• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolat probiotik harus dapat melewati kondisi ekstrim dengan keasaman yang tinggi di lambung serta mampu bertahan pada kondisi garam empedu di saluran pencernaan. Ketahanan terhadap tingkat keasaman yang tinggi merupakan sifat yang pertama yang harus dipenuhi sebagai probiotik pada saat akan melakukan seleksi isolat probiotik (Tuomola et al. 2001). Probiotik juga harus mampu menempel pada sel epitel usus, mampu membentuk kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat antimikroba dan memberikan pengaruh yang menguntungkan inangnya. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi (Prado et al. 2008).

Isolat BAL asal bekasam yang telah diisolasi oleh Desniar et al. (2013) sebanyak 62 isolat, 23 isolat diantaranya diketahui memiliki kemampuan menghambat lima jenis bakteri patogen (Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes) dan 3 isolat telah diketahui potensinya sebagai kandidat probiotik. Dua puluh isolat BAL yang belum diteliti potensinya sebagai probiotik, dipilih isolat yang belum pernah dipakai pada penelitian lain. Duabelas isolat yang ditumbuhkan pada media MRSA dipilih isolat yang memiliki pertumbuhan bagus yaitu koloni tumbuh baik

10

dan tidak terkontaminasi, maka diperoleh 5 isolat yang diteliti potensinya sebagai probiotik yaitu BP(25), NS(5), SS(3), NS(6) dan BP(8).

Bakteri Asam Laktat yang Berpotensi sebagai Probiotik Ketahanan BAL pada pH Lambung (pH 2.0) dan pH Usus (pH 7.2)

Faktor utama penentu ketahanan bakteri melewati lambung sampai dengan usus halus adalah pH lambung. Makanan yang masuk berperan sebagai bufer dan merupakan tekanan awal BAL masuk ke dalam tubuh manusia adalah terpapar asam lambung, dengan tingkat pH yang sangat rendah yaitu sekitar 2.0 pada kondisi lambung kosong dan sekitar 3.0 pada kondisi lambung berisi (Minellia et al. 2004). Hasil pengujian ketahanan BAL asal bekasam pada pH lambung (pH 2.0) dan pH usus (pH 7.2) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Ketahanan hidup isolat BAL asal bekasam pada pH lambung (pH 2.0) dan pH usus (pH 7.2) Kode Isolat Populasi awal (log cfu/mL) pH 2.0 pH 7.2 Populasi akhir (log cfu/mL) Ketahanan hidup (%) Populasi akhir (log cfu/mL) Ketahanan hidup (%) BP(25) 7.42 - - - - NS(5) 9.84 8.90 90.49±1.43 8.75 88.99±2.06 SS(3) 7.08 6.72 94.95±0.44 6.70 94.68±1.63 BP(8) 8.87 7.75 87.36±1.01 7.82 88.14±0.11 NS(6) 8.41 7.36 87.55±1.92 7.12 84.67±0.71

Keterangan: - = jumlah koloni <2.5×106 cfu/mL

Populasi awal semua isolat BAL, yaitu populasi setelah ditumbuhkan pada media MRSB pada suhu 37°C selama 24 jam, yang juga digunakan pada pengujian ketahanan pada pH, berkisar antara 7-9 log cfu/mL (Tabel 1). Kondisi kelima isolat pada pH 2.0 dan pH 7.2 mengalami penurunan populasi tidak lebih dari 2 log cfu/mL, dengan ketahanan hidup yang tinggi yaitu 84.67-94.68%. Lin et al. (2006) melaporkan bahwa ketahanan hidup BAL ≥50% pada kondisi pH 2.0 dinyatakan mempunyai ketahanan hidup yang tinggi.

