ekologi, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB sedangkan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium F-MIPA Biologi Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terdiri dari: Longkida (Nauclea orientalis), Desmodium ovalifolium, Rumput Setaria (Setaria splendida), Brachiaria humidicola, tanah pasca tambang nikel dari PT ANTAM Pomala, kompos (serasa) komersil, mikoriza arbuskula (FMA), aquades. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, sekop, polybag 2 kg, kantong plastik, timbangan, peralatan analisis tanah, alat-alat untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman, alat ukur tanaman, alat tulis dan kamera. Sedangkan untuk pengamatan di laboratorium adalah kaca preparat, petri dish, pipet, timbangan analitik, gunting akar, sprayer dan pot plastik ukuran 200 cc, mokroskop binokuler kamera dan spektrAA-20 Plus.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode percobaan laboratorium. Jenis penelitian ini eksperimental. Percobaan dilakukan dirumah kaca dengan kondisi homogen. Rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

(27)

Prosedur Kerja

a. Pengambilan Tanah

Pengambilan tanah dilakukan di areal pasca penambangan nikel PT ANTAM. Pengambilan tanah dilakukan secara komposit dari lima titik sampel yang dapat mewakili keadaan areal tambang. Contoh diambil dengan kedalaman ±10-20 cm. Analisis contoh tanah awal dilakukan sebelum dilakukan percobaan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan unsur hara sebelum dilakukan percobaan juga dijadikan sebagai rekomendasi pemupukan pada perlakuan.

b. Pemilihan Tanaman

Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah Longkida N. orientalis, D. ovalifolium. Rumput Setaria S. splendida, B. humidicola. Salah satu faktor penting dalam proses fitoremediasi adalah pemilihan jenis tanaman yang sesuai dan memiliki kemampuan tumbuh pada kondisi lingkungan logam berat yang tinggi.

c. Penyediaan BenihN. orientalis

Biji dipisahkan dari daging buah dan dikeringkan. Media yang digunakan untuk perkecambahan adalah pasir dan pupuk organik (1:1). Media tanam disterilisasi dengan cara disangrai selama ± 2 jam agar media terbebas dari jamur maupun penyakit. Tempat perkecambahan benih tanaman berupa mika berukuran 30x30 cm2 dan diberi tutup untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media. Benih ditaburkan diatas media.

d. Persiapan Media Tumbuh

Tanah pasca tambang nikel dikeringanginkan dan diayak dengan ayakan kawat ukuran 50 mm2, tanah pasca tambang kemudian dicampur dengan kompos dengan perbandingan 75:25, 50:50 dan 25:75 pada setiap polybag 2 kg berisi 200 g. Bibit tanaman yang telah melewati tahapan aklimatisasi ±1 bulan kemudian dipindahkan untuk penanaman di polybag. Selanjutnya ditambah FMA 10 gram setiap polybag. Proses ini dilakukan dengan cara pemberian FMA ke lubang tanam. Jumlah polybag yang disiapkan 80 polybag. Penyiraman dilakukan dua kali sehari di pagi dan sore hari sebanyak 500 ml.

e. Pengukuran

Pengukuran jumlah daun dan jumlah anakan dimulai pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala setiap dua minggu selama empat bulan, kecuali tinggi tanaman dimulai pada 0 MST, Pengukuran panjang akar, berat kering dan pemeriksaan inokulsi FMA dilakukan pada akhir pengamatan.

f. Pengamatan Infeksi Akar

Pegamatan infeksi akar, diawali dengan pewarnaan akar. Pewarnaan akar dilakukan dengan metode Phyllip dan Hyman (1970). Tahapan pewarnaan tersebut ialah :

(28)

2. Pada saat di laboratorium, akar yang akan diamati dicuci dengan air mengalir hingga kotoran dan tanah yang menempel hilang.

3. Akar direndam dalam larutan KOH 10%, sampai akar berwarna putih atau kuning bening,

4. Akar dibilas dengan air bersih agar KOH-nya hilang. 5. Akar direndam dalam larutan HCL 2% selama ±24 jam. 6. Akar dibilas dengan air bersih agar HCL-nya hilang.

