SUPARMAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sintesis Silikon Karbida dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Charcoal by Solid State Reaction Method. Under direction of AKHIRUDDIN MADDU and GUSTAN PARI
The agricultural waste such as rice husk and meubel waste such as powder wood does not used in an optimal fashion for functional material. Silica were synthesized from rice husk by burning and refining. Rice husk contains silica ± 10,5% with purity 95,1%. Carbon were synthesized from powder wood in reactor. The aim of our research was synthesis silicon carbide (SiC) from rice husk and wood. Silica and carbon mixture with ratio 5/3 and 1/3 were reacted by solid state reaction. SiC ceramic was produced by milling, hidrothermal, and sintering. The product was analyzed by X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy, Energy Dispersive Spectroscopy, Ultra Violet -Visible spectrometry, and I-V meter. The Size of crystal vary from 18 to 200 nm. The SiC ceramic is semiconductor material that can used to electronic aplication.
Keywords: synthesis, silica, carbon, silicon carbide, milling, hydrothermal and sintering
Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan GUSTAN PARI.
Indonesia merupakan negara agraris penghasil beras dan mempunyai hutan tropis yang luas sehingga menjadi penghasil kayu utama dunia. Industri pertanian dan industri pengolahan kayu menjadi barang jadi seperti meubel merupakan penghasil limbah. Limbah pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai material fungsional. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut yang diharapkan dapat menjadi bahan dasar untuk berbagai aplikasi. Tujuan penelitian untuk mensintesis silikon karbida dari sekam padi dan serbuk kayu.
Sintesis SiC dilakukan dengan metode reaksi fasa padat antara SiO2 dari sekam padi dan C dari serbuk kayu Lembasung dengan cara milling, hidrothermal, sintering, dan kombinasinya. Sintesis SiO2 dari sekam padi melalui penimbangan, pencucian, pengeringan, pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Hasil yang diperoleh berupa silika (SiO2) 95,14 %, Al2O3 (1,69%), Na2O (0,647%), CaO (0,602%), K2O (0,449%), MgO (0,362%), Fe2O3(0,262%), MnO (0,207%), As2O3(0,119%), Cs2O (0,117%), P2O5(0,113%), ZnO (0,0853%), Ar (0,055%), Cl(0,048%), Rb2O (0,0179%), Yb2O3 (0,0169%), CuO (0,0118%). Sintesis C dari serbuk kayu Lembasung (Shorea atrinervosa) melalui pengarangan dalam reaktor hingga temperatur 500°C. Hasil yang diperoleh berupa kandungan karbon 85,365%, zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%. Pengayakan dan milling selama 3 jam silika dan karbon dilakukan untuk mereduksi ukuran butir agar lebih mudah bereaksi.
Sintesis SiC melalui milling dengan kecepatan 600 rpm selama 144 jam dan milling energi mekanik tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam. Proses mekanik kimia menyebabkan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi partikel-parikel yang berukuran lebih halus dan terjadinya reaksi kimia. Sintesis SiC melalui proses hidrothermal dengan katalisator amonium hidroksida (NH4OH) pada temperatur ± 100°C dan tekanan ± 3 MPa. Temperatur zat cair dan tekanan uap menjadi agen reaksi kimia. Mineral-mineral yang stabil pada lingkungan hidrothermal mengkristal. Sintesis SiC melalui sintering dilakukan dalam ruang vakum pada spark plasma sintering (SPS) dengan temperatur 1300°C selama 8 menit bertekanan ±30 MPa. Reaksi kimia terjadi akibat pengaruh tekanan dan temperatur tinggi.
©
Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
IN
SEKOLA
NSTITUT
SUPARM
AH PASC
T PERTA
BOGO
2010
MAN
CASARJA
ANIAN BO
ANA
OGOR
OR
NIM : G751080051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Akhiruddin,S.Si,M.Si Dr. Gustan Pari,M.Si,APU
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Biofisika
Dr. Agus Kartono, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian adalah sintesis silikon karbida dari silika sekam padi dan karbon kayu dengan metode reaksi fasa padat. Penelitian ini memanfaatkan limbah industri pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu gergaji. Penelitian dilaksanakan sejak Juli 2009 hingga Februari 2010 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan, BATAN Serpong, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Irzaman Ketua Departemen Fisika Fakultas MIPA beserta staf yang banyak memberikan saran dan motivasi, Kepala Lab.Terpadu Puslitbang Hasil Hutan beserta staf terkhusus Bapak Didik, Dadang, dan Mahfudin. Bapak Direktur PT BIN BATAN Serpong beserta staf dan secara khusus Bapak Drs. Sulistyoso, MT atas segala bantuannya. Penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan atas bantuan dana pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih teristimewa disampaikan kepada ayahanda Haru Mappong (alm) dan ibunda Hafila (alm), istri tercinta Faridah, dan kedua buah hatiku Akhlak Muhammad Ihsan dan Rahmania Nur Hafidzah, ibu mertua Sakka atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Mayor Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama penelitian hingga selesainya tesis ini
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik dari pihak lain yang sifatnya membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2010
Oktober 1973 dari ayah Haru Mappong dan ibu Hafila. Penulis merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara.
Tahun Ajaran 1992/1993 penulis menjadi siswa kelas khusus Balai Pelatihan Guru Ujung Pandang. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNHAS melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, lulus tahun 2000. Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten mata kuliah Mineralogi/Kristalografi dan mata kuliah Geologi Dasar. Tahun 1996 s/d 1997 aktif mengajar di Bimbingan Belajar KMP Unhas. Penulis menempuh pendidikan Akta Mengajar Universitas Terbuka, lulus tahun 2006.
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
Ruang Lingkup Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan ... 4
Silikon Karbida ... 5
Cacat Kristal ... 12
Milling ... 14
Sintering ... 15
Hidrotermal ... 17
Karakterisasi Silikon Karbida ... 17
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Alat dan Bahan ... 19
Tahapan Penelitian ... 20
Isolasi Silika dari Sekam Padi ... 21
Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung ... 24
Milling Silika dan Karbon ... 26
Sintesis Silikon Karbida (SiC ... 26
Milling ... 28
Hidrotermal ... 28
Sintering ... 28
Kode Sampel ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi ... 31
Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung ... 32
Karakterisasi Hasil Sintesis ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
1 Politipe umum SiC ... 8
2 Data struktur silikon karbida pada temperatur 298°K ... 9
3 Hubungan struktur antara SiC, Si dan C ... 9
4 Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam
pada abu sekam ... 31
5 Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering
HEM6SPS ... 46
1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state) ... 6
2 Skema orbital-orbital s dan p ... 6
3 Awan ikatan orbital hybrid sp3 menunjukkan ikatan kovalen ... 7
4 Struktur β-SiC ... 7
5 Skema unit sel silikon karbida ... 8
6 Urutan lapisan ABCABC Struktur β-SiC sepanjang bidang (112) ... 8
7 Urutan lapisan struktur 6H αSiC sepanjang bidang (112) ... 8
8 Skema struktur α-SiC (2H) ... 9
9 Hubungan struktur rombohedral dengan kubik dan heksagonal ... 12
10 Cacat titik dalam sebuah kristal ... 12
11 Cacat kristal dislokasi ... 13
12 Slip akibat dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan ... 13
13 Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill ... 14
14 Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang ... 15
15 Mesin milling dan kelengkapannya ... 15
16 Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering ... 16
17 Susunan dasar sistem SPS ... 17
18 Nilai resistivitas berbagai bahan ... 18
19 Diagram alir tahapan penelitian ... 20
20 Diagram alir isolasi silika dari sekam padi ... 22
21 Pengabuan sekam padi ... 23
25 Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung ... 25
26 Reaktor arang dan kelengkapannya ... 25
27 Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung ... 26
28 Diagram alir sintesis SiC ... 27
29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi dan amplas (SiC) ... 32
30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling 3 jam ... 33
31 Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b). Perbesaran 200 kali ... ... 33
32 Material keramik hasil sintering ... 34
33 Pola difraksi untuk sampel ML144. SPS3, MLSPS144 dan SiC (amplas) ... 35
34 Pola XRD pada sampel HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS dan HD24.. 37
35 Morfologi permukaan keramik sampel SPS3. Perbesaran 1000 kali ... 38
36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144 Perbesaran 5000 kali ... 39
37 Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS Perbesaran 10000 kali ... 39
38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran 20000 kali ... 40
39 Kurva EDS sampel MLSPS144 ... 41
40 Kurva EDS sampel HEM6HDSPS ... 42
41 Pemetaan unsur sampel HEM6HDSPS ... 42
42 Pemetaan unsur sampel HEM6SPS ... 43
46 Karakteristi arus-tegangan sampel HEM6HDSPS ... 46
1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 52
2 Perhitungan ukuran kristal sampel ... 53
3 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan
SiO2 : C = 5 : 3 ... 61
4 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan
SiO2 : C = 1 : 3 ... 62
5 Data kristalinitas sampel ... 60
6 Perhitungan parameter kisi ... 69
7 Tabel perbandingan Data Peak dan sudut 2 Theta silika dan hasil
Sintesis ... 70
8 Data Joint Commite on Powder Diffraction Standars (JCPDS)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan
temuan-temuan baru yang mendorong munculnya disiplin ilmu Biofisika yang
dapat dipelajari oleh orang-orang dari berbagai disiplin ilmu yang telah ada
sebelumnya. Salah satu kajian ilmu Biofisika yang menarik adalah bidang
Biomaterial yang meliputi material sintesis maupun material alami.