Isolat BP(25) dikeluarkan dari uji seleksi probiotik selanjutnya karena jumlah populasi akhir <2.5×106 cfu/mL. Bakteri yang masuk ke dalam lambung akan mengalami penurunan populasi karena terpapar asam lambung (HCL) dengan tingkat pH yang sangat rendah yaitu sekitar 2.0 dan adanya garam empedu pada usus halus bagian atas, sehingga jumlah populasi bakteri probiotik memiliki standar minimal 106 cfu/mL agar ketika sampai pada usus halus jumlah populasi bakteri probiotik masih mendominasi dibanding bakteri patogen. Wahyudi et al. (2008) menyatakan bahwa mikroflora saluran pencernaan atau bakteri probiotik yang mendominasi pada usus halus akan mendominasi tempat penempelan pada usus sehingga bakteri patogen tidak dapat menempel dan fungsi usus akan berjalan optimal.

Sanz dan Santacruz (2010) melaporkan bahwa jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik bervariasi tergantung genusnya, namun pada

11 umumnya minimal sebesar 106-108 cfu/mL. Shah (2007) menambahkan bahwa jumlah minimal strain probiotik yang ada dalam produk makanan adalah sebesar 106 cfu/g atau jumlah strain probiotik yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 cfu/g, dengan tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada saat berada dalam jalur pencernaan.

Penurunan log yang terkecil menunjukkan ketahanan hidup yang paling besar, sebaliknya penurunan log yang paling besar menunjukkan ketahanan isolat BAL yang rendah. Isolat NS(5) dan SS(3) memiliki ketahanan terhadap kondisi asam lambung yang paling resisten dengan jumlah penurunan <1 log cfu/mL, sedangkan isolat BP(8) dan NS(6) memiliki ketahanan pada asam lambung yang resisten dengan jumlah penurunan populasi 1-1.12 log cfu/mL (Gambar 3). Evanikastri (2003) melaporkan bahwa ketahanan BAL pada asam lambung dikatakan paling resisten jika penurunan populasi <1 log, resisten 1.5-3.5 log dan tidak tahan terhadap asam jika penurunannya >3.5 log. Lin et al. (2006) menguji ketahanan BAL dari lima produk probiotik komersial pada kondisi asam lambung. Produk A, B dan E mengalami penurunan populasi 2.23-3.43 log cfu/mL dan produk D dan C menurun sebesar 1-1.52 log cfu/mL.

Gambar 3 Penurunan populasi BAL (log cfu/ mL) pada pH lambung (2.0) ( ) dan pH usus (7.2) ( ).

Getah lambung mengandung senyawa HCl yang berfungsi menurunkan nilai pH dalam lambung. Waktu yang dibutuhkan suatu materi untuk melalui lambung secara normal yaitu sekitar 15 menit hingga 3 jam untuk kemudian keluar dari lambung. Kondisi tersebut mengakibatkan bakteri yang diseleksi sebagai kandidat probiotik harus memiliki ketahanan hidup yang tinggi pada kondisi asam lambung dengan lama inkubasi 3 jam (Guerra et al. 2012).

Hutkins dan Nannen (1993) melaporkan bahwa bila bakteri terpapar oleh asam kuat, maka membran sel akan rusak sehingga beberapa komponen intraseluler akan keluar dari sel, diantaranya ion Mg, Ca, K, asam nukleat dan protein, akibatnya sel bakteri akan mengalami kematian dan menyebabkan terjadinya penurunan populasi isolat BAL. Beberapa isolat BAL mampu bertahan pada pH rendah karena

0.93±0.10 0.36±0.02 1.12±0.14 1.05±0.03 1.08±0.17 0.38±0.07 1.05±0.06 1.29±0.19 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 NS 5 SS 3 BP 8 NS 6 P enurun a n L o g cf u/m L Isolat BAL 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00

12

mempunyai sistem regulasi sel yang mampu mengatur kondisi pH intraselulernya sehingga mampu bertahan pada kondisi pH rendah. Enzim proton-translocating ATPase (H+-ATPase) yang terikat pada membran sel yang dapat melakukan reaksi reversible berperan sebagai pompa yang memindahkan ion. Enzim tersebut mengkatalisa gerakan proton (H+) melewati membran sel melalui hidrolisis atau sintesis ATP. Ketahanan isolat terhadap pH ekstraseluler yang rendah tergantung dari pengaturan pH internal bakteri.

