• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Tomat Sumber ToCV

Tanaman tomat yang digunakan sebagai sumber ToCV merupakan tanaman yang menunjukkan gejala penyakit klorosis yang dikoleksi dari daerah Pacet dan Pasir Sarongge Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penyakit klorosis pada tanaman tomat sampel dicirikan dengan gejala menguning pada bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing), beberapa bagian daun mengalami nekrotik, atau perubahan warna menjadi merah keunguan (bronzing) (Gambar 2). Gejala seperti ini bersesuaian dengan yang dideskripsikan oleh Wintermantel dan Wisler (2006).

Gambar 2 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat, dicirikan dengan (a) menguningnya bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing); (b) nekrotik pada beberapa bagian daun; dan (c) terjadinya perubahan warna menjadi keunguan (bronzing).

Deteksi keberadaan ToCV pada tanaman tomat sampel berhasil dilakukan melalui RT-PCR (Gambar 1). Dari beberapa tanaman tomat yang dikoleksi, tiga diantaranya memberikan sinyal positif pada RT-PCR yang menggunakan primer spesifik untuk ToCV yaitu CP-R (5’AATTAAAAGCTTTTAGCAACCAGT TATCGATGCAAG-3’) dan ToCV CP-F (5’-AATTAAGGATCCGAGAACAG TGCYGTTGC-3’).

9

Gambar 3 Hasil amplifikasi DNA terhadap gen coat protein ToCV menggunakan

reverse transcription-polymerase chain reaction. Marker 1 kb DNA

ladder (Thermo Scientific, USA) [Lajur M]; kontrol negatif (tanaman sehat) [Lajur K(-)]; tanaman bergejala [Lajur 1, 2, dan 3].

Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya pita DNA hasil amplifikasi dengan PCR berukuran ±700 bp (Fitriasari 2010) yang merupakan DNA ToCV yang sesuai dengan target basa primer CP-F dan CP-R yang digunakan (Gambar 3). Tanaman yang positif terinfeksi ToCV digunakan sebagai sumber virus pada uji serologi selanjutnya.

Reaksi Antiserum terhadap ToCV

Agarose Gel Precipitation Test (AGPT)

AGPT dilakukan untuk melihat reaksi pengendapan antigen oleh antibodi spesifik. Pengendapan antigen oleh antibodi ini diperlihatkan oleh adanya garis presipitasi di media gel agarose (Natih et al. 2010). Hasil pengujian dengan metode AGPT menunjukkan bahwa antiserum dapat bereaksi dengan jelas terhadap antigen ToCV. Hal ini ditandai dengan terbentuknya garis presipitasi berwarna putih yang tampak di antara lubang gel agarose yang diisi dengan antigen (sap tanaman bergejala) dan antibodi (antiserum) setelah 2-3 hari pengamatan (Gambar 4). Reaksi yang tampak pada pada kontrol negatif menunjukkan antiserum tidak bereaksi terhadap antigen tanaman, sehingga tidak terbentuk garis presipitasi.

700 bp ±700 bp

10

Gambar 4 Reaksi antigen (sap tanaman terinfeksi ToCV [AgTo]) atau sap tanaman tomat sehat [AgKo] dengan antibodi (antiserum ToCV [AsTo]) pada metode agarose gel precipitation test.

Garis presipitasi yang tidak terbentuk pada kontrol negatif menandakan bahwa antibodi yang terkandung di dalam antiserum tersebut hanya mengenali protein CP ToCV (dalam bentuk partikel virus) dan tidak mengenali protein lain seperti protein tanaman tomat (Adnyani 2012). Reaksi positif yang terdapat pada (Gambar 4) menunjukkan bahwa antiserum hasil imunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli (Kurniawati 2012) dengan spesifik dapat bereaksi terhadap antigen ToCV.

Dot Immunobinding Assay (DIBA)

Hasil pengujian dengan metode DIBA yang menunjukkan reaksi antara antibodi (antiserum ToCV) dengan antigen (sap tanaman tomat sakit dan sehat) tampak pada Gambar 5. Hasil pengujian menunjukkan tidak terjadi reaksi antara antiserum ToCV dengan komponen tanaman tomat. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna ungu pada membran yang telah ditetesi sap tanaman tomat sehat (Gambar 5). Berbeda dengan bagian membran yang ditetesi sap tanaman tomat yang positif terserang ToCV, terjadi reaksi antara antiserum ToCV dengan antigen ToCV (partikel virus) yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna ungu pada membran yang ditetesi sap tanaman sumber ToCV (Gambar 5).

Gambar 5 Reaksi antigen (sap tanaman tomat sehat [Lajur H] dan tomat terinfeksi ToCV [Lajur T]) dengan antibodi (antiserum ToCV) pada metode dot immunobinding assay.

10

AgKo AgTo

AsTo AsTo

11 Perubahan warna ungu disebabkan karena antiserum ToCV yang merupakan hasil imunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli

(Kurniawati 2012) yang digunakan sebagai antibodi primer berikatan dengan pita CP ToCV sebagai antigennya. Anti Rabbit IgG AP-Conjugated (konjugat Goat

anti rabbit-IgG) yang digunakan sebagai antibodi sekunder akan mengikat antibodi primer tersebut, sehingga pada saat dilakukan pewarnaan dengan menggunakan substrat NBT/ BCIP yang akan berikatan dengan enzim AP (alkalin phosphatase) pada antibodi sekunder sehingga menghasilkan dot berwarna ungu pada membran nitroselulosa (Widodo dan Aulanni’am 2005). Sama halnya seperti hasil yang didapatkan dari metode AGPT, bahwa antibodi yang terkandung di dalam antiserum tersebut hanya mengenali protein CP ToCV (dalam bentuk partikel virus) dan tidak mengenali protein lain seperti protein tanaman tomat (Adnyani 2012), sehingga hasil yang ditunjukkan pada kontrol negatif (tanaman sehat) tidak menunjukkan adanya perubahan warna ungu. Selain itu, antiserum yang digunakan (diuji) bereaksi spesifik hanya dengan partikel ToCV.

