• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cangkang tutut pada Gambar 6 merupakan limbah dari konsumsi daging tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial. Cangkang tutut memiliki bentuk cangkang kerucut agak menggelembung dengan tinggi cangkang hingga 40 mm dengan diameter 15-25, tipis, dan kecil. Cangkang tutut cocok sebagai sumber material komposit karena mengandung berbagai mineral. Salah satunya adalah unsur kalisum. Kalsium dalam cangkang tutut memiliki satu komposisi fasa yaitu kalsium karbonat (CaCO3).

Gambar 6 Cangkang tutut (Bellamya javanica) (a) kering (b) serbuk halus

Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut Sebelum dan Setelah Kalsinasi

Hasil analisis XRD untuk keberadaan senyawa CaCO3 dari serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi menunjukkan bahwa cangkang tutut memiliki puncak-puncak pada kisaran βθ β6-53 (°) yaitu 26.34, 27.26, 33.28, 36.16, 37.98, 38.14, 41.52, 42.96, 45.90, 48,54, 50.4, dan 52.52 (Gambar 7). Puncak difraksi fasa CaCO3 (aragonite) dicirikan dari puncak difraksi yang khas dengan intensitas

tertinggi berada pada sudut βθ β6.γ4°, γγ.β8°, γ6.16°, dan 5β.5β° (berdasarkan

data JCPDS No. 41-1475). Analisis difraksi sinar-x terhadap serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa CaCO3 merupakan komponen utama.

b a

13

Gambar 7 Difraktogram sinar-x serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi Fase kristal CaCO3 aragonit terbentuk dari kondisi super jenuh dan membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi. Fase ini disintesis pada temperatur di atas 60oC. Umumnya, aragonit ditemukan di alam sebagai biomineral dalam batu karang, cangkang kerang, cangkang tutut, dan otolit. Aragonit berisostruktur dengan karbonat dari kation divalen seperti Ba, Sr, dan Pb (Dickens dan Bowen 2007).

Serbuk cangkang tutut yaitu CaCO3 dikalsinasi pada suhu 1000-1β00 ᵒC

selama 3 jam. Kalsinasi pada suhu rendah dapat menyebabkan senyawa CaO yang dihasilkan berubah kembali menjadi CaCO3 dan dekomposisi CO2 yang dihasilkan akan cukup rendah. Proses kalsinasi bertujuan untuk mengubah senyawa CaCO3 menjadi CaO. Kondisi ini menyebabkan seluruh komponen organik cangkang tutut terbakar habis menjadi CO2 dan H2O (Adak dan Purohit 2011). Kalsinasi juga dapat menghilangkan senyawa organik dan pengotor yang mengganggu dalam proses pembentukan HAp (Sukaryo et al. 2009). Dengan demikian di akhir proses kalsinasi, seluruh cangkang tututdiharapkan dapat berubah menjadi CaO dan menyebabkan massa sampel berkurang. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 2a dan standar fasa CaCO3 dapat dilihat pada Lampiran 3a.

Reaksi: CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

Senyawa CaO yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2. Proses konversi dilakukan dengan cara dibiarkan kontak langsung dengan udara. Proses ini bertujuan agar terjadi hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 melalui persamaan reaksi: 2CaO(s) + 2H2O(g) → βCa(OH)2(s). Pola XRD cangkang tutut setelah kalsinasi menunjukkan bahwa telah terbentuknya fasa Ca(OH)2 (portlandite) yang dicirikan keberadaannya pada sudut 2θ = 18.18°, 28.68°, 34.30°, 47.40°, 50.92°, 54.16°, dan 62.62°, 64.16°, 67.46° (berdasarkan data JCPDS No. 44-1481) (Gambar 8).

14

Gambar 8 Difraktogram sinar-x hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut Senyawa Ca(OH)2 yang diperoleh ini merupakan starting material yang digunakan dalam tahap sintesis HAp. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang tutut setelah kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 2b dan standar fasa Ca(OH)2 dapat dilihat pada Lampiran 3b.

