• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Varietas terhadap Biologi B. tabaci

Dinamika populasi merupakan fluktuasi populasi serangga dari waktu ke waktu. Pertumbuhan dan perkembangan populasi serangga ditentukan oleh faktor luar (faktor eksternal) dan faktor dalam dirinya sendiri (faktor internal). Faktor eksternal yang berpengaruh adalah lingkungan dan makanan. Faktor lingkungan yang berpengaruh salah satunya adalah suhu, yang sangat berkaitan terhadap iklim mikro perkembangan populasi serangga (Speight et al. 2008). Berdasarkan hasil pengamatan harian penelitian, suhu rata-rata lingkungan untuk pertumbuhan B. tabaci adalah 25.2oC, suhu minimal 22.5oC dan suhu maksimal 29oC. Bonaro et al. (2007) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan populasi B. tabaci adalah 32.5oC.

Imago B. tabaci hasil perbanyakan diambil dan dibuat preparat untuk diidentifikasi. Identifikasi morfologi berdasarkan buku kunci identifikasi Martin

et al. (1987). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa imago kutu kebul tersebut merupakan spesies dari Bemisia tabaci Gennadius, ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, famili Aleyrodidae, superfamili Aleyrodoidea dengan melihat ciri-ciri morfologinya (Gambar 4).

a b c

Gambar 4 Morfologi antena (a), panjang tubuh (b), seta kauda (c) B. tabaci

Panjang tubuh B. tabaci berkisar 1-1.5 mm dan tubuhnya berwarna kuning. Antena terdiri dari 7 ruas dan antena pada ruas ketiga ukurannya lebih panjang dari ruas lainnya. Sayap imago transparan ditutupi tepung berwarna putih (lilin) dan matanya berwarna merah (Borror et al. 1996). Telur berwarna kekuning-kuningan, ditutupi oleh lilin dan diletakkan di bawah permukaan daun. Setelah 24 jam warna telur akan berubah menjadi coklat. Nimfa instar 1 berbentuk oval, pipih, berwarna putih kehijauan, panjang tubuh 0.22 mm, lebar 0.13 mm dan memiliki tungkai. Nimfa instar 2 berwarna hijau gelap, panjang tubuh 0.28 mm, lebar 0.17 mm, memiliki antena sangat pendek dan tungkainya tereduksi. Pupa berbentuk oval, bagian toraks agak melebar, cembung, abdomennya tampak jelas dan terdapat satu pasang seta kauda pada ujung anal (Kalshoven 1981).

Perkembangan B. tabaci terdiri dari telur, nimfa, pupa dan imago. B. tabaci

mengalami 4 instar, perubahan tiap instar ditandai dengan adanya eksuvia (pergantian kulit). Perkembangan dan pertumbuhan imago B. tabaci berbeda-beda tergantung pada tanaman inang dan suhu.

1 mm

seta kauda antena

8

Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan mulai dari telur diletakkan sampai menjadi imago dan meletakkan telur pertama. Perbedaan varietas tanaman mempengaruhi siklus hidup B. tabaci. Silva (2012) menyatakan bahwa siklus hidup B. tabaci pada tanaman kedelai varietas IAC-PLI, varietas BRS-242 RR dan TMG-103 RR secara berurutan adalah 21.3, 20.1 dan 19.3 hari pada suhu 25oC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup hasil penelitian Silva berbeda dengan hasil penelitian ini dikarenakan adanya perbedaan lingkungan dan varietas tanaman yang digunakan pada penelitian. Sunjaya (1970) menyatakan bahwa kualitas makanan yang ada dalam tanaman inang dapat menentukan pertumbuhan, perkembangan, kesuburan, mortalitas dan keperidian serangga. Perbedaan varietas juga berpengaruh nyata terhadap lama inkubasi telur, lama stadia instar dan pupa pada tanaman kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis (Tabel 1).