7. Akar direndam dengan larutan staining trypan blue 0,05% sampai akar berwarna biru.

Pada pengamatan akar, dilakukan dengan memotong akar yang telah diwarnai sepanjang 1 cm, kemudian akar ditata di atas preparat dan ditutup dengan cover glass, jumlah akar tiap preparat sebanyak 10 potong. Infeksi akar dapat dilihat melalui adanya vesikula, arbuskula, hifa maupun spora yang menginfeksi akar.

g. Perhitungan Infeksi Akar

Perhitungan infeksi akar digunakan rumus Giovannety Mosse et al. (1981) sebagai berikut:

Akar terinfeksi (%) = ∑

∑ x 100%

i. Analisis Logam Berat dan Kandungan Hara

Teknik analisis logam berat total dengan cara pengabuan kering (ACIAR 1990). Analisis dilakukan sebelum dan setelah perlakuan untuk tanah dan analisis organ tumbuhan (akar dan daun) pada akhir penelitian.

Parameter Pengamatan

Data sifak fisik tanah yang diamati adalah: tekstur tanah (kadar pasir, debu dan liat). Parameter sifat kimia tanah yang dianalisis terdiri dari C-organik, kapasitas tukar kation (KTK), pH, C/N, Ca, Na. unsur hara makro (N, K, P), serta logam berat (Cr, Ni, Mn, Fe, dan Zn) (Walkley & Black). Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur meliputi jumlah daun panjang akar (cm), tinggi tanaman (cm) dan berat kering (g), dan jumlah anakan (rumput). Selain itu, pengamatan infeksi FMA pada akar tanaman. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing tumbuhn dilakukan secara terpisah.

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan di rumah kaca dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan-perlakuan yang diberikan adalah:

1. P0 = Kontrol berupa tanah bekas tambang

2. P1 = Media tanah : Kompos (75:25) + FMA 10 g 3. P2 = Media tanah : Kompos (50:50) + FMA 10 g 4. P3 = Media tanah : Kompos (25;75) + FMA 10 g

(29)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Lahan pasca tambang umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dari ekosistem aslinya. Pada lahan dengan tingkat kerusakan yang parah, menjadi masalah kesuburan tanah, yaitu rendahnya kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, adanya perubahan tekstur dan struktur tanah serta hilangnya jenis-jenis biota tanah yang potensial dalam membantu mempercepat daur hara dan terakumulasinya logam berat dalam tanah. Hasil analisis tanah pasca tambang nikel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis awal tanah pasca tambang nikel

Parameter Standar Baku Mutu Satuan

Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa tekstur tanah pasca tambang nikel tersebut tergolong kelas tanah kasar (pasir) dengan kadar pasir 57 %, debu 29 % dan liat 14 %. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil, sehingga sulit untuk menahan air dan menyerap unsur hara (Hardjowigeno 1993). Kondisi demikian menyebabkan tanah di sekitar pertambangan kurang subur dan mempunyai pori-pori yang besar sehingga pada musim kemarau kandungan air yang terserap di dalam tanah sangat kecil. Peningkatan kadar pasir ini disebabkan adanya proses penambangan yang menghancurkan horison dan tekstur tanah.

(30)

tinggi kadar dalam tanah maka semakin tinggi pula kesuburan tanah. Sehingga dengan kondisi tersebut tanah membutuhkan penambahan bahan organik yang akan digunakan untuk pertumbuhan tanaman disekitar tanah tersebut. Rendahnya kadar organik pada tanah pasca tambang nikel disebabkan oleh hilangnya lapisan tanah (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) pada proses awal penambangan, yaitu pada saat pengupasan tanah penutup bahan tambang. Akibatnya lapisan atas dan lapisan bawah tanah terbalik dan tertimbun oleh sisa bahan galian tambang nikel. Terbukanya lahan pasca tambang juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang dapat tumbuh di lahan tersebut. Menurut Sanghoon (2006) menyatakan bahwa nilai N-total pada lahan tambang umumnya sangat rendah, walaupun ada, kadar tersebut belum bisa mendukung pertumbuhan tanaman. pH tanah dan C-organik sangat menentukan kesuburan tanah. Pada umumnya, unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar (pH 7,0) dimana kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH yang rendah sering ditemukan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Tanah yang bersifat masam dapat menyebabkan unsur-unsur hara mikro menjadi lebih mudah terlarut sehingga banyak terakumulasi dalam tanah tersebut. Sehingga unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil seperti (Mn, Fe, Zn, Ni dan Cr) terakumulasi dalam jumlah banyak dan menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman.

