• Tidak ada hasil yang ditemukan

Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi

Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika abu sekam dan oksida-oksida lainnya baik logam maupun non logam. Dari hasil analisa diketahui silika dengan tingkat kemurnian 95,14% dan sisanya 4,86% berupa senyawa-senyawa oksida yang sulit dihilangkan(Tabel 4).

Tabel 4. Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam berdasarkan analisa metode XRF

No Senyawa Prosentase Berat Unsur Prosentase Berat

1 SiO2 95,14 Si 44,48 2 Al2O3 1,69 Al 0,897 3 Na2O 0,647 Na 0,48 4 CaO 0,602 Ca 0,431 5 K2O 0,449 K 0,373 6 MgO 0,362 Mg 0,218 7 Fe2O3 0,262 Fe 0,183 8 MnO 0,207 Mn 0,161 9 As2O3 0,119 As 0,09 10 Cs2O 0,117 Cs 0,11 11 P2O5 0,113 P 0,0492 12 ZnO 0,0853 Zn 0,0685 13 Ar 0,055 Ar 0,055 14 Cl 0,048 Cl 0,048 15 Rb2O 0,0179 Rb 0,0164 16 Yb2O3 0,0169 Yb 0,0148 17 CuO 0,0118 Cu 0,0094

Hasil karakterisasi silika dengan metode difraksi sinar-X memperlihatkan sudut 2θ 20,89°; 21,89°; 21,99°; 22,87°; 22,93°; 31,36°; 31,47°; 36,10°; 36,21°;48,52°; 56,99°; 57,11° (Gambar 29b). Tingkat kristalinitas silika sekitar 78,68% - 80,63% (Lampiran 5)

c b c a b c

Gambar 29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi, dan amplas (SiC)

Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung

Analisa kandungan arang kayu Lembasung dilakukan untuk mengetahui kadar karbon arang. Dari hasil analisa diketahui kandungan arang kayu Lembasung berupa zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%, dan karbon 85,365%. Pola difraksi arang kayu Lembasung ,menunjukkan bahwa arang sebagian besar masih bersifat amorf, kecuali pada 2θ 44° terdapat dalam bentuk kristal dengan intesitas kecil (Gambar 29c). Dari data difraksi sinar- X diketahui tingkat kristalinitas arang kayu sekitar 44,41% (Lampiran 5).

Distribusi ukuran partikel-partikel arang kayu setelah proses milling selama 3 jam memperlihatkan variasi ukuran butir dari 10 μm - 75 μm (Gambar 30). Ini menunjukkan bahwa proses milling selama tiga jam tidak mereduksi ukuran butir secara menyeluruh. Tumbukan bola-bola alumina dengan partikel-partikel maupun antara partikel-partikel itu sendiri menyebabkan pecahnya partikel arang menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Hasilnya diperoleh ukuran butir partikel-partikel arang yang heterogen (Gambar 30).

Gambar 30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling selama 3 jam

Karakterisasi Hasil Sintesis

Campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 yang dimillling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm dan perbandingan 1/3 yang dimillling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm memperlihatkan adanya perbedaan. Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 masih sulit terlihat dibawah mikroskop optik sedangkan pada pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3 sudah terlihat adanya SiC yang terbentuk (Gambar 31). Hal ini berhubungan dengan tingkat energi yang digunakan berbeda.

(a) (b)

Gambar 31 Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b) perbesaran 200 kali

Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3, milling dilakukan dengan kecepatan 600 rpm (ML) sedangkan pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3, milling dilakukan dengan kecepatan 1400 rpm (HEM). Energi mekanik yang dihasilkan berbanding lurus dengan kecepatan milling. Makin besar kecepatan milling makin besar energi mekanik yang dihasilkan. Milling dengan kecepatan 1400 rpm menghasilkan energi mekanik yang jauh lebih besar dibanding milling dengan kecepatan 600 rpm. Energi mekanik yang lebih besar pada milling dengan kecepatan 1400 rpm sudah mampu memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC. Energi mekanik yang dihasilkan pada milling dengan kecepatan 600 rpm belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon sehingga belum terbentuk senyawa SiC (Gambar 31). Hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar-X, dimana sudut-sudut 2θ pada milling 600 rpm menghasilkan puncak-puncak dominan yang relatif berdekatan dengan struktur awal silika.

Sintering pada temperatur 1300°C dan tekanan sekitar 30 Mpa menghasilkan material keramik dalam bentuk pellet (Gambar 32). Material keramik yang dihasilkan mempunyai sifat listrik yang berbeda dengan sifat listrik silika. Silika tidak dapat menghantarkan arus listrik (isolator) sedangkan material keramik hasil sintering mampu menghantarkan listrik.