Tabel 1 Biologi B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis

Stadia

n

Edamamea Wilisa

Jantan Betina Jantan Betina

(x̅ ± SE)b

(x̅ ± SE)b (x̅ ± SE)b

(x̅ ± SE)b

Telur 50 3.520 ± 0.071a 3.520 ± 0.071a 4.500 ± 0.092b 4.500 ± 0.092b

Instar 1 50 3.500 ± 0.071a 3.500 ± 0.071a 3.560 ± 0.077a 3.560 ± 0.077a Instar 2 50 3.500± 0.071a 3.500 ± 0.071a 3.580 ± 0.071a 3.580 ± 0.071a Instar 3 50 3.320 ± 0.067a 3.320 ± 0.067a 3.480 ± 0.071a 3.480 ± 0.071a Instar 4 50 3.160 ± 0.066a 3.160 ± 0.066a 3.480 ± 0.071b 3.340 ± 0.071b

Pupa 50 2.920 ± 0.075a 2.920 ± 0.075a 3.340 ± 0.089b 3.340 ± 0.089b

Waktu jadi

imago 50 19.920 ± 0.161a 19.920 ± 0.161a 21.940 ± 0.197b 21.940 ± 0.197b Lama hidup 50 4.360 ± 0.069a 11.820 ± 0.171a 5.880 ± 0.074b 14.180 ± 0.158b

Keperidian 50 - 30.520 ± 0.452a - 53.640 ± 1.350b

Siklus

hidup 50 - 21.420 ± 0.181a - 23.900 ± 0.196b

Praoviposisi 50 - 1.500 ± 0.071a - 1.960 ± 0.028b

a

Angka pada baris dan jenis kelamin yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%. b x̅: rata-rata, SE: standar error.

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa siklus hidup B. tabaci berbeda nyata antara tanaman kedelai varietas Edamame dengan varietas Wilis. Siklus hidup B. tabaci pada varietas Wilis mengalami perkembangan lebih lambat dibandingkan varietas Edamame. Hal ini disebabkan oleh perbedaaan nutrisi pada tanaman yang dapat menunda atau memperlambat siklus hidup B. tabaci. Lambatnya siklus hidup atau perkembangan B. tabaci menjadi imago dewasa akan berkorelasi terhadap terhambatnya waktu reproduksi, dimana reproduksi merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan serangga untuk menyerang tanaman

9 (Agustini 2013). Tertundanya waktu reproduksi akan berdampak terhadap waktu generasi menjadi lebih lama dan peningkatan mortalitas sebelum reproduksi (Kozlowski 1992). Laju perkembangan yang terhambat akan menurunkan kebugaran serangga dan memperlambat inisiasi reproduksi serangga (Begon et al. 2008). Inisiasi reproduksi yang lambat akan memperpanjang siklus hidup suatu generasi. Siklus hidup yang panjang akan memiliki lama generasi yang panjang pula.

Masa inkubasi telur pada tanaman kedelai varietas Edamame lebih pendek dibandingkan dengan varietas Wilis. Masa inkubasi telur pada varietas Edamame adalah 3.520 ± 0.071 hari, sedangkan pada varietas Wilis adalah 4.500 ± 0.092 hari. Lama masa inkubasi telur berkorelasi dengan lama perkembangan stadia nimfa dan pupa B. tabaci. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh terhadap imago betina B. tabaci yang berasal dari tanaman cabai keriting, dimana nutrisi atau senyawa kimia pada tanaman cabai keriting berbeda dengan tanaman kedelai sehingga berpengaruh terhadap masa inkubasi telur yang dihasilkan.

Waktu perkembangan stadia nimfa instar 1, instar 2 dan instar 3 B. tabaci

pada tanaman kedelai Edamame tidak berbeda dengan tanaman kedelai Wilis. Menurut Marwoto dan Inayati (2011) nimfa instar 1 yang baru menetas aktif bergerak mencari tempat tinggal dan nutrisi makanan yang sesuai sehingga nimfa hanya makan sedikit. Selanjutnya nimfa instar 2 dan instar 3 akan diam dan menetap setelah menemukan tempat dan makanan yang sesuai karena tungkainya tereduksi. Nimfa tersebut berada dalam masa pencocokan dan penghisapan cairan tanaman sehingga perbedaan varietas kedelai terhadap nimfa instar 1, 2 dan 3 tidak berpengaruh. Namun saat nimfa instar 4, perbedaan varietas kedelai berpengaruh terhadap lamanya waktu stadia nimfa instar 4 dan pupa. Nimfa instar 4 telah beradaptasi dengan lingkungannya dan menghisap banyak cairan tanaman sebelum stadia pupa sehingga nutrisi yang dikonsumsinya berpengaruh terhadap perkembangannya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh nutrisi yang berbeda pada tanaman inang dan faktor nutrisi tersebut memerlukan waktu untuk memberikan pengaruh terhadap B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis. Menurut Shah dan Liu (2013) tanaman inang memiliki pengaruh yang penting terhadap kelangsungan hidup nimfa B. tabaci.