Selain pH,KTK merupakan salah satu faktor penting untuk menunjukkan kemampuan tanah dalam mengadsorbsi kation pada bidang permukaan kaloid tanah yang bermuatan negatif. Hasil analis KTK tanah tersebut tergolong rendah yakni sebesar 4.18 %. Menurut Saptaningrum (2001), tekstur tanah berkaitan dengan KTK karena peningkatan fraksi kasar (pasir) akan menurunkan KTK. Tanah dengan tekstur pasir dan pH rendah mempunyai KTK yang sangat rendah dibanding dengan tekstur tanah halus (liat) dan pH yang tinggi.

Bahan organik dapat meningkat sejalan dengan suksesi vegetasi meskipun relatif lama, sehingga diperlukan penambahan input yakni pemberian bahan organik, sehingga mampu meningkatkan kadar KTK lebih tinggi karena hal tersebut mampu meningkatkan penyerapan dan penyediaan unsur hara lebih baik (Hardjowigeno 1995). Hasil analisis menunjukkan, pada kondisi tanah dengan kadar logam berat yang tinggi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman selama empat bulan penanaman. Selain mampu beradaptasi pada tanah pasca tambang penggunaan tanaman juga mampu menurunkan kadar logam dalam tanah (Gambar 2), dengan mengakumulasi logam berat dalam jumlah tinggi dibagian jaringan tubuhnya (Tabel 8-11).

Kadar Logam Berat dalam Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan

(31)

kandungan logam ber

m perlakuan, P0–P3: Setelah perlakuan, P0: Kontrol (ta 150 g + kompos 50 g (tanah : pupuk 75 : 25) + mikoriza 100 g + kompos 100 g (tanah : pupuk 50 : 50) + mikoriza 50 g + kompos 150 g (tanah : pupuk 25 : 75) + mikoriza

dar logam berat sebelum dan setelah perlakuan f

(32)

Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar logam berat (Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn) dalam tanah setelah perlakuan selama empat bulan di rumah kaca (Gambar 2). Parameter Cr, mengalami penurunan kadar dari 200.36 ppm sebelum perlakuan menjadi menjadi 76.68 – 8.38 ppm. Untuk parameter Ni, mengalami penurunan kadar dari 1.437,48 ppm menjadi 1.047,59 ppm – 207.85 ppm. Penurunan kadar Ni paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 207.85 ppm. Untuk parameter Mn, terjadi penurunan kadar dari 2.791,71 ppm menjadi 327.84 ppm – 195.85 ppm. Penurunan kadar Mn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 195.85 ppm .Untuk parameter Fe, terjadi penurunan kadar dari 101.293,32 ppm menjadi 6.375,53 ppm – 763.69 ppm. Penurunan kadar Fe paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 763.69 ppm. Untuk parameter Zn, terjadi penurunan kadar dari 138.42 ppm menjadi 32.06 ppm – 8.18 ppm. Penurunan kadar Zn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 8.18 ppm. Penurunan semua kadar logam berat paling tinggi adalah pada perlakuan P3.

Persentase penurunan maksimal kadar logam berat dalam tanah yang ditanami tanaman N. orientalis untuk Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn masing-masing secara berurutan adalah 95.82%, 85.54%, 92.98%, 99.25% dan 94.09%. Penurunan maksimal kadar logam berat yang paling tinggi setelah perlakuan adalah Fe dan yang paling rendah adalah Ni. Hasil analisis di atas mengindikasikan bahwa semakin banyak pupuk yang diberikan pada perlakuan, maka semakin tinggi pula kadar logam berat dalam tanah pasca tambang yang berkurang.

Umumnya tanaman akumulator meningkatkan mobilitas dan serapan kontaminan logam dibandingkan dengan kondisi alam, namun harus dipahami bahwa keberhasilan teknikphytoextractionterutama tergantung pada kemampuan spesies tanaman untuk ekstrak logam berat dalam jumlah besar di akar, mentranslokasi di atas tanah dan menghasilkan jumlah besar biomassa tanaman (Grcmanet al.2003; Kos & Lestan 2003; Luoet al. 2004).