Menurut Cotter dan Hill (2003) menyatakan bahwa BAL mempunyai tiga sistem pertahanan utama yang menyebabkan mampu bertahan pada kondisi pH rendah atau keasaman yang tinggi yaitu sistem arginin deiminasi (ADI), pompa proton H+ -ATPase dan sistem glutamat-dekarboksilase (GAD). Bakteri asam laktat mampu bertahan pada kondisi keasaman yang tinggi melalui salah satu sistem pertahanan tersebut. Sistem arginin deiminasi (ADI) yaitu BAL dapat mengkatabolisme arginin menjadi ornithin, amonia, dan CO2. Amonia (NH3) akan meningkatkan pH internal sitoplasma sehingga dapat menyesuaikan hidupnya pada kondisi pH yang rendah. Sistem pertahanan dengan sistem pompa proton ATPase umumnya dimiliki oleh bakteri Gram-positif, dimana pompa ATPase mampu memindahkan proton (H+), dan menciptakan lingkungan eksternal menjadi alkali.

Sistem glutamat-dekarboksilase (GAD) yaitu BAL mampu memproduksi γ-aminobutirat (GABA) dari dekarboksilasi glutamat di dalam sel, sehingga terjadi

peningkatan pH intraseluler yang dapat menyebabkan BAL dapat bertahan pada lingkungan asam.

Siegumfeldt et al. (2000) melaporkan bahwa perbedaan ketahanan membran sel bakteri terhadap kerusakan akibat terjadinya penurunan pH ekstraseluler menyebabkan keragaman ketahanan sel pada pH rendah. Bakteri asam laktat juga mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih alkali dari pada pH ekstraseluler, tetapi penurunan pH intraseluler tetap berlangsung seiring dengan menurunnya pH ekstraseluler yang mendukung toleransinya terhadap asam. Untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa, sel harus memiliki membran yang merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa/proton. Komposisi asam lemak dan protein penyusun yang beragam di antara spesies bakteri diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah.

Ketahanan BAL pada Garam Empedu

Bakteri yang mampu bertahan pada kondisi keasaman lambung akan dialirkan menuju ke usus bagian atas, didalam usus bakteri akan menghadapi tekanan yang berhubungan dengan ketersediaan O2 yang rendah dan garam empedu (Tuomola et al. 2001). Hasil pengujian ketahanan isolat BAL asal bekasam terhadap garam empedu (oxgal) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ketahanan hidup BAL asal bekasam pada garam empedu Kode Isolat Populasi awal

(log cfu/mL)

Populasi akhir

(log cfu/mL) Ketahanan hidup (%)

NS 5 9.46 8.24 87.10±0.69

SS 3 8.61 5.61 65.16±1.61

BP 8 9.08 7.96 87.63±0.26

NS 6 8.83 - -

13 Ketahanan terhadap garam empedu merupakan karakteristik penting bagi strain BAL untuk mampu bertahan dan berkembang pada kondisi kritis tersebut. Hasil pengujian BAL terhadap garam empedu menunjukkan ketahanan hidup semua isolat >50% atau termasuk dalam BAL yang berpotensi sebagai probiotik. Semakin tinggi persentase ketahanan BAL maka semakin baik karakteristiknya sebagai kandidat probiotik.

Isolat BAL yang memiliki penurunan log terkecil berarti memiliki ketahanan hidup terbesar terhadap garam empedu. Mitsuoka (1990) menyatakan bahwa ketahanan hidup bakteri kandidat probiotik dikatakan tinggi bila penurunannya tidak lebih dari 2 log cfu/mL. Isolat BP(8) dan NS(5) termasuk dalam kandidat probiotik yang memiliki ketahanan hidup tinggi atau paling resisten terhadap garam empedu karena penurunan jumlah populasinya tidak lebih dari 2 log. Isolat SS(3) termasuk kandidat probiotik yang memiliki ketahanan hidup resisten karena penurunan populasi mencapai 3 log cfu/mL. Isolat NS(6) dikeluarkan dari seleksi bakteri probiotik karena tidak dapat bertahan hidup pada kondisi garam empedu dengan jumlah yang cukup sebagai probiotik. Argyri et al. (2013) menguji ketahanan 12 strain BAL asal fermentasi minyak zaitun terhadap kondisi garam empedu 0.5% menghasilkan penurunan populasi tidak lebih dari 2 log.

