• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Dissolving Pulp. Setelah dilakukan proses pemutihan, dilakukan analisa terhadap komposisi kimia pulp. Hasil analisis tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Kadar α-selulosa menunjukkan tingkat kemurnian dissolving pulp dimana SNI mensyaratkan kadar α-selulosa minimal 90,5%. Nilai kadar α-selulosa blustru hasil penelitian ini tergolong tinggi, yaitu berselang dari 91,17 % - 94,74%. Umur dan

keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar α-selulosa blustru. Proses prahidrolisis sebelum pulping (Wan Rosli et al. 2004) dan pulping dengan alkali aktif lebih dari 17% (Fengel dan Wegener 1984) akan menghasilkan pulp dengan

Tabel 2. Komposisi kimia pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman prahidrolisis

Komposisi kimia Sampel

PNU5 PNU8 PAU5 PAU8 SNI 14-03-1989

α-Selulosa (%) 94,4 91,2 94,7 94,4 ≥ 90,5 10% NaOH (%) 9,95 10,83 11,32 10,55 ≤ 10 18% NaOH (%) 7,01 7,61 7,15 7,36 ≤ 6,5 Abu (%) 0,18 0,43 0,12 0,23 ≤ 0,15 Ekstraktif (%) 0,40 0,38 0,44 0,32 ≤ 0,3 Silika (mg/kg) 38,5 85 28,5 42 ≤ 50 Derajat Putih (%) 91 90 91 91 ≥ 90 Viskositas (mPa,S) 5,15 4,75 5,35 5,05 ≥ 18 Ket :

P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan Kelarutan pulp dalam NaOH 10 % menunjukkan kadar hemiselulosa dan selulosa terdegradasi (rantai pendek), sedangkan kelarutan pulp dalam NaOH 18 % menunjukkan kadar hemiselulosa pulp. Hemiselulosa tidak dikehendaki di dalam

dissolving pulp dan produk-produk turunan selulosa lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pulp memiliki nilai kelarutan dalam NaOH 10% lebih tinggi dari persyaratan SNI (maksimal 10%) dan semua pulp memiliki nilai kelarutan dalam NaOH 18% yang lebih tinggi dari persayaratan SNI (maksimal 6,5%). Umur dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kelarutan dalam NaOH 10% dan 18% (tingkat α= 95%). Kadar hemiselulosa yang tinggi di dalam dissolving pulp

mengganggu proses pembuatan viskosa (Gehmayer dan Sixta 2011) dan menyebabkan kerapuhan benang rayon (Pari et al. 2005).

Kadar silika pulp blustru berumur 5 bulan lebih rendah dari kadar silika pulp blustru berumur 8 bulan (tingkat α= 95%) kecuali pulp yang diperoleh melalui

prahidrolisis netral untuk blustru umur 8 bulan (PNU8), yaitu 85 ppm. Semua pulp memiliki kadar silika lebih rendah dari 50 ppm dan sesuai dengan standar SNI 14-03-1989. Umur dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar abu pulp yang diperoleh (tingkat α = 95%). Kadar abu pulp blustru umur 5 bulan dalam kondisi prahidrolisis asam (0,12%) memenuhi standar SNI 14-03-1989.

Kadar abu dan silika yang tinggi dapat menyebabkan turunnya kekuatan pulp karena dapat mengganggu terjadinya ikatan hidrogen antar serat dengan konsekuensi menurunnya kekuatan pulp (Wirawan et al. 2010). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa PAU5, PNU5, dan PAU8 memiliki kadar silika yang sama, sedangkan PNU8 memiliki kadar silika lebih tinggi dari tiga perlakuan lainnya.

Zat ekstraktif merupakan bahan yang berinfiltrasi dalam dinding sel atau dalam bentuk endapan pada permukaan rongga sel. Kadar zat ekstraktif diindikasikan oleh kelarutan alkohol benzene. Zat yang terlarut dalam alkohol benzene adalah resin, lemak, lilin dan tanin. Umur blustru dan tingkat keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi kadar ekstraktif pulp. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kadar ekstraktif yang diperoleh lebih tinggi dari standar SNI 14-03-1989 (maksimal 0,3%). Kadar ekstraktif pulp yang tinggi dalam dissolving pulp akan menyebabkan

noda coklat pada pulp dan menyulitkan proses pemintalan dan penyaringan benang rayon.

