• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dan memiliki aroma netral (Murray 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan merupakan polimer linier (Nussinovitch, 1997). CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan NaOH yang diikuti dengan asam monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. Sintesis CMC meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan dengan menggunakan NaOH, dengan tujuan untuk mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa, memecah ikatan hidrogen, dan mengembangkan molekul selulosa sehingga memperluas jarak molekul selulosa. Mengembangnya selulosa ini akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi, yaitu asam monokloroasetat. Berdasarkan Gambar 1 hasil reaksi samping pada pembentukan CMC yaitu asam glikolat. Pada penelitian ini, selulosa yang digunakan sebesar 5.5 gram. Selulosa tersebut disintesis menjadi CMC. Setelah dilakukan sintesis, maka diperoleh bobot CMC tiga kali lebih besar dari bobot selulosa. Penambahan bobot disebabkan karena telah terjadi reaksi pada saat sintesis berlangsung. Gambar 1 merupakan mekanisme reaksi pembentukan CMC.

7

Setelah CMC diperoleh, selanjutnya dilakukan penambahan agen pengikat silang, yaitu asam suksinat. Pemilihan asam suksinat sebagai agen pengikat silang didasarkan pada penelitian Hashem et al. (2013) bahwa asam suksinat merupakan agen pengikat silang yang paling baik dibandingkan dengan asam malat dan asam sitrat. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus –OH dari asam suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pembentukan ikatan silang mengubah sifat dari CMC menjadi tidak larut dalam air. Struktur yang terbentuk memungkinkan air masuk ke dalam struktur CMC-suksina tmembentuk hidrogel. Ciri-ciri hidrogel, yaitu tidak larut dalam air dan dapat mengabsorpsi air (Darwis et al. 2010). Gambar 2 merupakan mekanisme reaksi CMC dengan asam suksinat.

Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat Paduan CMC-Suksinat, selanjutnya ditambahkan senyawa TiO2. Adapun fungsi dari penambahan TiO2, yaitu hidrogel yang dibuat berfungsi sebagai antibakteri. Jenis TiO2 yang digunakan ialah jenis rutil. Bentuk titanium dioksida yang stabil adalah rutil, bentuk lain yaitu anatase dan brukit. Rutil mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase. Katalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning

dan self-sterilizing, yaitu daya membersihkan sendiri yang berfungsi untuk menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yaitu dapat mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai antibiotik. TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2, maka bakteri tersebut akan terurai atau busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999).

8

Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu CMC 15%, asam suksinat 7.5%. Konsentrasi yang digunakan sangat tinggi dibandingkan dengan CMC komersial. CMC komersial menggunakan konsentrasi 1.6% dan asam suksinat 0.25%. Perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan karena CMC yang disintesis kelarutannya sangat rendah, sehingga dibutuhkan CMC yang lebih banyak untuk membuat campuran berbentuk pasta. Setelah campuran CMC dan asam suksinat homogen, maka TiO2 ditambahkan dengan tiga konsentrasi berbeda, yaitu 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Sebelum TiO2 ditambahkan, terlebih dahulu TiO2 dilarutkan dengan metanol. TiO2 tidak larut dalam pelarut yang sangat polar seperti air, tetapi TiO2 larut dalam metanol karena metanol kepolarannya lebih rendah daripada air. TiO2 yang sudah larut, kemudian dicampurkan dengan CMC-suksinat sampai homogen dan selanjutnya dibuat membran di atas pelat kaca. Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat lembaran di atas pelat kaca. Gambar 3 menunjukkan warna dari lembaran yang berbeda sesuai dengan konsentrasi TiO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi TiO2, maka semakin putih warna lembaran yang dihasilkan.

Gambar 3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa

Tabel 1 Hasil karakterisasi karboksimetil selulosa

Parameter Nilai (SNI06-3736-1995)

Derajat Substitusi

0.24 0.40-1

Kadar air (%) 8.99 ≤10

pH 4.57 6-8

Derajat subtitusi menentukan kelarutan CMC. Semakin tinggi derajat substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Berdasarkan (SNI 06-3736-1995) derajat substitusi (DS), yaitu 0.40-1. Berdasarkan sintesis karboksimetil selulosa yang dilakukan dengan 3 ulangan maka diperoleh hasil rerata derajat substitusi 0.24. Nilai derajat substitusi hasil sintesis berada di bawah ambang batas literatur, disebabkan karena karboksimetil selulosa yang diperoleh belum murni.

9

Karboksimetil selulosa bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari udara. CMC dapat mengabsorbsi air, banyaknya air yang diabsorbsi dipengaruhi oleh kadar air CMC, kelembaban relatif, suhu dan derajat substitusi. CMC yang mempunyai derajat substitusi tinggi, akan lebih efektif mengikat air. Berdasarkan Tabel 1 rerata kadar air dari 3 kali ulangan sebesar 8.99%. Hasil kadar air tersebut sudah baik, karena kadar air masih di bawah 10% (SNI 06-3736-1995). CMC memiliki kemampuan memerangkap air di dalam strukturnya sehingga air tidak bisa masuk ataupun keluar dari bahan. Semakin tinggi derajat substitusi, maka akan menyebabkan air yang terkandung dalam CMC semakin banyak. Hal ini dipengaruhi besarnya tingkat pemutusan ikatan.

Indikator lain yang menunjukkan kualitas CMC adalah pH. pH akan menentukan kelarutan CMC. pH di bawah 5 akan mengurangi kelarutan CMC. pH CMC berdasarkan (SNI 06-3736-1995), yaitu 6-8. Pada penelitian diperoleh rerata hasil pH CMC dengan 3 kali ulangan, yaitu sebesar 4.57 (Tabel 1). Hasil yang diperoleh masih tergolong asam, sehingga kelarutan CMC masih rendah.

Membran CMC-suksinat-TiO2 yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji

swelling atau kemampuan pembengkakan. Pengujian swelling CMC-suksinat-TiO2 dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengujian swelling, terjadi pembengkakan bentuk CMC-suksinat-TiO2 ketika direndam dengan air. Bentuk hidrogel yang dihasilkan lebih besar dari CMC-suksinat.Hidrogel yang dihasilkan tidak mudah rapuh pada saat pengujian swelling. Hasil rerata uji swelling CMC-suksinat-TiO2

(0.1%, 0.3%, dan 0.5%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi TiO2 maka semakin tinggi nilai derajat swelling. Derajat swelling CMC-suksinat lebih rendah dibandingkan dengan CMC-suksinat-TiO2. Berdasarkan hasil tersebut, maka TiO2

dapat meningkatkan nilai derajat swelling.

Gambar 4 Derajat swelling hidrogel

0 20 40 60 80 100 120 CMC nata D erajat s we ll in g (% ) Jenis contoh CMC-suksinat- TiO2 0.3% CMC-suksinat- TiO2 0.5% 64.83 82.45 85.04 108.52 CMC-suksinat- TiO2 0.1% CMC-suksinat

10

Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat

Pengujian FTIR dilakukan pada 3 sampel yang berbeda, yaitu selulosa 400 mesh, karboksimetil selulosa 100 mesh, dan CMC-suksinat. Gambar 5 merupakan hasil dari spektrum tumpuk dalam uji FTIR ketiga sampel. Spektrum selulosa pada bilangan gelombang 3271.2700 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Pada bilangan gelombang 2920.2300 cm-1 menunjukkan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1658.7800 merupakan gugus karbonil. Gugus eter ditunjukkan pada bilangan gelombang 1037.7000 cm-1 (Pavia et al. 2001). Spektrum yang diperoleh menunjukan struktur selulosa.

Gambar 5 Hasil spektrum tumpuk pada: (a) CMC 100 mesh, (b) Selulosa nata 400 mesh, (c) CMC-suksinat

Pada spektrum CMC, diperoleh bilangan gelombang 3163.2600 cm-1 menunjukkan gugus -OH. Pada bilangan gelombang 2924.0900 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Gugus karboksil (COO-) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1593 cm-1. Pada bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 mengindikasikan gugus eter. CMC yang diperoleh belum terlalu murni, karena masih terdapat pengotor pada CMC tersebut.

Spektrum CMC-suksinat pada bilangan gelombang 3387 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Gugus –OH yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Bertambahnya gugus –OH disebabkan karena adanya asam suksinat pada CMC-suksinat. Adanya asam suksinat tersebut menyebabkan –OH semakin banyak, karena struktur asam suksinat yang mempunyai gugus –OH pada kedua sisinya. Bilangan gelombang 2931.8000 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1593.2000 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus COO-. Gugus karboksil yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Hasil

a b c C=O OH CH C-O

λ

%T

11

yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh asam suksinat yang berikatan dengan CMC. Asam suksinat memberikan tambahan gugus karboksil, karena struktur asam suksinat mempunyai gugus karboksil di kedua sisinya. Di antara bilangan gelombang 1000-1300, yaitu bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 dan 1203.3800 menunjukkan gugus eter. Pada CMC-suksinat ini tidak terdapat lagi pengotor, karena reaksi yang terjadi sudah sempuna.

Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2

Pada pengujian SEM dilakukan CMC-suksinat-TiO2 0.5%, karena hasil tersebut merupakan hasil yang terbaik pada pengujian swelling. Pengujian SEM TiO2 dalam Purwaningsih dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa butiran-butiran kecil yang terdapat dalam gambar menandakan adanya TiO2. Butiran TiO2 yang terlihat mengalami penggumpalan yang disebabkan karena sifat TiO2 yang menggumpal jika terkena udara. Pada penelitian dengan perbesaran 3500 × terlihat adanya butiran-butiran yang mengalami penggumpalan. Butiran yang diperoleh lebih besar dan lebih menggumpal dibandingkan dengan penelitian Purwaningsih dan Ratnasari (2014). Perbedaan hasil tersebut diakibatkan karena konsentrasi TiO2 yang diuji lebih tinggi, akibatnya butiran TiO2 lebih menggumpal. Berdasarkan pengujian, maka TiO2 sudah terlihat di perbesaran 3500 ×. Selain butiran yang menggumpal, terlihat adanya warna putih di setiap permukaan. Warna putih yang dihasilkan merupakan TiO2 yang sudah berikatan silang dengan struktur CMC. Warna yang dihasilkan tidak di dominasi warna putih, ada yang berwarna gelap yang disebabkan karena TiO2 hanya berikatan silang dengan CMC sehingga tidak semua warna dari TiO2 menempel pada struktur CMC. Gambar 6 merupakan hasil analisis SEM dengan perbesaran 3500 × dan hasil SEM penelitian (Purwaningsih dan Ratnasari 2014).

(a) (b)

Gambar 6 Hasil uji SEM (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5% dengan perbesaran 3500 ×, (b) TiO2 20000 × (Purwaningsih dan Ratnasari 2014)

12

Hasil AktivitasAntibakteri

Pengujian yang terakhir dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang digunakan ialah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian antibakteri dilakukan dengan ketiga konsentrasi (0.1%, 0.3%, dan 0.5%) dari CMC-suksinat-TiO2. Aktivitas inhibisi antibakteri dari hidrogel diukur berdasarkan diameter dari zona bening yang terbentuk. Gambar 7 merupakan zona bening yang terbentuk sebelum dan sesudah diinkubasi.

