• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis

Secara Geografis, Kota Bogor terletak diantara 1060 48’ BT dan 60 26’ LS, yaitu ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara. Oleh karena itu, Kota Bogor potensial bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, serta berpeluang untuk dijadikan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komuoinikasi dan pariwisata.

Luas wilayah Kota Bogor mencakup 11 850 Ha, terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan. Secara administratif, Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut: (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Bojong Gede dan Kec. Sukaraja, Kabupaten Bogor; (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor; (c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor; serta (d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

Kelembagaan Ketahanan Pangan

Kelembagaan ketahanan pangan adalah institusi pemerintahan maupun non pemerintahan yang menangani ketahanan pangan baik yang berkaitan dengan subsistem ketersedian, distribusi, konsumsi dan status gizi. Lembaga struktural ketahanan pangan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 adalah Kantor Ketahanan Pangan (KKP). Kantor Ketahana Pangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi pemerintahan di bidang ketahanan pangan yaitu: 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang ketahanan pangan; 2) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang ketahanan pangan; 3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang ketahanan pangan; 4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Struktur organisasi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri: 1) Kepala Kantor, 2) Sub Bagian Tata Usaha, 3) Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, 4) Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan, 5) Seksi Kelembagaan dan Infrastruktur Pangan. Keadaan kepegawaian di lingkungan Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri dari secara struktural yaitu esselon III berjumlah 1 orang, esselon IV 4 orang, pelaksana 11 orang dan penyuluh pertaniaan berjumalah 7 orang.

Untuk melaksanakan fungsi koordinasi pembangunanan ketahanan pangan Kota Bogor, berdasarkan Surat Keputusan Walikota Nomor 510.15-109 Tahun 2010 dibentuk lembaga fungsional ketahanan pangan yaitu Dewan Ketahanan Pangan (DKP), yaitu di ketuai oleh Walikota dan sekertaris kepala Kantor Ketahanan Pangan. Sementara anggota Dewan Ketahanan Pangan yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pengelola Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas Binamarga dan Dumber

10

Daya Air, Dinas Pertanian, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dewan Ketahanan Pangan sebagai institusi koordinasi fungsional bertanggung jawab memfasilitasi berbagai pertemuan baik yang bersifat formal maupun informal. Pertemuan dilaksanakan untuk menggalang keterlibatan pemerintah daerah, organisasi non pemerintahan (LSM, Pondok Pesantren, PKK, Perusahaan Swasta, Organisasi profesi dan organisasi pelaku) untuk lebih peduli terhadap pentingnya pemenuhan pangan bagi masyarakat dan ketahanan nasional serta menyadarkan semua pihak bahwa tanggung jawab mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang sejahtera terbebas dari kemiskinan dan kelaparan terletak pada seluruh komponen masyarakat.

Kelompok lumbung pangan di Kota Bogor terdapat 13 lumbung pangan yang tersebar di setiap Kecamatan di Kota Bogor. Kota Bogor memiliki sumberdaya kelembagaan pangan 168 kelompok Tani yang terdiri dari: Kelompok Wanita Tani (KWT), Kelompok Tani Dewasa (KTD) dan Kel Taruna Tani (KTT), dan mempunyai 41 Gapoktan yang tersebar di Kota Bogor.

Permasalahan kelembagaan ketahanan pangan di Kota Bogor adalah lembaga ketahanan pangan yang masih berbentuk kantor sehingga menjadi permasalahan dalam koordinasi, struktural organisasi masih lemah karena jumlah pegawai yang terbatas dan terbatasnya yang mempunyai pengetahuan terhadap pangan, jumlah penyuluh lapang yang ahli terbatas serta tidak ada bagian distribusi.

Penduduk

Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 004 831 jiwa yang terdiri dari laki-laki 510 884 jiwa dan perempuan 493 947 jiwa (Kota Bogor Dalam Angka 2013). Dibandingkan dengan tahun 2011, jumlah penduduk Kota Bogor Tahun 2012 bertambah sebanyak 37 433 orang atau meningkat sebanyak 3.87%. Dengan luas wilayah 118.50 km2, kepadatan penduduk di Kota Bogor pada tahun 2012 mencapai 8480 orang per km2.

IPM Kota Bogor pada tahun 2012 sebesar 76.47 meningkat 0.39 point dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 76.08, dengan angka harapan hidup 69.07 tahun, angka melek huruf 98.97%, rata-rata lama sekolah 9.81 tahun, purchasing power parity Rp 655 000/kapita/tahun. Berdasarkan dari indeksnya, maka pada tahun 2012; indeks kesehatan sebesar 73.45, indeks pendidikan 87.78, dan indeks daya beli 68.17.