Titer Antiserum ToCV

Titer antiserum adalah tingkat pengenceran tertinggi dari suatu antiserum yang masih memberikan sinyal positif terhadap adanya kompleks antigen-antibodi pada uji serologi tertentu (Noordam 1973). Antigen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan partikel ToCV yang terdapat dalam sap tanaman tomat yang positif terinfeksi ToCV dan tidak dilakukan pengenceran. Sedangkan antiserum yang digunakan merupakan hasil imunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli (Kurniawati 2012) yang dilakukan seri pengenceran pada tingkat tertentu yang berbeda untuk setiap uji serologi. Hasil titer antiserum ToCV yang digunakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Titer antiserum poliklonal ToCV pada metode agarose gel precipitation test (AGPT) dan dot immunobinding assay (DIBA) pada seri pengenceran yang berbeda*

Metode Pengenceran antiserum Sinyal

1/1 + 1/2 + AGPT 1/4 - 1/8 - 1/16 - 1/32 - 1/1000 + DIBA 1/10000 + 1/100000 -

*Pengujian sejenis telah dilakukan sebanyak 5-7 kali dan memberikan hasil yang konsisten

Seri pengenceran antiserum yang digunakan untuk masing-masing uji serologi dilakukan berbeda karena kepekaan yang dimiliki kedua metode ini

12 berbeda. Pada metode AGPT, sinyal positif merupakan akumulasi presipitasi kompleks Ag-Ab yang dilihat secara langsung. Oleh karena itu, reaksi antigen dan antibodi pada AGPT memberikan sinyal positif pada tingkat pengenceran antiserum yang sangat rendah yaitu 1/2, sedangkan pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi sudah tidak terlihat lagi garis presipitasi (Gambar 5, Tabel 3). Hal ini terjadi karena pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi, kompleks Ag-Ab yang terakumulasi tidak mencukupi untuk dilihat secara langsung dengan kasat mata. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa titer antiserum ToCV ini mencapai 1/2 dengan AGPT.

Gambar 6 Reaksi antiserum ToCV [As] terhadap antigen (partikel virus dalam sap tanaman tomat [Ag]) melalui agarose gel pricipitation test pada pengenceran 1/1 [Lajur a]; 1/2 [Lajur b]; dan (c) 1/4 [Lajur c].

Pada DIBA sinyal positif masih terlihat pada tingkat pengenceran antiserum yang cukup tinggi yaitu 1/10000. Namun sinyal positif sudah tidak terlihat pada tingkat pengenceran antiserum 1/100000 (Tabel 3). Hasil DIBA pada penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara tingkat pengenceran antiserum dan perubahan warna menjadi ungu pada kertas membran, yaitu semakin rendah konsentrasi antiserum yang digunakan maka akan semakin pudar warna ungu yang terlihat pada kertas membran (Gambar 7). Berdasarkan hasil penelitian ini, antiserum poliklonal ToCV melalui metode DIBA layak digunakan untuk mendeteksi keberadaan ToCV pada jaringan tanaman tomat. Sinyal positif masih sangat jelas terlihat walaupun antiserum yang digunakan pada tingkat pengenceran sangat tinggi (1/10000), yang berarti penggunaan antiserum dalam setiap pengujian sangat sedikit.

12 a Ag Ag As As As Ag b c

13

Gambar 7 Reaksi antiserum ToCV terhadap antigen (partikel virus dalam sap tanaman tomat) melalui dot immunobinding assay pada pengenceran 1/1000 [Membran a]; 1/10000 [Membran b]; dan 1/100000 [Membran c].

Menggunakan kedua metode serologi (AGPT dan DIBA) dapat terlihat bahwa antiserum poliklonal yang digunakan mampu mendeteksi keberadaan ToCV dalam jaringan tanaman tomat. Tingginya konsentrasi antiserum yang digunakan dalam metode AGPT (titer 1/2) membuat metode ini menjadi tidak efisien. Untuk menimbulkan sinyal positif pada metode AGPT diperlukan konsentrasi antigen dan antibodi yang sangat tinggi karena sensitivitasnya yang sangat rendah (Sere et al. 2005). Berbeda dengan penggunaan antiserum dalam metode DIBA yang hanya diperlukan dalam konsentrasi yang sangat rendah (titer 1/10000). DIBA memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan AGPT. Hal ini dikarenakan membran nitroselulosa yang digunakan sangat baik untuk blotting protein. Antigen yang mengandung protein ToCV yang ditetesi di atas membran dapat terikat dengan sangat baik di membran tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya titer antiserum yang didapatkan dari metode DIBA jika dibandingkan dengan AGPT. Walaupun DIBA memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan AGPT, tidak berarti metode AGPT harus ditinggalkan karena metode ini merupakan satu-satunya metode serologi yang dapat membedakan isolat virus yang berbeda tipe serologinya.

Dokumen terkait