Penentuan Kadar Ca Cangkang Tutut

Analisis kadar Ca dalam cangkang tutut setelah kalsinasi menggunakan AAS. Hasil analisis serbuk cangkang tutut menunjukkan kandungan kalsium sebesar adalah 55.37% (Lampiran 4). Kandungan kalsium cangkang tutut yang diperoleh lebih rendah dibandingkan cangkang tutut hasil penelitian Herawaty (2014) sebesar 64.73%. Namun kandungan kalsium dari cangkang tutut lebih tinggi dibandingkan cangkang keong sawah hasil Winata (2012) sebesar 52%. Hasil AAS telah membuktikan bahwa cangkang tutut yang kaya akan kalsium berpotensi sebagai prekursor kalsium untuk mensintesis HAp.

Tutut hidup di tanah sawah berlumpur, oleh karena selain kalsium yang terdapat dalam cangkang diduga terdapat unsur lain yang terkandung dalam cangkang tutut yaitu magnesium, fosfor, natrium, besi, mangan, tembaga dan seng. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh komposisinya memiliki kadar dibawah 0.05%, sedangkan kadar tertinggi sebesar 0.08% berasal dari unsur besi. Kadar ini masih dibawah syarat mutu yaitu 2.00% berdasarkan persyaratan dalam SNI 19-7030-2004 yang mengindikasikan bahwa cangkang tutut ini tidak termasuk limbah organik domestik yang membahayakan (Herawaty 2014).

Hasil Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Basah

Sintesis hidroksiapatit paling banyak dilakukan adalah metode presipitasi basah. Metode ini digunakan karena jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif lebih banyak dan tanpa menggunakan pelarut organik (Cunniffe et al. 2010). Selain itu partikel HAp yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian tinggi dalam waktu sintesis yang cepat. Sintesis HAp dilakukan dengan mereaksikan larutan Ca(OH)2 dengan larutan (NH4)2HPO4 dengan persamaan reaksi:

10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH Ca(OH)2

15 Proses sintesis berlangsung menggunakan pH optimum terbentuknya HAp yaitu 10 (Dahlan et al. 2009). Apabila pH larutan kurang dari 10 atau melebihi 10akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium dehidrat yang mudah larut dalam air (Afshar et al. 2003). Suhu sintering sangat penting dalam proses menghasilkan HAp murni karena fasa selain HAp dapat terbentuk apabila suhu sintering terlampau tinggi maupun terlampau rendah. Jika suhu sintering terlampau tinggi maka akan terbentuk senyawa apatit karbonat tipe A Ca10(PO4)6CO3 dan jika suhu sintering terlampau rendah maka akan terbentuk senyawa apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3CO3(OH)2 (Shojai et al. 2013). Proses sonikasi dilakukan dengan memberikan gelombang ultrasonik yangbertujuan untuk memperkecil ukuran HAp dan membuat partikel HAp homogen sehingga derajat kristalinitasnya meningkat. Proses dekantasi dan sentrifugasi bertujuan agar HAp dapat mengendap sehingga mudah untuk dipisahkan (Earl et al. 2006).

Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggnakan XRD

Identifikasi pola difraksi sinar-x HAp hasil sintesis dengan metode

presipitasi dicirikan oleh puncak difraksi di antara sudut βθ ββ–80° (Gambar 9). Pola XRD menunjukkan bahwa serbuk hasil sintesis merupakan murni fasa tunggal HAp berdasarkan data JCPDS No. 09-0432 (Lampiran 3c). Hal ini

dibuktikan dari puncak ciri khas yang kuat pada βθ = γ1.λ8°, γβ.λ6°, dan γγ.08°

tanpa adanya puncak asing. Data hasil analisis XRD HAp dapat dilihat pada Lampiran 2c.

Gambar 9 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi

Selain pola difraksi sinar-x khas dari HAp dicirikan pula dengan munculnya beberapa puncak difraksi intensitas sedang pada sudut 2θ β6° dan 39–53°, dua puncak agak lemah di 28–29° dan 64°. Hasil analisis yang dilakukan Lee (2009) menggunakan program general structure analysis system (GSAS) menunjukkan struktur HAp adalah struktur heksagonal.

16

Hasil Analisis HAp menggunakan FTIR

Analisis spektrum FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugug fungsi yang terdapat pada senyawa HAp yang dihasilkan. Gugus fungsi pada HAp ditandai dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1. Spektrum FTIR HAp hasil sintesis metode presipitasi dapat dilihat pada Gambar 10.

.