Peraturan Pemerintah Tentang Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Undang-undang tentang pangan tercantum dalam UU No 18 Tahun 2012. Kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 kemudian diterjemahkan dalam gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor

11 43/Permentan/OT.140/10/2009 dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2010. Landasan hukum ini menjadi dasar pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kantor Ketahanan Pangan dalam program peningkatan ketahanan pangan di Kota Bogor khususnya penyedian konsumsi masyarakat.

Situasi Konsumsi Pangan dan Gizi di Kota Bogor Distribusi dan Perekonomian

Jumlah perusahaan perdagangan formal di Kota Bogor mencapai 342 perusahaan pada tahun 2012, terdiri dari 7 perusahaan besar, 49 perusahaan menengah, 192 perusahaan kecil dan 94 perusahaan mikro. Sementara itu, untuk pelaksanaan transaksi jual beli, terdapat 7 pasar di Kota Bogor yang mengelola sebanyak 5938 kios dan los.

Pada tahun 2012, inflasi di Kota Bogor secara umum mencapai 3.96%. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi dan olahraga yaitu mencapai 13.89%, tertinggi kedua dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 4.80% dan tertinggi ketiga dari kelompok bahan makanan sebesar 4.13%.

Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2012 adalah sebesar 6.15% dengan struktur ekonomi yang masih tetap didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 36.23%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 27.51%. Sedangkan sektor pertanian merupakan kontributor terendah dengan sumbangan sebesar 0.17%.

Kota Bogor yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dari masih tingginya jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Data tahun 2012 menunjukan bahwa persentase penduduk miskin Kota Bogor mencapai 8.41% dari total penduduk sebesar 1 004 831 jiwa. Pada kurun waktu yang sama, TPT Kota Bogor adalah 9.33%

Stabilitas harga diukur dengan koefesien variasi harga pada tahun 2012 dan 2013, hasil pengolahan harga pada tabel 4 menunjukan fluktuasi harga pangan pokok strategis di Kota Bogor pada tahun 2012 yang terbilang tinggi yaitu jagung pipilan (44.85%) diikuti oleh cabe merah (26.66%), gula pasir (12.17%), dan daging sapi (11.74%). Fluktuasi harga yang paling rendah terdapat pada bahan pangan pokok beras yaitu 5.90%. Pada tahun 2013 fluktuasi harga yang paling tinggi yaitu pada bahan pangan cabe merah sebesar 21.63% diikuti oleh daging ayam (11.31%) dan minyak goreng (9.57%). Fluktuasi harga paling rendah atau tidak mengalami kenaikan atau penurunan harga yaitu pada bahan pangan jagung pipilan sebesar 0%.

12

Tabel 4 Fluktuasi harga bahan pangan pokok strategis

No Nama jenis bahan pangan pokok Fluktuasi Harga ( Koefesien Variasi) 2012 (%) 2013 (%) 1 Beras 5.90 2.88 2 Jagung Pipilan 44.85 0 3 Kedelai 10.97 8.04 4 Daging Sapi 11.74 4.42 5 Daging Ayam 6.05 11.31

6 Telur Ayam Ras 6.78 8.57

7 Minyak Goreng 7.89 9.57

8 Gula Pasir 12.17 5.00

9 Cabe Merah 26.66 21.63

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor Status Gizi

Status gizi adalah merupakan salah satu gambaran kesehatan masyarakat. Konsumsi pangan yang cukup merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan buruk yang jika tidak diatasi akan mengakibatkan lost generation (Hardinsyah dan Martianto 1992).

Tabel 5 Indikator status gizi tahun 2011 sampai 2013

Tahun Total Penduduk Jumlah Balita Jumlah Balita Dengan Gizi Buruk Gizi Kurang 2011 987 315 91 850 185 (0.21%) 1958 (2.4%) 2012 1 004 831 88 467 107 (0.11%) 1862 (2.2%)

2013 - 77 857 70 (0.1%) 2240 (2.8%)