Nutrisi atau senyawa-senyawa kimia pada tanaman sangat berpengaruh terhadap perkembangan B. tabaci. Namun, nutrisi atau senyawa kimia tersebut memerlukan waktu untuk memberikan efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan B. tabaci. Hasil ini sejalan dengan penelitian Shah dan Liu (2013) yang menyatakan bahwa tanaman inang sebelumnya memberikan pengaruh terhadap B. tabaci, kemudian seiring berjalannya waktu tanaman inang yang baru yang memiliki peranan penting dan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada tanaman inang sebelumnya. Penundaan waktu perkembangan nimfa dalam dinamika populasi memberikan dampak positif terhadap pengendalian hama dan berpengaruh terhadap praoviposisi dan oviposisi (Wirianti 2006). Praoviposisi yang terhambat akan berpengaruh terhadap keperidian hama.

Praoviposisi dan oviposisi imago B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame lebih cepat dibandingkan varietas Wilis. Praoviposisi dan oviposisi dipengaruhi oleh jumlah dan panjang trikoma pada daun kedelai. Jumlah trikoma pada varietas Wilis lebih banyak dan ukurannya lebih pendek dibandingkan varietas Edamame. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa imago B. tabaci

10

lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman kedelai Wilis. Hal ini sesuai dengan McAuslane et al. (1996) yang menyatakan bahwa jumlah trikoma daun berkorelasi positif dengan oviposisi B. tabaci pada tanaman kedelai. Pendapat tersebut sejalan dengan Tama (2011) yang menyatakan bahwa imago B. tabaci

lebih menyukai hidup pada trikoma yang berjumlah banyak daripada trikoma yang berjumlah sedikit pada tanaman kedelai. Trikoma yang berjumlah banyak dapat berfungsi sebagai pegangan atau tempat berjangkar imago B. tabaci pada saat angin kencang dan hujan. Selain itu, trikoma yang rapat juga befungsi sebagai penahan telur agar tidak terbawa air pada saat hujan dan tidak terjatuh atau terbang saat angin kencang. Butler dan Wilson (1984) menyatakan bahwa imago

B. tabaci lebih menyukai meletakkan telur pada varietas kapas yang memiliki trikoma lebih banyak daripada varietas kapas yang memiliki trikoma sedikit karena adanya rangsangan nutrisi atau senyawa kimia pada daun. Ketertarikan imago B. tabaci untuk hidup dan meletakkan telur pada tanaman kedelai juga dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia pada daun, gula, tanin, konsentrasi kelenjar gosipol, O-dihidroksifenol dan nutrisi tanaman (Bentz et al. 1995; Butter

et al. 1990). Komposisi zat kimia seperti lupeol (triterpenol) pada tanaman kedelai dapat mempengaruhi perilaku makan kutukebul (Lambert et al. 1995). Varietas kedelai dengan kandungan lupeol rendah cenderung disukai kutukebul.

Lama hidup B. tabaci pada tanaman kedelai Edamame lebih singkat dibandingkan pada tanaman kedelai Wilis. Lama hidup imago betina B. tabaci

pada varietas Edamame 11.820 hari sedangkan pada varietas Wilis 14.180 hari. Lama hidup B. tabaci dipengaruhi oleh nutrisi dari tanaman inang yang dikonsumsi untuk kelangsungan hidupnya. Menurut lembaga penelitian Soyfoods Association of North America (2005), kandungan nutrisi pada tanaman kedelai Edamame lebih tinggi dibandingkan tanaman kedelai kuning biasa. Namun kadar protein kedelai Edamame lebih sedikit daripada kedelai Wilis. Protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh serangga dalam reproduksi (Chapman 1982). Semakin sedikit protein yang dikonsumsi B. tabaci maka akan menurunkan reproduksi serangga sehingga mempengaruhi keperidian B. tabaci. Syahputra et al. (2002) menyatakan bahwa protein yang diserap oleh Croccidolomia pavonana