Gambar 10 Spektrum FTIR hidroksiapatit hasil metode presipitasi basah Adanya serapan pada bilangan gelombang 1033.12, 604.89 dan 565.77 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus PO43-. Bilangan gelombang pada vibrasi gugus PO43- yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada bilangan gelombang di sekitar 1090, 602, dan 570 cm-1. Sejalan dengan Destainville (2003) yang juga melaporkan bahwa gugus PO43- muncul pada bilangan gelombang 1041.56, 601.79 dan 567.07 cm-1. Adanya gugus OH- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 3431.90 cm-1. Vibrasi gugus OH- yang sama juga telah dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada serapan pada bilangan gelombang sekitar 3572 dan 632 cm-1. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Dedourkova et al. (2012) bahwa gugus OH- muncul pada bilangan gelombang 3575 cm-1. Gugus OH- yang sama juga dilaporkan muncul pada bilangan gelombang 3421.72 cm-1 (Raynaud 2002). Adanya puncak lemah yang merupakan vibrasi dari gugus CO32- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1421.03 cm-1. Vibrasi dari gugus CO32- yang sama juga telah dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) bahwa spektrum lemah mengindikasikan adanya gugus CO32- muncul pada bilangan gelombang 1470 dan 1420 cm-1 sebagai hasil dari absorpsi atmosfer CO2 pada permukaan partikel HAp. Hal ini sejalan dengan hasil FTIR pada gugus CO32- yang dilaporkan oleh Herawaty et al.

(2014) yaitu muncul pada bilangan gelombang 1454.33 cm-1. Meejoo et al. (2006) juga melaporkan gugus CO32- muncul pada serapan gelombang 1454.33 cm-1. Menurut Dedourkova et al. (2012) bahwa adanya substitusi karbonat pada gugus hidroksil atau fosfat dapat disebabkan oleh kelarutan CO2 di lingkungan sekitar terkait dengan pengadukan yang kuat selama proses sintesis HAp dengan metode presipitasi kimia. Hasil spektrum terlihat bahwa gugus fosfat terdeteksi paling dominan. Hasil ini menunjukkan tingkat kemurnian HAp yang sangat tinggi,

OH- CO3

3-17 walaupun masih terdapat gugus karbonat sebagai kalsium karbonat dalam jumlah yang sangat kecil (trace element).

Hasil Karakterisasi HAp menggunakan SEM

Analisis SEM bertujuan untuk melihat partikel HAp. Analisis ini dilakukan dengan teknik pelapisan menggunakan emas. Foto SEM partikel HAp dapat dilihat pada Gambar 11. Kristal HAp yang diperoleh cenderung berbentuk bulat atau bola dan ukuran rata-rata pori yang homogen. Farnoush et al. (2012) melaporkan hal yang sama bahwa morfologi HAp dilihat menggunakan SEM diperoleh HAp berbentuk bola. Porositas HAp berfungsi menyediakan lingkungan biologi yang baik pada adhesi sel, interaksi selular, proliferasi, dan migrasi (Poinern et al. 2013). Dengan demikian, pori HAp yang terdapat diantara butiran HAp diharapkan memiliki kemampuan sebagai media pertumbuhan tulang baru setelah implantasi.

Gambar 11 Foto SEM HAp hasil sintesis presipitasi basah perbesaran 500X Foto SEM pada HAp menggunakan metode presipitasi yang sama dilaporkan Yoruc dan Koca (2009) bahwa diperoleh HAp berbentuk boladan terjadi aglomerasi pada partikel. Hal ini terjadi karena bergabungnya partikel ukuran nano membentuk aglomerat sehingga diperoleh beberapa ukuran mikro. Sejalan dengan Dedourkova et al. (2012) yang memperoleh partikel HAp berbentuk bola dan beberapa partikel yang teraglomerasi. Mobasherpour et al.

(2007) juga melaporkan hal yang sama bahwa pada SEM partikel HAp yang dihasilkan menggunakan metode presipitasi diperoleh partikel kecil dan partikel aglomerasi. Morfologi hidroksiapatit menunjukkan aglomerasi dengan karakteristik partikel tunggalnya cenderung bulat-bulat. Morfologi HAp hasil sintesis metode presipitasi membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih kecil.

