• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa- TiO2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa- TiO2"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA

dan HENNY PURWANINGSIH

Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri. Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel

antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan

membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah, mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar 0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin

tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian

antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.

Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang

dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.

Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2

ABSTRACT

CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA

and HENNY PURWANINGSIH

Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize

hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against

CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling

ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and

Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration

was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMC-succinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.

(2)

2

dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2

maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999). Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat, 50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,

0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),

Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,

plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca, mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh, blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21), dan XRD Shimadzu 610.

Metode

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri, pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian

karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.

Preparasi Selulosa

Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih. Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).

(3)

3

Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)

Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4 jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%, kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan dikeringkan pada suhu 55 °C.

Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2

Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%) dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu

ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah

disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.

Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2

Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013). Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi dilakukan tiga kali ulangan.

V0 = Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)

Vn = Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)

M = Molaritas HCl yang digunakan (M)

m = Massa sampel (g)

162 g/mol = Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU) 59 g/mol = Massa molar dari –CH2COOH

(4)

-4

Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)

Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%

berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan berikut:

Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) = x 100% Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut:

Kadar air (bb) =

Keterangan:

A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)

Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.

Analisis Spektroskopi FTIR

Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata, CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.

Analisis XRD

Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan

(5)

5

Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)

Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy

(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas, kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x dan 5000 x.

Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)

Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.

Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri

Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB) untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring

Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.

Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ± 20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku, sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm

(6)

SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS

KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO

2

CANDRA PERANGIN-ANGIN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS

KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO

2

CANDRA PERANGIN-ANGIN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2 adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Candra Perangin-angin

(10)
(11)

ABSTRAK

CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA

dan HENNY PURWANINGSIH

Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri. Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel

antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan

membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah, mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar 0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin

tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian

antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.

Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang

dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.

Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2

ABSTRACT

CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA

and HENNY PURWANINGSIH

Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize

hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against

CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling

ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and

Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration

was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMC-succinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.

(12)
(13)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS

KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO

2

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(14)
(15)

Judul Skripsi : Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2

Nama : Candra Perangin-angin NIM : G44100036

Disetujui oleh

Betty Marita Soebrata, SSi, MSi Pembimbing I

Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(16)
(17)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil selulosa-TiO2”. Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Juli 2014.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik khususnya kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi, Msi selaku pembimbing utama, Ibu Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan ilmu yang telah diberikan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ai, Bapak Mail, Bapak Sujono (Analis FTIR di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor), Ibu Nunuk (Analis Antibakteri di Pusat Studi Biofarmaka Bogor) atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan seluruh keluarga atas doanya serta buat rekan kerja, yaitu Alfian Hadi, Dyah Permata Sari, untuk kebersamaan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Selain itu, terima kasih kepada Vallian Ghali, Jajang Jaelani, Imam Firdaus, Hawari, Kristian yang senantiasa memberikan masukan, dorongan, dan semangat kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2014

(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakterisasi Karboksimetil Selulosa 8

Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat 10

Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2 11

Hasil Aktivitas Antibakteri 12

Difraktogram 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(20)

DAFTAR GAMBAR

1 Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa 6

2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan

asam suksinat 7

3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2 8

4 Hasil derajat swelling hidrogel 9

5 Hasil spektrum tumpuk selulosa, CMC, dan CMC-Suksinat 10

6 Hasil uji SEM 11

7 Hasil aktivitas antibakteri 12

8 Difraktogram 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir percobaan 17

2 Hasil uji derajat substitusi 18

3 Hasil uji derajat swelling 19

4 Hasil uji kadar air 19

5 Hasil uji pH 20

6 Hasil uji XRD 20

(21)

1

PENDAHULUAN

Hidrogel adalah jaringan polimer yang mengabsorbsi air dengan jumlah besar dan tidak larut dalam air karena adanya tautan silang kimia atau fisika pada rantai polimer (Metters dan Lin 2006). Air yang terdapat dalam gel ini merupakan air yang masuk ke dalam suatu bahan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini bukan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 1997). Hidrogel digunakan sebagai aditif makanan, absorben air, perangkap kimia, pembawa obat, organ buatan, atau sebagai agen penghambat enzim. Hidrogel umumnya dibuat dari molekul polimer hidrofilik yang ditaut silang dengan ikatan kimia maupun dengan interaksi ionik, ikatan hidrogen, atau interaksi hidrofobik. Tidak terdapat batas tertentu mengenai banyaknya air yang dapat diserap bahan untuk dapat disebut hidrogel (Park et al. 1993). Kestabilan hidrogel sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama dalam lingkungan hayati seperti pH, suhu, medan listrik, kekuatan ionik, dan kadar garam (Wang et al. 2004).

Air kelapa dapat diolah untuk menghasilkan beberapa produk bernilai ekonomi seperti minuman ringan, cuka, dan nata de coco. Saat ini baru nata de coco yang telah berkembang mulai dari skala industri rumah tangga hingga industri besar (Tenda et al. 1999). Nata de Coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum (A xylinum). Bakteri A xylinum dapat membentuk nata jika tumbuh dalam air kelapa dengan kandungan nutrisi yang cukup dan mempunyai pH 3-4. Dalam kondisi demikian, A xylinum akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat mensintetis gula menjadi selulosa. Nata de Coco merupakan sumber dari selulosa bakteri. Hasil sintesis selulosa bakteri membentuk karboksimetil selulosa (Awalludin 2004).

Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang dapat terurai secara biologis (biodegradabel), tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, berupa butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2.0 sampai 10.0, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan baku pembuatan CMC memiliki beberapa keuntungan, di antaranya mempunyai kemurnian yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tanaman (Awalludin 2004). CMC berpotensi sebagai adsorben yang dapat menjerap logam berat dilihat dari struktur senyawanya.

Penelitian tentang karboksimetil selulosa telah banyak dilakukan di antaranya Hafizh (2012) mensintesis karboksimetil selulosa (CMC) menggunakan agen pengikat silang N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) sebagai pembenah tanah pada pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum L.), Nisa dan Putri (2014) mensintesis CMC dari selulosa kulit buah Kakao (Teobroma cacao L.), Wijayani

(22)

2

dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2

maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999). Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat, 50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,

0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),

Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,

plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca, mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh, blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21), dan XRD Shimadzu 610.

Metode

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri, pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian

karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.

Preparasi Selulosa

Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih. Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).

(23)

3

Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)

Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4 jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%, kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan dikeringkan pada suhu 55 °C.

Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2

Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%) dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu

ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah

disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.

Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2

Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013). Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi dilakukan tiga kali ulangan.

V0 = Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)

Vn = Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)

M = Molaritas HCl yang digunakan (M)

m = Massa sampel (g)

162 g/mol = Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU) 59 g/mol = Massa molar dari –CH2COOH

(24)

-4

Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)

Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%

berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan berikut:

Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) = x 100% Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut:

Kadar air (bb) =

Keterangan:

A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)

Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.

Analisis Spektroskopi FTIR

Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata, CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.

Analisis XRD

Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan

(25)

5

Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)

Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy

(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas, kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x dan 5000 x.

Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)

Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.

Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri

Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB) untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring

Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.

Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ± 20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku, sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm

(26)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dan memiliki aroma netral (Murray 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan merupakan polimer linier (Nussinovitch, 1997). CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan NaOH yang diikuti dengan asam monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. Sintesis CMC meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan dengan menggunakan NaOH, dengan tujuan untuk mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa, memecah ikatan hidrogen, dan mengembangkan molekul selulosa sehingga memperluas jarak molekul selulosa. Mengembangnya selulosa ini akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi, yaitu asam monokloroasetat. Berdasarkan Gambar 1 hasil reaksi samping pada pembentukan CMC yaitu asam glikolat. Pada penelitian ini, selulosa yang digunakan sebesar 5.5 gram. Selulosa tersebut disintesis menjadi CMC. Setelah dilakukan sintesis, maka diperoleh bobot CMC tiga kali lebih besar dari bobot selulosa. Penambahan bobot disebabkan karena telah terjadi reaksi pada saat sintesis berlangsung. Gambar 1 merupakan mekanisme reaksi pembentukan CMC.

(27)

7

Setelah CMC diperoleh, selanjutnya dilakukan penambahan agen pengikat silang, yaitu asam suksinat. Pemilihan asam suksinat sebagai agen pengikat silang didasarkan pada penelitian Hashem et al. (2013) bahwa asam suksinat merupakan agen pengikat silang yang paling baik dibandingkan dengan asam malat dan asam sitrat. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus –OH dari asam suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pembentukan ikatan silang mengubah sifat dari CMC menjadi tidak larut dalam air. Struktur yang terbentuk memungkinkan air masuk ke dalam struktur CMC-suksina tmembentuk hidrogel. Ciri-ciri hidrogel, yaitu tidak larut dalam air dan dapat mengabsorpsi air (Darwis et al. 2010). Gambar 2 merupakan mekanisme reaksi CMC dengan asam suksinat.

Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat Paduan CMC-Suksinat, selanjutnya ditambahkan senyawa TiO2. Adapun

fungsi dari penambahan TiO2, yaitu hidrogel yang dibuat berfungsi sebagai

antibakteri. Jenis TiO2 yang digunakan ialah jenis rutil. Bentuk titanium dioksida

yang stabil adalah rutil, bentuk lain yaitu anatase dan brukit. Rutil mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase. Katalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning

dan self-sterilizing, yaitu daya membersihkan sendiri yang berfungsi untuk menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yaitu dapat mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai

antibiotik. TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan

laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2, maka bakteri tersebut akan terurai atau busuk bahkan akan

(28)

8

Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu CMC 15%, asam suksinat 7.5%. Konsentrasi yang digunakan sangat tinggi dibandingkan dengan CMC komersial. CMC komersial menggunakan konsentrasi 1.6% dan asam suksinat 0.25%. Perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan karena CMC yang disintesis kelarutannya sangat rendah, sehingga dibutuhkan CMC yang lebih banyak untuk membuat campuran berbentuk pasta. Setelah campuran CMC dan asam suksinat homogen, maka TiO2 ditambahkan dengan tiga konsentrasi

berbeda, yaitu 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Sebelum TiO2 ditambahkan, terlebih dahulu

TiO2 dilarutkan dengan metanol. TiO2 tidak larut dalam pelarut yang sangat polar

seperti air, tetapi TiO2 larut dalam metanol karena metanol kepolarannya lebih

rendah daripada air. TiO2 yang sudah larut, kemudian dicampurkan dengan

CMC-suksinat sampai homogen dan selanjutnya dibuat membran di atas pelat kaca. Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat

lembaran di atas pelat kaca. Gambar 3 menunjukkan warna dari lembaran yang berbeda sesuai dengan konsentrasi TiO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi

konsentrasi TiO2, maka semakin putih warna lembaran yang dihasilkan.