dalam jumlah yang rendah mampu menurunkan keperidian dan mempersingkat lama hidup. Rendahnya kualitas nutrisi yang dimiliki tanaman inang berpengaruh terhadap biologi serangga sehingga serangga kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya (Panizzi dan Parra 2009). Nutrisi atau senyawa kimia yang dimiliki masing-masing varietas tanaman, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap seranga hama (Agustini 2013). Adanya senyawa kimia pada tanaman inang menyebabkan B. tabaci tidak mampu hidup lebih lama pada tanaman kedelai varietas Edamame. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem ketahanan tanaman yang diinduksi oleh senyawa kimia tertentu pada kedelai varietas Edamame.

Lama hidup imago betina B. tabaci yang singkat akan berpengaruh terhadap keperidiannya. B. tabaci tidak menghasilkan telur saat menjelang kematian. Keperidian B. tabaci pada varietas Edamame lebih rendah daripada varietas Wilis (Tabel 1). Jumlah telur yang dihasilkan setiap imago betina B. tabaci pada kedelai varietas Edamame sebanyak 30.520 telur, sedangkan pada varietas Wilis sebanyak 53.640 telur. Menurut Kurniawan (2007) jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina B. tabaci dipengaruhi oleh faktor tanaman inang dan suhu. Jumlah telur

11 yang dihasilkan seekor imago betina B. tabaci mencapai 28-300 telur tergantung pada tanaman inang dan suhu lingkungan (Hirano et al. 2002). Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina B. tabaci pada tanaman kedelai sebanyak 70 telur, pada tanaman mentimun sebanyak 66 telur, pada tanaman tomat sebanyak 167.6 telur dan sebanyak 77.5 telur pada tanaman ubi kayu dengan kondisi suhu 25oC (Tsai dan Wang 1996). Reproduksi serangga dipengaruhi oleh kandungan protein yang diperolehnya. Sedikitnya jumlah telur yang dihasilkan pada tanaman kedelai varietas Edamame disebabkan oleh protein yang diserap imago betina B. tabaci belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya. Selain itu, nutrisi yang tidak terpenuhi juga akan berpengaruh terhadap waktu keperidian.

Waktu keperidian yang singkat berhubungan dengan mortalitas imago betina B. tabaci yang cepat. Natawigena (1990) menyatakan bahwa semakin lama umur imago betina maka akan semakin lama pula kesempatan bertelur atau melahirkan. Menurut Begon et al. (2008) laju perkembangan yang cepat dapat meningkatkan kebugaran serangga dan mempercepat inisiasi reproduksi. Inisiasi reproduksi lebih awal dapat diartikan sebagai mempercepat siklus hidup suatu generasi. Lambatnya siklus hidup B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Wilis berbanding lurus dengan terhambatnya waktu reproduksi. Waktu reproduksi yang terhambat dapat menurunkan laju reproduksi. Li et al. (2005) menyatakan bahwa terhambatnya waktu reproduksi dapat meningkatkan mortalitas serangga. Laju reproduksi merupakan salah satu faktor yang menentukan B. tabaci untuk memperbanyak populasinya. Populasi B. tabaci yang tinggi dapat meningkatkan kerusakan yang tinggi pula pada tanaman kedelai di lapang.

Tanaman kedelai varietas Edamame menyebabkan B. tabaci kekurangan nutrisi terutama protein sehingga kemampuan reproduksinya menjadi berkurang. Kemampuan reproduksi yang menurun dapat menyebabkan populasi B. tabaci

menjadi rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biologi B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame berbeda dengan varietas Wilis. Hal ini diduga adanya nutrisi yang berbeda dan senyawa kimia tertentu pada tanaman inang yang berpengaruh terhadap biologi B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis.