Komposit HAp-Kitosan-PVA sebagai Injectable Bone Substitute

Komposit IBS yang telah disintesis diiradiasi menggunakan sinar gamma dengan dosis 20 kGy berdasarkan Association for the Advancement of Medical

18

Instrumentation (AAMI) TIR33:2005 yang menyatakan bahwa dosis sterlisasi pada kisaran dosis 15 hingga 35 kGy. Iradiasi gamma pada material untuk sterilisasi produk yang akan digunakan dalam bidang kesehatan dan tidak meninggalkan residu radioaktif. Secara visual hasil sampel IBS setelah iradiasi menunjukkan gel tak berwarna (bening) yang kental dan homogen.

Karakterisasi komposit menggunakan FTIR

Spektroskopi Fourier Transform infrared (FTIR) adalah teknik yang tepat untuk menguji interaksi partikel polimer. Hasil pengujian FTIR PVA, kitosan, hidroksiapatit dan komposit HAp-kitosan-PVA ditampilkan pada Gambar 12. Karakteristik spektrum polivinil alkohol terdapat pada bilangan gelombang 3438 cm-1 (vibrasi regang OH), 2924 cm-1 (vibrasi regang C-H/CH2), 1701 cm-1 (vibrasi regang –C=O), 1381 cm-1 (vibrasi regang –C-H), 1055 cm-1 (vibrasi –C-C-). Dan juga kehadiran dari absorbsi ikatan HOH yang diobservasi pada bilangan gelombang 1649 cm-1. Spektrum kitosan pada bilangan gelombang 3730 cm-1 (vibrasi regang H-NH), sementara 1654 cm-1 merupakan karakteristik dari amida I. Puncak tajam pada 1421 cm-1 yang ditunjukkan oleh mode perubahan bentuk simetris CH3. Bilangan gelombang 3432 cm-1 (vibrasi regang –OH), 2874 cm-1 (vibrasi C-H alifatik), 664 cm-1 (vibrasi tekuk N-H). Spektrum FTIR hidroksiapatit cangkang tutut antara lain vibrasi regang OH pada daerah 3431 cm

-1, vibrasi tekuk H-OH pada 1640 cm-1, serapan yang khas dari karbonat (CO32-) pada 1421 cm-1 dan 873 cm-1, kemudian serapan fosfat (PO43-) pada 1033 cm-1, 604 cm-1 dan 565 cm-1. Pada spektrum FTIR komposit terlihat bahwa spektrum yang terbentuk merupakan gabungan dari spektrum unsur-unsur penyusun dari komposit yaitu PVA, kitosan dan hidroksiapatit. Terjadi pelebaran puncak pada bilangan gelombang 3000-3500 cm-1 yang merupakan penggabungan antara vibrasi –OH dari hidroksiapatit, kitosan dan PVA (Warastuti et al. 2014). Selain itu terdapat pula puncak serapan yang khas dari kitosan pada 2874cm-1 (vibrasi –

C-H alifatik).

Gambar 12 Spektrum FTIR PVA ( ), kitosan ( ), hidroksiapatit ( ) dan komposit HAp-kitosan-PVA ( )

19 Puncak serapan hidroksiapatit cangkang tutut sebelum perlakuan menunjukkan serapan vibrasi regang OH pada daerah 3431 cm-1, vibrasi tekuk H-OH pada 1640 cm-1, serapan yang khas dari karbonat (CO32-) pada 1421 cm-1 dan 873 cm-1, kemudian serapan fosfat (PO43-) pada 1033 cm-1, 604 cm-1 dan 565 cm-1, tetapi setelah terbentuk komposit, puncak serapan dari hidroksiapatit berkurang intensitasnya dan agak melebar/broadening berkisar 3000-3500 cm-1. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antar unsur penyusun komposit, seperti ikatan hidrogen antara kitosan-hidroksiapatit. Gugus –OH dan –NH2 dari kitosan berikatan dengan gugus –OH dari hidroksiapatit (Pighinelli et al. 2013).

Karakterisasi komposit menggunakan XRD

Hasil pola difraksi sinar-x dari komposit hidroksiapatit cangkang tutut khitosan-PVA ditampilkan pada Gambar 13. Dari pola difraksi terlihat puncak difraksi dari hidroksiapatit pada posisi βθ 31.98°, 32.96°, dan 33.08°. Kitosan memperlihatkan dua puncak difraksi pada 12.41o dan 20.42o sedangkan pada PVA terdapat satu puncak difraksi pada 19.84o.