Variasi spesies dan galur berpengaruh terhadap kemampuannya untuk bertahan hidup pada kondisi media yang mengandung garam empedu. Mourad dan Meriem (2008) melaporkan bahwa galur L. plantarum SH 12 mempunyai ketahanan terhadap garam empedu sebesar 75% yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur L. plantarum SH 21 yaitu sebesar 65%. Susanti et al. (2007) menambahkan bahwa keragaman struktur asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan sifat permeabilitas dan karakteristik sehingga mempengaruhi ketahannya terhadap garam empedu.

Populasi BAL yang diuji mengalami penurunan karena isolat BAL tidak tahan terhadap garam empedu. Leverrier et al. (2003) menyatakan bahwa garam empedu mengakibatkan perubahan morfologi sel bakteri yang disebabkan karena terjadinya pelepasan protein dari sel. Singhal et al. (2010) melaporkan bahwa garam empedu mampu menembus dan bereaksi pada sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik sehingga membran sel menjadi rusak.

Keberadaan garam empedu merupakan kondisi kritis bagi bakteri dimana garam empedu dapat merusak dan bersifat toksit terhadap struktur membran sel bakteri (Morgolles et al. 2003). Pengujian ini menggunakan oxgal 0.5% dengan lama inkubasi 4 jam berlandaskan pada Argyri et al. (2013) yang menyatakan bahwa konsentrasi garam empedu pada lumen manusia adalah 0.5% dengan waktu penyerapan makanan di usus kecil selama 4 jam. Ketahanan beberapa strain pada garam empedu terkait dengan aktivitas hirolisis garam empedu yang dapat menghidrolisis garam empedu, mengurangi toksit dan efek samping garam empedu terhadap BAL.

Moser dan Savage (2001) melaporkan bahwa BAL mempunyai ketahanan hidup pada kondisi garam empedu disebabkan oleh beberapa spesies BAL mampu mendekonjugasi (pemecahan) garam empedu dengan menggunakan asam amino taurin sebagai akseptor elektron atau selain itu juga sebagian besar galur BAL mempunyai enzim Bile Salt Hydrolase (BSH) yang diatur oleh gen BSH. Begley et al. (2006) melaporkan bahwa enzim BSH menguraikan asam empedu

14

terkonjugasi (berikatan) menjadi asam empedu tidak terkonjugasi (tidak berikatan) dan melepaskan asam amino glisin atau taurin.

Hasil pengujian ketahanan BAL asal bekasam terhadap kondisi pH lambung, pH usus dan garam empedu menunjukkan isolat BAL NS(5), SS(3) dan BP(8) memiliki ketahanan populasi >50%, sehingga termasuk dalam kategori kandidat probiotik yang memiliki ketahanan hidup yang tinggi. Ketiga isolat BAL ini digunakan untuk analisis selanjutnya.

Aktivitas Antibakteri

Salah satu cara kerja probiotik melalui mekanisme fungsi adalah fungsi protektif yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen dalam saluran pencernaan (Collado et al. 2007). Hasil uji antibakteri BAL asal bekasam terhadap bakteri patogen dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Aktivitas antibakteri isolat BAL asal bekasam NS(5), SS(3), dan BP(8) Bakteri pathogen Rataan diameter zona hambat (mm)

NS(5) SS(3) BP(8)

E. coli 7.0±0.00 5.5±0.71 7.0±0.00

S. typhimurium ATCC 14028 7.0±0.00 9.0±0.00 6.5±0.71

Ketiga isolat BAL memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium ATCC 14028 dan E. coli yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Desniar et al. (2013) yang menguji aktivitas antimikroba menggunakan isolat BAL yang sama. Isolat

yang diuji dapat menghambat lima jenis bakteri patogen yaitu E. coli, S. typhimurium ATTC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria

monocytogenes.