 

Gambar 32 Material keramik hasil sintering

Perlakuan sintering memberikan pengaruh besar pada material ditandai dengan perubahan 2θ membentuk 2θ yang baru yaitu 26,1°; 26,5°; 44,5°; dan 45,5°; 64,8°; dan 77,8° pada sampel MLSPS 144 (Gambar 33d) sedangkan sintering tanpa milling membentuk puncak baru pada sudut 44,5°; 64,8°; dan 77,8° pada sampel SPS3 (Gambar 33c).

  a b c d a b (1 0 31) (0 1 38) c (009) (1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) d

Gambar 33 Pola difraksi untuk sampel ML144, SPS3, MLSPS144 dan SiC

(amplas)

Pola difraksi sinar-X sampel dibandingkan dengan Joint Committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS), hasil peneliti terdahulu pada sudut 2θ~35,8°; 42°; 60,5°; 76° memperlihatkan fase kristal β-SiC struktur kubik dan pola difraksi sinar-X silikon karbida (amplas). JCPDS yang digunakan nomor 42- 1091 dan 22-1319 tahun 1997.

Perlakuan milling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm belum terbentuk SiC ditandai dengan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi silika (Gambar 33b). Hal ini disebabkan oleh tidak cukupnya energi yang dihasilkan untuk membentuk SiC pada milling dengan kecepatan 600 rpm. Pola difraksi hasil sintering pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 memperlihatkan adanya 2θ baru yang bersesuaian dengan 2θ SiC pada sudut 64,82° dan 77,88° menandai terbentuknya SiC. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk senyawa SiC (SPS3) (Gambar 33c). Pola difraksi kombinasi perlakuan milling

selama 144 jam dan kecepatan 600 rpm dengan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada 26,08°C; 26,5°C; 45,5°C; 64,82° dan 77,86° bersesuaian dengan 2θ SiC. Kombinasi dua perlakuan tersebut menghasilkan energi yang lebih besar lagi sehingga membentuk SiC lebih banyak (Gambar 33d).

Campuran silika dan karbon pada perbandingan 1 : 3 dengan perlakuan hidrotermal selama 24 jam menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi awal silika dan arang. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses hidrotermal selama 24 jam belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC (HD24) (Gambar 34d).

Perlakuan milling selama 6 jam dan kecepatan 1400 rpm menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan puncak-puncak dan 2θ silika, tetapi muncul puncak baru pada sudut 64,96° dengan intesitas yang relatif kecil bersesuaian dengan 2θ SiC. Ini berarti energi yang dihasilkan pada proses milling dengan kecepatan 1400 rpm telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon untuk membentuk senyawa SiC (HEM6)(Gambar 34a). SiC dapat terbentuk lebih banyak jika waktu atau kecepatan milling ditingkatkan.

Kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada sudut 26,6° dan 45,07° dengan intesitas relatif sama, juga sudut 64,79° dan 77,82° dengan intesitas yang juga relatif sama tetapi dengan intesitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan 2θ sebelumnya. Keempat 2θ tersebut bersesuaian dengan 2θ SiC. Walaupun demikian puncak-puncak yang bersesuaian dengan 2θ material reaktan masih terlihat yaitu pada sudut 22,07° bersesuaian dengan 2θ silika dan sudut 44,47 bersesuaian dengan 2θ karbon. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan

karbon membentuk senyawa SiC tetapi proses reaksi belum sempurna saat energi sintering dihentikan akibatnya fasa kristal silika dan karbon masih tersisa atau belum berubah seluruhnya menjadi SiC (HEM6SPS) (Gambar 34b).

Selanjutnya, kombinasi tiga perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan 2θ baru berbeda dengan 2θ silika dan karbon pada pola difraksi sinar-X. Sudut 26,49°; 45,25°; 64,80° dan 77,88° merupakan 2θ yang baru berbeda dengan 2θ reaktan tetapi bersesuaian dengan 2θ SiC. Hal ini membuktikan bahwa kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan energi cukup bagus untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbaon membentuk senyawa baru silikon karbida (HEM6HDSPS) (Gambar 34c). a b c d e e d 0 0 9) (1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) c b a

Perlakuan kombinasi milling dan sintering menghasilkan kristal-kristal SiC yang mana proses pembentukannya belum sempurna energi sintering dihentikan (sampel HEM6SPS dan MLSPS 144). Proses hidrotermal memberikan energi tambahan untuk memicu reaksi silika dan karbon membentuk senyawa SiC.