Gambar 3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2

Karakterisasi Karboksimetil Selulosa

Tabel 1 Hasil karakterisasi karboksimetil selulosa

Parameter Nilai (SNI06-3736-1995)

Derajat Substitusi

0.24 0.40-1

Kadar air (%) 8.99 ≤10

pH 4.57 6-8

(29)

9

Karboksimetil selulosa bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari udara. CMC dapat mengabsorbsi air, banyaknya air yang diabsorbsi dipengaruhi oleh kadar air CMC, kelembaban relatif, suhu dan derajat substitusi. CMC yang mempunyai derajat substitusi tinggi, akan lebih efektif mengikat air. Berdasarkan Tabel 1 rerata kadar air dari 3 kali ulangan sebesar 8.99%. Hasil kadar air tersebut sudah baik, karena kadar air masih di bawah 10% (SNI 06-3736-1995). CMC memiliki kemampuan memerangkap air di dalam strukturnya sehingga air tidak bisa masuk ataupun keluar dari bahan. Semakin tinggi derajat substitusi, maka akan menyebabkan air yang terkandung dalam CMC semakin banyak. Hal ini dipengaruhi besarnya tingkat pemutusan ikatan.

Indikator lain yang menunjukkan kualitas CMC adalah pH. pH akan menentukan kelarutan CMC. pH di bawah 5 akan mengurangi kelarutan CMC. pH CMC berdasarkan (SNI 06-3736-1995), yaitu 6-8. Pada penelitian diperoleh rerata hasil pH CMC dengan 3 kali ulangan, yaitu sebesar 4.57 (Tabel 1). Hasil yang diperoleh masih tergolong asam, sehingga kelarutan CMC masih rendah.

Membran CMC-suksinat-TiO2 yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji

swelling atau kemampuan pembengkakan. Pengujian swelling CMC-suksinat-TiO2 dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengujian swelling, terjadi pembengkakan

bentuk CMC-suksinat-TiO2 ketika direndam dengan air. Bentuk hidrogel yang

dihasilkan lebih besar dari CMC-suksinat.Hidrogel yang dihasilkan tidak mudah rapuh pada saat pengujian swelling. Hasil rerata uji swelling CMC-suksinat-TiO2

(0.1%, 0.3%, dan 0.5%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi TiO2 maka

semakin tinggi nilai derajat swelling. Derajat swelling CMC-suksinat lebih rendah dibandingkan dengan CMC-suksinat-TiO2. Berdasarkan hasil tersebut, maka TiO2

dapat meningkatkan nilai derajat swelling.

Gambar 4 Derajat swelling hidrogel

(30)

10

Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat

Pengujian FTIR dilakukan pada 3 sampel yang berbeda, yaitu selulosa 400 mesh, karboksimetil selulosa 100 mesh, dan CMC-suksinat. Gambar 5 merupakan hasil dari spektrum tumpuk dalam uji FTIR ketiga sampel. Spektrum selulosa pada bilangan gelombang 3271.2700 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Pada bilangan gelombang 2920.2300 cm-1 menunjukkan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1658.7800 merupakan gugus karbonil. Gugus eter ditunjukkan pada bilangan gelombang 1037.7000 cm-1 (Pavia et al. 2001). Spektrum yang diperoleh menunjukan struktur selulosa.

Gambar 5 Hasil spektrum tumpuk pada: (a) CMC 100 mesh, (b) Selulosa nata 400 mesh, (c) CMC-suksinat

Pada spektrum CMC, diperoleh bilangan gelombang 3163.2600 cm-1 menunjukkan gugus -OH. Pada bilangan gelombang 2924.0900 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Gugus karboksil (COO-) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1593 cm-1. Pada bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 mengindikasikan gugus eter. CMC yang diperoleh belum terlalu murni, karena masih terdapat pengotor pada CMC tersebut.

Spektrum CMC-suksinat pada bilangan gelombang 3387 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Gugus –OH yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Bertambahnya gugus –OH disebabkan karena adanya asam suksinat pada CMC-suksinat. Adanya asam suksinat tersebut menyebabkan –OH semakin banyak, karena struktur asam suksinat yang mempunyai gugus –OH pada kedua sisinya. Bilangan gelombang 2931.8000 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1593.2000 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus COO-. Gugus karboksil yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Hasil

a

b c

C=O

OH CH

C-O

λ

(31)

11

yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh asam suksinat yang berikatan dengan CMC. Asam suksinat memberikan tambahan gugus karboksil, karena struktur asam suksinat mempunyai gugus karboksil di kedua sisinya. Di antara bilangan gelombang 1000-1300, yaitu bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 dan 1203.3800 menunjukkan gugus eter. Pada CMC-suksinat ini tidak terdapat lagi pengotor, karena reaksi yang terjadi sudah sempuna.

Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2

Pada pengujian SEM dilakukan CMC-suksinat-TiO2 0.5%, karena hasil

tersebut merupakan hasil yang terbaik pada pengujian swelling. Pengujian SEM TiO2 dalam Purwaningsih dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa

butiran-butiran kecil yang terdapat dalam gambar menandakan adanya TiO2. Butiran TiO2

yang terlihat mengalami penggumpalan yang disebabkan karena sifat TiO2 yang

menggumpal jika terkena udara. Pada penelitian dengan perbesaran 3500 × terlihat adanya butiran-butiran yang mengalami penggumpalan. Butiran yang diperoleh lebih besar dan lebih menggumpal dibandingkan dengan penelitian Purwaningsih dan Ratnasari (2014). Perbedaan hasil tersebut diakibatkan karena konsentrasi TiO2 yang diuji lebih tinggi, akibatnya butiran TiO2 lebih

menggumpal. Berdasarkan pengujian, maka TiO2 sudah terlihat di perbesaran

3500 ×. Selain butiran yang menggumpal, terlihat adanya warna putih di setiap permukaan. Warna putih yang dihasilkan merupakan TiO2 yang sudah berikatan

silang dengan struktur CMC. Warna yang dihasilkan tidak di dominasi warna putih, ada yang berwarna gelap yang disebabkan karena TiO2 hanya berikatan

silang dengan CMC sehingga tidak semua warna dari TiO2 menempel pada

struktur CMC. Gambar 6 merupakan hasil analisis SEM dengan perbesaran 3500 × dan hasil SEM penelitian (Purwaningsih dan Ratnasari 2014).

