• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN KONSUMSI PANGAN

DI KOTA BOGOR

ADE CUCU WAHYUDIN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ADE CUCU WAHYUDIN. Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis situasi konsumsi pangan di Kota Bogor, (2) Merumuskan alternatif strategi berdasarkan analisis SWOT sesuai dengan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor, dan (3) Merumuskan prioritas strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor berdasarkan metode AHP (Analitical Hierarchy Process). Data yang dikumpulkan adalah data skunder dan data primer. Data sekunder dianalisis secara deskriptif untuk mengetahuai kondisi aktual konsumsi pangan di Kota Bogor dan merumuskan faktor internal dan faktor eksternal lingkungan strategi konsumsi pangan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner. Hasil dari penelitian ini menunjukan konsumsi pangan di Kota Bogor secara kuantitas mencapai 88.8% dari AKE, secara kualitas mencapai 81.8 dari skor PPH. Strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor berada pada kuadran I (mendukung strategi agresif). Prioritas strategi pertama dalam peningkatan konsumsi pangan adalah meningkatkan akses dan ketersediaan pangan.

Kata kunci: AHP, konsumsi pangan, strategi kebijakan, SWOT

ABSTRACT

ADE CUCU WAHYUDIN. Strategy for increasing food consumption in Bogor City. Supervised by IKEU TANZIHA.

.

The purpose of this study were: 1) to analyze the situation of food consumption in Bogor City, 2) Formulate strategic alternatives based on the SWOT analysis in accordance with the internal and external factors that affect the increase in food consumption in Bogor City, and 3) formulate strategies for improving food consumption priorities in Bogor City based AHP (Analytical Hierarchy Process). The data collected is of secondary data and primary data. Secondary data were analyzed descriptively to determine the actual condition of food consumption in Bogor City and formulate internal factors and external factors environmental strategy of food consumption. Primary data was collected through interviews and questionnaires. The results of this study indicate food consumption in the city of Bogor reached 88.8% of RDA for energy in quantity, reaches Desirable Dietary Pattern Score 81.8 in quality. Strategy for increasing food consumption in Bogor City is in quadrant I (supporting aggressive strategies). The first strategic priority in increasing food consumption is to increase access and availability of food.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

STRATEGI PENINGKATAN KONSUMSI PANGAN

DI KOTA BOGOR

ADE CUCU WAHYUDIN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul : Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor Nama : Ade Cucu Wahyudin

NIM : I14100083

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan Agustus 2014 di daerah Kota Bogor ini adalah Strategi Peningkatan Konsumsi Pangan di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan yang teramat berharga bagi penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapa, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, selain itu juga kepada teman-teman Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB, Kosan Jamparing, Gizi Masyarakat angkatan 47, dan Dirjen Dikti atas dukungan dan bantuannya. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat. Demikian yang bisa penulis sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 2

METODE 3

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 3

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3

Pengolahan Analisis Data 4

Definis Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Kondisi Geografis 9

Kelembagaan Ketahanan Pangan 9

Penduduk 10

Peraturan Pemerintah Tentang Pangan 10

Situasi Konsumsi Pangan dan Gizi di Kota Bogor 11 Distribusi dan Perekonomian 11

Status Gizi 12

Potensi Produksi dan Ketersediaan Pangan 12

Konsumsi Pangan 13

Analisis Lingkungan Strategi 15

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian 4

2 Contoh Matrik Perbandingan Berpasangan 5

3 Skala perbandingan berpangsangan 6

4 Fluktuasi harga bahan pangan pokok strategis 12

5 Indikator status gizi tahun 2011 sampai 2013 12

6 Tingkat dan Gap Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH) Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Wilayah Kota

Bogor Tahun 2012 13

7 Skor Pola Pangan Harapan menurut Kelompok Pangan di Kota Bogor

Tahun 2013 14

8 Perbandingan Situasi Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013 dan

Ideal 15

9 Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) 18 10 Strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor 19 11 Prioritas aktor penentu hierarki peningkatan konsumsi pangan di Kota

Bogor 20

12 Bobot tujuan untuk hierarki peningkataan konsumsi pangan di Kota

Bogor 21

13 Prioritas strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian 3

2 Hierarki Strategi peningktatan konsumsi pangan di Kota Bogor 7 3 Posisi strategi peningkatan konsumsi pangan Kota Bogor 19 4 Hasil pengolahan vertikal AHP Strategi peningkatan konsumsi pangan

di Kota Bogor 20

5 Hasil analisis sensitivitas strategi peningkatan konsumsi pangan secara

mengeluruh 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi, Import dan Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi Penduduk di Wilayah Kota Bogor Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun

2012 27

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hak asasi atas pangan telah menjadi komitmen pemerintah, yang dinyatakan dalam UU No 18 Tahun 2012. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan telah menjadi prasyarat dasar yang harus dimiliki oleh daerah otonom. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 yang menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah urusan wajib pemerintah (pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota).

Kinerja pembangunan ketahanan pangan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menyelenggarakan empat jenis pelayanan dasar bidang ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan dan cadangan pangan; (b) distribusi dan akses pangan; (c) penganekaragaman dan keamanan pangan; serta (d) penanganan kerawanan pangan.

Kota Bogor sebagai daerah otonom yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam menyelenggarakan urusan ketahanan pangan, salah satunya yaitu upaya pencapaian SPM bidang penganekaragaman dan keamanan pangan. Konsumsi pangan merupakan output pembangunan ketahanan pangan di suatu wilayah. Oleh karena itu, penganekaragaman konsumsi pangan merupakan isu penting yang harus ditingkatkan upaya pencapaiannya.

Tingkat konsumsi pangan penduduk Kota Bogor pada tahun 2013 masih berada di bawah standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan. Berdasarkan hasil survei konsumsi pangan tahun 2013 yang dilakukan oleh Kantor Ketahanan Pangan, penduduk Kota Bogor baru mengonsumsi energi sebesar 88.4% dari AKE atau setara dengan 1769 Kal/kapita/hari. Menurut kriteria Peraturan menteri Pertanian nomor 65/Permentan/Ot.140/12/2010, konsumsi energi tersebut berada pada kriteria rawan pangan. Skor PPH yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan penduduk baru mencapai angka 81.8 dari skor maksimal 100.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi, dan ketersediaan pangan (Harper et al. 1988 dalam Prathivi 2012). Selain itu, konsumsi pangan penduduk juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, pendidikan, gaya hidup, pengetahuan, aksesibilitas, dan sebagainya. Bahkan, faktor prestise dari pangan kadang kala menjadi sangat menonjol sebagai faktor penentu daya terima pangan (Martianto dan Ariani 2004).