Pengaruh Varietas terhadap Statistik Demografi B. tabaci

Setiap organisme memiliki variasi jangka hidup terbatas, yang dapat menentukan karakteristik kelangsungan hidupnya dalam suatu populasi. Statistik demografi merupakan suatu analisis secara kuantitatif untuk menduga pertumbuhan populasi suatu organisme. Pertumbuhan populasi dapat dihitung berdasarkan peluang hidup (lx) dan rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan imago betina (mx). Peluang hidup B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Wilis lebih besar daripada varietas Edamame. B. tabaci pada kedelai Wilis mengalami mortalitas saat umur 40.5 hari, sedangkan pada kedelai Edamame mortalitasnya saat umur 37.5 hari. Hal ini disebabkan oleh adanya nutrisi atau senyawa kimia tertentu dalam tanaman yang menginduksi ketahanan tanaman sehingga mempercepat mortalitas B. tabaci.

Berdasarkan kurva gambar 1, tipe bertahan hidup B. tabaci menunjukkan kurva tipe II pada tanaman kedelai Edamame dan kedelai Wilis. Menurut Price (1997) kurva tipe I adalah kematian populasi organisme dalam jumlah yang sedikit pada umur muda dan kematian dalam jumlah yang besar pada umur tua,

12

kurva tipe II menunjukkan laju kematian populasi suatu individu yang konstan, dan tipe III adalah kematian populasi yang besar yang terjadi saat waktu muda. Populasi yang memiliki angka kematian individu yang konstan akan memiliki populasi yang hampir sama pada generasi berikutnya. Lamanya waktu proses kematian memiliki peranan penting dalam perkembangan suatu populasi. Semakin lama umur imago betina maka akan semakin lama pula pertumbuhan dan perkembangan populasinya di lapang.

Gambar 5 Peluang hidup dan keperidian harian B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame (a) dan tanaman kedelai varietas Wilis (b)

Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap imago betina B. tabaci

setiap harinya pada tanaman kedelai varietas Edamame berbeda dengan varietas 0 2 4 6 8 10 12 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0.5 4.5 8.5 12.5 16.5 20.5 24.5 28.5 32.5 36.5 40.5 lx mx a 0 2 4 6 8 10 12 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0.5 4.5 8.5 12.5 16.5 20.5 24.5 28.5 32.5 36.5 40.5 lx mx b P eluang hidup ( lx) R ataa n ke pe ridia n ha ri an ( mx) Umur (hari)

13 Wilis (Gambar 5). Keperidian harian tertinggi yang dihasilkan oleh imago betina

B. tabaci dapat mencapai 8 telur pada tanaman kedelai Wilis, sedangkan pada tanaman kedelai Edamame hanya 6 telur. Imago betina B. tabaci tidak menghasilkan telur pada saat umur 29.5-30.5 hari pada varietas Edamame, sedangkan pada varietas Wilis saat umur 34.5-35.5 hari. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan nutrisi pada masing-masing inang sehingga waktu reproduksinya berbeda. Selain faktor nutrisi, senyawa kimia pada tanaman seperti alkaloid dapat menghambat proses fisiologi dalam tubuh serangga (Schoonhoven

et al. 2005). Perilaku peneluran B. tabaci juga ditentukan oleh faktor fisik dan kimia pada daun. Butler dan Wilson (1984) menyatakan bahwa imago B. tabaci

lebih menyukai meletakkan telur pada varietas kapas yang memiliki trikoma lebih banyak daripada varietas kapas yang memiliki trikoma sedikit karena adanya rangsangan nutrisi atau senyawa kimia pada daun. Ketertarikan imago B. tabaci

untuk hidup dan meletakkan telur juga dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia pada daun, gula, tanin, konsentrasi kelenjar gosipol, O-dihidroksifenol dan nutrisi tanaman (Bentz et al. 1995; Butter et al. 1990). Bentuk kurva keperidian B. tabaci

pada tanaman kedelai varietas Edamame lebih rendah dibandingkan dengan varietas Wilis. Tanaman kedelai varietas Edamame dapat menurunkan keperidian harian imago betina B. tabaci.