Banyak material yang dibutuhkan dalam bidang industri, kedokteran/medis
maupun berbagai bidang lainnya didatangkan dari luar negeri sehingga harganya
menjadi mahal. Sementara Indonesia adalah salah satu negara kaya dengan
berbagai kekayaan alam yang melimpah tapi pengelolaan dan pemanfaatannya
belum maksimal. Karena itu penelitian dan pengembangan material yang tersedia
melimpah di Indonesia perlu dilakukan, dengan harapan ditemukannya
material-material baru bernilai ekonomi tinggi. Penelitian biomaterial-material telah mendorong
penemuan-penemuan material baru.
Dalam bidang industri elektronik telah dilakukan penelitian-penelitian untuk
mendapatkan material-material baru yang bersifat semikonduktor. Bahan
semikonduktor dapat berupa unsur maupun senyawa kimia tertentu. Salah satu
yang paling penting adalah silikon (Si). Bahan silikon adalah bahan
semikonduktor yang mendominasi teknologi elektronik dan fotonik. Bahan
semikonduktor lainnya adalah germanium (Ge). Sedangkan bahan semikonduktor
senyawa bahkan jauh lebih banyak seperti senyawa Zn (ZnO, ZnS, ZnSe), GaAs,
dan beberapa senyawa kimia lainnya. Beberapa senyawa silikon juga merupakan
bahan semikonduktor yang banyak diteliti seperti siliko nitrida (SiN) dan silikon
karbida (SiC).
Sintesis SiC selama ini banyak menggunakan sumber karbon dalam bentuk
grafit, karbon black maupun batu bara dan mineral-mineral alamiah seperti kuarsa
dari batuan sebagai sumber silika untuk mendapatkan silikon. Karbon dalam
bentuk grafit, karbon black, dan batu bara serta mineral-mineral kuarsa dari
akan habis. Oleh karena itu para ilmuan telah memikirkan cara mendapatkan
karbon dan silika dari bahan alam yang dapat diperbaharuhi sebagai bahan dasar
untuk mensintesis SiC. Salah satu cara mendapatkan karbon adalah mengisolasi
karbon dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi. Sekam padi dapat
dijadikan sebagai bahan dasar untuk mensintesis SiC seperti yang dilakukan
pertama kali oleh Cultler (1973). Sejak itu penelitian SiC berbasis sekam padi
telah dilakukan oleh banyak ahli dengan berbagai cara diantaranya Mansour dan
Hanna (1979); Nutt (1988); Patel (1991); Ray et al (1991); Singh et al (1993, 1995); Romera dan Reinso (1996); Moustafa et al(1997); Krishnarao (1998); Padmaja dan Mukunnda (1999); Janghorban dan Tazesh (1999); Panigrahi et al
(2001) dan sintesis SiC dari sekam padi dalam sebuah reaktor plasma telah
dilakukan oleh Singh et al (2002). SiC dihasilkan dari pirolisis langsung sekam
padi sebagai material dasar memperlihatkan partikel sangat halus atau bentuk
serat (Limthongkul P et al, 2005).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan
ilmu biofisika khususnya di Indonesia. Program Biofisika IPB telah melakukan
berbagai penelitian yang diarahkan pada Biofisika Teori dan komputasi, membran
biologi dan sintesis biomaterial, bahan biologi dan pangan, bioelektronik dan
biofotonik, dan bioenergi. Penelitian yang penulis lakukan mengarah pada
penelitian biofisika material yaitu sintesis SiC berbasis sekam padi dan serbuk
kayu.
Perumusan Masalah
Sintesis SiC selama ini dilakukan secara konvesional melalui proses
karbotermal yang dikenal sebagai proses Acheson. Proses ini melibatkan reaksi antara kuarsa dengan tingkat kemurnian tinggi atau pecahan-pecahan kuarsit
dengan karbon (grafit, karbon black atau batu bara pada temperatur antara 1600°C
- 2500°C). SiC yang dihasilkan mempunyai ukuran partikel kasar sampai
beberapa millimeter. Sintesis SiC dengan cara ini menggunakan sumber daya
alam yang tak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sintesis SiC dengan
murah. Karbon dapat diisolasi dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi.
Serbuk kayu dan sekam padi merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, mudah diperoleh sebagai limbah industri kayu dan industri pertanian
dengan biaya yang relatif murah. SiC yang dihasilkan berukuran lebih halus dan
disintesis pada temperatur lebih rendah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis silikon karbida (SiC) dari
silika sekam padi dan karbon kayu yang kemudian dikarakterisasi dengan XRD,
SEM dan EDS, UV-Vis spektrometer, I-V meter.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan limbah pertanian menjadi bahan fungsional.
2. Mengetahui cara mensintesis silika (SiO2 ) dari sekam padi.
3. Mendapatkan karbon dan hasil sampingannya (uap cair) dari serbuk kayu
4. Mengetahui cara melakukan reaksi kimia fasa padat pada temperatur tinggi.
5. Mendapatkan material keramik SiC.
6. Mengetahui berbagai cara karakterisasi material dengan analisis spektroskopi
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian perlu adanya batasan-batasan yang harus
diperhatikan agar pembahasan tidak keluar dari topik penelitian. Penelitian ini
dibatasi pada :
1. Mengisolasi silika (SiO2 ) dari sekam padi.
2. Menngisolasi karbon dari serbuk kayu Lembasung
3. Mereaksikan SiO2(s) dan C(s) pada temperatur tinggi menurut reaksi berikut ; SiO2(s) + 2C(s)→ SiC (s) + CO2(g) dan SiO2(s) + 3C(s) → SiC (s) + 2CO (g) 4. Karakterisasi dengan analisis difraksi sinar-X (XRD), Scanning Electron
Microscopy (SEM), Energy Disversive Spectrometry (EDS), UV-Vis
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Salah satu produk pertanian yang tersedia cukup melimpah adalah sekam
padi. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil
sampingan saat proses penggilingan padi. Sekitar 20% dari bobot butir padi
adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam
yang selalu dihasilkan setiap kali pembakaran sekam padi (Harsono H, 2002) .
Abu sekam mengandung sekitar 94% - 96% silika. Silika yang terdapat dalam
sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat. Tapi jika pembakaran dilakukan secara
terus-menerus pada suhu di atas 650°C akan menaikkan kristalinitasnya dan
akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silika sekam. Silika
merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, mulai
bidang elektronik, mekanik, medis, seni dan bidang lainnya (Harsono H, 2002).
Sementara itu karbon banyak di temukan dalam bentuk arang baik arang
tempurung kelapa maupun arang kayu sebagai hasil pembakaran tempurung dan
kayu. Carbon black, grafit dan batu bara adalah bentuk lain dari karbon. Karbon kayu dapat dibuat dengan mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan
melakukan pembakaran pada kayu.
Silikon karbida (SiC) merupakan satu-satunya material keramik non-oksida
paling penting, dihasilkan pada skala besar dalam bentuk bubuk (powder), bentuk
cetakan, dan lapisan tipis. Aplikasi silikon karbida (SiC) dalam industri karena
sifat mekaniknya yang sangat baik, konduktivitas listrik dan termal tinggi,
ketahanan terhadap oksidasi kimia sangat baik, dan SiC berpotensi untuk fungsi
keramik atau semikonduktor temperatur tinggi (Niyomwas S. 2008). Silika sekam
padi dan karbon kayu adalah dua material yang akan digunakan untuk mensintesis
silikon karbida (SiC).