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor

Berdasarkan Tabel 5 proporsi gizi buruk di Kota Bogor cenderung menurun, tahun 2011 sebanyak 185 kasus dan gizi kurang sebanyak 1958 kasus, pada tahun 2012 gizi buruk menurun menjadi 107 kasus begitupula dengan gizi kurang yang ikut menurun menjadi 1862 kasus, sedangakan pada tahun 2013 gizi buruk menurun menjadi 70 kasus atau 0.1% dan untuk gizi kurang meningkat menjadi 2240 kasus atau 2.8%. Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19.6% terdiri dari 5.7% gizi buruk dan 13.9% gizi kurang. Jika dibandingkan angka prevalensi gizi buruk-kurang Kota Bogor dengan Nasional, terlihat bahwa Kota Bogor lebih baik. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20-29%, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30% (WHO 2010 dalam Riskesdas 2013). Sehingga di Kota Bogor tidak ada masalah kesehatan yang serius.

Potensi Produksi dan Ketersediaan Pangan

Kota Bogor merupakan wilayah perkotaan dengan lahan pertanian yang terbatas, yaitu 2374 ha lahan bukan sawah dan 750 ha lahan sawah yang sebagian besar ada pada wilayah kecamatan Bogor selatan, Bogor Barat dan Bogor Timur. Sebanding dengan luas lahan pertanian yang ada, maka produksi pangan di Kota Bogor sebesar 7.69% dari ketersedian sementara 92.31% pangan impor,

13 khususnya beras pada tahun 2012 di Kota Bogor hanya mampu memproduksi 4565.8 ton sementara kebutuhan beras untuk dikonsumsi sebanyak 99 735.3 ton sehingga sisanya harus mengimpor. Begitupun dengan bahan makanan lain, dapat dilihat dari lampiran 1, sebagian besar bahan makanan yang dikonsumsi penduduk Kota Bogor merupakan impor.

Rata-rata ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan penduduk di wilayah Kota Bogor pada tahun 2012 adalah sekitar 2278 Kal/kap/hari. Jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan secara nasional berarti Tingkat Ketersediaan Energi (TKE) di wilayah Kota Bogor telah mencapai sekitar 103.5 persen pada tahun 2012. Sementara itu, ketersediaan protein telah mencapai sebesar 76.9 gram/kapita/hari sehingga Tingkat Ketersediaan Protein (TKP) di wilayah Kota Bogor telah mencapai 134.4%. Skor PPH ketersediaan pangan di wilayah di Kota Bogor pada tahun 2012 baru mencapai 90.1 atau kurang 9.9 poin dari skor PPH ideal 100.

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 6, kelompok pangan yang ketersediaannya telah melebihi angka kecukupannya adalah pangan kelompok padi-padian (lebih 73 Kal atau 6.6%), pangan hewani (lebih 23.3 Kal atau 23.3 %), minyak dan lemak (lebih 85 Kal atau 39%), dan kacang-kacangan (lebih 32 Kal atau 30%). Adapun kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain ketersediaanya masih dibawah angka kecukupan yang dianjurkan, dimana masing-masing masih kekurangan sekitar 70 Kal, 37 Kal, dan 66 Kal atau sekitar 64%, 28%, dan 100% dari kecukupannya. Sementara itu, kelompok pangan umbi-umbian dan buah/biji berminyak memiliki ketersediaan yang hampir sama dengan angka kecukupannya. Tabel 6 Tingkat dan Gap Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH) Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Wilayah Kota Bogor Tahun 2012

No Kelompok Pangan

Kal/Kap/Hari %AKE Gap

Aktual Standar Aktual Standar Kal %AKE % 1 Padi-padian 1173 1100 53.3 50 73 3.3 6.6 2 Umbi-umbian 128 132 5.8 6 -4 -0.2 -3.3 3 Pangan Hewani 326 264 14.8 12 62 2.8 23.3 4 Minyak & Lemak 305 220 13.9 10 85 3.9 39 5

Buah/Biji

Berminyak 69 66 3.1 3 3 0.1 3.3

6 Kacang-kacangan 142 110 6.5 5 32 1.5 30

7 Gula 40 110 1.8 5 -70 -3.2 -64

8 Sayur dan Buah 95 132 4.3 6 -37 -1.7 -28.3

9 Lain-lain 0 66 0 3 -66 -3 -100

Total 2278 2200 103.5 100 78 3.5 3.5 Sumber: Laporan NBM Kota Bogor Tahun 2012

Konsumsi pangan

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Tahun 2004, konsumsi pangan sudah terpenuhi apabila konsumsi energi penduduk Indonesia mencapai 2000 Kal/kap/hari dan konsumsi protein 52 gram/kap/hari. Jumlah konsumsi energi dan protein tersebut merupakan jumlah yang diperlukan agar manusia dapat hidup secara sehat, aktif, dan produktif. Berdasarkan hasil survey

14

konsumsi pangan, pada tahun 2013, rata-rata konsumsi energi penduduk Kota Bogor adalah sebesar 1769 Kal/kap/hari (88.4% AKE). Menurut kriteria Peraturan menteri Pertanian nomor 65/Permentan/Ot.140/12/2010, konsumsi energi tersebut berada pada kriteria rawan pangan.