(16)

2

SPM bidang penganekaragaman pangan melalui analisis faktor-faktor strategis eksternal dan internal dengan metode SWOT dan AHP. Pada akhirnya, kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk rekomendasi perencanaan konsumsi pangan penduduk yang berujung pada perwujudan ketahanan pangan di Kota Bogor.

Tujuan Tujuan umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan strategi kebijakan peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor tahun 2015 - 2019. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis situasi konsumsi pangan di Kota Bogor.

2. Merumuskan alternatif strategi berdasarkan analisis SWOT sesuai dengan faktor internal dan eksternal yang perpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor

3. Merumuskan prioritas strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor berdasarkan metode AHP (Analitical Hierarchy Process).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bagi pihak pemerintahan Kota Bogor terkait dengan perencanaan dan perumusan strategi peningkatan konsumsi pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan wilayah di Kota Bogor tahun 2015 - 2019.

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan merupakan sistem yang kompleks yang melibatkan peran lintas sektor dengan penanganan secara multi disiplin. Ketahanan pangan terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Subsistem konsumsi pangan merupakan indikator hasil (outcome indicators) dari kinerja pembangunan ketahanan pangan di suatu wilayah (Frankenberger 1992 dalam Prathivi 2012).

(17)

3 peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor menuju ideal. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pengambilan data dilakukan di Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus 2014.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari faktor-faktor strategis, aktor, dan tujuan mengenai upaya pengembangan konsumsi pangan di Kota Bogor. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait ketahanan pangan dan studi pustaka yang relevan. Wawancara dilakukan terhadap pemerintah, swasta dan masyarakat yaitu: 1) Kepala Bidang THP; 2) Kepala Bidang Peternakan; 3) Kepala Bidang Perikanan;

Kebijakan Pemerintah Daerah, Kelembagaan ,

Demografis

Situasi Konsumsi Pangan di Kota Bogor

Identifikasi Faktor Internal (Strength, Weakness)

Identifikasi Faktor Eksternal (Opportunities, Threat )

Analisis Alternatif Strategi (Matriks SWOT)

Prioritas Strategi (Analytical Hierarchy

(18)

4

4) Kepala Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan; 5) Staf Gizi; 6) Sekretariat DPRD Kasubag THP; 7) Bappeda Kabid Ekonomi; 8) Kepala Seksi Perdagangan; 9) Masyarakat (Pelaku Konsumsi Panga) ; dan 10) Swasta (Pelaku Bisnis Pangan). Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data terdapat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian

No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan Data 1 Keadaan

demografi

Bappeda (Data Sekunder) Pencatatan data jumlah, komposisi, kemiskinan dan laju pertumbuhan penduduk

3 Konsumsi pangan Kantor Ketahanan Pangan (Data Sekunder)

Pencatatan hasil dan print out situasi konsumsi pangan Tahun 2013

4 Harga pangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Data Sekunder)

Pencatatan data harga pangan Tahun 2012 dan 2013

6 PDRB Bappeda (Data Sekunder) Pencatatan data PDRB atas dasar harga konstan dan berlaku (Tahun 2012)

7 Laju inflasi Bappeda (Data Sekunder) Pencatatan data laju inflasi (Tahun 2012)

8 IPM Bappeda (Data Sekunder) Pencatatan IPM tahun 2012 9 Renstra ketahanan

Dinas dan organisasi terkait ketahanan pangan, masyarakat

Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui kondisi aktual konsumsi pangan yang diperoleh dari data sekunder kemudian dirumuskan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi konsumsi pangan di Kota Bogor yang dilakukan dengan pendekatan SWOT.

Analisis Koefisien Variasi

Analisis koefisien variasi bertujuan untuk mengetahui sebaran data harga bahan pangan dari rata-rata hitungnta per tahun.

KV = x 100% x

(19)

5 Dimana KV = koefisien variasi

S = simpangan standar x = rata-rata

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat)

Kegiatan pengamatan dan identifikasi secara cermat lingkungan strategis faktor internal dan eksternal yang terdiri dari kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), ancaman (threats). Dalam pelaksanan analisis lingkungan dilakukan penyusunan terhadap faktor internal dan eksternal, masing-masing faktor diberi bobot berdasarkan pertimbangan para pakar/pelaku (berpengalaman dan teoritis) mulai dari 1.0 (sangat penting) sampai 0.0 (tidak penting). Perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi konsumsi pangan di Kota Bogor adalah sebagai berikut : Rating 4 (sangat berpengaruh), Rating 3 (berpengaruh), Rating 2 (lemah), Rating 1 (sangat lemah). Apabila rating tersebut dikalikan dengan bobot, maka akan diperoleh skor, kemudian skor tersebut dijumlahkan. Skor yang paling tinggi adalah 4.00 dan skor yang paling rendah adalah 0.00. Analisis ini akan dipergunakan untuk mengamati dan mengidentifikasi berbagai lingkungan strategi peningkatan konsumsi pangan yang dilakukan oleh pakar/pelaku bidang pangan baik dari pemerintan, swasta dan masyarakat, sehingga dapat disusun strategi-strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor.

Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menetukan alternatif strategi sesuai dengan faktor penentu, aktor dan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan konsumsi pangan di Kota Bogor. Penentuan faktor, aktor dan tujuan dilakukan melalui kuesioner, sedangkan alternatif strategi dilakukan dengan analisis SWOT. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam metode AHP (Saaty1991):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan 2. Membuat struktur hirarki secara menyeluruh (Gambar 2)

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan, dimulai dari level hierarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya X, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, missal X1, X2, dan X3. Sehingga, susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Contoh Matrik Perbandingan Berpasangan

FAKTOR X1 X2 X3

X1 1 2 5

X2 ½ 1 ¼

X3 1/5 2 1

(20)

6

dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

Tabel 3 Skala perbandingan berpangsangan Nilai Keterangan

1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B

2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambilan data diulangi

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Memeriksa konsistensi hierarki, jika nilainya kurang dari 10 persen maka penilaian judgement diterima

9. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki.

Berikut ini adalah persamaan matematika yang digunakan untuk pengolahan data AHP (Marimin dan Maghfiroh 2010).

1. Penghitungan Bobot (Vektor) Prioritas

Vektor prioritas (VP) atau bobot (W) dari setiap elemen dalam satu level hirarki terhadap elemen tertentu diatasnya dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana: VE = vektor eigen = rata-rata geometrik satu baris metrik

2. Penghitungan Nilai Eigen ( atau VB) Dimana VA = vektor antara

VA = ( ) (VP)

3. Penghitungan Nilai Eigen Maksimum ( maks atau VBmaks)

4. Penghitungan Konsistensi (Ratio Consistency)

(21)

7 , bila CR ≤ 10% dinyatakan konsisten

Dimana: maksimum

n = jumlah elemen yang diperbandingkan (ukuran matriks) CR = rasio konsistensi

RI = indeks random 5. Matriks Pendapat Gabungan

Matriks pendapat gabungan (g) merupakan matrik baru yang elemen matriknya ( ) berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu ( ) yang rasio konsistensinya memenuhi persyaratan.