Zona bening terbentuk karena adanya penghambatan senyawa antimikroba terhadap sel-sel mikroba. Secara umum mekanisme kerja dari suatu senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu atau merusak penyusun dinding sel, bereaksi dengan membran sel yang menyebabkan peningkatan permeabilitas seluler, inaktifasi enzim-enzim essensial, dan destruksi atau inaktifasi fungsi dari materi genetik (Sari 2013). Waluyo (2010) melaporkan bahwa antibiotik juga bekerja dengan cara mengganggu fungsi membran sel yang menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sel, menghambat sintesis protein, dan sistesis asam nukleat.

Aktivitas antibakteri isolat NS(5), SS(3) dan BP(8) terhadap bakteri uji tergolong tinggi karena zona hambat yang terbentuk >6 mm, kecuali SS(3) memiliki aktivitas terendah dalam menghambat bakteri E.coli namun memiliki aktivitas tertinggi dalam menghambat bakteri S. typhimurium ATCC 14028. Pan et al. (2009) mengkategorikan besaran diameter zona hambat terhadap bakteri patogen yaitu: diameter zona hambat 0-3 mm menunjukkan aktivitas antimikroba rendah, >3-6 mm berarti aktivitas antimikroba sedang dan diameter zona hambat >6 mm menunjukkan aktivitas antimikroba tinggi. Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh isolat NS(5), SS(3) dan BP(8) adalah >6 mm sehingga dapat dikatakan memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, kecuali SS(3) zona hambat terhadap bakteri E. coli sebesar 5.5 mm sehingga termasuk kategori aktivitas antimikroba sedang.

15 Aktivitas antibakteri setiap isolat BAL berbeda terhadap bakteri patogen disebabkan oleh komponen antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat yang juga berbeda. Aktivitas antibakteri BAL disebabkan terutama oleh asam organik yang diproduksi sebagai hasil metabolisme glukosa (Arief 2011). Hidayat (2006) menambahkan bahwa berbagai kultur bakteri dapat memproduksi hidrogen peroksida (H2O2) sebagai salah satu metabolit.

Hasil uji tipe fermentasi pada penelitian ini diketahui bahwa ketiga isolat BAL asal bekasam bersifat homofermentatif sehingga produk akhir fermentasinya adalah sebagian besar berupa asam laktat yang berfungsi sebagai antibakteri. Desniar et al. (2013) menyatakan bahwa BAL yang diisolasi dari produk fermentasi ikan berupa bekasam menghasilkan beberapa senyawa antibakteri berupa asam organik, hidrogen peroksida dan peptida, yang didominasi oleh asam organik yaitu asam laktat. Hutkins (2006) menyatakan bahwa BAL digunakan dalam makanan fermentasi karena kemampuannya untuk melakukan metabolisme gula dan membuat produk akhir asam laktat dan asam yang lainnya. Ada dua jalur fermentatif, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Jalur homofermentatif, lebih dari 90% substrat gula diubah menjadi asam laktat. Berlawanan dengan jalur heterofermentatif menghasilkan kurang lebih 50% asam laktat dan 50% sebagai asam asetat, etanol dan karbondioksida. Bakteri asam laktat mempunyai satu atau dua jalur ini (obligat homofermentatif atau obligat heterofermentatif), meskipun ada beberapa spesies yang mempunyai metabolisme yang memerlukan keduanya (fakultatif homofermentatif).

Senyawa antibakteri lainnya yang diproduksi oleh BAL adalah bakteriosin yang merupakan molekul protein atau peptida ekstraseluler yang mempunyai aksi bakterisidal atau bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai kekerabatan dekat (Albano et al. 2007). Nes et al. (2012) menyatakan bahwa probiotik dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam usus karena menghasilkan asam organik, komponen organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin.