Berdasarkan hasil survey Kantor Ketahanan Pangan, proporsi penduduk Kota Bogor dengan konsumsi energy sebanyak 27% penduduk di Kota Bogor termasuk dalam kategori sangat rawan pangan yang ditandai dengan konsumsi energi kurang dari 70% AKE, 33% masuk kategori rawan pangan dengan konsumsi energi 70% - 89.9% AKE, 27% masuk kategori tahan pangan dengan konsumsi energi 90% - 119.9% AKE dan 13% masuk kategori gizi berlebih karena konsumsi energinya lebih dari 120% AKE.

Proporsi penduduk Kota Bogor dengan konsumsi protein defisit atau kurang dari 70% AKP adalah sebesar 12% dan konsumsi protein kurang (70%-80% AKP) sebanyak 11%. Sementara penduduk yang mengkonsumsi protein dalam kategori sedang (80%-99% AKP) sebanyak 30% dan konsumsi protein dalam kategori baik (> 100% AKP) sebanyak 47%. Walaupun secara keseluruhan rata-rata tingkat konsumsi protein penduduk Kota Bogor sudah mencapai kondisi ideal, masih ada 23% penduduk Kota Bogor yang masuk kategori defisit dan kurang dalam konsumsi protein.

Kualitas konsumsi pangan dicerminkan dari tingkat keberagaman pangan yang dikonsumsi. Parameter yang digunakan untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan adalah Skor PPH. Berdasarkan hasil analisis, skor PPH konsumsi penduduk Kota Bogor tahun 2013 adalah 81.8. Skor PPH Kota Bogor belum mencapai skor ideal, yaitu 100. Bahkan belum mencapai target SPM, yaitu 90. Hal ini menandakan bahwa pola konsumsi pangan penduduk Kota Bogor masih belum beragam. Target pencapaian skor PPH ideal diharapkan dari tahun ke tahun meningkat pada tahun 2015 menjadi 90 dan pada tahun 2018 bisa mencapai skor ideal yaitu 100.

Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa penduduk Kota Bogor mengkonsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan dalam jumlah berlebih. Hal ini ditunjukkan oleh skor AKE yang lebih tinggi dari skor maksimal. Sementara konsumsi padi-padian, buah/biji berminyak, gula serta sayur dan buah masih rendah.

Tabel 7 Skor Pola Pangan Harapan menurut Kelompok Pangan di Kota Bogor Tahun 2013

No Kelompok Pangan Kalori % AKE Skor AKE Skor Maks Skor PPH 1 Padi-padian 914.4 45.7 22.9 25.0 22.9 2 Umbi-umbian 98.8 4.9 2.5 2.5 2.5 3 Pangan Hewani 247.5 12.4 24.8 24.0 24.0 4 Minyak dan Lemak 269.1 13.5 6.7 5.0 5.0 5 Buah/Biji Berminyak 17.1 0.9 0.4 1.0 0.4 6 Kacang-kacangan 110.8 5.5 11.1 10.0 10.0

7 Gula 31.7 1.6 0.8 2.5 0.8

8 Sayur dan Buah 65.2 3.3 16.3 30.0 16.3

9 Lain-lain 14.4 0.7 0.0 0.0 0.0

Total 1769.0 88.4 85.4 100.0 81.8

15 Tabel 8 berikut menyajikan perbandingan situasi konsumsi pangan Kota Bogor tahun 2013 dengan kondisi ideal. Data menunjukkan bahwa konsumsi kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, buah/biji berminyak, gula, sayur dan buah belum memenuhi kebutuhan secara kuantitas, karena persentase angka kecukupan energinya masih dibawah kondisi ideal. Sebaliknya, konsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan telah memenuhi kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari persentase AKE konsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan yang sudah melebihi ideal sehingga skor AKE kelompok pangan tersebut sudah mencapai skor maksimal.