Dimana: = elemen matriks gabungan pada baris ke-i kolom ke-j m = jumlah pengolah data

= elemen matriks individu pada baris ke-i kolom ke-j

Hasil pendapat gabungan tersebut kemudian dihitung dengan prosedur yang sama seperti perhitungan vektor prioritas gabungan. Komponen hierarki yang memiliki nilai eigen prioritas gabungan tertinggi pada setiap level, merupakan komponen prioritas pertama. Alternatif strategi prioritas adalah alternatif strategi yang memiliki eigen vektor prioritas tertinggi. Penyelesaian perhitungan dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan untuk mensintesa pengaruh faktor terhadap alternatif strategi dengan menggunakan Program Expert Choice v11.

Gambar 2 Hierarki Strategi peningktatan konsumsi pangan di Kota Bogor

Mendorong prilaku konsumsi pangan Meningkatkan akses

dan ketersediaan pangan Menguatkan dan

meningkatkan kinerja kelembagaan Mengoptimalkan

sumberdaya

Strategi Operasional

Pemerintah Swasta

Peningkatan konsumsi pangan secara kualitas Peningkatan konsumsi

pangan secara kuantitas

(22)

8

Definisi Operasional

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Situasi konsumsi pangan adalah gambaran konsumsi pangan penduduk Kota Bogor berdasar konsumsi energi dan skor PPH yang diperngaruhi oleh demografi, kelembagaan ketahanan pangan, kebijakan pembangunan daerah, ketersedian, distribusi dan status gizi.

Konsumsi pangan adalah kualitas dan kuantitas pangan yang dimakan oleh penduduk Kota Bogor, yang dilihat dari aspek jumlah energy, protein dan skor PPH.

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Ketersedian pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang tersedia untuk dikonsumsi dan memenuhi kebutuhan penduduk, yang ditunjukan dari ketersediaan energy dan skor PPH.

Distribusi pangan adalah fasilitas penyaluran pangan agar dapat tersalurkan dari tempat produksi kelokasi dimana pangan tersebut dapat dikonsumsi, yang dapat dilihat dari fluktuasi harga pangan.

Status gizi adalah keadaan gizi anak balita di Kota Bogor yang dilihat dari presentase gizi buruk dan gizi kurang.

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.

Strategi kebijakan peningkatan konsumsi pangan adalah suatu ketetapan yang memuat urutan prioritas strategi untuk meningkatkan konsumsi pangan di Kota Bogor, berdasarkan analisis SWOT dan AHP.

Demografi adalah kondisi wilayah, jumlah, komposisi dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor.

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

(23)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis

Secara Geografis, Kota Bogor terletak diantara 1060 48’ BT dan 60 26’ LS, yaitu ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara. Oleh karena itu, Kota Bogor potensial bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, serta berpeluang untuk dijadikan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komuoinikasi dan pariwisata.

Luas wilayah Kota Bogor mencakup 11 850 Ha, terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan. Secara administratif, Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut: (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Bojong Gede dan Kec. Sukaraja, Kabupaten Bogor; (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor; (c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor; serta (d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

Kelembagaan Ketahanan Pangan

Kelembagaan ketahanan pangan adalah institusi pemerintahan maupun non pemerintahan yang menangani ketahanan pangan baik yang berkaitan dengan subsistem ketersedian, distribusi, konsumsi dan status gizi. Lembaga struktural ketahanan pangan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 adalah Kantor Ketahanan Pangan (KKP). Kantor Ketahana Pangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi pemerintahan di bidang ketahanan pangan yaitu: 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang ketahanan pangan; 2) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang ketahanan pangan; 3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang ketahanan pangan; 4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Struktur organisasi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri: 1) Kepala Kantor, 2) Sub Bagian Tata Usaha, 3) Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, 4) Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan, 5) Seksi Kelembagaan dan Infrastruktur Pangan. Keadaan kepegawaian di lingkungan Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri dari secara struktural yaitu esselon III berjumlah 1 orang, esselon IV 4 orang, pelaksana 11 orang dan penyuluh pertaniaan berjumalah 7 orang.

(24)

10

Daya Air, Dinas Pertanian, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dewan Ketahanan Pangan sebagai institusi koordinasi fungsional bertanggung jawab memfasilitasi berbagai pertemuan baik yang bersifat formal maupun informal. Pertemuan dilaksanakan untuk menggalang keterlibatan pemerintah daerah, organisasi non pemerintahan (LSM, Pondok Pesantren, PKK, Perusahaan Swasta, Organisasi profesi dan organisasi pelaku) untuk lebih peduli terhadap pentingnya pemenuhan pangan bagi masyarakat dan ketahanan nasional serta menyadarkan semua pihak bahwa tanggung jawab mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang sejahtera terbebas dari kemiskinan dan kelaparan terletak pada seluruh komponen masyarakat.

Kelompok lumbung pangan di Kota Bogor terdapat 13 lumbung pangan yang tersebar di setiap Kecamatan di Kota Bogor. Kota Bogor memiliki sumberdaya kelembagaan pangan 168 kelompok Tani yang terdiri dari: Kelompok Wanita Tani (KWT), Kelompok Tani Dewasa (KTD) dan Kel Taruna Tani (KTT), dan mempunyai 41 Gapoktan yang tersebar di Kota Bogor.

Permasalahan kelembagaan ketahanan pangan di Kota Bogor adalah lembaga ketahanan pangan yang masih berbentuk kantor sehingga menjadi permasalahan dalam koordinasi, struktural organisasi masih lemah karena jumlah pegawai yang terbatas dan terbatasnya yang mempunyai pengetahuan terhadap pangan, jumlah penyuluh lapang yang ahli terbatas serta tidak ada bagian distribusi.

Penduduk

Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 004 831 jiwa yang terdiri dari laki-laki 510 884 jiwa dan perempuan 493 947 jiwa (Kota Bogor Dalam Angka 2013). Dibandingkan dengan tahun 2011, jumlah penduduk Kota Bogor Tahun 2012 bertambah sebanyak 37 433 orang atau meningkat sebanyak 3.87%. Dengan luas wilayah 118.50 km2, kepadatan penduduk di Kota Bogor pada tahun 2012 mencapai 8480 orang per km2.

IPM Kota Bogor pada tahun 2012 sebesar 76.47 meningkat 0.39 point dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 76.08, dengan angka harapan hidup 69.07 tahun, angka melek huruf 98.97%, rata-rata lama sekolah 9.81 tahun, purchasing power parity Rp 655 000/kapita/tahun. Berdasarkan dari indeksnya, maka pada tahun 2012; indeks kesehatan sebesar 73.45, indeks pendidikan 87.78, dan indeks daya beli 68.17.