Derajat putih menyatakan banyaknya sinar yang dipantulkan kembali oleh suatu bahan relatif terhadap bahan standar (titanium oksida) yang dinyatakan dalam % ISO atau °GE. Nilai derajat putih pulp putih blustru hasil penelitian ini berkisar dari 90% - 91%. Umur blustru dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi derajat putih pulp (tingkat α = 95%) dan memenuhi standar SNI 14-03-1989. Derajat putih pulp kemungkinan dapat ditingkatkan dengan menambahkan tahap pemutihan peroksida (P) yang berfungsi mengubah gugus kromofor menjadi gugus tidak berwarna (Fengel dan Wegener 1984).

Viskositas pulp mengindikasikan derajat polimerisasi selulosa dan tingkat degradasinya. Degradasi selulosa dapat menurunkan viskositas (Joutsimo 2004) dan kekuatan pulp (Wathen et al. 2005). Data di dalam Tabel 2, menunjukkan bahwa viskositas pulp berkorelasi positif dengan kadar selulosa. Seperti temuan Jahan et al. (2008), dalam penelitian ini ditemukan bahwa derajat putih berkorelasi negatif terhadap viskositas pulp. Viskositas pulp blustru yang diperoleh berkisar dari 4,75 mPa.S sampai dengan 5,35 mPa.S dan tidak memenuhi standar SNI 14-03-1989 (minimal 18 mPa.S). Umur dan tingkat keasaman prahidrolisis

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap viskositas yang diperoleh (α = 95%).

Menurunnya viskositas pulp dapat disebabkan oleh kerusakan kristalinitas selulosa akibat proses hidrolisis (Xu et al. 2006). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa PAU8, PAU5, dan PNU5 memiliki viskositas yang sama, sedangkan PNU8 memiliki viskositas yang lebih tinggi.

Rendemen dan Bilangan Kappa. Rendemen prahidrolisis, unbleached pulp,

bleached pulp dan bilangan kappa yang diperoleh disajikan dalam Tabel 3.

Rendemen prahidrolisis yang diperoleh berkisar dari 53,75% - 65,36%. Umur dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi rendemen prahidrolisis dan

unbleached pulp yang diperoleh (tingkat α = 95%).

Rendemen pulp putih blustru umur 8 bulan lebih tinggi dari rendemen pulp putih

umur 5 bulan (tingkat α = 95%). Rendemen pulp putih blustru yang diperoleh tergolong rendah, yaitu berselang dari 41,13% - 49,63%. Uji lanjut Duncan

(tingkat α = 95%) menunjukkan bahwa PAU5 dan PNU5 memiliki rendemen

bleached pulp yang sama, sedangkan PNU8 dan PAU8 memiliki rendemen

bleached pulp yang lebih tinggi dari pulp perlakuan lainnya.

Bilangan kappa menunjukkan kadar lignin sisa pulp dalam menentukan jumlah bahan kimia yang diperlukan dalam proses pemutihan pulp. Bilangan kappa pulp blustru hasil penelitian ini berkisar dari 9,1-11,1. Umur dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi bilangan kappa pulp blustru yang diperoleh (tingkat α =95%).

Tabel 3. Bilangan kappa dan rendemen prahidrolisis, unbleacheddan bleached

pulp blustru (Luffa cylindrica) pada berbagai tingkat umur dan keasaman prahidrolisis

Sampel Rendemen (yield), % Bilangan

Kappa Prahidrolisis Unbleached pulp Bleached pulp

PNU5 57,48 43,12 41,13 11,1

PNU8 53,75 52,37 45,76 10,1

PAU5 63,64 48,54 43,16 9,4

PAU8 65,36 54,37 49,63 9,1

Ket :

P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan

Potensi Blustru sebagai Bahan Baku Kertas. Tabel 4 menunjukkan klasifikasi kualitas serat blustru menurut klasifikasi serat sebagai bahan baku pulp dan kertas menurut LPHH (1976).