Kombinasi atau persenyawaan antara dua atau lebih unsur atau bahan
(material) dapat menghasilkan bahan atau material fungsional. Persenyawaan
antara silikon dan karbon misalnya dapat menghasilkan atau membentuk bahan
negeri tapi di Indonesia masih kurang . Hal ini disebabkan sintesis SiC dilakukan
pada suhu tinggi ( ≥ 1000°C) sehingga membutuhkan biaya yang besar. Selain itu untuk mendapatkan bahan baku silikon (Si) murni relatif sulit, silika (SiO2) diperoleh setelah melalui proses yang panjang. Dalam penelitian ini silika
diperoleh dari sekam padi melalui pengeringan, pembakaran, pengabuan dan
pemurnian.
Bubuk silika yang diperoleh dari sekam padi direaksikan dengan bubuk
karbon yang berasal dari kayu dengan metode sintering. Reaksi berlangsung pada
suhu tinggi kisaran 1300°C - 1500°C dalam reaktor Spark Plasma Sintering (SPS).
Karena reaksi terjadi dalam kondisi padat pada suhu tinggi sehingga disebut
metode solid state sintering.
Silikon Karbida
Silkon karbida terbentuk melalui ikatan kovalen antara unsur Si dan C.
Unsur C memiliki nomor atom 6 dengan jari-jari atom 0,078 nm. Nomor atom
unsur Si adalah 14 dengan jari-jari atom 0,117 nm (Pierson, 1996).
Konfigurasi elektron atom karbon adalah 1s2 2s2 2p2, dimana dua elektron di kulit K (1s) dan empat elektron di kulit L (dua elektron di orbital 2s dan dua di
orbital 2p). Notasi 1s2 (atau 2s2, atau2p2) mewakili bilangan-bilangan kuantum, penting untuk menjelaskan suatu orbital. Angka 1 mewakili kulit K atau kulit
pertama (bilangan kuantum utama) dan huruf s mewakili subkulit s (bilangan
kuantum momentum sudut) dan angka 2 atas mewakili jumlah elektron dalam
subkulit. Kulit K memiliki hanya satu orbital (orbital s) dan tidak dapat memiliki
lebih dari dua elektron. Selanjutnya, 2s2 dan 2p2, mewakili empat elektron di kulit L. Elektron-elektron kulit L mengisi dua subkulit yang berbeda yaitu subkulit s
dan p, dimana elektron 2s dan 2p mempunyai tingkat-tingkat energi yang berbeda
(angka 2 mewakili kulit L dan huruf s atau p mewakili orbital). Dua elektron 2s
mempunyai spin berlawanan, sedangkan dua elektron 2p mempunyai spin parallel
(Gambar 1). Ground state adalah suatu keadaan dimana elektron-elektron berada dalam orbit-orbit minimum mereka, makin dekat dengan inti tingkat energi
Gambar 1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state)
Orbital-orbital atom karbon dalam keadaan dasar dapat digambarkan
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Orbital-orbital s dan p
Perhitungan fungsi gelombang menggambarkan orbital s sebagai sebuah lingkaran
dengan tepi tidak jelas atau kabur yang mewakili karakteristik semua orbital.
Karena berbentuk lingkaran, orbital s tanpa arah. Orbital 2p diwakili oleh sebuah
barbell memanjang yang simetri sekitar sumbunya dan sebagai akibatnya
mempunyai arah tertentu.
Elektron-elektron yang berada pada orbital bagian luar hanya satu-satunya
tersedia untuk mengikat pada atom-atom lain. Elektron ini dikatakan elektron
valensi. Dalam kasus atom karbon yang berada pada keadaan dasar,
elektron-elektron valensi ada dua orbital 2p. Karbon dalam keadaan ini dikatakan divalent,
terbentuk karena atom karbon mengalami hibridisasi membentuk konfigurasi sp3 karena terbentuk dari satu orbital s dan tiga orbital p. Keadaan valensi meningkat
dari dua menjadi empat dan dapat menerima empat elektron dari atom lain.
Kebutuhan energi untuk menyempurnakan hibridisasi sp3 dan menaikkan atom karbon dari keadaan dasar ke keadaan valensi empat V4 adalah 230 kJ mol-1. Pembentukan ikatan sp3 dilukiskan pada Gambar 3. Arah orbital misalnya sp3 disebut orbital sigma (σ) dan ikatannya disebut ikatan sigma. Arah empat ikatan menghasilkan simetri tetrahedral yang ditemukan dalam struktur silikon karbida
dimana empat atom karbon terikat pada empat atom silikon. Ikatan kovalen kuat
karena atom karbon kecil dan empat diantara enam elektron membentuk ikatan.
Konfigurasi elektron atom silikon adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p2 , dimana dua elektron di kulit K (1s), delapan elektron di kulit L dan empat elektron di kulit M
(dua elektron di orbital 3s dan dua di orbital 3p). Sebagaimana atom karbon, atom
silikon membentuk konfigurasi empat orbital 3sp3yang juga tersusun dalam tetrahedron teratur.
Gambar 3 Awan ikatan orbital hybrid sp3 menunjukkan ikatan kovalen
Setiap unsur membagi pasangan elektron dengan unsur lain (empat orbital
2sp3 karbon dan empat orbital 3sp3 silikon). Skema Kristal SiC diperlihatkan pada Gambar 4.
Atom karbon
Atom silikon
Gambar 5 Unit sel silikon karbida
Setiap unit sel memiliki delapan atom yang ditempatkan sebagai berikut :
1/8 x 8 (silikon) pada sudut-sudut, ½ x 6 (silikon) pada bagian muka dan 4
(karbon) di bagian dalam unit kubik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.
Tabel 1 Politipe umum SiC
Gambar 6 Urutan lapisan ABCABC Struktur β-SiC sepanjang bidang (112)
Gambar 8 Struktur α-SiC (2H)
Tabel 2 Data struktur silikon karbida pada temperatur 298°K
Tabel 3 Hubungan struktur antara SiC, Si dan C
Pada kondisi normal, proses kompaksi SiC sulit dilakukan karena ikatan
kovalennya. Partikel nano SiC dapat disinter pada kondisi temperatur dan atmosfir
sintering yang sesuai. Pola difraksi sinar-X sampel dari peneliti terdahulu pada
berhubungan dengan bidang-bidang (111), (200), (220), (311) (Vyshnyakova K,
2006). Struktur kristal lain SiC adalah heksagonal dan rhombohedral. Secara
umum, 3C-SiC dikenal sebagai politipe temperatur rendah. Sebaliknya, 4H-SiC
dan 6H-SiC dikenal sebagai politipe temperatur tinggi (Feng ZC, Zhao JH. 2004).
Foto SEM memperlihatkan pori-pori berbentuk tabung dengan diameter 5-20μm,
macrochannel bervariasi dari bentuk bulat panjang hingga mendekati bentuk
empat persegi panjang. Ketebalan dinding antara 1μm hingga 5μm, menunjukkan
struktur nanokristalin porous dengan ukuran butir 20-200nm (Vyshnyakova K,
2006).
SiC merupakan calon ideal khususnya untuk aplikasi-aplikasi berdayaguna
tinggi, seperti mesin-mesin keramik dan lebih banyak aplikasi-aplikasi
keteknikan, termasuk aplikasi struktural temperatur tinggi (Bandyopadhyay AK.
2008). SiC digunakan secara intensif dalam piranti elektronik dan optoelektronik,
seperti sel surya, detektor, modulator dan laser semikonduktor secara khusus pada
kondisi frekuensi tinggi, radiasi intensif, atau temperatur tinggi. α-SiC murni adalah semikonduktor intrinsik dengan energi celah pita (band gap) cukup besar (1,90±0,1eV) membuatnya sebagai konduktor listrik sangat jelek (~10-13Ω-1.cm-1). Kehadiran ketakmurnian membuatnya semikonduktor ekstrinsik berharga
(0,01-313Ω-1.cm-1) dengan koefisien temperatur positif. Kombinasi mekanik dan stabilitas kimia membuat SiC digunakan dalam kelistrikan unsur-unsur panas. β -SiC murni diterima sebagai semikonduktor temperatur tinggi dengan aplikasi
dalam transistor, dioda penyearah, dioda electro-luminescent (Hamadi, et al, 2005)
Terdapat peningkatan permintaan material-material berdayaguna tinggi yang
dapat bertahan terhadap beberapa kondisi seperti abrasi, temperatur tinggi,
tekanan dan atmosphere pada bermacam-macam aplikasi sebagai berikut :
mesin-mesin panas temperatur tinggi, reaktor-reaktor fusi nuklir, industri pengolahan
kimia, dan industri penerbangan dan angkasa.