Dari pola difraksi tersebut terlihat bahwa hidroksiapatit bersifat kristalin karena menghasilkan puncak-puncak yang tajam, PVA bersifat semi kristalin dan kitosan bersifat amorf karena puncaknya yang cenderung melebar. Puncak difraksi sinar-x pada sampel menunjukkan gabungan dari ketiga unsur penyusun komposit. Pada posisi βθ 10-β0ᵒ terdapat puncak difraksi pada posisi 11.γ1o dan 19.93o, dimana puncak difraksi PVA di posisi 19.84o dan kitosan di posisi 21.42o berubah menjadi satu puncak saja di posisi 19.57o. Hal tersebut menunjukkan kitosan memiliki interaksi yang kuat dengan PVA, menghasilkan campuran

miscible (Zhang 2012). Sementara itu, puncak difraksi pada posisi 25o sampai 50o

merupakan puncak difraksi dari hidroksiapatit. Dari pola difraksi sinar-x ini juga dapat diketahui bahwa campuran ketiga unsur berinteraksi membentuk komposit dan tidak membentuk senyawa baru, yang terlihat dari tidak terbentuknya puncak difraksi baru pada pola difraksi komposit.

20

Karakterisasi komposit dengan SEM

Morfologi permukaan dari membran komposit IBS disajikan pada Gambar 14. Permukaan membran terlihat kasar dan terdapat mikropori yang berasal dari penambahan hidroksiapatit. Jaringan penghubung berpori pada membran berfungsi sebagai sirkulasi pada cairan tubuh dan darah (Teng et al. 2008).

Gambar 14 Morfologi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA

Hasil Uji Viskositas

Pengujian tingkat kekentalan atau viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sampel atau komposit yang telah disintesis. Pengujian ini bertujuan agar sampel IBS dapat disuntikkan dengan baik ketika proses implan dilakukan. Karena sebagai bahan IBS kekentalan dari bahan implan harus tepat untuk menjaga implan yang akan masuk mengisi rongga kosong pada tulang. Hasil nilai viskositas yang ditunjukkan oleh komposit adalah 36 dPa.s. Nilai viskositas yang dimiliki oleh komposit ini menunjukkan hasil yang mendekati nilai standar viskositas untuk sampel injectable bone substitute yaitu 40 dPa.s. Hal ini menunjukkan bahwa secara kualitatif, suspensi mampu diaplikasikan sebagai

injectable bone substitute.

Hasil Uji SitotoksisitasIn vitro Sel Endotel

Pengujian sitotoksisitas dilakukan secara in vitro menggunakan media kultur sel endotel. Uji ini bertujuan untuk menentukan viabilitas sel ketika terjadi kontak langsung dengan sampel. Sel endotel dipilih karena sel endotel merupakan sel utama yang terlibat dalam pembentukan pembuluh darah. Hidroksiapatit diketahui mampu meningkatkan proliferasi endotel yang dibutuhkan untuk terjadinya pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) (Rucker et al. 2006). Proses pembentukan pembuluh darah baru sangat penting dalam proses perbaikan jaringan yang rusak, pertumbuhan jaringan, maupun proses penyembuhan. Oleh karena itu, komposit IBS sebagai implan yang berfungsi mempercepat proses penyembuhan tidak boleh menyebabkan toksisitas pada sel endotel.

21 Persen inhibisi menunjukkan terhambatnya pertumbuhan sel akibat terpapar oleh sampel. Persen inhibisi dinyatakan dalam dosis efektif median (ED50). Jika persen inhibisi melebihi 50%, maka sampel tergolong toksik (Matsuura et al.

2000). Konsentrasi komposit yang digunakan dengan deret konsentrasi (%) 100, 75, 50, 25, 12.5 menggunakan uji MTT. Hasil uji toksisitas komposit menunjukkan bahwa batas konsentrasi yang aman adalah 12.5% dengan persen inhibisi 13.13% yang artinya sel CPAE yang digunakan tetap hidup lebih dari 50%. Hasil uji sitotoksisitas dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Komposit HAp-kitosan-PVA terhadap sel CPAE dengan deret konsentrasi (%) (a) 100, (b) 75, (c) 50, (d) 25, dan (e) 12.5

Dokumen terkait