Peraturan Pemerintah Tentang Pangan

(25)

11 43/Permentan/OT.140/10/2009 dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 60 Tahun 2010. Landasan hukum ini menjadi dasar pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kantor Ketahanan Pangan dalam program peningkatan ketahanan pangan di Kota Bogor khususnya penyedian konsumsi masyarakat.

Situasi Konsumsi Pangan dan Gizi di Kota Bogor

Distribusi dan Perekonomian

Jumlah perusahaan perdagangan formal di Kota Bogor mencapai 342 perusahaan pada tahun 2012, terdiri dari 7 perusahaan besar, 49 perusahaan menengah, 192 perusahaan kecil dan 94 perusahaan mikro. Sementara itu, untuk pelaksanaan transaksi jual beli, terdapat 7 pasar di Kota Bogor yang mengelola sebanyak 5938 kios dan los.

Pada tahun 2012, inflasi di Kota Bogor secara umum mencapai 3.96%. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi dan olahraga yaitu mencapai 13.89%, tertinggi kedua dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 4.80% dan tertinggi ketiga dari kelompok bahan makanan sebesar 4.13%.

Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2012 adalah sebesar 6.15% dengan struktur ekonomi yang masih tetap didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 36.23%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 27.51%. Sedangkan sektor pertanian merupakan kontributor terendah dengan sumbangan sebesar 0.17%.

Kota Bogor yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dari masih tingginya jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Data tahun 2012 menunjukan bahwa persentase penduduk miskin Kota Bogor mencapai 8.41% dari total penduduk sebesar 1 004 831 jiwa. Pada kurun waktu yang sama, TPT Kota Bogor adalah 9.33%

(26)

12

Tabel 4 Fluktuasi harga bahan pangan pokok strategis

No Nama jenis bahan pangan pokok Fluktuasi Harga ( Koefesien Variasi) 2012 (%) 2013 (%)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor

Status Gizi

Status gizi adalah merupakan salah satu gambaran kesehatan masyarakat. Konsumsi pangan yang cukup merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan buruk yang jika tidak diatasi akan mengakibatkan lost generation (Hardinsyah dan Martianto 1992).

Tabel 5 Indikator status gizi tahun 2011 sampai 2013

Tahun Total Penduduk Jumlah Balita Jumlah Balita Dengan Gizi Buruk Gizi Kurang 2011 987 315 91 850 185 (0.21%) 1958 (2.4%) 2012 1 004 831 88 467 107 (0.11%) 1862 (2.2%)

2013 - 77 857 70 (0.1%) 2240 (2.8%)

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor

Berdasarkan Tabel 5 proporsi gizi buruk di Kota Bogor cenderung menurun, tahun 2011 sebanyak 185 kasus dan gizi kurang sebanyak 1958 kasus, pada tahun 2012 gizi buruk menurun menjadi 107 kasus begitupula dengan gizi kurang yang ikut menurun menjadi 1862 kasus, sedangakan pada tahun 2013 gizi buruk menurun menjadi 70 kasus atau 0.1% dan untuk gizi kurang meningkat menjadi 2240 kasus atau 2.8%. Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19.6% terdiri dari 5.7% gizi buruk dan 13.9% gizi kurang. Jika dibandingkan angka prevalensi gizi buruk-kurang Kota Bogor dengan Nasional, terlihat bahwa Kota Bogor lebih baik. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20-29%, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30% (WHO 2010 dalam Riskesdas 2013). Sehingga di Kota Bogor tidak ada masalah kesehatan yang serius.

Potensi Produksi dan Ketersediaan Pangan

(27)

13 khususnya beras pada tahun 2012 di Kota Bogor hanya mampu memproduksi 4565.8 ton sementara kebutuhan beras untuk dikonsumsi sebanyak 99 735.3 ton sehingga sisanya harus mengimpor. Begitupun dengan bahan makanan lain, dapat dilihat dari lampiran 1, sebagian besar bahan makanan yang dikonsumsi penduduk Kota Bogor merupakan impor.

Rata-rata ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan penduduk di wilayah Kota Bogor pada tahun 2012 adalah sekitar 2278 Kal/kap/hari. Jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan secara nasional berarti Tingkat Ketersediaan Energi (TKE) di wilayah Kota Bogor telah mencapai sekitar 103.5 persen pada tahun 2012. Sementara itu, ketersediaan protein telah mencapai sebesar 76.9 gram/kapita/hari sehingga Tingkat Ketersediaan Protein (TKP) di wilayah Kota Bogor telah mencapai 134.4%. Skor PPH ketersediaan pangan di wilayah di Kota Bogor pada tahun 2012 baru mencapai 90.1 atau kurang 9.9 poin dari skor PPH ideal 100.

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 6, kelompok pangan yang ketersediaannya telah melebihi angka kecukupannya adalah pangan kelompok padi-padian (lebih 73 Kal atau 6.6%), pangan hewani (lebih 23.3 Kal atau 23.3 %), minyak dan lemak (lebih 85 Kal atau 39%), dan kacang-kacangan (lebih 32 Kal atau 30%). Adapun kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain ketersediaanya masih dibawah angka kecukupan yang dianjurkan, dimana masing-masing masih kekurangan sekitar 70 Kal, 37 Kal, dan 66 Kal atau sekitar 64%, 28%, dan 100% dari kecukupannya. Sementara itu, kelompok pangan umbi-umbian dan buah/biji berminyak memiliki ketersediaan yang hampir sama dengan angka kecukupannya. Tabel 6 Tingkat dan Gap Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH) Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Wilayah Kota Bogor Tahun 2012 Sumber: Laporan NBM Kota Bogor Tahun 2012

Konsumsi pangan

(28)

14

konsumsi pangan, pada tahun 2013, rata-rata konsumsi energi penduduk Kota Bogor adalah sebesar 1769 Kal/kap/hari (88.4% AKE). Menurut kriteria Peraturan menteri Pertanian nomor 65/Permentan/Ot.140/12/2010, konsumsi energi tersebut berada pada kriteria rawan pangan.

Berdasarkan hasil survey Kantor Ketahanan Pangan, proporsi penduduk Kota Bogor dengan konsumsi energy sebanyak 27% penduduk di Kota Bogor termasuk dalam kategori sangat rawan pangan yang ditandai dengan konsumsi energi kurang dari 70% AKE, 33% masuk kategori rawan pangan dengan konsumsi energi 70% - 89.9% AKE, 27% masuk kategori tahan pangan dengan konsumsi energi 90% - 119.9% AKE dan 13% masuk kategori gizi berlebih karena konsumsi energinya lebih dari 120% AKE.