Data peluang hidup (lx) dan keperidian harian (mx) dari imago betina B. tabaci dapat digunakan untuk menghitung statistik demografi. Nilai laju reproduksi bersih (Ro) B. tabaci pada tanaman kedelai Edamame lebih rendah daripada tanaman kedelai Wilis (Tabel 2). Nilai Ro menunjukkan bahwa generasi

B. tabaci berikutnya akan meningkat sebanyak 46.509 ± 0.725 kali dari generasi sebelumnya pada tanaman kedelai Wilis. Nilai Ro tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kedelai Edamame yang hanya meningkat 28.365 ± 0.530 kali. Nilai GRR dan Ro yang rendah pada tanaman kedelai Edamame memperlihatkan ketidaksesuaian hidup B. tabaci terhadap tanaman inang. Tanaman kedelai Edamame memberikan efek negatif terhadap perilaku makan dan kurangnya nutrisi bagi reproduksi B. tabaci, sehingga akan berpengaruh terhadap rendahnya laju reproduksi kotor maupun laju reproduksi bersih. Penurunan laju reproduksi dapat menyebabkan populasi serangga berkurang pada generasi berikutnya. Populasi serangga hama dapat dikendalikan dengan menyediakan tanaman inang yang tidak sesuai dengan hidupnya. Inang yang tidak sesuai menyebabkan serangga hama kekurangan nutrisi dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Tabel 2 Statistik demografi B. tabaci pada tanaman kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis

No. Parameter Perlakuan

Edamame a Wilis a

1. Laju reproduksi kotor (GRR) 28.365 ± 0.530a 46.509 ± 0.725b

2. Laju reproduksi bersih (Ro) 9.925 ± 0.182a 16.428 ± 0.252b

3. Laju pertumbuhan intrinsik (r) 0.095 ± 0.001a 0.102 ± 0.001b

4. Rataan lama generasi (T) 24.230 ± 0.029a 27.467 ± 0.033b

5. Doubling time (DT) 7.330 ± 0.069a 6.808 ± 0.042b

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t pada taraf nyata 5%.

14

Nilai r diperoleh dan ditentukan oleh berbagai aspek yang berhubungan dengan kehidupan organisme seperti kematian, kelahiran, dan waktu perkembangan B. tabaci. Gill et al. (1989) menyatakan bahwa nilai r dapat memberikan pengetahuan yang lebih mengenai karakteristik pola kehidupan spesies yang diamati. Nilai r yang tinggi dapat diartikan bahwa populasi suatu organisme memiliki kemungkinan untuk terus tumbuh. Laju pertambahan intrinsik (r) dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan populasi serangga dalam jangka waktu yang panjang. Nilai r pada tanaman kedelai Edamame sebesar 0.095 ± 0.001 nimfa per hari, sedangkan nilai r pada tanaman kedelai Wilis sebesar 0.102 ± 0.001 nimfa per hari. Hal ini menunjukkan bahwa nilai r B. tabaci pada tanaman kedelai Edamame lebih rendah daripada tanaman kedelai Wilis, dikarenakan adanya pengaruh dari masing-masing varietas terhadap proses fisiologi B. tabaci. Tingginya nilai r disebabkan oleh tingginya keperidian, rendahnya mortalitas pradewasa dan masa dewasa (Kurniawan 2007). Andrewartha dan Birch (1954) menyatakan bahwa serangga yang tinggal pada inang yang sesuai laju pertumbuhannya cepat, sedangkan pada inang yang kurang sesuai lambat karena proses fisiologinya terganggu. Selain pertumbuhan serangga terhambat, ukuran dan bobot tubuhnya menjadi rendah (Schoonhoven et al. 2005). Pertumbuhan B. tabaci yang terhambat memiliki tingkat infestasi dan kerusakan yang ditimbulkannya berbeda-beda pada setiap tanaman inang. El-Lakwah et al. (2010) menyatakan bahwa pengujian beberapa varietas kacang-kacangan menunjukkan tingkat infestasi B. tabaci yang berbeda-beda pada masing-masing inang. Menurut Amro (2008) pengujian beberapa varietas mentimun menunjukkan tingkat kerentanan yang berbeda-beda terhadap B. tabaci.