Tabel 4. Klasifikasi kualitas dan kelas serat blustru sebagai bahan baku pulp dan kertas

Dimensi dan turunan serat

Klasifikasi kualitas pulp

LPHH Sampel

I (100) II (50) III (25) PNU5 PNU8 PAU5 PAU8

Panjang Serat (mm) > 2 1 – 2 < 1,00 1,44 1,34 1,52 1,55 Diameter Serat (µm) - - - 21,08 23,38 25,03 25,9 Diameter Lumen (µm) - - - 14,13 15,48 17,08 18,7 Tebal Dinding (µm) - - - 6,95 7,9 7,95 7,2 Runkle Ratio < 0,25 0,25 – 0,5 > 0,5 –1 0,98 1,02 0,93 0,78 Felting Power > 90 50 – 90 < 50 68,61 57,63 60,79 59,88 Muhlstep Ratio (%) < 30 30 – 60 > 60 55,02 56,09 53,37 47,88 Flexibility Ratio > 0,8 0,5 – 0,8 < 0,5 0,33 0,34 0,32 0,28 Coef. of Rigidity < 0,1 0,1 - 0,15 > 0,15 0,67 0,66 0,68 0,72 Interval 450 – 600 225 – 449 < 225 225 225 225 225 LPHH (1976) Ket :

P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan Keasaman prahidrolisis (pH=5) mempengaruhi panjang serat, diameter serat, dan diameter lumen serat blustru (tingkat α = 95%) yang dihasilkan. Tabel 4 menunjukkan bahwa serat blustru hasil penelitian ini lebih panjang dari panjang serat blustru Kostarika (1,31 mm) hasil penelitian Rojas (2007) dan diameternya lebih kecil dari diameter serat blustru brazil (233 µ m) hasil penelitian Guimaraes et al (2009). Sampai panjang serat tertentu, peningkatan panjang serat akan meningkatkan kekuatan retak pulp.

Serat dengan Runkle ratio yang rendah merupakan bahan baku untuk pulp dan kertas yang sangat baik. Runkle ratio serat blustru hasil penelitian ini berkisar dari 0,78 – 1,02, tergolong kelas kualitas III menurut LPHH (1976). Keasaman prahidrolisis mempengaruhi Runkle ratio serat blustru (tingkat α =95%). Dari nilai

Runkle ratio-nya, serat hasil perlakuan PAU8 secara teoritis akan memberikan pulp dengan kekuatan tarik dan retak yang relatif lebih tinggi.

Felting power sangat mempengaruhi kekuatan lembaran pulp terutama kekuatan sobek. Felting power pulp blustru hasil penelitian ini berkisar dari 57,63 – 68,61, tergolong kelas kualitas II. Meskipun tergolong ke dalam kelas yang sama, nilainya lebih tinggi dari felting power serat acacia mangium provenan Papua New Guinea, Queensland, dan Indonesia timur hasil penelitian Syafii dan Siregar (2006). Felting power berkolerasi positif terhadap kekuatan sobek pulp dan kertas. Umur blustru dan keasaman prahidrolisis tidak mempengaruhi felting power serat blustru yang diperoleh (tingkat α = 95%).

Muhlstep ratio berkorelasi positif terhadap kerapatan lembaran pulp. Peningkatan

Muhlstep ratio akan meningkatkan sifat kekuatan pulp yang bergantung pada ikatan antar serat (kerapatan pulp) seperti kekuatan tarik, lipat, dan retak. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa peningkatan keasaman hirolisis (pH=7) akan menurunkan nilai Muhlstep ratio (tingkat α = 95%). Nilai Muhlstep ratio serat blustru hasil penelitian ini berkisar dari 47,88% - 56,09% sehingga tergolong ke dalam kelas kualitas II, setara dengan Muhlstep ratio serat kayu mangium dari tiga provenan hasil penelitian Syafii dan Siregar (2006).

Nilai Coeffisient of rigidity serat blustru berkisar dari 0,66 – 0,72, tergolong kelas kualitas III. Pada tingkat α = 95%, hidrolisis pada kondisi asam menyebabkan serat lebih kaku (coefisien of rigidity meningkat). Serat yang kaku akan memiliki tingkat formasi yang rendah didalam lembaran kertas dan menyebabkan kekuatan kertas yang bergantung pada ikatan antar serat akan menurun.