Mekanisme penghambatan asam laktat terhadap sel bakteri karena asam laktat mempunyai sifat hidrofobik sehingga memudahkan difusi dalam bentuk proton ke dalam sel melalui membran sel. Akibatnya pH intraseluler lebih tinggi dibandingkan dengan pH ekstraseluler. Selanjutnya, di dalam sel, asam laktat terdisosiasi dan menurunkan pH intraseluler dengan melepaskan proton (Bogaert dan Naidu 2000). Pelepasan proton/ion hidrogen dapat mengganggu fungsi metabolik seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif sehingga menyebabkan sel bakteri tersebut terhambat pertumbuhannya (Arief 2011).

Penempelan BAL pada Usus Tikus Secara in Vitro

Bakteri probiotik dan produk probiotik berfungsi efektif jika viabilitasnya dapat dipertahankan sampai usus halus. Peran mikroba probiotik adalah menjaga keseimbangan mikroflora usus dengan cara memberikan proteksi pada membran mukosa terhadap mikroba patogen (Oyetayo dan Oyetayo 2005). Hasil penempelan BAL pada permukaan usus tikus dapat dilihat pada Tabel 4.

Tikus kontrol merupakan populasi awal BAL pada usus halus tikus sebelum ditambahkan suspensi BAL asal bekasam, yaitu 5.64-6.39 log cfu/cm2. Menurut Drasar (1988) menyatakan perbedaan jumlah bakteri pada usus halus terjadi karena distribusi mukus yang tidak merata dan adanya mekanisme cleansing pada usus

16

halus. Jumlah bakteri sepanjang usus halus pada tikus tidak berbeda nyata karena laju makanan yang lambat dan adanya multiplikasi bakteri.

Pertambahan jumlah BAL (Tabel 4) merupakan peningkatan jumlah BAL pada usus halus dibanding usus yang tidak diinkubasi dengan suspensi BAL selama 60 menit dengan pertambahan jumlah BAL 1.02-1.53 log cfu/cm2 pada usus yang diinkubasi dalam suspensi BAL. Hal ini mengindikasikan adanya penempelan BAL pada usus bagian ileum yang diinkubasi dalam suspensi BAL. Anggraeni (2010) melaporkan bahwa potongan usus yang diinkubasi pada suspensi BAL A29 selama 60, 90, dan 120 menit mengalami perubahan jumlah total BAL yang tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05), yaitu berturut-turut sebesar 0.3 cfu/cm2, 0.2 cfu/cm2, dan 0.3 cfu/cm2. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Setyawardani (2012) melaporkan bahwa pada ileum tikus yang diinkubasi dalam suspensi BAL selama 60 menit menunjukkan kenaikan jumlah populasi BAL sebesar 1.39 – 1.58 log cfu/cm2.

Tabel 4 Penempelan BAL asal bekasam pada usus tikus secara in vitro Kode

isolat

Rataan populasi BAL (log cfu/cm2 usus halus)

Pertambahan jumlah BAL (log cfu/cm2 usus halus) Penempelan BAL pada permukaan usus (%) Kontrol Inkubasi dalam

suspensi BAL

NS(5) 5.64+0.10 7.17+0.04 1.53+0.24 15.17+2.86 SS(3) 6.39+0.62 7.41+0.69 1.02+0.04 10.43+0.44 BP(8) 5.88+0.04 7.38+0.01 1.50+0.09 15.40+0.96

Penempelan bakteri probiotik pada usus halus terutama bagian ileum (usus penyerapan) sangat bermanfaat untuk mencegah dominasi tempat penempelan bakteri patogen pada dinding usus sehingga fungsi penyerapan usus dapat berlangsung sempurna. Winarno et al. (2003) menyatakan bahwa koloni bakteri pada usus besar sangat tinggi tetapi pada usus halus jumlah mikroflora hanya sedikit yaitu jumlah bakteri dalam ileum sekitar 107/g dan dalam sekum 1010/g-1013/g, sehingga efek pertahanan pada usus halus terhadap patogen sangat terbatas dan menjadi target infeksi virus dan bakteri. Muchtadi (2012) menjelaskan bahwa setelah bakteri probiotik melewati lambung dan usus kecil, beberapa probiotik dapat bertahan hidup dan berkembang dengan cepat dalam usus besar.