SiC memiliki sifat-sifat penting sebagai berikut : unggul tahan oksidasi,
unggul tahan rayapan, kekerasan tinggi, kekuatan mekanik baik, Modulus Young
sangat tinggi, karatan baik dan tahan erosi, dan berat relatif rendah.
kompleks, dimana memungkinkan disiasati melalui proses fabrikasi konvensional
seperti dry pressing, extrusion and injection moulding. Hasil akhir mempunyai harga kompetitif disamping menawarkan keuntungan-keuntungan teknis yang
unggul berdayaguna lebih dari material-material lainnya (Bandyopadhyay AK.
2008). Optik fonon energi tinggi, sebesar 100–120 meV, konduktivitas thermal
tinggi (4.9 W/K cm) ( Feng ZC, Zhao JH. 2004). Pengukuran film tipis SiC
diperoleh bahwa spektrum transmisi pada interval panjang gelombang
300-900nm. Pada awalnya (interval UV), transmisi meningkat dengan cepat dari
53,1% hingga 80% dengan interval 300-400nm. Selanjutnya, pada interval visible
(400-700nm), peningkatan transmisi menjadi lambat dari 80% hingga 92,5% dan
panjang gelombang terputus dalam interval ini. Hasil pengukuran Seeback
memperjelas bahwa film SiC adalah semikonduktor tipe-n. Sifat resistansi dan
konduktivitas film tipis SiC adalah konstan diatas 70°C dicirikan oleh sifat tetap
jika temperatur dinaikkan. Koefisien absorpsi menurun dengan cepat dengan
interval panjang gelombang foton 300-600nm menentukan panjang gelombang
cut-off (λcut-off) sekitar 448nm, nilai energi band-gap (Eg) SiC sekitar 3 eV, koefisien absopsi (α) sekitar 3,4395 x 10cm-1 dan koefisien pemadaman (kex) 0,154 pada absorpsi minimum (448nm)(Hamadi, et al, 2005).
Singh, et. al, telah membuat nano kristalin partikel-partikel silikon karbida
dari sekam padi dengan cara thermal melalui proses ‘plasma thermal’, Chen
membuat nano kristalin silikon karbida dengan cara ‘chemical vapour
deposition’ (CVD), Martin sukses membuat nano kristalin silikon karbida
melalui ‘carbo-thermal reduction’ dari silica sol dan gula. Pembuatan
partikel-partikel silikon karbida dengan butiran berukuran nanometer dibuat dari chlorine
berisi polysilane/polycarbosilanes (PS/PCS) juga telah dilaporkan (Bandyopadhyay AK. 2008). Metode lain yang telah digunakan adalah metode
“sol-gel” (Meng, 2000), “microwave”(Satapathy, 2005), dan “self-propagating
high temperature synthesis (SHS)” pada temperatur 1800ºC hingga 4000ºC(Feng
(a)
(b)
Gambar 9 Hubungan struktur rombohedral dengan kubik (a) dan heksagonal (b)
Cacat Kristal
Cacat dalam kristal disebabkan oleh kehilangan atom, atom berada bukan
pada tempatnya, atau kehadiran atom asing. Sifat dan konsentrasi cacat kristal
mempengaruhi struktur kristal dan sifat listrik dalam semikonduktor. Cacat kristal
paling sederhana adalah cacat titik. Cacat titik dapat berupa kekosongan,
interstisial, dan ketidakmurnian (Beiser A, 1982).
(b)
(c) (a)
(d)
Cacat kristal lain adalah dislokasi yaitu cacat kristal dimana sebaris atom
tidak berada pada kedudukan yang sebenarnya. Terdapat dua bentuk dislokasi
yaitu dislokasi tepi dan dislokasi skrup.
[image:30.595.176.443.415.666.2](a) (b)
Gambar 11 Cacat kristal dislokasi. (a) Dislokasi tepi, (b) Dislokasi skrup.
Dopant utama ketidakmurnian pada SiC adalah Nitrogen, Aluminium,
Boron, Gallium dan Indium. Tipe lain ketidakmurnian pada SiC yaitu Berryllium,
Magnesium, Scandium, Titanium, Tantalum, Kromium, Molibdenum, Mangan,
Seng, Kadmium, Germanium, Fosfor, Oksigen, Argon, Erbium
Gambar 12 Slip akibat gerak dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan. (a) Konfigurasi-awal kristal. (b) Dislokasi bergerak ke kanan ketika atom pada lapisan dibawahnya berturut-turut bergeser ikatannya ke lapisan atas satu baris
Milling
Reaksi milling adalah suatu proses dimana reaksi kimia dan milling terjadi
bersama-sama yang ditempatkan dalam lingkungan energi sangat tinggi. Dapat
dikerjakan dalam planetary mills dimana medan gaya dapat dibuat berubah-ubah dari satu sampai dua order besarnya dibandingkan dengan ukuran sama ball mills. Reaksi milling menggunakan proses mekanik untuk menyebabkan reaksi kimia.
Proses mekanik kimia dapat digunakan menghasilkan bubuk sangat halus, proses
mineral dan pembuangan, menyuling logam, reaksi-reaksi pembakaran dsb. Ciri
penting pada proses mekanokimia adalah perbaikan mikrostruktur dengan
deformasi unsur atau partikel bersama-sama proses memecah, dan menyambung
yang menyertai terjadinya tumbukan bola atau bubuk. Energi dipancarkan ke
bubuk kristalin selama milling bisa menghasilkan dislokasi struktur sel yang
berkembang menjadi butir-butir nano struktur secara acak dengan menambah
waktu milling.
Planetary milling dapat menyebabkan reaksi-reaksi kimia dalam berbagai
campuran bubuk. Pada faktanya bahwa aktivasi mekanik pada hakekatnya
meningkatkan kinetika reaksi-reaksi kimia kondisi padat (Schwarz et al.,
1989)(Chaira).
Gambar 13 Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill.
Milling terjadi dalam tabung baja berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm.
Sedangkan bola-bola alumina yang digunakan berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm
pertama dengan kecepatan 500 rpm dilanjutkan 600 rpm selama 1 jam untuk
mereduksi ukuran butir arang kayu Lembasung dan silika. Milling campuran
silika dan karbon berukuran ≤ 75μm dengan perbandingan massa 5 : 3 dilakukan
selama 144 jam bertujuan mereduksi ukuran butir sekaligus diharapkan terjadinya
reaksi menghasilkan silikon karbida.
Gambar 14 Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang.
Milling dengan tingkat energi lebih tinggi disebut HEM dilakukan pada
campuran silika dan karbon dengan perbandingan massa 1 : 3 berlangsung selama
6 jam berkecepatan 1400 rpm. Milling terjadi dalam tabung baja sama tetapi
dengan bola-bola alumina berdiameter 9,8 mm sebanyak 10 buah. Perangkat
[image:32.595.167.433.221.328.2]HEM dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Mesin Milling dan kelengkapannya
Sintering
Pemadatan keramik kompak dilakukan dengan berbagai cara, umumnya
mempunyai mobilitas cukup untuk membebaskan energi permukaan bubuk,
sehingga berikatan satu sama lain. Bila terjadi difusi hanya pada kondisi padat,
proses ini disebut solid-state sintering. Bila peningkatan mobilitas dibantu oleh sedikit material dalam fase cair, maka proses disebut sintering fase cair (liquid
phase). Penggunaan tekanan eksternal selama sintering disebut sintering tekan
atau penekanan-panas (hot pressing).
Sintering dapat mereduksi energi bebas benda. Seringkali reduksi energi
berkaitan dengan penurunan volume, akibat dari ketidakteraturan partikel asal,
[image:33.595.145.479.289.421.2]dan adanya volume kosong (void) yang dihilangkan (Peng H. 2004).
Gambar 16 Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering
Solid-state sintering terjadi pada temperatur dibawah titik leleh beberapa
tahap unsur pokok dan melibatkan transport material dengan difusi. Reaksi
sintering memerlukan perlakuan panas pada campuran homogen dua atau lebih
reaktan, memberi struktur padat yang dibentuk melalui hasil reaksi (Peng H.
2004).
Lingkungan sangat berpengaruh pada proses sintering, karena sampel terdiri
dari partikel berukuran kecil dan memiliki daerah permukaan yang luas. Oleh
karena itu, dalam melakukan sintering pada sampel harus dijaga agar tidak
terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Selama proses sintering terjadi perubahan
dimensi baik berupa pemuaian maupun penyusutan, bergantung pada bentuk dan
distribusi ukuran partikel, komposisi bubuk dan proses sintering. Proses sintering
Gambar 17 Susunan dasar sistem SPS (Peng H, 2004)
Hidrotermal
Hidrotermal adalah proses yang melibatkan air panas atau cairan panas
lainnya yang mudah menguap karena adanya hubungan dengan sebuah sumber
panas. Endapan hidrotermal adalah endapan yang terbentuk karena pengendapan
mineral-mineral dari air panas atau cairan-cairan lainnya secara komparatif
(Rogers, 1966). Reaksi metamorf terjadi karena penambahan komponen cairan
yang mudah menguap seperti air dan karbon dioksida. Metasomatism jenis ini
biasanya dihubungkan dengan aliran air panas. Mineral-mineral yang stabil dalam
lingkungan kimia yang baru mengkristal (Hamblin WK, 2004).
Karakterisasi Silikon Karbida
Karakterisasi material dilakukan sebelum dan sesudah reaksi pembentukan
silikon karbida. Karakterisasi yang dilakukan menggunakan metode, XRD dan
EDS, SEM, UV – Vis Spektrometer serta I - V Meter.
Difraksi sinar-X memberikan informasi tentang satuan asimetris dan kisi
ruang. Satuan asimetris merupakan atom, ion, atau molekul (atau bagian molekul
atau gugusan molekul) yang membentuk sebuah kristal. Kisi ruang yaitu pola
yang dibentuk oleh titik-titik yang merepresentasikan lokasi satuan asimetris. Kisi
ruang merupakan kerangka abstrak bagi struktur kristal. Keseluruhan kristal
dengan pergeseran translasi murni dibentuk oleh satuan dasar yang disebut satuan
sel. Sel satuan digolongkan menjadi satu dari tujuh sistem kristal, berkenaan
yaitu Kubus, Monoklin, Triklin, Ortorhombik, Rhombohedral, Tetragonal,
Heksagonal.
Metode Energy Dispersive Spektroscopy (EDS) digunakan untuk analisis unsur-unsur kimia penyusun suatu senyawa. Jika energi garis kulit K, L atau M
yang diberikan diukur, maka nomor atom unsur yang menghasilkan garis itu dapat
ditentukan. Sinar-X deretan kulit K, L dan M meningkat energinya dengan
meningkatnya nomor atom. Jadi unsur dapat direkam secara serempak selama
scan dilakukan.
Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk melihat morfologi
permukaan, ukuran partikel obyek yang diamati, dan keseluruhan perilaku dapat
dipelajari. Ukuran partikel dapat di pakai untuk pengukuran kuantitatif gambar
dalam rekaman fotografis SEM.
UV-Vis spektrometer digunakan untuk mengetahui transisi elektron antara
dua tingkat energi elektron pada molekul, gugus atom yang menyebabkan
terjadinya reflektansi cahaya, dan struktur senyawa dengan pertolongan spektrum
ultraviolet.
I-V meter digunakan untuk mengetahui karakteristik arus tegangan.
Pengukuran sifat listrik dengan menggunakan I-V meter akan memberikan
informasi mengenai nilai arus dan tegangan listrik yang dilewatkan oleh suatu
bahan. Berdasarkan nilai arus dan tegangan dapat diketahui nilai hambatan listrik
bahan sesuai dengan persamaan V = I.R atau R = V/I. Nilai resistivitas bahan
diketahui dengan menggunakan persamaan R = ρ( /A) atau ρ = (R.A)/ . Suatu bahan tergolong konduktor, isolator atau semikonduktor tergantung pada nilai
resistivitasnya. Nilai resistivitas dari berbagai bahan konduktor, semikonduktor,
dan isolator (Iida M, 1982) dapat dilihat pada Gambar 18.
Ω.cm
1013 108 103 10‐2 10‐7
Sn Pb Ag Cu Au Ge Si Ce Bakelit Intan 1018
SiO2
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli
2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika
Departemen Fisika IPB , Balitbang Kehutanan Republik Indonesia, dan BATAN
Serpong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Timbangan 2. Gelas piala dan gelas ukur
3. Spatula 4. Pipet
5. Kertas saring 6. Corong
7. Botol semprot 8. Aluminium foil
9. Tanur (Furnace) dan keramik 10. Ayakan
11. Jangka sorong 12. Cetakan dan Alat tekan
13. Pemanas (heat plate) 14. Tabung hidrothermal
15. Termometer digital 16. XRD
17. UV-Vis Spektroskopi 18. I-V Meter
19. XRF 20. Mikroskop digital
21. Mesin milling dan bola-bolanya 22. Spark Plasma Sintering (SPS).
23. SEM dan EDS 24. Lampu visible dan UV
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sekam padi sebagai sumber silika (SiO2)
2. Serbuk Kayu Lembasung sebagai sumber karbon ( C )
3. HCl pekat (37%)
4. Aquadest
Tahapan Penelitian
Tahap-tahap penelitian terdiri atas tahap persiapan meliputi pengumpulan
literatur sesuai dengan tema, pembuatan proposal, penyiapan alat dan bahan;
tahap isolasi silika, tahap isolasi karbon, tahap sintesis silikon karbida meliputi
milling dengan kecepatan 600 rpm dan 1400 rpm, hidrotermal, sintering dan
kombinasinya; tahap karakterisasi meliputi XRD, SEM dan EDS, I-V meter dan
UV-Vis Spektrometer; tahap penyusunan tesis meliputi analisa data, seminar dan
ujian tesis.
Karakterisasi Hidrotermal
Penyusunan Tesis Persiapan
[image:37.595.82.509.306.659.2]Sintering Milling
Gambar 19 Diagram Alir Tahapan Penelitian
Tahap isolasi silika terdiri atas penimbangan, pencucian, pengeringan
pengarangan, pengabuan, dan pemurnian abu sekam dan milling selama 3 jam
atrinervosa) terdiri atas pengarangan, pengayakan dan milling selama 3 jam (Gambar 25). Tahap sintesis SiC terdiri atas milling, hidrotermal, sintering, dan
kombinasinya. Milling dilakukan pada campuran silika dan karbon dalam dua
variasi. Pertama milling selama 144 jam pada campuran silika dan karbon
perbandingan 5 : 3 dengan kecepatan 600 rpm menggunakan bola-bola alumina
berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm masing-masing 9 buah. Kedua milling dengan
energi mekanik yang lebih tinggi pada campuran silika dan karbon perbandingan
1 : 3 dengan kecepatan 1400 rpm menggunakan bola-bola alumina berdiameter
9,8 mm 9 buah. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal kondisi vakum
selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240°C. Temperatur
dalam tabung hidrotermal 97°C - 105°C dan tekanan 2,7 – 3 Mpa. Proses sintering
terjadi pada tekanan ± 30 Mpa dengan temperatur 1300°C dalam spark plasma
sintering DR. Sinter Lab.
Pada tahap karakterisasi dilakukan uji XRD, SEM dan EDS, UV-Vis
spektrometer, dan I-V meter. Tahap akhir adalah penyusunan laporan. Pada tahap
ini dilakukan analisa data kualitatif maupun kuantitatif dari hasil yang diperoleh
selama penelitian dan ditunjang oleh data-data dari peneliti sebelumnya.
Isolasi Silika dari Sekam Padi
Silika diperoleh setelah melalui proses penimbangan, pencucian,
pengeringan pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Massa sekam padi yang
digunakan adalah 1200 gram. Pencucian dilakukan sebanyak lima kali, empat kali
dengan air ledeng dan satu kali dengan aquadest. Pencucian dimaksudkan untuk
menghilangkan zat-zat pengotor berupa debu dan pasir yang menempel pada
sekam padi tersebut. Pengeringan melalui penjemuran di bawah sinar matahari
menyebabkan penyebaran panas kedalam bahan berlangsung secara bertahap dan
menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata sementara
pengeringan yang menggunakan oven tidak demikian halnya. Ketika bahan mulai
dikenai energi panas dari oven temperatur 190°C laju pengeringan sangat cepat,
hingga pada saat masih tersisa sejumlah kandungan air, laju pengeringan mulai
menurun. Menurunnya laju pengeringan tersebut menyebabkan difusi air ke
berhenti. Akibatnya masih ada molekul-molekul air yang terperangkap didalam
bahan. Hal tersebut mengakibatkan kandungan air dalam bahan tidak seluruhnya
diuapkan (Harsono, 2002). Berdasarkan pendapat tersebut, maka pengeringan
dilakukan dibawah sinar matahari. Setelah pengeringan massa sekam yang tersisa
sekitar 92,61%, artinya 7,39% adalah pengotor yang tereliminasi pada saat
pencucian.