Flexibility ratio serat pulp blustru hasil penelitian ini berkisar dari 0,22 – 0,34 tergolong kelas kualitas III. Hasil uji lanjut Duncan (α = 95%) menunjukkan bahwa pulp perlakuan PNU8 memiliki nilai flexibility ratio yang lebih tinggi dari pulp perlakuan lainnya. Serat dengan flexibility ratio yang tinggi akan menghasilkan kekuatan lembaran pulp yang baik.

Scoring nilai turunan serat blustru (Tabel 4) menunjukkan bahwa serat pulp blustru tergolong ke dalam kelas kualitas II. Menurut LPHH (1976), serat seperti ini akan menghasilkan keteguhan lembaran kertas dengan keteguhan sobek, pecah, dan tarik yang sedang. Uji lanjut Duncan (tingkat α = 95%) menunjukkan bahwa

kecuali untuk tebal dinding sel dan felting power, semua nilai dimensi dan turunan serat secara nyata dipengaruhi oleh keasaman proses hidrolisis. Semakin asam hidrolisis yang diberikan maka semakin tinggi nilai dimensi dan turunan serat blustru.

Sifat Kekuatan Pulp. Dimensi serat bahan baku adalah salah satu faktor yang mempengaruhi sifat kekuatan pulp (Hartono dan Ibnusantosa 2005). Dalam penelitian ini, sifat kekuatan lembaran pulp diuji meliputi sifat kekuatan tarik, sobek, dan retak. Rata-rata sifat kekuatan pulp blustru yang diperoleh tercantum dalam Tabel 5. Umur blustru dan keasaman proses hidrolisis mempengaruhi indeks tarik pulp. Uji lanjut Duncan (tingkat α =95%) menunjukkan bahwa proses

hidrolisis pada kondisi asam terhadap blustru berumur 5 bulan (PAU5) menghasilkan pulp dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pulp hasil perlakuan lainnya.

Tabel 5. Sifat kekuatan lembaran pulp blustru pada berbagai tingkat umur dan keasaman prahidrolisis

Sampel Indeks Retak

(kPa.m2/g) Indeks Sobek (Nm2/kg) Indeks Tarik ( Nm/g) PNU5 0,62 4,22 13,98 PNU8 0,35 4,15 6,04 PAU5 0,64 3,07 18,27 PAU8 0,37 4,21 6,02 Ket :

P= prahidrolisis, N = netral, A= asam U5= umur 5 bulan, dan U8= umur 8 bulan Meskipun score mutu serat dari pulp PAU5 tidak dapat menjelaskan kenapa kekuatan tarik pulp-nya relatif lebih tinggi dari kekuatan pulp tarik pulp hasil perlakuan lainnya, tetapi Minor dan Atalla (1992) menyatakan bahwa perubahan karakter komponen selulosa dan hemiselulosa dapat berperan meningkatkan mutu ikatan antar serat. Kekuatan retak hanya dipengaruhi oleh umur. Kekuatan retak dipengaruhi oleh faktor yang sama dengan indeks tarik. Kekuatan sobek umumnya memang berbanding terbalik dengan kekuatan tarik. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 5, dimana pulp PAU5 yang memiliki kekuatan tarik dan retak tertinggi memiliki kekuatan sobek terendah.

KESIMPULAN

Umur blustru dan keasaman prahidrolisis berpengaruh terhadap kadar silika, viskositas, rendemen, dan kekuatan retak pulp. Nilai dimensi dan turunan serat hanya dipengaruhi oleh keasaman prahidrolisis. Meskipun kadar α-selulosanya tinggi, menurut SNI 14-03-1989, serat blustru kurang sesuai dipergunakan sebagai bahan baku dissolving pulp karena memiliki kandungan ekstraktif, abu, silika, dan viskositas pulp yang tidak memenuhi syarat. Tetapi serat blustru potensial sebagai bahan baku kertas karena memiliki sifat kekuatan dan mutu serat yang cukup baik.

Perlakuan yang dapat menurunkan kadar abu, silika, dan ekstraktif diperlukan agar serat blustru dapat dijadikan bahan baku dissolving pulp. Viskositas pulp dapat ditingkatkan dengan memilih jenis proses dan kondisi pulping yang tepat.

Dokumen terkait