Persentase penempelan BAL pada penelitian ini 10-15.40%. Ileum tikus sebelum diberi perlakuan dilakukan perendaman selama 30 menit dan pencucian sebanyak tiga kali menggunakan PBS untuk menghilangkan mukus agar penempelan BAL terjadi di dalam sel epitel sehingga mampu menginvasi patogen. Umumnya BAL yang melekat pada sel epitel lebih sedikit dibanding BAL yang dapat melekat pada lapisan mukus. Bakteri yang melekat pada mukus dikhawatirkan penempelannya bersifat sementara dan akan mudah tercuci dengan gerakan peristaltik usus. Nitisinprasert et al. (2006) melaporkan bahwa penempelan BAL pada mukus broiler >20% memiliki kemampuan penempelan yang tinggi.

Saluran usus ditutupi oleh membran mukus. Fungsi utama dari mukus adalah untuk melindungi jaringan epitelium dari proses kimia, enzimatik dan fisik seperti asam lambung, enzim pencernaan dan lain sebagainya (Collado et al. 2010). Keberadaan mukus menguntungkan bagi bakteri dalam usus terutama untuk kolonisasi karena menyediakan nutrisi yang cukup bagi bakteri. Oligosakarida

17 musin merupakan sumber karbohidrat dan peptida, dan nutrisi eksogenik termasuk vitamin dan mineral juga terdapat dalam matriks mukus. Bakteri yang mampu berkolonisasi pada mukus dapat menghindari pelepasan lewat sifat hidrokinetik usus (gerakan cairan dalam lumen usus menuju anus). Hal ini berlaku pada bakteri komensal dan bakteri patogen (Deplancke dan Gaskin 2001). Penempelan bakteri pada mukus sangat penting untuk kolonisasi sementara dan merupakan syarat bagi probiotik untuk dapat mengontrol keseimbangan mikrobiota usus. Lapisan mukosa pada usus berfungsi untuk melindungi dari mikroorganisme tertentu tetapi sekaligus juga menyediakan tempat penempelan, sumber nutrisi, dan matriks sebagai tempat proliferasi bakteri. Mukus memiliki reseptor yang mirip dengan reseptor pada sel epitel dimana bakteri dapat menempel. Mukus terus-menerus dikeluarkan ke dalam lumen dan segera diganti oleh mukus baru yang dikeluarkan oleh sel goblet. Hal ini

yang menyebabkan kolonisasi pada mukus hanya bersifat sementara (Juntunen et al. 2001).

Penempelan bakteri pada permukaan usus dipengaruhi oleh sel epitel yang berada pada permukaan usus, matriks ekstraseluler dan lapisan mukus. Lapisan mukus yang menutupi sel epitel merupakan kontak pertama di usus bagi mikroorganisme untuk melakukan penempelan dan kolonisasi di usus. Jika mukosa rusak, maka sel epitel usus merupakan tempat penempelan bakteri. Permukaan sel epitel usus diselimuti oleh lapisan yang bersifat visko-elastik yang terdiri dari glikoprotein yang merupakan sisi tempat penempelan bakteri. Bakteri yang telah berhasil menempel dengan adanya interaksi antara adhesin dengan reseptor yang berupa glikoprotein di sel epitel usus, selanjutnya akan berkolonisasi dan memanfaatkan musin serta glikoprotein lainnya untuk pertumbuhannya (Adlerberth et al. 2000). Battacharya dan Majumdar (1983) menambahkan bahwa kemampuan menempel bakteri dalam saluran pencernaan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menempel dari bakteri tersebut adalah asal bakteri tersebut, polisakarida dan glikoprotein pada permukaan sel bakteri, adanya inhibitor pada permukaan epitel usus halus (saluran pencernaan) serta gerakan usus dalam saluran pencernaan.

Kemampuan penempelan BAL sangat berarti jika BAL dikonsumsi sebagai pangan fungsional ataupun suplemen, karena dengan adanya BAL yang menempel maka BAL tersebut mampu bertahan hidup lebih lama di saluran pencernaan yang selanjutnya dapat berkembangbiak. Bakteri asam laktat yang tidak mampu

Dokumen terkait