(a) (b)

Gambar 6 Hasil uji SEM (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5% dengan perbesaran 3500 ×,

(32)

12

Hasil AktivitasAntibakteri

Pengujian yang terakhir dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang digunakan ialah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian antibakteri dilakukan dengan ketiga konsentrasi (0.1%, 0.3%, dan 0.5%) dari CMC-suksinat-TiO2. Aktivitas inhibisi antibakteri dari hidrogel diukur

berdasarkan diameter dari zona bening yang terbentuk. Gambar 7 merupakan zona bening yang terbentuk sebelum dan sesudah diinkubasi.

(a) (b) (c)

Gambar 7 Hasil aktivitas antibakteri (a) sebelum di inkubasi, (b) setelah diinkubasi S aureus, dan(c) setelah diinkubasi E coli

Tabel 2 Rasio aktivitas antibakteri Sampel

Berdasarkan Tabel 2, CMC-Suksinat-TiO2 0.5% memiliki rasio aktivitas

antibakteri sebesar 0.81 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli

dan 0.76 untuk bakteri uji S aureus. Hidrogel CMC yang berpotensi sebagai antibakteri juga dapat dihasilkan dengan penambahan logam oksida selain titanium, yaitu perak dan seng. Sari (2014) melaporkan CMC-Suksinat-AgNO3

0.6% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.79 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.71 untuk bakteri uji S aureus. Hadi (2014) melaporkan CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri

(33)

13

bakteri E coli dibandingkan dengan senyawa AgNO3 dan TiO2. Rasio aktivitas

antibakteri terhadap bakteri S aureus menunjukkan TiO2 mempunyai

penghambatan yang paling besar dibanding dengan AgNO3 dan ZnSO4.

Berdasarkan aktivitas antibakteri pada TiO2, semakin tinggi konsentrasi maka

semakin besar zona bening yang terbentuk baik pada bakteri E coli maupun

S.aureus. Zona bening yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (+). Kontrol (-) yang digunakan ialah dimethyl sulfoxide (DMSO) dan CMC nata. Pada DMSO tidak ada zona bening yang terbentuk untuk kedua bakteri tersebut. CMC nata membentuk zona bening, yaitu sebesar 9.41 mm baik pada bakteri

E.coli maupun bakteri S.aureus. Kontrol (-) yang terbentuk masih rendah dibandingkan dengan sampel CMC-suksinat-TiO2 dan kontrol (+). Kontrol (-)

seharusnya tidak membentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk pada kontrol (-) disebabkan karena pelarut yang digunakan pada CMC berfungsi sebagai antibakteri seperti metanol. Oleh sebab itu, kontrol (-) membentuk zona bening. Berdasarkan hasil tersebut, maka CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan

sebagai antibakteri.

Difraktogram

Gambar 8 Difraktogram (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5%, dan (b) CMC-suksinat

Keterangan:

Tanda ● merupakan adanya TiO2 jenis rutil, dan tanda □ merupakan adanya CMC-suksinat

(a)

(34)

14

Pencirian XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Hasil sintesis CMC-suksinat-TiO2

0.5 % dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan disesuaikan dengan data joint cristal powder difraction standard (JCPDS) (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 8 maka logam yang dihasilkan sesuai dengan JCPDS ialah logam kristal TiO2 jenis rutil berbentuk Orthorhombic. Sudut 2Ө diperoleh

berturut-turut sebesar 20.52; 22.32; 24.04; 24.08; 25.86; 31.2; 34.76; dan 45.68, dengan intensitas berturut-turut 1244; 640; 843; 803; 526; 636; 167; dan 372 (Lampiran 6). Hasil tersebut mempunyai intensitas tertinggi pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. Selain kristal TiO2, diperoleh juga intensitas dari

CMC-suksinat pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. CMC-suksinat yang

diperoleh pada Gambar 8a sesuai dengan hasil CMC-suksinat yang diperoleh pada Gambar 8b. Sudut 2Ө pada Gambar 8a berturut-turut 14.2; 16.92; 20.48; 40.16; 56.66; 66.06; dan 75.4, dengan intensitas yang diperoleh berturut-turut ialah 316; 187; 501; 85; 61; 20; dan 57. Sudut 2Ө yang diperoleh pada Gambar 8b berturut-turut ialah 13.38; 16.92; 20.42; 40.02; 54.32; 66.16; dan 75.42, dengan intensitas berturut-turut ialah 120; 44; 139; 191; 75; 29; dan 58.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hidrogel CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan sebagai antibakteri. Hal ini

dibuktikan dengan adanya zona bening pada pengujian antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi TiO2 yang digunakan, semakin besar zona bening yang diperoleh pada

pengujian antibakteri.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-TiO2. Terutama untuk pengujian pH

pada preparasi nata de coco.