Fitoremediasi hanya bekerja efektif sebatas kedalaman akar tanaman. Oleh karena itu, kombinasi antara fitoremediasi dengan teknologi konvensional sangat diperlukan yakni dengan penambahan bahan organik dan FMA. Bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal. Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Selain itu bahan organik juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks (organo metalic complex) sehingga dapat mengurangi sifat racun dari logam berat.

(33)

Mikroorganisme membutuhkan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Selain itu bahan organik juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks sehingga dapat mengurangi sifat racun dari logam berat. Menurut Stevenson (1982), pengaruh bahan organik di dalam tanah adalah sebagai sebagai sumber hara bagi tanaman dan mikroorganisme, sebagai penyangga (buffer) perubahan pH, sebagai pengkelat logam berat, dan sebagai factor dalam meningkatkan KTK tanah.

Selain pupuk organik, aplikasi FMA pada kondisi lahan tercemar logam berat juga terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan, biomassa dan serapan hara tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa FMA secara signifikan mampu membantu penyerapan unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Mn, Zn, Cu dan Fe) pada kondisi cemaran logam (Leyvalet al.1997; Wanget al.

2006; Vivas et al. 2006; Chen et al. 2007). Selain itu, FMA juga mengurangi masuknya logam berat ke jaringan tanaman (Vivas et al. 2006; Chen et al.2007; Jankong & Visooittivesth, 2008). Kemampuan menyerap hara dan menekan serapan logam ke jaringan tanaman dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan dan biomassa tanaman (Husna, 2010 dan Tuheteruet al.2011).

Mikroorganisme juga berperan dalam mereduksi senyawa logam berat, salah satunya adalah (FMA). FMA mampu membantu mempertahankan stabilitas pertumbuhan tanaman pada kondisi tercemar dan FMA juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa fungi (Khan 2005).

Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu fungi yang efektif dalam perbaikan dan keberhasilan hidup jenis dalam program konservasi dan rehabilitasi (Zubek et al. 2009; Bothe et al. 2010; Fuchs & Haselwandter 2004). Namun, peran tersebut sangat dipengaruhi oleh inokulum atau propagul infektif. Propagul FMA terdiri atas akar terinfeksi, spora dan hifa (Smith & Read 2008).

(34)

pertumbuhan tanaman inang. Sudováet al. (2007) secara khusus mengungkapkan mengenai serapan oleh tanaman jagung yang diinokulasi mikoriza pada konsentrasi Pb yang tinggi. Filamen FMA mempunyai perilaku yang sama pada ECM dan fungi tanah lainnya. FMA mempunyai lokasi pengikatan logam dan mampu menghasilkan intra dan ekstrseluler dengan afinitas tinggi untuk logam, Mekanisme mikoriza untuk meningkatkan penyerapan terjadi dengan cara, (i) transfer logam pada hifa dengan pertukaran kation dan khelasi (ikatan non metabolik logam pada dinding sel), (ii) berinteraksi dengan produk yang disintesis hifa atau metabolit, (iii). Berinteraksi dengan produk yang disintesis hifa atau metabolit yang bertindak sebagai agen biosorpsi seperti kitin dan glomalin, (iv) khelasi logam di dalam jamur, dan (v) pengendapan intraseluler dengan fosfat (PO4).

Pembentukan simbiosis mikoriza juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap fitotoksisitas logam berat melalui bioabsorpsi. Penyerapan logam seperti cadmium (Cd), titanium (Ti) dan barium (Ba) dengan polifosfat pada struktur fungi mungkin penting dalam meminimalkan transfer ke tanaman inang. Penyerapan logam berat oleh fungi merupakan mekanisme pasif dari immobilisasi ion pada permukaan sel mikrobia termasuk proses seperti adsorpsi, pertukaran ion, kompleksasi, pengendapan, dan kristalisasi (Leyval & Joner 2001).