(a) (b) (c)

Gambar 7 Hasil aktivitas antibakteri (a) sebelum di inkubasi, (b) setelah diinkubasi S aureus, dan(c) setelah diinkubasi E coli

Tabel 2 Rasio aktivitas antibakteri Sampel Zona inhibisi sampel (mm) Zona inhibisi kontrol positif (mm) Rasio aktivitas antibakteri E coli S aureus E coli S aureus E coli S aureus CMC-Suksinat-TiO2 0.5% 15.87 16.10 19.50 21.21 0.81 0.76 CMC-Suksinat-AgNO3 0.6% (Sari 2014) 17.27 11.94 21.91 16.72 0.79 0.71 CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% (Hadi 2014) 16.63 10.16 20.33 17.41 0.82 0.58 Berdasarkan Tabel 2, CMC-Suksinat-TiO2 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.81 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli

dan 0.76 untuk bakteri uji S aureus. Hidrogel CMC yang berpotensi sebagai antibakteri juga dapat dihasilkan dengan penambahan logam oksida selain titanium, yaitu perak dan seng. Sari (2014) melaporkan CMC-Suksinat-AgNO3 0.6% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.79 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.71 untuk bakteri uji S aureus. Hadi (2014) melaporkan CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.82 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.58 untuk bakteri uji S aureus. Berdasarkan rasio aktivitas antibakteri yang diperoleh, maka penggunaan ZnSO4 menunjukkan penghambatan yang terbesar terhadap

13

bakteri E coli dibandingkan dengan senyawa AgNO3 dan TiO2. Rasio aktivitas antibakteri terhadap bakteri S aureus menunjukkan TiO2 mempunyai penghambatan yang paling besar dibanding dengan AgNO3 dan ZnSO4. Berdasarkan aktivitas antibakteri pada TiO2, semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona bening yang terbentuk baik pada bakteri E coli maupun

S.aureus. Zona bening yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (+). Kontrol (-) yang digunakan ialah dimethyl sulfoxide (DMSO) dan CMC nata. Pada DMSO tidak ada zona bening yang terbentuk untuk kedua bakteri tersebut. CMC nata membentuk zona bening, yaitu sebesar 9.41 mm baik pada bakteri

E.coli maupun bakteri S.aureus. Kontrol (-) yang terbentuk masih rendah dibandingkan dengan sampel CMC-suksinat-TiO2 dan kontrol (+). Kontrol (-) seharusnya tidak membentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk pada kontrol (-) disebabkan karena pelarut yang digunakan pada CMC berfungsi sebagai antibakteri seperti metanol. Oleh sebab itu, kontrol (-) membentuk zona bening. Berdasarkan hasil tersebut, maka CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan sebagai antibakteri.

Difraktogram

Gambar 8 Difraktogram (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5%, dan (b) CMC-suksinat

Keterangan:

Tanda ● merupakan adanya TiO2 jenis rutil, dan tanda □ merupakan adanya CMC-suksinat

(a)

14

Pencirian XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Hasil sintesis CMC-suksinat-TiO2

0.5 % dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan disesuaikan dengan data joint cristal powder difraction standard (JCPDS) (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 8 maka logam yang dihasilkan sesuai dengan JCPDS ialah logam kristal TiO2 jenis rutil berbentuk Orthorhombic. Sudut 2Ө diperoleh berturut-turut sebesar 20.52; 22.32; 24.04; 24.08; 25.86; 31.2; 34.76; dan 45.68, dengan intensitas berturut-turut 1244; 640; 843; 803; 526; 636; 167; dan 372 (Lampiran 6). Hasil tersebut mempunyai intensitas tertinggi pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. Selain kristal TiO2, diperoleh juga intensitas dari CMC-suksinat pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. CMC-suksinat yang diperoleh pada Gambar 8a sesuai dengan hasil CMC-suksinat yang diperoleh pada Gambar 8b. Sudut 2Ө pada Gambar 8a berturut-turut 14.2; 16.92; 20.48; 40.16; 56.66; 66.06; dan 75.4, dengan intensitas yang diperoleh berturut-turut ialah 316; 187; 501; 85; 61; 20; dan 57. Sudut 2Ө yang diperoleh pada Gambar 8b berturut-turut ialah 13.38; 16.92; 20.42; 40.02; 54.32; 66.16; dan 75.42, dengan intensitas berturut-turut ialah 120; 44; 139; 191; 75; 29; dan 58.

Dokumen terkait