Indeks Miller berguna untuk menyatakan pemisahan bidang (dhkl). Pemisahan bidang (hkl) dalam kisi kubus atau rhombohedral dinyatakan dengan persamaan 4.

       (4)  Perhitungan parameter kisi menggunakan persamaan (5) untuk sistem kristal

kubus dan rombohedral dimana unsur a = b = c. 

(5) 

dimana : a = parameter kisi

d = pemisahan bidang (Å) hkl = indeks Miller.

Parameter kisi bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) secara berturut-turut adalah 30,26 Å; 22,73 Å; 44,59 Å; 46,59Å. Rata-rata ukuran kristal sampel bervariasi dari 38 nm hingga 89 nm. Rata-rata ukuran kristal sampel ML144, MLSPS144, SPS3, HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24 berturut- turut 38,88nm; 42,77nm; 50,60nm; 88,96nm; 78,51nm; 51,36nm; 39,45nm.

Gambar 36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144. Perbesaran 5.000 kali

Gambar 37 Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS. Perbesaran 10.000 kali

Gambar 38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran 20.000 kali. Kenampakan morfologi material keramik hasil kombinasi milling kecepatan 1400 rpm dengan sintering lebih kompak dan tidak terlihat adanya pori-pori (Gambar 37). Material keramik hasil sintering tanpa milling memperlihatkan retakan-retakan dan kurang kompak tetapi terlihat adanya bidang permukaan yang saling berhubungan membentuk sudut tertentu (Gambar 35dan 38). Kombinasi milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO2 dan C 5/3 memperlihatkan adanya pori (Gambar 36).

Sampel-sampel mempunyai tingkat kristalinitas yang berbeda tergantung perlakuan yang diberikan. Perlakuan hidrotermal pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 mempunyai tingkat kristalinitas paling rendah yaitu 34,69%. Milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 54,85%. Milling berkecapatan 600 rpm selama 144 jam pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan tingkat kristalinitas 70,92%. Hal ini menandakan bahwa selain tingkat energi, lamanya waktu milling berpengaruh pada tingkat kristalinitas yang dihasilkan. Kombinasi

milling berkecepatan 600 rpm selama 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 75,92%. Perlakuan milling selama 3 jam pada serbuk silika dan serbuk karbon sebelum sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 81,42%. Hal ini membuktikan bahwa ukuran butir reaktan ikut menentukan tingkat kristalinitas hasil reaksi. Makin kecil ukuran butir reaktan makin tinggi tingkat kristalinitas hasil reaksi. Kombinasi perlakuan milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas paling tinggi yaitu 90,34%. Perlakuan hidrotermal hasil milling energi tinggi pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 sebelum sintering membentuk kristal yang lebih stabil tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan tingkat kristalinitas 87%.

Analisis EDS pada sampel MLSPS 144 menunjukkan bahwa perbandingan campuran SiO2 dan C setelah milling dan sintering adalah 52,83 : 47,17 = 0,893. Campuran silika dan karbon pada sampel MLSPS 144 sebelum reaksi adalah 5 : 3 = 1,667 artinya sebagian senyawa SiO2 telah bereaksi dengan karbon membentuk senyawa SiC. Perbandingan atom unsur Si : C = 15,14% : 84,86% pada sampel MLSPS144 menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik (Gambar 39). Puncak energi sebesar 1,739 keV indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 keV indikasi adanya unsur C dalam keramik (Gambar 39).

Gambar 40 Kurva EDS sampel HEM6HDSPS

Hasil analisis EDS pada sampel HEM6HDSPS menunjukkan adanya puncak energi sebesar 1,739 keV indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 keV indikasi unsur C dalam keramik. Perbandingan atom unsur Si : C = 12,48% : 48,93% pada sampel HEM6HDSPS, hal ini menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik Perbandingan unsur Si dan C tidak sesuai dengan perhitungan stoikiometri mengindikasikan adanya unsur-unsur pengotor dalam keramik (Gambar 41).

Gambar 42 Pemetaan unsur sampel HEM6SPS

Berdasarkan data pemetaan unsur-unsur penyusun material keramik HEM6HDSPS dan HEM6SPS, diketahui bahwa unsur Si berdekatan dengan unsur C menandakan unsur Si berikatan dengan C membentuk SiC. Selain itu terlihat masih adanya unsur-unsur pengotor seperti Fe dan Ca. Unsur pengotor mempengaruhi sifat listrik keramik SiC (Gambar 42).