Proporsi penduduk Kota Bogor dengan konsumsi protein defisit atau kurang dari 70% AKP adalah sebesar 12% dan konsumsi protein kurang (70%-80% AKP) sebanyak 11%. Sementara penduduk yang mengkonsumsi protein dalam kategori sedang (80%-99% AKP) sebanyak 30% dan konsumsi protein dalam kategori baik (> 100% AKP) sebanyak 47%. Walaupun secara keseluruhan rata-rata tingkat konsumsi protein penduduk Kota Bogor sudah mencapai kondisi ideal, masih ada 23% penduduk Kota Bogor yang masuk kategori defisit dan kurang dalam konsumsi protein.

Kualitas konsumsi pangan dicerminkan dari tingkat keberagaman pangan yang dikonsumsi. Parameter yang digunakan untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan adalah Skor PPH. Berdasarkan hasil analisis, skor PPH konsumsi penduduk Kota Bogor tahun 2013 adalah 81.8. Skor PPH Kota Bogor belum mencapai skor ideal, yaitu 100. Bahkan belum mencapai target SPM, yaitu 90. Hal ini menandakan bahwa pola konsumsi pangan penduduk Kota Bogor masih belum beragam. Target pencapaian skor PPH ideal diharapkan dari tahun ke tahun meningkat pada tahun 2015 menjadi 90 dan pada tahun 2018 bisa mencapai skor ideal yaitu 100.

Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa penduduk Kota Bogor mengkonsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan dalam jumlah berlebih. Hal ini ditunjukkan oleh skor AKE yang lebih tinggi dari skor maksimal. Sementara konsumsi padi-padian, buah/biji berminyak, gula serta sayur dan buah masih rendah.

(29)

15 Tabel 8 berikut menyajikan perbandingan situasi konsumsi pangan Kota Bogor tahun 2013 dengan kondisi ideal. Data menunjukkan bahwa konsumsi kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, buah/biji berminyak, gula, sayur dan buah belum memenuhi kebutuhan secara kuantitas, karena persentase angka kecukupan energinya masih dibawah kondisi ideal. Sebaliknya, konsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan telah memenuhi kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari persentase AKE konsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta kacang-kacangan yang sudah melebihi ideal sehingga skor AKE kelompok pangan tersebut sudah mencapai skor maksimal.

Tabel 8 Perbandingan Situasi Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013 dan

Sumber: Laporan Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013

Analisis Lingkungan Strategi

Identifikasi lingkungan strategi guna mendukung peningkatan konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT. Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis ini adalah dengan menemukan faktor internal dan eksternal situasi konsumsi pangan Kota Bogor. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang dan ancaman (Rangkuti 1998 dalam Marimin 2004). Analisis ini berdasarkan hasil depth interview dengan para pakar/pelaku dan kajian literature serta pengisian kuisioner untuk menentukan bobot dan rating.

Faktor Lingkungan Internal Kekuatan (Strength)

(30)

16

Konsumsi pangan untuk kelompok pangan hewani, minyak dan lemak serta kelompok kacang-kacangan sudah ideal, ini dapat dilihat dari persentase AKE konsumsi pangan hewani 12.4% AKE dengan skor ideal 12% AKE, minyak dan lemak 13.5% AKE dengan skor ideal 10% AKE serta kacang-kacangan 5.5% AKE dengan skor ideal 5.0% AKE sudah melebihi ideal sehingga skor AKE kelompok pangan tersebut sudah mencapai skor maksimal; 4) Kondisi geografis kota bogor yang strategis, ini dilihat dari secara Geografis, Kota Bogor terletak diantara 1060 48’ BT dan 60 26’ LS, yaitu ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara. Oleh karena itu, Kota Bogor potensial bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, serta berpeluang untuk dijadikan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata; 5) Kualitas sumberdaya manusia sudah cukup baik ini dapat dilihat dari IPM Kota Bogor tahun 2012, rata-rata lama sekolah penduduk kota bogor adalah 9.8 tahun dan angka melek huruf mencapai 98.97 %.

Faktor Lingkungan Internal Kelemahan (Weakness)

Terdapat 5 (lima) faktor internal yang teridentifikasi menjadi kelemahan yaitu : 1) kualitas dan kuantitas aparatur belum memadai, ini dilihat dari stuktur organisasi masih ada jabatan stuktural yang kosong dan terbatasnya jumlah penyuluh lapang dan pegawai yang mempunyai pengetahuaan tentang pangan dan gizi; 2) keterbatasan sumberdaya lahan Kota Bogor, ini dapat dilihat dari lahan pertanian bukan sawah seluas 2374 ha dan lahan sawah 750 ha; 3) Produksi pangan kota bogor, hal ini dapat dilihat produksi pangan kota bogor untuk ketersedian sebesar 7.69% sementara 92.31% impor; 4) Konsumsi kelompok padi-padian, umbi-umbian. buah/biji berminyak, sayur dan buah serta gula masih rendah, ini dilihat dari %AKE konsumsi pangan padi-padian masih di bawah %AKE ideal yaitu 45.7% (ideal 50%), umbi-umbian %AKE nya yaitu 4.9% (ideal 6.0%) , buah/biji berminyak %AKE nya yaitu 0.9% (ideal 3.0%), sayur dan buah %AKE nya yaitu 3.3% (ideal 6.0%) dan gula %AKE nya yaitu 1.6% (ideal 5.0%); 5) lembaga struktural ketahanan pangan daerah, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Kantor Ketahanan Pangan);.

Faktor Lingkungan Eksternal Peluang (Opportunity)

(31)

17 terbatas di Kota Bogor, sehingga mengharuskan impor pangan dari berbagai wilayah untuk mencukupi ketersedian pangan penduduk Kota Bogor, 92.31% ketersediaan pangan yang dikonsumsi penduduk Kota Bogor merupakan Impor; 5) ketersediaan pangan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, dan kacang-kacangan sudah melebihi kecukupan serta pangan umbi-umbian dan buah/biji berminyak sudah sama dengan kecukupan Pangan kelompok padi-padian (lebih 73 Kal atau 6.6%) pangan hewani ( lebih 23.3 Kal atau 23.3%), minyak dan lemak (lebih 85 Kal atau 39.0%), dan kacang-kacangan (lebih 32 Kal atau 30.0%) serta umbi-umbian dan buah/biji berminyak sudah sama dengan kecukupan.