Tabel 8 Perbandingan Situasi Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013 dan Ideal

No Kelompok Pangan Konsumsi Pangan Tahun 2013 % AKE Skor PPH % AKE Ideal Skor PPH

1 Padi-padian 45.7 22.9 50.0 25.0

2 Umbi-umbian 4.9 2.5 6.0 2.5

3 Pangan Hewani 12.4 24.0 12.0 24.0

4 Minyak dan Lemak 13.5 5.0 10.0 5.0

5 Buah/Biji

Berminyak 0.9 0.4 3.0 1.0

6 Kacang-kacangan 5.5 10.0 5.0 10.0

7 Gula 1.6 0.8 5.0 2.5

8 Sayur dan Buah 3.3 16.3 6.0 30.0

9 Lain-lain 0.7 0.0 3.0 0.0

Total 88.4 81.8 100.0 100.0

Sumber: Laporan Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013

Analisis Lingkungan Strategi

Identifikasi lingkungan strategi guna mendukung peningkatan konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT. Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis ini adalah dengan menemukan faktor internal dan eksternal situasi konsumsi pangan Kota Bogor. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang dan ancaman (Rangkuti 1998 dalam Marimin 2004). Analisis ini berdasarkan hasil depth interview dengan para pakar/pelaku dan kajian literature serta pengisian kuisioner untuk menentukan bobot dan rating.

Faktor Lingkungan Internal Kekuatan (Strength)

Terdapat 5 (lima) faktor internal yang teridentifikasi menjadi kekuatan yaitu: 1) Dewan ketahanan pangan atau lembaga koordinasi ketahanan pangan, sesuai dengan keputusan Walikota Bogor nomor 510.15-109 tahun 2010 tentang pembentuka Dewan Ketahanana Pangan; 2) terdapat cukup banyak perusahaan perdagangan formal dan atau pasar tradisional, ini dilihat dari jumlah perusahaan perdagangan formal di Kota Bogor mencapai 342 perusahaan pada tahun 2012, terdiri dari 7 perusahaan besar, 49 perusahaan menengah, 192 perusahaan kecil dan 94 perusahaan mikro. Sementara itu, untuk pelaksanaan transaksi jual beli, terdapat 7 pasar di Kota Bogor yang mengelola sebanyak 5938 kios dan los; 3)

16

Konsumsi pangan untuk kelompok pangan hewani, minyak dan lemak serta kelompok kacang-kacangan sudah ideal, ini dapat dilihat dari persentase AKE konsumsi pangan hewani 12.4% AKE dengan skor ideal 12% AKE, minyak dan lemak 13.5% AKE dengan skor ideal 10% AKE serta kacang-kacangan 5.5% AKE dengan skor ideal 5.0% AKE sudah melebihi ideal sehingga skor AKE kelompok pangan tersebut sudah mencapai skor maksimal; 4) Kondisi geografis kota bogor yang strategis, ini dilihat dari secara Geografis, Kota Bogor terletak diantara 1060 48’ BT dan 60 26’ LS, yaitu ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara. Oleh karena itu, Kota Bogor potensial bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, serta berpeluang untuk dijadikan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata; 5) Kualitas sumberdaya manusia sudah cukup baik ini dapat dilihat dari IPM Kota Bogor tahun 2012, rata-rata lama sekolah penduduk kota bogor adalah 9.8 tahun dan angka melek huruf mencapai 98.97 %.

Faktor Lingkungan Internal Kelemahan (Weakness)

Terdapat 5 (lima) faktor internal yang teridentifikasi menjadi kelemahan yaitu : 1) kualitas dan kuantitas aparatur belum memadai, ini dilihat dari stuktur organisasi masih ada jabatan stuktural yang kosong dan terbatasnya jumlah penyuluh lapang dan pegawai yang mempunyai pengetahuaan tentang pangan dan gizi; 2) keterbatasan sumberdaya lahan Kota Bogor, ini dapat dilihat dari lahan pertanian bukan sawah seluas 2374 ha dan lahan sawah 750 ha; 3) Produksi pangan kota bogor, hal ini dapat dilihat produksi pangan kota bogor untuk ketersedian sebesar 7.69% sementara 92.31% impor; 4) Konsumsi kelompok padi-padian, umbi-umbian. buah/biji berminyak, sayur dan buah serta gula masih rendah, ini dilihat dari %AKE konsumsi pangan padi-padian masih di bawah %AKE ideal yaitu 45.7% (ideal 50%), umbi-umbian %AKE nya yaitu 4.9% (ideal 6.0%) , buah/biji berminyak %AKE nya yaitu 0.9% (ideal 3.0%), sayur dan buah %AKE nya yaitu 3.3% (ideal 6.0%) dan gula %AKE nya yaitu 1.6% (ideal 5.0%); 5) lembaga struktural ketahanan pangan daerah, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Kantor Ketahanan Pangan);.