DAFTAR PUSTAKA

[SNI 01-2891-1992]. 1992. Kadar Air. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [SNI 06-3736-1995]. 1995. Syarat Mutu Natrium Karboksimetil Selulosa Teknis.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

(35)

15

Darwis D, Nurlidar F, Warastuti Y, dan Hardiningsih L. 2010. Pengembangan hidrogel berbasis Polivinil Pirolidon (PVP) hasil iradiasi berkas elektron sebagai plester penurun demam. J Sains Teknol Nukl Indones. 11(2):57-66. Deptan. 2014. Pembuatan nata de coco dari air kelapa [Internet]. [diunduh 2014

Feb 10]. Tersedia pada: http//pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek.php. Fujishima K, Hashimoto YT, Watanabe. 1999. TiO2 Photocatalysis Fundamental

and Aplication. Japan: Koyo printing.

Garriga M, Aymerich T, Hugas M, Monfort JM. 1993. Bacteriocinogenic activity of lactobacilli from fermenter sausages. J App Bact. 75:142-148.

Hadi A. 2014. Sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-ZnSO4

[skripsi], siap terbit. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hafizh E. 2012. Sintesis karboksimetil selulosa (CMC)-asam humat dan aplikasinya sebagai pembenah tanah pada pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum L.) [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada (UGM).

Hashem M, Sharaf S, Abd El-Hady MM, Hebeish A. 2013. Synthesis and characterization of novel carboxymethyl cellulose hydrogels and carboxymethyl cellulolse-hydrogel-ZnO-nanocomposites. J Carbpol. 95:421-427. doi:10.1016/jc.2013.03.013.

Hong KM. 2013. Preparation and characterization of carboxymethyl cellulose from sugarcane bagasse [tesis]. Kuala Lumpur (ML): Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tunku Abdul Rahman.

Metters AT, Lin C.2006. Hidrogels in Controlled Release Formulation: Network Design and Mathematical Modeling. Elsevier. 30;58 (12-13):1379-1408. Murray JFC. 2000. Cellulosics. Di dalam: G.O Philips and P.A. Williams (Eds).

Handbook of Hydrocolloids. CRC Press, Boca Ration.

Nevell TP, Zeronian SH. 1985. Cellulose Chemistry and Its Application. Ellis Horwood Limited Publisher, Chichester.

Nisa D, Putri WDR. 2014. Pemanfaatan selulosa dari kulit buah Kakao (Teobroma cacao L.) sebagai bahan baku pembuatan CMC (Carboxymethyl Cellulose). J Pangan Agroin. 2(3):34-42.

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloids Application. Blackie Academic & Professional, London.

Park H, Park K, Shalaby WSW. 1993. Biodegradable Hydrogels for Drug Delivery. Pennsylvania: Technomic Publishing Company.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Washington (US): Thomson Learning.

Purwaningsih H, Ratnasari DD. 2014. Pengaruh variasi kecepatan stiring dan temperatur sintering terhadap perubahan struktur mikro dan fase material sensor gas TiO2. Institut Teknologi sepuluh November. J Tek Pomits. 3(1):

2337-3539.

Sari DP. 2014. Sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-AgNO3 [skripsi], siap terbit. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

16

Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. Society of chemical industry. Polym Int. 53:911-918.

Wijayani A, Ummah K, Tjahjani S. 2005. Characterization of Carboxymethyl Cellulose (CMC) from Eichornia crassipes (Mart) Solms. J Chem. 5 (3): 228 – 231.

(37)

17

proses:

1. Perendaman isopropanol

2. Penambahan NaOH 35%

3. Penambahan MCA

4. Penambahan Metanol 80%

5. Penetralan dengan asam asetat

6. Pencucian dengan Metanol

absolut

parameter pengujian

proses:

1. Larutkan CMC dengan air 2. Pencampuran CMC dengan

asam suksinat

proses:

Pencampuran CMC-suksinat- TiO2

dengan konsentrasi TiO2 (0.1%, 0.3%,

dan 0.5%)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir percobaan

Selulosa

CMC

CMC-Suksinat

CMC-suksinat-TiO2

Derajat Substitusi &

Derajat swelling pH & Kadar air SEM & FTIR

(38)

18

Lampiran 2 Hasil uji derajat substitusi

Standardisai NaOH Volume

oksalat (ml)

Ulangan

Volume NaOH (ml)

[NaOH] (M) Awal Akhir Terpakai

10

1 0.0000 9.9500 9.9500 0.3015 2 9.9500 19.8500 9.9000 0.3030 3 19.8500 29.8000 9.9500 0.3015

Rerata 0.3020 Hasil derajat substitusi (DS)

Sampel

Bobot sampel

(g)

Volume HCl (ml)

%CM DS

Awal Akhir Terpakai

Blanko - 0.0000 24.3000 24.3000 - -

Ulangan 1 0.5228 23.6000 45.7000 22.1000 7.5750 0.2247 Ulangan 2 0.5053 1.8000 23.9000 22.1000 7.8373 0.2332 Ulangan 3 0.5043 23.9000 45.7500 21.8500 8.4358 0.2526

Rerata 0.2368 Contoh perhitungan: Ulangan (1)

Kandungan Karboksimetil (%CM) = = =7.5750 Derajat Substitusi (DS) =

=

=

(39)

19

Lampiran 3 Hasil uji derajat swelling

Hasil uji derajat swelling

Derajat swelling= 85.4043% Lampiran 4 Hasil uji kadar air

(40)