Tahap pengarangan dilakukan dengan menggunakan tungku dengan laju
pemanasan 7°C per menit dan ditahan pada temperatur 350°C selama 30 menit.
Massa arang sekam yang diperoleh 452,497 gram atau 40,72% dari massa sekam
padi kering, sisanya menjadi gas terbuang.
Gambar 20 Diagram alir isolasi silika dari sekan padi
Tahap pengabuan dilakukan dalam tungku (furnace) dengan laju pemanasan 5°C /menit dan ditahan pada temperatur 1000°C selama 60 menit. Total abu
sekam yang diperoleh 120,595 gram atau 26, 65% dari massa arang atau 10,85%
dari massa sekam padi kering.
Tahap akhir untuk mendapat silika adalah pemurnian abu sekam. Pemurnian
dilakukan dengan menggunakan HCl pekat untuk menghilangkan oksida-oksida
logam dan non logam yang masih ada pada abu sekam karena asam klorida yang
abu sekam padi mengingat kuatnya ikatan-ikatan yang terbentuk antara
oksida-oksida pengotor tersebut sehingga menyulitkan asam klorida untuk
menguraikannya. Setelah pengasaman, dilakukan pencucian dengan aquadest
hingga bersih dari HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan. Proses
berikutnya adalah penyaringan dengan kertas saring untuk mendapatkan endapan
silika. Endapan silika yang diperoleh dipanaskan lagi dalam tungku (furnace)
hingga 1000°C dan ditahan selama 60 menit.
(a) (b) (c)
Gambar 21 Pengabuan sekam padi. Sekam padi kering (a), arang sekam padi (b), abu sekam padi (c)
(a) (b)
(c)
(a) (b)
Gambar 22 Pengasaman abu sekam dengan HCl Pekat (a), penyaringan (b)
Setelah pemurnian dengan HCl pekat dilanjutkan dengan pemanasan hingga
1000°C selama 1 jam. Hasil yang diperoleh berupa butiran silika berwarna putih
halus dan sisa-sisa oksida (warna coklat) pada bagian atas endapan silika dan
sebagian menempel pada keramik (Gambar 23)
Proses selanjutnya adalah penganyakan untuk mendapatkan keseragaman
ukuran butir. Sebagian oksida yang masih tersisa tersaring pada mesh 150 dan
mesh 2000 . Pada bagian dasar ayakan atau butiran yang melewati mesh 200
diperoleh butiran silika berukuran lebih kecil dari 75 μm.
[image:41.595.268.393.270.390.2]
Gambar 24 Pengayakan abu sekam untuk mengurangi kandungan oksida pengotor
Analisis kuantitatif abu sekam dengan metode X-Ray Fluorescence untuk mengetahui kandungan abu sekam setelah proses pengayakan. Beberapa senyawa
oksida masih dijumpai. Hal ini karena sulitnya melepaskan ikatan-ikatan oksida
logam. Kandungan silika abu sekam sekitar 95,14% dan lainnya berupa
oksida-oksida logam dan non logam (Tabel 4).
Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung
Serbuk kayu Lembasung diambil dari limbah industri meubel di Pulau
Bunyu yang kemudian diolah menjadi serbuk arang. Kayu Lembasung (Shorea
atrinervosa) termasuk jenis kayu keras khas Kalimantan yang terdapat di
Kalimantan Timur dan Barat serta Sabah Malaysia (Newman MF, et. al, 1998).
Pengarangan dilakukan dalam reaktor arang selama ±5 jam hingga mencapai
temperatur 500°C (Gambar 26). Massa serbuk kayu yang dimasukkan dalam
reaktor adalah 1300 gram dengan kadar air serbuk kayu 7,5 dan serbuk arang
dari proses pengarangan serbuk kayu Lembasung sebanyak 585 gram. Kering
oven (2,5/7,5) x 100% = 33%, contoh kering [1300 / (100% + 33%)] x 100% =
977 gram, kering udara (368 / 1300) x 100% = 28,31%, rendemen arang kering
(368 / 977) x 100% = 37,67%, rendemen destilat kering (585/977) x 100% =
59,88%, rendemen destilat basah = (585/1300) x 100% = 45%
Gambar 25 Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung
c
b
d
a
[image:42.595.191.427.211.437.2]e
Gambar 27 Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung
Serbuk arang mempunyai ukuran butir bervariasi sehingga dilakukan
penyeragaman ukuran butir melalui pengayakan. Setelah proses pengayakan
diperoleh serbuk arang dengan ukuran butir relatif seragam. Serbuk arang
berukuran terkecil berada pada bagian bawah melewati mesh 200 sehingga
berukuran kurang dari 75μm. Untuk proses lebih lanjut digunakan serbuk arang
berukuran kurang dari 75μm.
Milling Silika dan Karbon
Milling silika dan karbon dilakukan untuk mendapatkan partikel-partikel
yang lebih halus. Milling dilakukan dalam tabung stainless dengan bola-bola
alumina berkecepatan 600 rpm selama tiga jam(Gambar 14).
Sintesis Silikon Karbida (SiC)
Sintesis silikon karbida dilakukan dengan tiga cara yaitu milling, sintering,
dan kombinasi milling dan sintering. Ketiga cara tersebut dilakukan sebagai
variasi reaksi fasa padat dalam sintesis silikon karbida. Reaksi-reaksi yang
mungkin selama proses dapat ditulis sebagai berikut:
C(s) + SiO2(s) → SiO(g) + CO(g), SiO2(s) + CO(g) → SiO(g) + CO2(g) C(s) + CO2(g) → 2CO(g),
Perbandingan stoikiometri reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bobot atom Si (28), O(16), C(12), sehingga SiO2 : C = (28 + 2(16)) : (2(12)) = 60 : 24, menghasilkan SiC dan CO2 dengan perbandingan SiC : CO2 = (28 + 12) : (12 + 2(16)) = 40 : 44 atau reaksi kedua 60 : 36 = 40 : 56. Dari perbandingan
stoikiometri diketahui bahwa massa sebelum dan sesudah reaksi adalah sama
sesuai hukum kekekalan massa. Perbandingan SiO2 dan C yang digunakan dalam penelitian adalah 5 : 3. Selain perbandingan massa juga dilakukan reaksi
berdasarkan perbandingan koefisien reaksi antara SiO2 dan C yaitu 1 : 3.
Hidrotermal Sintering
[image:44.595.81.504.282.690.2]Milling
Gambar 28 Diagram alir sintesis SiC
Milling
Sintesis silikon karbida dengan proses milling dilakukan selama 144 jam
secara terus-menerus tanpa henti. Milling dilakukan dalam sebuah tabung baja
dengan berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm. Bola-bola alumina
berdiameter 4,6 mm dengan massa 0,4388 gram dan diameter 5,7 mm bermassa
0,8569 gram sebagaimana terlihat pada gambar 10. Kecepatan putar milling
adalah 600 rpm.
Milling dengan energi yang lebih tinggi disebut HEM menggunakan mesin
milling (Mixer/Mill PW 700i). Reaksi terjadi dalam tabung stainless yang sama
tetapi bola alumina berdiameter 9,8 mm dengan massa 4,0795 gram. Milling
campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 dilakukan selama 6 jam.
Kecepatan putar milling sebesar 1400 rpm.
Hidrotermal
Proses hidrotermal terjadi dalam tabung hidrotermal yang dipasangi alat
pengukur tekanan dan temperatur, diatas sumber panas berupa piringan panas (hot
plate) seperti pada Gambar 29. Cairan yang digunakan adalah campuran amoniak
dan air sehingga menjadi amonium hidroksida sebagaimana reaksi NH3 + H2O → NH4OH. Amonium hidroksida berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat terjadinya reaksi antara SiO2 dan C. Temperatur dan tekanan uap berfungsi sebagai agen terjadinya reaksi. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal
kondisi vakum selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240°C.
Temperatur dalam tabung hidrothermal 97°C - 105°C dan tekanan 2,7 – 3 Mpa .
Hidrotermal dilakukan pada perbandingan campuran SiO2 : C = 1 : 3 yang
sebelumnya digerus dan dimilling dengan energi tinggi 1400 rpm selama 6 jam.
Sintering
Sintering dilakukan pada campuran silika hasil milling selama 3 jam dan
karbon hasil milling 3 jam dengan perbandingan silika dan karbon 5 : 3; sintering
jam secara terus menerus. Sebelum disinter kedua campuran dibuat pellet terlebih
dahulu dengan tekanan 8 MPa.
Sintering dilakukan dalam spark plasma sintering (SPS) menggunakan
tegangan listrik 2,7 volt dan arus listrik 800 A selama 17 menit. Untuk mencapai
temperatur hingga 1300°C dibutuhkan waktu selama 12 menit. Temperatur
1300°C dipertahankan selama 5 menit. Energi listrik terpakai selama sintering
dihitung menggunakan persamaan1.
Energi listrik = V x I x t (1)
dimana :
V = Tegangan listrik (volt)
I = Arus listrik (amper)
t = Waktu (sekon)
Energi listrik yang digunakan sebesar 2203200 J = 2,2032 x 106 J. Tekanan sintering dihitung menggunakan persamaan 2.
P = F/A (2)
dimana :
P = Tekanan (Pa)
F = Gaya tekan (Newton)
A = Luas permukaan sampel (m2) = πr2 = ¼ πd2
Tekanan sintering sekitar 30 Mpa, sedangkan energi panas diberikan oleh
persamaan 3.
Energi Panas (Ep) = kT (3)
dimana:
k = konstanta Boltzman = 8,64x10-5 eV/K. T = Temperatur (°K)
Energi panas yang digunakan selama sintering sebesar 0,14 eV.
Sintering dilakukan pada perbandingan campuran SiO2 : C = 5 : 3 dan 1 : 3. Sinering untuk perbandingan 5/3 dilakukan pada serbuk silika dan karbon yang
telah dimilling selama 3 (sampel SPS3) dan campuran silika dan karbon yang
telah dimilling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm. Sintering untuk
berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan bubuk hasil kombinasi perlakuan
millling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm dengan hidrotermal selama 24 jam.
Sampel
Sampel yang dibuat sebanyak 7 buah dan diberi kode berdasarkan jenis
perlakuan. Semua sampel diberikan kode sebagai berikut :
1. ML144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3
selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm.
2. MLSPS144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3
selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm kemudian sintering selama 17
menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama
5 menit.
3. SPS3 : Milling 3 jam dengan kecepatan 600 rpm pada silika dan karbon secara
terpisah kemudian dicampur dengan perbandingan silika dan karbon 5 : 3.
4. HEM6 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3
selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm.
5. HEM6SPS : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3
selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian sintering selama 17 menit
dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama 5
menit.
6. HEM6HDSPS : Kombinasi perlakuan milling campuran silika dan karbon
dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian
diberi perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C
dengan tekanan 2,7 – 3 Mpa , selanjutnya perlakuan sintering 17 menit dan
dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit.
7.
HD24 : Proses hidrotermal selama 24 jam pada campuran silika dan karbonHASIL DAN PEMBAHASAN
Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi
Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika abu sekam dan oksida-oksida lainnya baik logam
maupun non logam. Dari hasil analisa diketahui silika dengan tingkat kemurnian
95,14% dan sisanya 4,86% berupa senyawa-senyawa oksida yang sulit
[image:48.595.127.483.306.594.2]dihilangkan(Tabel 4).
Tabel 4. Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam berdasarkan analisa metode XRF
No Senyawa Prosentase Berat Unsur Prosentase Berat
1 SiO2 95,14 Si 44,48
2 Al2O3 1,69 Al 0,897
3 Na2O 0,647 Na 0,48
4 CaO 0,602 Ca 0,431
5 K2O 0,449 K 0,373
6 MgO 0,362 Mg 0,218
7 Fe2O3 0,262 Fe 0,183
8 MnO 0,207 Mn 0,161
9 As2O3 0,119 As 0,09
10 Cs2O 0,117 Cs 0,11
11 P2O5 0,113 P 0,0492
12 ZnO 0,0853 Zn 0,0685
13 Ar 0,055 Ar 0,055
14 Cl 0,048 Cl 0,048
15 Rb2O 0,0179 Rb 0,0164
16 Yb2O3 0,0169 Yb 0,0148
17 CuO 0,0118 Cu 0,0094
Hasil karakterisasi silika dengan metode difraksi sinar-X memperlihatkan
sudut 2θ 20,89°; 21,89°; 21,99°; 22,87°; 22,93°; 31,36°; 31,47°; 36,10°;
36,21°;48,52°; 56,99°; 57,11° (Gambar 29b). Tingkat kristalinitas silika sekitar
c
b
c
a
b
c
Gambar 29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi, dan amplas (SiC)
Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung
Analisa kandungan arang kayu Lembasung dilakukan untuk mengetahui
kadar karbon arang. Dari hasil analisa diketahui kandungan arang kayu
Lembasung berupa zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%, dan karbon 85,365%. Pola difraksi arang kayu Lembasung ,menunjukkan
bahwa arang sebagian besar masih bersifat amorf, kecuali pada 2θ 44° terdapat
dalam bentuk kristal dengan intesitas kecil (Gambar 29c). Dari data difraksi
sinar-X diketahui tingkat kristalinitas arang kayu sekitar 44,41% (Lampiran 5).
Distribusi ukuran partikel-partikel arang kayu setelah proses milling selama
3 jam memperlihatkan variasi ukuran butir dari 10 μm - 75 μm (Gambar 30). Ini
menunjukkan bahwa proses milling selama tiga jam tidak mereduksi ukuran butir
secara menyeluruh. Tumbukan bola-bola alumina dengan partikel-partikel
maupun antara partikel-partikel itu sendiri menyebabkan pecahnya partikel arang
menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Hasilnya diperoleh ukuran
Gambar 30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling selama 3 jam
Karakterisasi Hasil Sintesis
Campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 yang dimillling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm dan perbandingan 1/3 yang dimillling
selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm memperlihatkan adanya perbedaan.
Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 masih sulit terlihat
dibawah mikroskop optik sedangkan pada pada campuran silika dan karbon
dengan perbandingan 1/3 sudah terlihat adanya SiC yang terbentuk (Gambar 31).
Hal ini berhubungan dengan tingkat energi yang digunakan berbeda.
(a) (b)
Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3, milling
dilakukan dengan kecepatan 600 rpm (ML) sedangkan pada campuran silika dan
karbon dengan perbandingan 1/3, milling dilakukan dengan kecepatan 1400 rpm
(HEM). Energi mekanik yang dihasilkan berbanding lurus dengan kecepatan
milling. Makin besar kecepatan milling makin besar energi mekanik yang
dihasilkan. Milling dengan kecepatan 1400 rpm menghasilkan energi mekanik
yang jauh lebih besar dibanding milling dengan kecepatan 600 rpm. Energi
mekanik yang lebih besar pada milling dengan kecepatan 1400 rpm sudah mampu
memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC. Energi
mekanik yang dihasilkan pada milling dengan kecepatan 600 rpm belum cukup
untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon sehingga belum terbentuk
senyawa SiC (Gambar 31). Hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar-X, dimana
sudut-sudut 2θ pada milling 600 rpm menghasilkan puncak-puncak dominan yang
relatif berdekatan dengan struktur awal silika.
Sintering pada temperatur 1300°C dan tekanan sekitar 30 Mpa
menghasilkan material keramik dalam bentuk pellet (Gambar 32). Material
keramik yang dihasilkan mempunyai sifat listrik yang berbeda dengan sifat listrik
silika. Silika tidak dapat menghantarkan arus listrik (isolator) sedangkan material
keramik hasil sintering mampu menghantarkan listrik.