Fungi mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki struktur tanah. Hubungan antara tumbuhan dan mikoriza arbuskula sangat erat terhadap proses remediasi logam berat.. Jenis tumbuhan yang tumbuh pada lahan tercemar, biasanya ada yang tidak mampu bertahan hidup, ada yang mampu menyesuaikan diri, dan adapula yang mampu mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang berlebih (hiperakumulator) (Khan et al. 2006; Gisbert et al. 2008; Dubey & Fulekar 2011; Oves et al. 2012). Dalam kondisi seperti ini, mikoriza membantu secara efektif terhadap pertumbuhan dan ketahanan tanaman (Smith & Read 2008; Garg & Chandel 2010).

Pengaruh Pemberian Kompos dan FMA Terhadap Pertumbuhan Tanaman

TanamanN. orientalis

Parameter pertumbuhan yang diukur pada tanaman N. orientalis meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar. Hasil rata-rata pengukuran dan analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan biomassa (akar dan daun) tanamanNauclea orientalis

Perlakuan P0 P1 P2 P3

TT (cm) 14.10 ± 0.61 c 15.88 ± 1.12 b 15.77 ± 0.57 b 17.52 ± 0.95 a

JD 9.20 ± 0.24 d 10.55 ± 0.43 c 11.30 ± 0.31 b 12.00 ± 0.46 a

PA (cm) 17.40 ± 6.51 c 27.20 ± 4.73 a 24.60 ± 5.69 ba 21.60 ± 2.89 b

BKA (g) 0.184 0.632 0.476 0.522

BKD (g) 0.278 0.910 0.432 1.440

(35)

Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, PA: panjang akar, BKA: berat kering akar, BKD: berat kering daun, BKT: berat kering total

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3, menunjukkan bahwa perlakuan kadar kompos dan FMA memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanamanN.orientalisselama empat bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos dan FMA berbeda nyata dengan tanpa pemberian kompos dan FMA (P0) pada semua parameter pertumbuhan. Parameter tinggi tanaman pada perlakuan P3 memiliki rata-rata lebih tinggi sebesar 17,52 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Hal yang sama, terlihat pada parameter jumlah daun, pada perlakuan P3 rata-rata jumlah daun lebih banyak sebesar 12,00 dan berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Selanjutnya pada parameter panjang akar, perlakuan P1 memiliki rata-rata paling panjang sebesar 27,20 cm dibanding dengan perlakuan lainnya dan berbeda nyata dengan P3. Parameter biomassa, perlakuan P3 memiliki rata-rata lebih besar 2,02 g dan berbeda nyata dengan P2.

TanamanD. ovalifolium

Parameter pertumbuhan yang diukur pada tanaman D. ovalifolium meliputi panjang tanaman, jumlah daun, panjang akar, dan biomassa tanaman. Hasil rata-rata pengukuran dan analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, dan biomassa tanamanDesmodium ovalifolium

Perlakuan P0 P1 P2 P3

TT (cm) 31.51 ± 2.15 c 50.14 ± 5.90 b 50.59 ± 4.24 b 57.20 ± 5.32 a JD 23.85 ± 1.11 b 36.28 ± 4.00 a 34.98 ± 4.44 a 38.53 ± 6.26 a PA (cm) 9.80 ± 6.87 c

35.00 ± 7.84 b 27.40 ± 3.85 ba 25.90 ± 4.64 a

BKA (g) 0.12 0.27 0.29 0.31

BKD (g) 0,16

1,31 1,55 1,73

BKT (g) 0.28 ± 0.08 b 1.58 ± 0.58 a 1.84 ± 0.53 a 2.04 ± 0.34 a

Hasil analisis sidik ragam menunjukkkan bahwa perlakuan kadar kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman D. ovalifolium

(36)

TanamanS. splendida

Dinamika pertumbuhan tanaman S. splendida untuk parameter pertumbuhan tinggi tanaman jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa mempunyai pola yang berbeda pada setiap perlakuan. Hasil analisis pertumbuhan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar dan biomassa(akar dan daun)tanamanSetaria splendida

Perlakuan P0 P1 P2 P3

TT (cm) 50.69 ± 6.78 58.83 ± 4.29 58.98 ± 3.55 58.56 ± 5.61

JD 17.90 ± 1.48 b 20.65 ± 2.83 a 20.93 ± 0.60 a 20.45 ± 1.13 a

JA 3.18 ± 0.07 b 4.25 ± 0.76 a 4.18 ± 0.27 a 4.08 ± 0.19 a

PA (cm) 28.60 ±99 32.20 ±2.77 26.40 ±4.39 25.40 ±5.13

BKA (g) 0.50 0.57 0.29 0.27

BKD (g) 0.76 2.12 2.01 1.85

BKT (g) 1.27± 0.93 2.69± 0.92 2.30± 0.89 2.11± 0.53

Hasil analisis pertumbuhan menunjukkan bahwa pemberian kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap paramater pertumbuhan tanaman S. splendida umur empat bulan. Tabel 5 menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun, perlakuan P2 memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan untuk parameter jumlah anakan, panjang akar, dan biomassa total (akar dan daun) perlakuan P1 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemberian kompos dan penambahan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) yaitu pada parameter jumlah daun dan jumlah anakan tanamanS. splendida. Jumlah daun dan jumlah anakan pada perlakuan P1, P2, P3 lebih banyak dibandingkan dengan kontrol (P0). Namun pada parameter tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kompos dan FMA tidak berbeda nyata dengan kontrol (P0).

TanamanB. humidicola

(37)

Tabel 6. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar, biomassa tanamanBrachiaria humidicola

Perlakuan P0 P1 P2 P3

TT (cm)

53.90 ± 5.59 54.27 ± 4.27 56.74 ± 2.68 60.64 ± 3.77

JD

14.95 ± 0.62 16.83 ± 4.07 15.95± 4.14 15.05 ± 1.29

JA

2.55± 0.11 c 3.05± 0.27 b 3.50± 0.44 a 3.25± 0.27 ba

PA (cm)

16.30 ± 5.78 20.60 ± 9.50 19.20 ± 3.27 23.60 ± 8.08

BKA (g)

0.32 0.62 0.42 0.60

BKD (g)

0.30 0.74 0.45 0.68

BKT (g) 0.62 ± 0.21 b 1.36 ± 0.55 a 0.87 ± 0.27 ab 1.28 ± 0.29 a

Hasil analisis sidik ragam menunjukkkan bahwa perlakuan kompos dan FMA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman B. humidicola

selama empat bulan penanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan kompos dan FMA berbeda nyata dengan kontrol (P0) untuk parameter jumlah anakan dan biomassa. Untuk parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar, perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kontrol. Tabel 6 menunjukan bahwa pada parameter tinggi tanaman dan panjang akar, perlakuan P3 memiliki rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada parameter jumlah daun dan biomassa, perlakuan P1 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Sedangkan pada parameter jumlah anakan, P2 memiliki rata-rata yang paling tinggi. Pada parameter jumlah anakan , P1 berbeda nyata dengan P2, namun P3 tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2. Untuk biomassa total tanaman P0 tidak berbeda nyata dengan P2 namun berbeda nyata dengan P1 dan P3 sedangkan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Matriks penelitian
Gambar 2 Kadar ldar logam berat sebelum dan setelah perlakuan f
Tabel 3. Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan biomassa(akar dan daun) tanaman Nauclea orientalis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan perancangan tata letak penyimpanan komponen yang lebih baik sehingga dapat mengurangi waktu mencari komponen, mengurangi jarak perjalanan

Latar Belakang: ASI merupakan nutrisi terbaik untuk bayi. Susu formula mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ASI. Tujuan: Penelitian ini dilakukan

Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

18 225370 RAJA NOR AMINAH RAJA IBRAHIM (EXAM KHAS) BKAF3083 TEORI DAN AMALAN PERAKAUNAN J FATHILATUL ZAKIMI ABDUL HAMID 1.. 19 225697 NOR AMIRA GHAZALI (EXAM KHAS) BKAF3083

Penghitungan Zakat Perniagaan Industri Kecil dan Sederhana Kabupaten Sumenep Madura tahun

Berdasarkan peristiwa di atas, apakah cabaran yang dihadapi oleh umat Islam selepas kewafatan baginda?. A Peralihan

Hasil pengamatan selama 2 minggu menunjukkan bahwa pada minggu pertama kelompok control masih tetap normal sedangkan kelompok ITR (diinfeksi tanpa diikuti pemberian RBM5)

arsip nasional Singapura baru-baru ini meluncurkan sebuah pameran virtual online, warna, yang dikembangkan dengan menggunakan macromedia Flash, format yang paling