Faktor Lingkungan Eksternal Peluang (Opportunity)

Terdapat 5 (lima) faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi peluang yaitu : 1) pengembangan kelembagaan pangan masyarakat, dilihat dari potensi pengembangan lumbung pangan masyarakat Kota Bogor saai ini telah terdapat 13 lumbung pangan yang tersebar di setiap kecamatan; 2) adanya kelembagaan gizi dan kesehatan masyarakat, ini dilihat dari terdapat 24 puskesmas Kota Bogor, begitupun dengan posyandu yang digalang oleh para kader telah tersebar di setiap Rukun Warga/RW Kota Bogor; 3) adanya kebijakan program ketahanan pangan pusat, ini dapat dilihat dari Kebijakan program ketahanan pangan pusat ini tercantum dalam Peraturan Presiden no. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Menteri Pertanian no. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; 4) impor pangan, dalam kenyataanya sumberdaya lahan pertanian dan peternakan yang

17 terbatas di Kota Bogor, sehingga mengharuskan impor pangan dari berbagai wilayah untuk mencukupi ketersedian pangan penduduk Kota Bogor, 92.31% ketersediaan pangan yang dikonsumsi penduduk Kota Bogor merupakan Impor; 5) ketersediaan pangan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, dan kacang-kacangan sudah melebihi kecukupan serta pangan umbi-umbian dan buah/biji berminyak sudah sama dengan kecukupan Pangan kelompok padi-padian (lebih 73 Kal atau 6.6%) pangan hewani ( lebih 23.3 Kal atau 23.3%), minyak dan lemak (lebih 85 Kal atau 39.0%), dan kacang-kacangan (lebih 32 Kal atau 30.0%) serta umbi-umbian dan buah/biji berminyak sudah sama dengan kecukupan.

Faktor Lingkungan Eksternal Ancaman (Treaths)

Terdapat 6 (enam) faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi ancaman yaitu: 1) laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor cukup tinggi, ini dilihar dari setiap tahun jumlah penduduk Kota Bogor meningkat lebih dari 10.000 orang atau sekitar 2%; 2) laju Inflasi. Pada tahun 2012, inflasi di Kota Bogor secara umum mencapai 3.96%. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi dan olahraga yaitu mencapai 13.89%, tertinggi kedua dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 4.80% dan tertinggi ketiga dari kelompok bahan makanan sebesar 4.13%. Inflasi terjadi karena kenaikan harga yang terus menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi; 3) masih tingginya rumah tangga miskin, ini dilihat pada tahun 2012, 8.41% penduduk Kota Bogor masih terbilang sebagai kategori miskin; 4) adanya kecenderungan masalah gizi, ini dapat dilihat dalam catatan dinas kesehatan Kota Bogor pada tahun 2013 masih terdapat balita gizi buruk sebanyak 70 balita dan gizi kurang 2240 balita; 5) harga pangan yang fluktuatif, ini dilihat dari Stabilitas harga diukur dengan koefesien variasi harga pada tahun 2012 dan 2013; 6) Pangan kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain ketersediannya masih dibawah angka kecukupan, ini dilihat dari laporan ketersedian pangan Kota Bogor tahun 2013, kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain keterersediannya masih dibawah angka kecukupan, dimana masing kekuranga sekitar 70 Kal, 37 Kal, dan 66 Kal atau sekitar 64.0%, 28.0%, dan 100% dari kecukupannya.

Faktor lingkungan strategis di atas disusun dengan menggunakan kuisioner yang melibatkan 9 orang responden dari pemerintahan, swasta, dan masyarakat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Marimin 2004). Pembobotan dan rating dilakukan dengan pengisian kuisioner oleh pemerintah yang bersangkutan, masyarakat, dan swasta sehingga akan menghasilkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsumsi pangan Kota Bogor.

Analisis SWOT dapat menghasilkan empat kelompok strategi yaitu : 1) strategi agresif; mengoptimlkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (SO), 2) strategi diversifikasi; menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (ST), 3) strategi rasionalisasi; mengatasi atau meminimumkan kelemahan untuk

Dokumen terkait