[image:51.595.249.377.506.603.2]
Gambar 32 Material keramik hasil sintering
Perlakuan sintering memberikan pengaruh besar pada material ditandai
dengan perubahan 2θ membentuk 2θ yang baru yaitu 26,1°; 26,5°; 44,5°; dan
45,5°; 64,8°; dan 77,8° pada sampel MLSPS 144 (Gambar 33d) sedangkan
sintering tanpa milling membentuk puncak baru pada sudut 44,5°; 64,8°; dan
a b c d
a
b
(1 0 31) (0 1 38) c
[image:52.595.130.494.98.348.2](009) (1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) d
Gambar 33 Pola difraksi untuk sampel ML144, SPS3, MLSPS144 dan SiC
(amplas)
Pola difraksi sinar-X sampel dibandingkan dengan Joint Committe on
Powder Diffraction Standards (JCPDS), hasil peneliti terdahulu pada sudut
2θ~35,8°; 42°; 60,5°; 76° memperlihatkan fase kristal β-SiC struktur kubik dan pola difraksi sinar-X silikon karbida (amplas). JCPDS yang digunakan nomor
42-1091 dan 22-1319 tahun 1997.
Perlakuan milling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm belum
terbentuk SiC ditandai dengan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi
silika (Gambar 33b). Hal ini disebabkan oleh tidak cukupnya energi yang
dihasilkan untuk membentuk SiC pada milling dengan kecepatan 600 rpm. Pola
difraksi hasil sintering pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan
5 : 3 memperlihatkan adanya 2θ baru yang bersesuaian dengan 2θ SiC pada sudut
64,82° dan 77,88° menandai terbentuknya SiC. Hal ini menunjukkan bahwa
energi yang dihasilkan pada proses sintering selama 17 menit dan dipertahankan
pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah
cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk
selama 144 jam dan kecepatan 600 rpm dengan sintering selama 17 menit dan
dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5
menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada 26,08°C; 26,5°C; 45,5°C;
64,82° dan 77,86° bersesuaian dengan 2θ SiC. Kombinasi dua perlakuan tersebut
menghasilkan energi yang lebih besar lagi sehingga membentuk SiC lebih banyak
(Gambar 33d).
Campuran silika dan karbon pada perbandingan 1 : 3 dengan perlakuan
hidrotermal selama 24 jam menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan
pola difraksi awal silika dan arang. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang
dihasilkan pada proses hidrotermal selama 24 jam belum cukup untuk memicu
terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC (HD24) (Gambar 34d).
Perlakuan milling selama 6 jam dan kecepatan 1400 rpm menghasilkan pola
difraksi yang relatif sama dengan puncak-puncak dan 2θ silika, tetapi muncul
puncak baru pada sudut 64,96° dengan intesitas yang relatif kecil bersesuaian
dengan 2θ SiC. Ini berarti energi yang dihasilkan pada proses milling dengan
kecepatan 1400 rpm telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan
karbon untuk membentuk senyawa SiC (HEM6)(Gambar 34a). SiC dapat
terbentuk lebih banyak jika waktu atau kecepatan milling ditingkatkan.
Kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan
perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C
dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ
yang baru pada sudut 26,6° dan 45,07° dengan intesitas relatif sama, juga sudut
64,79° dan 77,82° dengan intesitas yang juga relatif sama tetapi dengan intesitas
yang lebih sedikit dibandingkan dengan 2θ sebelumnya. Keempat 2θ tersebut
bersesuaian dengan 2θ SiC. Walaupun demikian puncak-puncak yang bersesuaian
dengan 2θ material reaktan masih terlihat yaitu pada sudut 22,07° bersesuaian
dengan 2θ silika dan sudut 44,47 bersesuaian dengan 2θ karbon. Hal ini
menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan milling
selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17
menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa
karbon membentuk senyawa SiC tetapi proses reaksi belum sempurna saat energi
sintering dihentikan akibatnya fasa kristal silika dan karbon masih tersisa atau
belum berubah seluruhnya menjadi SiC (HEM6SPS) (Gambar 34b).
Selanjutnya, kombinasi tiga perlakuan milling selama 6 jam dengan
kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur
sekitar 100°C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan
dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5
menit menghasilkan 2θ baru berbeda dengan 2θ silika dan karbon pada pola
difraksi sinar-X. Sudut 26,49°; 45,25°; 64,80° dan 77,88° merupakan 2θ yang
baru berbeda dengan 2θ reaktan tetapi bersesuaian dengan 2θ SiC. Hal ini
membuktikan bahwa kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan
1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C
bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan
dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5
menit menghasilkan energi cukup bagus untuk memicu terjadinya reaksi antara
silika dan karbaon membentuk senyawa baru silikon karbida (HEM6HDSPS)
(Gambar 34c).
a b c d e
e
d 0 0 9)
(1 2 12) (1 0 31) (0 1 38) c
b
[image:54.595.118.499.459.706.2]a
Perlakuan kombinasi milling dan sintering menghasilkan kristal-kristal SiC
yang mana proses pembentukannya belum sempurna energi sintering dihentikan
(sampel HEM6SPS dan MLSPS 144). Proses hidrotermal memberikan energi
tambahan untuk memicu reaksi silika dan karbon membentuk senyawa SiC.
Indeks Miller berguna untuk menyatakan pemisahan bidang (dhkl). Pemisahan bidang (hkl) dalam kisi kubus atau rhombohedral dinyatakan dengan persamaan 4.
(4)
Perhitungan parameter kisi menggunakan persamaan (5) untuk sistem kristal
kubus dan rombohedral dimana unsur a = b = c.
(5)
dimana : a = parameter kisi
d = pemisahan bidang (Å)
hkl = indeks Miller.
Parameter kisi bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) secara
berturut-turut adalah 30,26 Å; 22,73 Å; 44,59 Å; 46,59Å. Rata-rata ukuran kristal
sampel bervariasi dari 38 nm hingga 89 nm. Rata-rata ukuran kristal sampel
ML144, MLSPS144, SPS3, HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24
berturut-turut 38,88nm; 42,77nm; 50,60nm; 88,96nm; 78,51nm; 51,36nm; 39,45nm.
Gambar 36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144. Perbesaran 5.000 kali
[image:56.595.127.492.406.671.2]Gambar 38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran 20.000 kali.
Kenampakan morfologi material keramik hasil kombinasi milling kecepatan
1400 rpm dengan sintering lebih kompak dan tidak terlihat adanya pori-pori
(Gambar 37). Material keramik hasil sintering tanpa milling memperlihatkan
retakan-retakan dan kurang kompak tetapi terlihat adanya bidang permukaan
yang saling berhubungan membentuk sudut tertentu (Gambar 35dan 38).
Kombinasi milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO2 dan
C 5/3 memperlihatkan adanya pori (Gambar 36).
Sampel-sampel mempunyai tingkat kristalinitas yang berbeda tergantung
perlakuan yang diberikan. Perlakuan hidrotermal pada perbandingan campuran
silika dan karbon 1/3 mempunyai tingkat kristalinitas paling rendah yaitu 34,69%.
Milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam menghasilkan kristal
dengan tingkat kristalinitas 54,85%. Milling berkecapatan 600 rpm selama 144
jam pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan tingkat
kristalinitas 70,92%. Hal ini menandakan bahwa selain tingkat energi, lamanya
milling berkecepatan 600 rpm selama 144 jam dan sintering pada perbandingan
campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas
75,92%. Perlakuan milling selama 3 jam pada serbuk silika dan serbuk karbon
sebelum sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3
menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 81,42%. Hal ini membuktikan
bahwa ukuran butir reaktan ikut menentukan tingkat kristalinitas hasil reaksi.
Makin kecil ukuran butir reaktan makin tinggi tingkat kristalinitas hasil reaksi.
Kombinasi perlakuan milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam
dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 menghasilkan
kristal dengan tingkat kristalinitas paling tinggi yaitu 90,34%. Perlakuan
hidrotermal hasil milling energi tinggi pada perbandingan campuran silika dan
karbon 1/3 sebelum sintering membentuk kristal yang lebih stabil tetapi dalam
jumlah yang lebih sedikit dengan tingkat kristalinitas 87%.
Analisis EDS pada sampel MLSPS 144 menunjukkan bahwa perbandingan
campuran SiO2 dan C setelah milling dan sintering adalah 52,83 : 47,17 = 0,893.
Campuran silika dan karbon pada sampel MLSPS 144 sebelum reaksi adalah
5 : 3 = 1,667 artinya sebagian senyawa SiO2 telah bereaksi dengan karbon
membentuk senyawa SiC. Perbandingan atom unsur Si : C = 15,14% : 84,86%
pada sampel MLSPS144 menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan
dengan unsur C dalam keramik (Gambar 39). Puncak energi sebesar 1,739 keV
indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 keV indikasi adanya
<