B. tabaci yang dipelihara pada tanaman kedelai Edamame membutuhkan waktu perkembangan generasi yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman kedelai Wilis. Lama waktu generasi dipengaruhi oleh lamanya siklus hidup suatu organisme. Individu dalam suatu populasi yang mempunyai nilai T (lama generasi) yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan individu yang mempunyai nilai T yang tinggi (Mawan dan Herma 2011). Siklus hidup B. tabaci pada tanaman kedelai Edamame lebih singkat sehingga perkembangannya menjadi imago dewasa menjadi lebih cepat pula dibandingkan dengan tanaman kedelai Wilis. Semakin cepat lama generasi (T) maka akan semakin cepat pula laju pertumbuhan intrinsik B. tabaci. Menurut Southwood dan Henderson (2000) pertumbuhan populasi tergantung dengan lama generasi yang berkaitan dengan laju pertumbuhan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan satu generasi untuk berkembang maka akan semakin lambat pula pertumbuhan populasi tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nutrisi atau senyawa kimia tertentu pada varietas Edamame dan varietas Wilis. Kesesuaian inang tidak hanya digambarkan dari nilai T, tetapi juga nilai GRR, Ro, r, dan DT juga sangat berpengaruh.

Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk berlipat ganda (DT) pada tanaman kedelai Edamame adalah 7.330 ± 0.069 hari, sedangkan pada tanaman kedelai Wilis adalah 6.808 ± 0.042 hari. Nilai DT yang rendah dapat meningkatkan laju reproduksi kotor (GRR) dan laju reproduksi bersih (Ro) dalam waktu tertentu. Penurunan keperidian B. tabaci berpengaruh terhadap lamanya waktu untuk berlipat ganda dan penurunan laju pertambahan intrinsik dalam suatu populasi. Nilai r dan DT berguna untuk menunjukkan suatu populasi dalam kondisi lingkungan pertumbuhan yang konstan dan sumberdaya yang tidak terbatas (Price

15 1997; Southwood dan Henderson 2000). Serangga yang memiliki waktu berlipat ganda (DT) yang cepat, akan mempercepat penurunan sumberdaya makanan (Birch 1948). Waktu berlipat ganda yang lama akan mengurangi populasi B. tabaci sehingga mengurangi infestasi hama pada tanaman kedelai. Penggunaan kedelai Edamame memberikan kehidupan yang tidak sesuai untuk B. tabaci.

Pembahasan Umum

Penggunaan kedelai varietas Edamame dan varietas Wilis berpengaruh terhadap biologi B. tabaci. Pertumbuhan dan perkembangan B. tabaci menjadi terganggu karena adanya perbedaan nutrisi dan mekanisme ketahanan dari tanaman. Beberapa mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan hama yaitu toleran, antisenosis dan antibiosis (Teetes 2004). Mekanisme ketahanan kedelai terhadap B. tabaci dipengaruhi oleh struktur, kualitas dan sifat agronomis dari tanaman kedelai (Xu 2009). Kerapatan trikoma daun merupakan salah satu mekanisme ketahanan kedelai terhadap hama yang berupa antisenosis. Menurut Indrayani dan Siwi (2012) semakin tinggi kerapatan bulu daun semakin rendah populasi serangga dengan alat mulut menusuk menghisap karena menghalangi stilet serangga menembus lamina daun sehingga aktifitas makannya menjadi terganggu. Namun, hasil tersebut berbeda dengan Tama (2011) yang menyatakan bahwa imago B. tabaci lebih menyukai hidup pada trikoma yang berjumlah banyak daripada trikoma yang berjumlah sedikit pada tanaman kedelai. Trikoma yang berjumlah banyak dapat berfungsi sebagai penahan telur dan sebagai pegangan atau tempat berjangkar imago B. tabaci pada saat angin kencang dan saat hujan. Selain kerapatan trikoma, ketertarikan imago B. tabaci untuk hidup dan meletakkan telur juga dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia pada daun, gula, tanin, konsentrasi kelenjar gosipol, O-dihidroksifenol dan nutrisi tanaman (Bentz et al. 1995; Butter et al. 1990). Kerapatan trikoma berbeda-beda tiap tanaman inang dan tiap varietas tanaman inang. Menurut Junior et al. (2007) jumlah trikoma tidak dapat digunakan untuk menentukan ketidaksesuaian imago

Dokumen terkait