Faktor Lingkungan Eksternal Ancaman (Treaths)

Terdapat 6 (enam) faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi ancaman yaitu: 1) laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor cukup tinggi, ini dilihar dari setiap tahun jumlah penduduk Kota Bogor meningkat lebih dari 10.000 orang atau sekitar 2%; 2) laju Inflasi. Pada tahun 2012, inflasi di Kota Bogor secara umum mencapai 3.96%. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi dan olahraga yaitu mencapai 13.89%, tertinggi kedua dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 4.80% dan tertinggi ketiga dari kelompok bahan makanan sebesar 4.13%. Inflasi terjadi karena kenaikan harga yang terus menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi; 3) masih tingginya rumah tangga miskin, ini dilihat pada tahun 2012, 8.41% penduduk Kota Bogor masih terbilang sebagai kategori miskin; 4) adanya kecenderungan masalah gizi, ini dapat dilihat dalam catatan dinas kesehatan Kota Bogor pada tahun 2013 masih terdapat balita gizi buruk sebanyak 70 balita dan gizi kurang 2240 balita; 5) harga pangan yang fluktuatif, ini dilihat dari Stabilitas harga diukur dengan koefesien variasi harga pada tahun 2012 dan 2013; 6) Pangan kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain ketersediannya masih dibawah angka kecukupan, ini dilihat dari laporan ketersedian pangan Kota Bogor tahun 2013, kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain keterersediannya masih dibawah angka kecukupan, dimana masing kekuranga sekitar 70 Kal, 37 Kal, dan 66 Kal atau sekitar 64.0%, 28.0%, dan 100% dari kecukupannya.

Faktor lingkungan strategis di atas disusun dengan menggunakan kuisioner yang melibatkan 9 orang responden dari pemerintahan, swasta, dan masyarakat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Marimin 2004). Pembobotan dan rating dilakukan dengan pengisian kuisioner oleh pemerintah yang bersangkutan, masyarakat, dan swasta sehingga akan menghasilkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsumsi pangan Kota Bogor.

(32)

18

Tabel 9 Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Faktor Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan/Strength

Dewan ketahanan pangan / lembaga koordinasi ketahanan pangan 0.175 2 0.350 Terdapat cukup banyak perusahaan perdagangan formal dan atau

pasar tradisional 0.125 3 0.375

Konsumsi pangan untuk kelompok umbi-umbian, pangan hewani,

minyak dan lemak serta kelompok kacang-kacangan sudah bagus. 0.223 3 0.669 Kondisi geografis kota bogor yang strategis 0.150 4 0.600 Kualitas sumberdaya manusia sudah cukup baik 0.327 3 0.981

Total 1.0 2.975

Kelemahan/Weakness

Kualitas dan kuantitas aparatur belum memadai 0.200 2 0.444 Keterbatasan sumberdaya lahan 0.200 3 0.600

Produksi pangan Kota Bogor 0.225 3 0.650

Konsumsi kelompok padi-padian, buah/biji berminyak, gula, dan

sayur dan buah masih rendah 0.275 3 0.703

Lembaga struktural ketahanan pangan 0.100 2 0.300

Total 1.0 2.697

Total skor faktor Kekuatan-Kelemahan 0.278

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang/Opportunity

Pengembangan Kelembagaan pangan masyarakat 0.175 3 0.525 Adanya kelembagaan gizi dan kesehatan masyarakat 0.150 3 0.450 Adanya kebijakan program ketahanan pangan pusat 0.300 3 0.900

Import pangan luar bogor 0.175 3 0.525

Ketersediaan pangan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, dan kacang-kacangan sudah melebihi kecukupan dan

pangan umbi-umbian dan buah/biji sudah sama dengan kecukupan 0.200 3 0.600

Total 1.0 3.000

Ancaman/Threatment

Laju pertumbuhan penduduk cukup tinggi 0.150 3 0.483

Laju inflasi 0.150 3 0.483

Masih tingginya rumah tangga miskin 0.225 3 0.675 Adanya kecenderunga masalah gizi 0.175 2 0.408

Harga pangan yang fluktuatif 0.175 3 0.525

Pangan kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain ketersediaanya

masih dibawah angka kecukupan 0.125 2 0.278

Total 1.0 2.853

Total skor faktor Peluang-Ancaman 0.147

(33)

19 ancaman adalah 0.147. Pada sumbu kuadran, kordinat sumbu x (S-W) dan sumbu y (O-T) ditetapkan pada diagram analisis SWOT sehingga dapat diketahui posisi strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor berada pada kuadran I (Gambar 3). Artinya strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor mendukung strategi Agresif, yaitu strategi mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Gambar 3 Posisi strategi peningkatan konsumsi pangan Kota Bogor

Terdapat beberapa alternatif strategi dalam rangka peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor (Tabel 10). Alternatif strategi tersebut yaitu: 1) Mengoptimalkan sumber daya; 2) Menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan; 3) Meningkatkan akses dan ketersediaan pangan 4) Mendorong prilaku konsumsi pangan.

Tabel 10 Strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor Faktor Internal

5. Kualitas sumberdaya manusia sudah cukup baik

Peluang/ Opportunity (O)

1.Pengembangan Kelembagaan pangan masyarakat 2.Adanya kelembagaan gizi dan kesehatan

masyarakat

3.Adanya kebijakan program ketahanan pangan pusat 4.Import pangan

5.Ketersediaan pangan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, dan kacang-kacangan sudah melebihi kecukupan dan pangan umbi-umbian dan buah/biji sudah sama dengan kecukupan.

Strategi (SO)

1. Mengoptimalkan sumber daya 2. Menguatkan dan meningkatkan

kinerja kelembagaan

3. Meningkatkan akses dan ketersediaan pangan

(34)

20

Prioritas strategi pada penelitian ini ditentukan menggunakan sistem kepakaran dengan alat analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software expert choice v.11 maka diperoleh hierarki sistem prioritas kepentingan berdasarkan aktor penentu, faktor dan strategi untuk meningkatkan konsumsi pangan di Kota Bogor. Hasil analisis hierarki proses yang bersumber dari penilaian pakar dari pemerintahan daaerah Kota Bogor disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Hasil pengolahan vertikal AHP Strategi peningktatan konsumsi pangan di Kota Bogor

Aktor penentu peningkatan konsumsi pangan yaitu pemerintah, swasta , dan masyarakat. Penilaian pakar yaitu 7 orang disajikan pada gambar 4 mengarah pada sebuah indikasi bahwa peran pemerintah merupakan aktor untuk peningkatan konsumsi pangan dengan bobot kepentingan mencapai 0.651. Peran serta masyarakat (0.182) menjadi actor pen3ntu lainnya disertai dengan peran swasta (0.167) (Tabel 11).

Tabel 11 Prioritas aktor penentu peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor

No Aktor Bobot Peringkat

1 Pemerintah 0.651 1

2 Swasta 0.167 3

3 Masyarakat 0.182 2

Pemangku kepentingan yaitu pemerintah besama masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan ketahanan peningkatan konsumsi pangan sesuai dengan amanat UU No 18 tahun2012 tentang pangan BAB VI pasal

(35)

21 59, pasal 60, pasal 61, dan pasal 62. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Pemerintah dan masyarakat dinilai sebagai pelaku aktif yang dapat menggerakan semua komponen pasif seperti akses dan ketersedian akan pangan, infrastruktur dan potensi pangan lokal daerah. Peningkatan peran serta swasta akan turut mempengaruhi peningkatan konsumsi pangan di masyarakat baik secara kuantitas maupun kualitas.