Sifat optik material keramik SiC diuji dengan UV-Vis spektroskopi menunjukkan daerah reflektansi meningkat cepat pada panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm pada sampel SPS3 dan bergeser ke 365 hingga 390 nm pada sampel MLSPS144. Nilai prosentase reflektans sampel SPS 3 sekitar 7% pada daerah panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Sampel MLSPS 144 pada panjang gelombang yang sama hanya sekitar 3%, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Nilai reflektansi sampel MLSPS144 lebih rendah dibanding sampel SPS3 (Gambar 43). Hal ini membuktikan bahwa lamanya waktu milling dan sintering berpengaruh pada kualitas SiC yang dihasilkan.

a b

b

a

Gambar 43 Spektrum reflektansi material keramik SPS3 dan MLSPS144

Gambar 44 Spektrum absorbansi sampel HEM6HDSPS

Keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C dengan tekanan 2,7 - 3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan selama 5 menit pada temperatur 1300°C dan tekanan sekitar 30 MPa memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 300 - 400 nm yaitu pada ultra violet (Gambar 44).

Hasil uji karakteristik arus-tegangan menunjukkan bahwa material keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 MPa memberikan respon terhadap cahaya. Pengukuran arus tegangan memperlihatkan adanya perubahan nilai arus dan tegangan jika diberikan cahaya lampu dan UV (Gambar 45). Perubahan nilai arus tegangan menyebabkan nilai resistivitas meningkat dalam merespon cahaya lampu dan UV secara berturut-turut sebagai terlihat pada tabel 5. Perhitungan nilai resistivitas material keramik hasil reaksi menggunakan persamaan berikut :

R = ρ ( /A) atau ρ = (R.A)/        (6) Dimana : R = hambatan (Ohm)

A = luas (m2 atau cm2)     panjang  m atau cm   Ρ   hambatan jenis  Ohm.m atau Ohm.cm a b c a b c

Gambar 45 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6SPS

Sedangkan uji karakteristik arus tegangan sampel hasil kombinasi perlakuan milling, hidrothermal dan sintering (sampel HEM6HDSPS) hanya memberikan respon terhadap UV. Pemberian sinar UV pada sampel akan meningkatkan nilai resistivitas. Sebaliknya pemberian cahaya lampu tidak direspon oleh sampel ditandai dengan grafik yang dihasilkan berimpit (sama) dengan grafik tanpa pemberian cahaya lampu (Gambar 46a dan 46b)

Tabel 5 Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering HEM6SPS Perlakuan V (volt) Arus (A) R (Ohm) A (cm2) Panjang (cm) Resistivitas (ρ) (Ω.cm) Tanpa lampu 0,4 0,5 0,8 1,77 0,3 4,72 Dengan lampu 0,5 0,5 1 1,77 0,3 5,9 Dengan UV 0,55 0,5 1,1 1,77 0,3 6,49 a=b c a b c

Gambar 46 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6HDSPS

Perlakuan yang berbeda mempengaruhi sifat listrik sampel dalam merespon sinar UV, kombinasi perlakuan milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO2 dan karbon 5/3 memperlihatkan perubahan resistivitas paling besar dalam merespon sinar UV (Tabel 6). Sampel MLSPS144 lebih kuat merespon UV dari sampel SPS3 jika keduanya diberikan sinar UV. Hal ini berhubungan dengan ukuran kristal sampel MLSPS144 lebih kecil dan kristal SiC lebih banyak dari sampel SPS3. Jika dibandingkan dengan hasil

millling energi mekanik tinggi pada perbandingan SiO2 : C = 1 : 3, maka hasil milling pada perbandingan SiO2 : C = 5 : 3 memberikan respon yang lebih baik (Gambar 47). a b c d b a d c

Gambar 47 Karakteristik I-V keramik berbeda terhadap sinar UV

Tabel 6 Perbandingan nilai resistivitas Sampel terhadap sinar UV

Sampel V (volt) I (A) R (ohm) A (cm2) Panjang (cm) Resistivitas (Ω.cm) MLSPS144 0,8 0,5 1,60 1,77 0,4 7,08 SPS3 0,8 0,6 1,33 1,77 0,4 5,90 HEM6SPS 0,8 0,7 1,14 1,77 0,3 6,74 HEM6HDSPS 0,8 0,76 1,05 1,77 0,3 6,21

Berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai resistivitas berbagai bahan, maka material keramik SiC yang dihasilkan termasuk bahan semikonduktor. Kehadiran bahan pengotor unsur besi (Fe), kalsium (Ca), atau unsur lainnya membuat material keramik SiC yang dihasilkan tergolong semikonduktor ekstrinsik.

Dokumen terkait