20

Contoh Perhitungan lampiran 4: Ulangan 1: Kadar air (bb) =

=

= 8.6740%

Lampiran 5 Hasil uji pH

Hasil uji pH karboksimetil selulosa

Ulangan pH

1 4.5800

2 4.5700

3 4.5700

Rerata 4.5700

Lampiran 6 Hasil uji XRD

2ɵ Intensity 2ɵ Intensity 2ɵ Intensity

14.2000 316 24.0600 548 32.9000 135

14.2200 304 24.0800 803 32.9200 108

16.9200 187 24.1000 433 32.9400 105

20.4800 501 24.1200 548 32.9600 173

20.5000 837 24.1400 370 32.9800 179

20.5200 1244 24.1600 701 33.0000 105

22.2600 512 24.1800 407 33.0200 117

22.2800 359 25.8600 526 34.7600 167

22.3000 528 25.8800 420 40.1000 78

22.3200 640 31.1200 526 40.1600 85

23.9200 507 31.1400 334 45.6400 276

23.9400 508 31.1600 230 45.6600 342

23.9600 425 31.1800 597 45.6800 372

23.9800 704 31.2000 636 45.7000 236

24.0000 565 32.8400 109 56.6600 61

24.0200 344 32.8600 111 66.0600 20

(41)

21

(42)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kutambaru, 14 Januari 1992. Penulis merupakan putra kedua dari 2 bersaudara, pasangan Jamsen Perangin-angin dan Ndinta br Sembiring. Tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tigabinanga dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis juga aktif di kegiatan non-akademik, seperti menjadi anggota UKM PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), anggota IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo), pernah menjadi juara 2 Bola Voli beregu putra dalam SPIRIT FMIPA IPB pada tahun 2012 dan juara 1 pada tahun 2013, pernah menjadi juara 2 Catur beregu dalam SPIRIT FMIPA IPB pada tahun 2013, serta pernah menjadi juara 1 Bola Voli beregu putra dalam Hyperchem pada tahun 2014.

(43)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dan memiliki aroma netral (Murray 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan merupakan polimer linier (Nussinovitch, 1997). CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan NaOH yang diikuti dengan asam monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. Sintesis CMC meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan dengan menggunakan NaOH, dengan tujuan untuk mengaktifkan gugus-gugus OH pada molekul selulosa, memecah ikatan hidrogen, dan mengembangkan molekul selulosa sehingga memperluas jarak molekul selulosa. Mengembangnya selulosa ini akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi, yaitu asam monokloroasetat. Berdasarkan Gambar 1 hasil reaksi samping pada pembentukan CMC yaitu asam glikolat. Pada penelitian ini, selulosa yang digunakan sebesar 5.5 gram. Selulosa tersebut disintesis menjadi CMC. Setelah dilakukan sintesis, maka diperoleh bobot CMC tiga kali lebih besar dari bobot selulosa. Penambahan bobot disebabkan karena telah terjadi reaksi pada saat sintesis berlangsung. Gambar 1 merupakan mekanisme reaksi pembentukan CMC.

(44)

7

Setelah CMC diperoleh, selanjutnya dilakukan penambahan agen pengikat silang, yaitu asam suksinat. Pemilihan asam suksinat sebagai agen pengikat silang didasarkan pada penelitian Hashem et al. (2013) bahwa asam suksinat merupakan agen pengikat silang yang paling baik dibandingkan dengan asam malat dan asam sitrat. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus –OH dari asam suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pembentukan ikatan silang mengubah sifat dari CMC menjadi tidak larut dalam air. Struktur yang terbentuk memungkinkan air masuk ke dalam struktur CMC-suksina tmembentuk hidrogel. Ciri-ciri hidrogel, yaitu tidak larut dalam air dan dapat mengabsorpsi air (Darwis et al. 2010). Gambar 2 merupakan mekanisme reaksi CMC dengan asam suksinat.

Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat Paduan CMC-Suksinat, selanjutnya ditambahkan senyawa TiO2. Adapun

fungsi dari penambahan TiO2, yaitu hidrogel yang dibuat berfungsi sebagai

antibakteri. Jenis TiO2 yang digunakan ialah jenis rutil. Bentuk titanium dioksida

yang stabil adalah rutil, bentuk lain yaitu anatase dan brukit. Rutil mempunyai struktur kristal mirip dengan anatase. Katalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning

dan self-sterilizing, yaitu daya membersihkan sendiri yang berfungsi untuk menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yaitu dapat mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai

antibiotik. TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan

laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2, maka bakteri tersebut akan terurai atau busuk bahkan akan

(45)

8

Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu CMC 15%, asam suksinat 7.5%. Konsentrasi yang digunakan sangat tinggi dibandingkan dengan CMC komersial. CMC komersial menggunakan konsentrasi 1.6% dan asam suksinat 0.25%. Perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan karena CMC yang disintesis kelarutannya sangat rendah, sehingga dibutuhkan CMC yang lebih banyak untuk membuat campuran berbentuk pasta. Setelah campuran CMC dan asam suksinat homogen, maka TiO2 ditambahkan dengan tiga konsentrasi

berbeda, yaitu 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Sebelum TiO2 ditambahkan, terlebih dahulu

TiO2 dilarutkan dengan metanol. TiO2 tidak larut dalam pelarut yang sangat polar

seperti air, tetapi TiO2 larut dalam metanol karena metanol kepolarannya lebih

rendah daripada air. TiO2 yang sudah larut, kemudian dicampurkan dengan

CMC-suksinat sampai homogen dan selanjutnya dibuat membran di atas pelat kaca. Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat

lembaran di atas pelat kaca. Gambar 3 menunjukkan warna dari lembaran yang berbeda sesuai dengan konsentrasi TiO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi

konsentrasi TiO2, maka semakin putih warna lembaran yang dihasilkan.