Tujuan merupakan komponen penjabaran dari masing actor dalam mengambil keputusan atau tindakan dalam mengambil keputusan peningkatan konsumsi pangan baik secara kuantitas maupun kualitas. Dari tujuan yang tercakup, peran pemerintah mempunyai prioritas tujuan peningkatan konsumsi pangan secara kualitas atau peanekaragaman konsumsi pangan dengan bobot prioritas 0.542. Masyarakat mempunyai peran dalam memprioritaskan tujuan peningkatan konsumsi pangan secara kuantitas (0.537) dan begitu pula dengan swasta mempunyai peran dalam memprioritaskan tujuan peningkatan konsumsi pangan secara kuantitas (0.531) (Tabel 12).

Tabel 12 Bobot tujuan untuk hierarki peningkataan konsumsi pangan di Kota Bogor

No Tujuan Bobot Urutan

Prioritas Pemerintah

1 Peningkatan konsumsi pangan secara kuantitas 0.458 2 2 Peningktaan konsumsi pangan secara kualitas atau

peanekaragaman konsumsi

0.542 1 Swasta

1 Peningkatan konsumsi pangan secara kuantitas 0.531 1 2 Peningktaan konsumsi pangan secara kualitas atau

peanekaragaman konsumsi

0.469 2 Masyarakat

1 Peningkatan konsumsi pangan secara kuantitas 0.537 1 2 Peningktaan konsumsi pangan secara kualitas atau

peanekaragaman konsumsi

0.463 2

Berdasarkan analisis SWOT di hasilkan empat strategi dan dilanjutkan dengan perhitungan mengunakan metode AHP maka diperoleh urutan strategi berdasarkan prioritas kepentingan yaitu meningkatkan akses dan ketersedian pangan (0.313), mendorong prilaku konsumsi pangan (0.261), menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan (0.218), dan mengoptimalkan sumberdaya (0.208) (Tabel 13).

Tabel 13 Prioritas strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor

No Strategi Bobot Peringkat

1 Mengoptimalkan sumberdaya 0.208 4

2 Menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan 0.218 3 3 Meningkatkan akses dan ketersediaan pangan 0.313 1

(36)

22

Pelaksanaan keempat strategi tersebut setelah dianalisis berdasarkan sensitivitas secara menyeluruh dapat dijelaskan per aktor penentu yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat seperti yang disajikan pada Gambar 5. Penjabaran tiap strategi tersebut dan keterkaitan dengan aktor penentunya adalah sebagai berikut:

Gambar 5 Hasil analisis sensitivitas strategi peningkatan konsumsi pangan secara menyeluruh

Strategi pertama dalam peningkatan konsumsi pangan Kota Bogor adalah meningkatkan akses dan ketersedian pangan di Kota Bogor, menurut Lubis (2010) wilayah rawan pangan dan gizi berdasarkan aspek akses pangan dan aspek akses pangan kesehatan serta sanitasi terdapat 8 kelurahan dengan kategori rawan dan 23 kelurahan dengan kategori agak rawan, wilayah rawan pangan dan gizi di Kota Bogor ini terletak pada lokasai yang berada di pinggiran kota jauh dari pusat kota atau pelayanan dan berbatasan dengan kota bogor. Sehingga perlu peningkatan akses pangan di setiap daerah rawan pangan agar seluruh penduduk kota bogor dapat mengakses dengan mudah pangan yang tersedia. Menurut Mun’im (2012) faktor akses serta penyerapan pangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketahanan pengan di kabupaten surplus pangan. Hasil survei ketersedian pangan Kota Bogor 2013 kelompok gula, sayur dan buah serta lain-lain keterersediannya masih dibawah angka kecukupan, dimana masing kekurangan sekitar 70 Kal, 37 Kal, dan 66 Kal atau sekitar 64.0%, 28.0%, dan 100% dari kecukupannya, dengan meningkat ketersedian pangan secara kualitas di Kota Bogor, maka diharapkan konsumsi pangan penduduk Kota Bogor akan meningkat baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

(37)

23 rawan pangan. Kuantitas konsumsi energi pangan penduduk dikatakan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) jika konsumsi energi sudah mencapai 90% dari angka kecukupan energi (AKE) yang dianjurkan atau sebanyak 1800 Kal. Berdasarkan hasil analisis skor PPH konsumsi penduduk Kota Bogor tahun 2013 adalah 81.8. Skor PPH Kota Bogor belum mencapai skor ideal, yaitu 100. Bahkan belum mencapai target SPM, yaitu 90. Hal ini menandakan bahwa pola konsumsi pangan penduduk Kota Bogor masih belum beragam. Secara kuantitas dan kualitas konsumsi pangan penduduk Kota Bogor masih di bawah SPM. Sehingga diperlukan penyempurnaan kebijakan pangan dan gizi yang mendukung pencapaian pola pangan harapan dan gizi seimbang, peningkatan pemberantasan kemiskinan, dan peningkatan informasi melalui pendidikan jalur formal, nonformal dan informal (Soegianto 2008).

Strategi ketiga adalah menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para ahli permasalahan kelembagaan ketahanan pangan di Kota Bogor adalah struktural organisasi masih lemah karena jumlah pegawai yang terbatas dan terbatasnya yang mempunyai pengetahuan terhadap pangan, jumlah penyuluh lapang yang ahli terbatas, dan masih ada jabatan struktural yang kosong seperti bagian distribusi, sehingga perlu diadakan pelatihan dan penambahan pegawai ahli di bidang pangan dan gizi. Keberadaan Kantor Ketahanan Pangan perlu ditingkatkan menjadi Badan Ketahanan Pangan dengan dukungan Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas. Strategi yang tepat, dukungan anggaran dan sinergitas program dan kegiatan antar SKPD terkait sangat penting dalam mewujudkan target pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan. Selain itu, optimalisasi peran Dewan Ketahanan Pangan tidak kalah penting sebagai wadah koordinasi dalam mewujudkan Pembangunan Ketahanan Pangan di Kota Bogor.

Strategi keempat adalah mengoptimalkan sumber daya, meskipun dilihat dari lahan pertanian Kota Bogor yang sangat sempit tetapi bogor secara geografis terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara dan memiliki sumberdaya manusia yang cukup baik sehingga Kota Bogor potensial bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, serta berpeluang untuk dijadikan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata. Upaya yang dapat dilakuakan yaitu mengembangkan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) melalui pengembangan industri pangan olahan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(38)

24

Hal ini menandakan bahwa pola konsumsi pangan penduduk Kota Bogor masih belum ideal.

Berdasarkan analisis SWOT, strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor adalah strategi agresif dengan mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, yaitu 1) Mengoptimalkan sumber daya; 2) Menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan; 3) Meningkatkan akses dan ketersediaan pangan 4) Mendorong prilaku konsumsi pangan.

Rekomendasi prioritas strategi berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk peningkatan konsumsi pangan yaitu meningkatkan akses dan ketersedian pangan diikuti dengan mendorong prilaku konsumsi pangan, menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan, dan mengoptimalkan sumberdaya.

Saran

Strategi peningkatan konsumsi pangan agar menjadi acuan dalam pembangunan ketahanan pangan di Kota Bogor. Perlu adanya Forum Group Discussion (FGD) untuk menentukan faktor-faktor strategis lingkungan ketahanan pangan Kota Bogor agar hasil yang di dapat lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Baliwati YF. 2011. Materi Pelatihan Kebijakan Strategis Ketahanan Pangan Wilayah Berdasaarkan Ketersediaan Pangan Wilayah. Diperbanyak oleh MWA Consultant: Bogor.

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor.

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kota Bogor Tahun 2012. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor.

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produk Domestik Regionel Bruto Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Bogor Barat Dalam Angka 2013. Bogor (ID): BPS Kota Bogor.

Frankenberger TR. 1992. Indicators and Data Collection Methods for Assessing Household Food Security di dalam: Maxwell S, Frankenberger TR. Household Food Security: Concepts, Indocators, Measurements, A Technical Review. UNICEF-IFAD

Hardinsyah, Dodik B, Retnaningsih, Herawati, Retno W. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan pangan dan Gizi IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan: Departemen Pertanian

(39)

25 Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D, Handewi SR, Agus W, dan Subiyakto. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan gizi IPB: Lembaga Penelitian IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan pangan Departemen Pertanian.

Harper IJ, BJ Draton & JA Driskel. 1988. Pangan, Gizi dan Pertanian (Suhardjo, penerjemah). Universitas Indonesia Press: Jakarta.

[Kemenkes] Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

[KKP] Kantor Ketahanan Pangan. 2013. Laporan Konsumsi Pangan Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): KKP Kota Bogor.

[KKP] Kantor Ketahanan Pangan. 2013. Laporan Neraca Bahan Makanan Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): KKP Kota Bogor.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Lubis R. 2010. Analisis wilayah rawan pangan dan gizi dalam prespektif perencanaan wilayah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mahfi T. 2009. Analisis situasi pangan dan gizi untuk perumusan kebijakan operasional ketahanan pangan dan gizi Kabupaten Lampung Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta

Martianto D dan Ariani. 2004. Analisis konsumsi pangan rumahtangga. Prosiding Widyakarya Nasional pangan dan Gizi VIII. 17-19 Mei 2004. LIPI: Jakarta. Mun’im A. 2012. Analisis pengaruh faktor ketersediaan, akses, dan penyerapan

pangan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten surplus pangan: pendekatan partial least square path modelin. Jurnal Agro Ekonomi.Vol 30 No 1

[Pergub No. 60 tahun 2010] Peraturan Gubernur Nomor 60 tahun 2010 mengenai Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal: Bandung (ID).

[Permentan No. Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan: Jakarta (ID).

[Permentan No. 43/Permentan/OT.140/10/2009] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal: Jakarta (ID).

[Perpres No. 22 tahun 2009] Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 mengenai Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal: Jakarta (ID).

[PP N0. 38 tahun 2007] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Ketahanan Pangan adalah Urusan Wajib Pemerintah: Jakarta (ID).

(40)

26

Soegianto B. 2008. Prilaku makan dan dampaknya terhadap masalah gizi [Internet]. [diunduh pada 2014 Sept 11]. Tersedia pada :http:// elib.fk.uwks.ac.id

The World Health Report. 2010. Health Systems Financing The Path To Universal Coverage. Geneva (G): World Health Organization

[UU No. 18 tahun 2012] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan: Jakarta (ID).

[UU No. 32 Tahun 2004] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah: Jakarta (ID).

(41)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Produksi, Import dan Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi Penduduk di Wilayah Kota Bogor Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2012

No Jenis Pangan

Jumlah Pangan (Ton) Ketersediaan pangan untuk Konsumsi

Sumber: Laporan NBM Kota Bogor Tahun 2012

Lampiran 2 Skor Pola Pangan Harapan Ketersediaan Pangan Wilayah Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Wilayah Kota Bogor Tahun 2012 No Kelompok Pangan

Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Kalori % %AKE Bobot Skor

(42)

28

Lampiran 3 Prioritas aktor penentu peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor

(43)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 22 Oktober 1991, sebagai anak pertama dari pasangan bapak Tirta dan Ibu Iin. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Buahdua II tahun 1998-2004, SMPN 1 Buahdua tahun 2004-2007, dan MAN 10 Jakarta tahun 2007-2010. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan program studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Selama Kuliah di IPB penulis aktif di kegiatan-kegiatan kemahasiswaaan. Penulis menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman sebagai Kepala Departemen Fasilitas dan Properti periode tahun 2012, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman periode tahun 2013, Ketua Dewan Kehormatan Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman periode tahun 2014, dan sebagai anggota di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA).

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian
Tabel 1  Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian
Tabel 2  Contoh Matrik Perbandingan Berpasangan
Gambar 2  Hierarki Strategi peningktatan konsumsi pangan di Kota Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya peningkatan nilai tambah produk industri biodiesel jarak pagar yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi

Paparan sinar matahari yang berlebihan merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produksi kolagen dalam dermis kulit, karena paparan sinar matahari yang berlebih pada

Oleh karena itu dengan berjalannya fungsi supervisi manajer keperawatan maupun kepala ruang diharapkan kualitas catatan keperawatan yang dihasilkan di ruang rawat inap

double layer. Harga zeta potensial proposional dengan muatan dinding kapiler. Bila pH dinaikkan, meningkat. Harga neof juga akan meningkat. Harga zeta potensial juga

Alasan mengenai ketidaksesuian tersebut dikarenakan beberapa hal berikut: kotak hidran masih di temukan kurang pada fungsinya, terdapat kotak hidran yang terhalang, tidak

Gambar pembagi daya dalam bentuk mikrostrip dan bentuk rangkaian pengganti ditunjukkan oleh Gambar 1 (a) dan (b). Dengan penambahan tersebut, pembagi daya tidak

Menyurati Ketua DPR HR Agung Laksono, mendesak Pimpinan DPR untuk mengagendakan pembahasan Penuntasan Kasus TSS pada sidang Paripurna DPR tanggal 12 Januari 2006, guna

Tujuan penelitian, ialah menganalisis dan merancang sistem informasi mengenai jasa lukisan berbasis web agar memudahkan penyebaran dan pencarian informasi, perancangan sistem