Gambar 3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2

Karakterisasi Karboksimetil Selulosa

Tabel 1 Hasil karakterisasi karboksimetil selulosa

Parameter Nilai (SNI06-3736-1995)

Derajat Substitusi

0.24 0.40-1

Kadar air (%) 8.99 ≤10

pH 4.57 6-8

(46)

9

Karboksimetil selulosa bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari udara. CMC dapat mengabsorbsi air, banyaknya air yang diabsorbsi dipengaruhi oleh kadar air CMC, kelembaban relatif, suhu dan derajat substitusi. CMC yang mempunyai derajat substitusi tinggi, akan lebih efektif mengikat air. Berdasarkan Tabel 1 rerata kadar air dari 3 kali ulangan sebesar 8.99%. Hasil kadar air tersebut sudah baik, karena kadar air masih di bawah 10% (SNI 06-3736-1995). CMC memiliki kemampuan memerangkap air di dalam strukturnya sehingga air tidak bisa masuk ataupun keluar dari bahan. Semakin tinggi derajat substitusi, maka akan menyebabkan air yang terkandung dalam CMC semakin banyak. Hal ini dipengaruhi besarnya tingkat pemutusan ikatan.

Indikator lain yang menunjukkan kualitas CMC adalah pH. pH akan menentukan kelarutan CMC. pH di bawah 5 akan mengurangi kelarutan CMC. pH CMC berdasarkan (SNI 06-3736-1995), yaitu 6-8. Pada penelitian diperoleh rerata hasil pH CMC dengan 3 kali ulangan, yaitu sebesar 4.57 (Tabel 1). Hasil yang diperoleh masih tergolong asam, sehingga kelarutan CMC masih rendah.

Membran CMC-suksinat-TiO2 yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji

swelling atau kemampuan pembengkakan. Pengujian swelling CMC-suksinat-TiO2 dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengujian swelling, terjadi pembengkakan

bentuk CMC-suksinat-TiO2 ketika direndam dengan air. Bentuk hidrogel yang

dihasilkan lebih besar dari CMC-suksinat.Hidrogel yang dihasilkan tidak mudah rapuh pada saat pengujian swelling. Hasil rerata uji swelling CMC-suksinat-TiO2

(0.1%, 0.3%, dan 0.5%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi TiO2 maka

semakin tinggi nilai derajat swelling. Derajat swelling CMC-suksinat lebih rendah dibandingkan dengan CMC-suksinat-TiO2. Berdasarkan hasil tersebut, maka TiO2

dapat meningkatkan nilai derajat swelling.

Gambar 4 Derajat swelling hidrogel

(47)

10

Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat

Pengujian FTIR dilakukan pada 3 sampel yang berbeda, yaitu selulosa 400 mesh, karboksimetil selulosa 100 mesh, dan CMC-suksinat. Gambar 5 merupakan hasil dari spektrum tumpuk dalam uji FTIR ketiga sampel. Spektrum selulosa pada bilangan gelombang 3271.2700 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Pada bilangan gelombang 2920.2300 cm-1 menunjukkan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1658.7800 merupakan gugus karbonil. Gugus eter ditunjukkan pada bilangan gelombang 1037.7000 cm-1 (Pavia et al. 2001). Spektrum yang diperoleh menunjukan struktur selulosa.

Gambar 5 Hasil spektrum tumpuk pada: (a) CMC 100 mesh, (b) Selulosa nata 400 mesh, (c) CMC-suksinat

Pada spektrum CMC, diperoleh bilangan gelombang 3163.2600 cm-1 menunjukkan gugus -OH. Pada bilangan gelombang 2924.0900 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Gugus karboksil (COO-) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1593 cm-1. Pada bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 mengindikasikan gugus eter. CMC yang diperoleh belum terlalu murni, karena masih terdapat pengotor pada CMC tersebut.

Spektrum CMC-suksinat pada bilangan gelombang 3387 cm-1 mengindikasikan gugus –OH. Gugus –OH yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Bertambahnya gugus –OH disebabkan karena adanya asam suksinat pada CMC-suksinat. Adanya asam suksinat tersebut menyebabkan –OH semakin banyak, karena struktur asam suksinat yang mempunyai gugus –OH pada kedua sisinya. Bilangan gelombang 2931.8000 cm-1 merupakan regangan ikatan C-H. Bilangan gelombang 1593.2000 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus COO-. Gugus karboksil yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Hasil

a

b c

C=O

OH CH

C-O

λ

(48)

11

yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh asam suksinat yang berikatan dengan CMC. Asam suksinat memberikan tambahan gugus karboksil, karena struktur asam suksinat mempunyai gugus karboksil di kedua sisinya. Di antara bilangan gelombang 1000-1300, yaitu bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 dan 1203.3800 menunjukkan gugus eter. Pada CMC-suksinat ini tidak terdapat lagi pengotor, karena reaksi yang terjadi sudah sempuna.

Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2

Pada pengujian SEM dilakukan CMC-suksinat-TiO2 0.5%, karena hasil

tersebut merupakan hasil yang terbaik pada pengujian swelling. Pengujian SEM TiO2 dalam Purwaningsih dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa

butiran-butiran kecil yang terdapat dalam gambar menandakan adanya TiO2. Butiran TiO2

yang terlihat mengalami penggumpalan yang disebabkan karena sifat TiO2 yang

menggumpal jika terkena udara. Pada penelitian dengan perbesaran 3500 × terlihat adanya butiran-butiran yang mengalami penggumpalan. Butiran yang diperoleh lebih besar dan lebih menggumpal dibandingkan dengan penelitian Purwaningsih dan Ratnasari (2014). Perbedaan hasil tersebut diakibatkan karena konsentrasi TiO2 yang diuji lebih tinggi, akibatnya butiran TiO2 lebih

menggumpal. Berdasarkan pengujian, maka TiO2 sudah terlihat di perbesaran

3500 ×. Selain butiran yang menggumpal, terlihat adanya warna putih di setiap permukaan. Warna putih yang dihasilkan merupakan TiO2 yang sudah berikatan

silang dengan struktur CMC. Warna yang dihasilkan tidak di dominasi warna putih, ada yang berwarna gelap yang disebabkan karena TiO2 hanya berikatan

silang dengan CMC sehingga tidak semua warna dari TiO2 menempel pada

struktur CMC. Gambar 6 merupakan hasil analisis SEM dengan perbesaran 3500 × dan hasil SEM penelitian (Purwaningsih dan Ratnasari 2014).

(a) (b)

Gambar 6 Hasil uji SEM (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5% dengan perbesaran 3500 ×,

(49)

12

Hasil AktivitasAntibakteri

Pengujian yang terakhir dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang digunakan ialah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian antibakteri dilakukan dengan ketiga konsentrasi (0.1%, 0.3%, dan 0.5%) dari CMC-suksinat-TiO2. Aktivitas inhibisi antibakteri dari hidrogel diukur

berdasarkan diameter dari zona bening yang terbentuk. Gambar 7 merupakan zona bening yang terbentuk sebelum dan sesudah diinkubasi.

(a) (b) (c)

Gambar 7 Hasil aktivitas antibakteri (a) sebelum di inkubasi, (b) setelah diinkubasi S aureus, dan(c) setelah diinkubasi E coli

Tabel 2 Rasio aktivitas antibakteri Sampel

Berdasarkan Tabel 2, CMC-Suksinat-TiO2 0.5% memiliki rasio aktivitas

antibakteri sebesar 0.81 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli

dan 0.76 untuk bakteri uji S aureus. Hidrogel CMC yang berpotensi sebagai antibakteri juga dapat dihasilkan dengan penambahan logam oksida selain titanium, yaitu perak dan seng. Sari (2014) melaporkan CMC-Suksinat-AgNO3

0.6% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.79 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.71 untuk bakteri uji S aureus. Hadi (2014) melaporkan CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri

(50)

13

bakteri E coli dibandingkan dengan senyawa AgNO3 dan TiO2. Rasio aktivitas

antibakteri terhadap bakteri S aureus menunjukkan TiO2 mempunyai

penghambatan yang paling besar dibanding dengan AgNO3 dan ZnSO4.

Berdasarkan aktivitas antibakteri pada TiO2, semakin tinggi konsentrasi maka

semakin besar zona bening yang terbentuk baik pada bakteri E coli maupun

S.aureus. Zona bening yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (+). Kontrol (-) yang digunakan ialah dimethyl sulfoxide (DMSO) dan CMC nata. Pada DMSO tidak ada zona bening yang terbentuk untuk kedua bakteri tersebut. CMC nata membentuk zona bening, yaitu sebesar 9.41 mm baik pada bakteri

E.coli maupun bakteri S.aureus. Kontrol (-) yang terbentuk masih rendah dibandingkan dengan sampel CMC-suksinat-TiO2 dan kontrol (+). Kontrol (-)

seharusnya tidak membentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk pada kontrol (-) disebabkan karena pelarut yang digunakan pada CMC berfungsi sebagai antibakteri seperti metanol. Oleh sebab itu, kontrol (-) membentuk zona bening. Berdasarkan hasil tersebut, maka CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan

sebagai antibakteri.

Difraktogram

Gambar 8 Difraktogram (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5%, dan (b) CMC-suksinat

Keterangan:

Tanda ● merupakan adanya TiO2 jenis rutil, dan tanda □ merupakan adanya CMC-suksinat

(a)

Gambar

Gambar 1 Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa
Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat
Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat
Gambar 4 Derajat swelling hidrogel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengadaan GPK di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif pihak dinas pendidikan bertanggung jawab dalam jumlah personil GPK yang sudah diatur di

Pengaruh dari variasi debit effluen pada percobaan kontinyu adalah efisiensi penurunan dan titik jenuh.Efisiensi penurunan konsentrasi terbesar dengan waktu jerap lebih

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada beberapa kesamaan antara fakta dan teori pengetahuan terhadap peningkatan pengetahuan siswa tentang pencegahan penyalahgunaan

AIDS oleh sektor – sektor terkait namun di Indonesia belum berhasil menghambat laju penularan HIV/ AIDS, banyak Faktor yang mempercepat epidemi HIV/ AIDS di Indonesia

Namun, saya diingatkan bahwa kita harus terus-menerus mengadvokasikan agar ada lebih banyak jenis obat antiretroviral tersedia di Indonesia, untuk memberi pilihan baru pada mereka

I (and my co-authors) hereby assign and transfer to ASPIRATOR - Journal of Vector-borne Diseases Studies all rights of copyright ownership and permission to the article,

dengan penambahan jamur tiram dan jagung, formula terbaik berdasar analisis sensori ditinjau dari parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan overall, mengetahui kadar

Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun