• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Sumber Benih Sebaran Sumber Benih dan Tegakan Potensial

Sumber benih yang ada di Jawa Barat pada umumnya terdapat di wilayah Perum Perhutani. Sumber benih ini dibangun terutama untuk memenuhi kebutuhan benih internal dan pembangunan hutan tanaman dalam skala luas. Sumber benih yang telah dibangun tersebar di beberapa lokasi yang selengkapnya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Lokasi Sumber Benih di Wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

No. Jenis Lokasi

(KPH) Luas (Ha) Musim Berbuah Klasifikasi Sumber Benih 1. Pinus Cianjur Bandung Selatan Sumedang 36.05 26.50 64.70 April-Juni September-Nopember CSB TBT KBS 2. Jati Cianjur Purwakarta Ciamis Majalengka 105.30 18.50 179.80 3.00 Juli-Agustus TBT TBT TBS TBT 3. Mahoni Bogor Cianjur Tasikmalaya Sumedang Indramayu 25.68 66.00 20.00 43.24 62.80 10.70 Juni-Agustus TBT TBT CSB TBT TBT TBT 4. Rasamala Cianjur Sukabumi 103.74 15.00 Agustus-Oktober TBT TBT

5. Mangium Bogor 4.75 Juli-Agustus TBT 6. Khaya Banten 3.00 Oktober-Desember TBT 7. Damar Sukabumi 21.98 Agustus-Oktober TBT 8. Maesopsis Cianjur 20.00 Agustus-September CSB 9. Kemlandingan Cianjur 36.30 April-Nopember CSB Sumber : Perum Perhutani (2005); BPTH (2005)

Keterangan : TBT (Tegakan Benih Teridentifikasi); TBS (Tegakan Benih Terseleksi); CSB (Calon Sumber Benih); KBS (Kebun Benih Semai).

Lokasi sumber benih tanaman hutan di Jawa Barat dan Banten yang dikelola Perum Perhutani tidak tersebar di semua KPH tetapi terpusat di beberapa lokasi terutama di wilayah Jawa Barat bagian tengah dan selatan seperti : KPH Sukabumi, KPH Cianjur, KPH Bandung Selatan, KPH Tasikmalaya dan KPH

Ciamis. Sebagian lokasi sumber benih terletak di KPH Sumedang, KPH Banten, Purwakarta, Majalengka dan Indramayu. KPH-KPH tersebut merupakan pengada benih intern di wilayah Perum Perhutani yang memiliki sumber benih dan secara resmi telah ditunjuk/ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) oleh Unit ataupun Direksi.

Selain berlokasi dan dikelola oleh Perum Perhutani, sebagian dari sumber benih di wilayah Jawa Barat dikelola oleh instansi/pihak lain, baik instansi pemerintah, perguruan tinggi ataupun masyarakat (Tabel 11), (Gambar 10).

Tabel 11 Lokasi Sumber Benih Di Luar Wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

No. Jenis Lokasi Luas

(Ha) Musim Berbuah Klasifikasi Sumber Benih Pengelola/ Pemilik 1. Suren Sumedang 0.30 0.60 April-Mei September-Oktober TBT TBS K. T. Makmur UNWIM 3. Kaliandra Sumedang 0.28 April-Nopember APB UNWIM 4. Gmelina Sumedang 0.38 April-Juli TBT UNWIM 2. Mangium Bogor 5.00 Juli-Agustus KBS BP2TP Sumber : BPTH (2005).

Keterangan : TBT (Tegakan Benih Teridentifikasi); TBS (Tegakan Benih Terseleksi); APB (Areal Produksi Benih); KBS (Kebun Benih Semai).

Luas total sumber benih adalah 939.57 ha yang dikelola oleh Perum Perhutani sebesar 99.30% dan sisanya dikelola oleh pihak/instansi lain yaitu Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan (BP2TP) 0,66%, Universitas Winaya Mukti (UNWIM) 0,17% serta oleh masyarakat yaitu Kelompok Tani Makmur sebesar 0,04% (Gambar 9 ).

99.14% 0.04% 0.17% 0.66% 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 L u a s ( H a )

Perhutani Kel. Tani Unwim BP2TP

Pengelola

Pengelolaan sumber benih oleh Perum Perhutani berkaitan erat dengan kepentingan peningkatan produktifitas hutan tanaman baik kayu ataupun non kayu melalui penggunaan benih berkualitas. Pengelolaan sumber benih oleh masyarakat masih sangat kecil yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah sumber benih memerlukan sistem pengelolaan khusus dan memerlukan biaya yang lebih mahal. Roshetko et al. (2004) menjelaskan bahwa petani/masyarakat pada umumnya melakukan penanaman pohon hutan dengan menggunakan benih yang dikumpulkan dari pohon-pohon pada lahan mereka atau lahan adat. Dengan demikian, benih-benih tersebut memiliki kualitas fisioligis dan genetik di bawah optimal.

Sumber benih yang telah dibangun sebagian besar diklasifikasikan pada Tegakan Benih Teridentifikasi yaitu 510.87 ha (58.48%), Tegakan Benih Terseleksi 180.40 ha (20.65%), Areal Produksi Benih 0.28 ha (0.03%) dan Kebun Benih Semai 69.70 ha (7.98%), sedangkan sisanya seluas 112,35 ha (12.86%) masih diusulkan sebagai calon sumber benih (Gambar 11). Kondisi tersebut menunjukan bahwa sumber benih yang dibangun sebagian berasal dari hutan tanaman yang awalnya tidak dipersiapkan sebagai sumber benih. Pengadaan benih untuk memenuhi kebutuhan intern ataupun permintaan luar merupakan hasil penunjukan tegakan terpilih. Sumber benih yang ada hanya bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan benih yang mendesak. Sumber benih ini masih perlu ditingkatkan kualitasnya menjadi Areal Produksi Benih. Hal tersebut perlu dilakukan sebelum dimilikinya Kebun Benih dengan kualitas genetik unggul atau Kebun Benih yang dibangun belum menghasilkan benih terutama untuk program penyediaan benih jangka panjang.

47.08 % 58. 48% 20. 65% 0. 03 % 7. 98 % 12. 86% 0 100 200 300 400 500 600 L u a s ( H a ) TBT TBS APB KBS CSB

Kelas Sumber Benih

Gambar 11 Luas Sumber Benih Pada Berbagai Kelas.

TBT : Tegakan Benih Teridentifikasi TBS : Tegakan Benih Terseleksi APB : Areal Produksi Benih

KBS : Kebun Benih Semai CSB : Calon Sumber Benih

Sementara itu, sumber benih yang telah dibangun masih terbatas pada jenis tertentu seperti jati, mahoni, mangium, khaya, rasamala, damar dan pinus, sedangkan sebagian jenis lainnya masih merupakan calon sumber benih. Kondisi tersebut disebabkan penunjukkan/pembangunan sumber benih disesuaikan dengan jenis yang ditanam/kelas perusahaan sebagai penghasil kayu ataupun hasil hutan non kayu. Penunjukkan/pembangunan untuk jenis-jenis potensial lain masih perlu dilakukan sejalan dengan meningkatnya jumlah jenis yang dibutuhkan untuk berbagai kegiatan penanaman saat ini dan masa mendatang. Sementara itu untuk jenis-jenis yang mulai langka sebaiknya dilakukan konservasi sumberdaya genetik untuk menunjang kegiatan pemuliaan pohon.

Produksi Sumber Benih

Penaksiran potensi produksi benih sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa besar jumlah benih yang diperlukan untuk kegiatan penanaman. Potensi dan produksi benih dari sumber benih yang ada di Jawa Barat disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12 Produksi Sumber Benih tahun 2005 di Wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Produksi (Kg)

No. Jenis Lokasi (KPH) Luas

(Ha)

Jumlah Pohon

Per Pohon Total

1. Pinus Bandung Selatan

Sumedang 26.50 64.70 7 680 5 714 0.06 - 336 1 478 2. Jati Purwakarta Cianjur Majalengka Ciamis 18.50 105.30 3.00 179.80 3 503 12 585 323 18 869 0.28 0.30 - 1.10 670 4 412 - 28 907 3. Mahoni Bogor Cianjur Indramayu Tasikmalaya Sumedang 25.68 66.00 10.70 43.24 62.80 - 8 472 2 667 5 261 11 589 2.00 0.50 2.00 0.45 0.20 12 820 2 500 1 000 4 328 3 878 4. Rasamala Cianjur Sukabumi 103.74 15.00 17 804 573 0.30 0.63 8 116 360 5. Mangium Bogor 4.75 - 0.30 641 6. Khaya Banten 3.00 52 25.00 1 500 7. Damar Sukabumi 21.98 1 819 0.85 1 314 Total 754.69 84 726 - 75 674

Tabel 13 Produksi Sumber Benih tahun 2005 di Luar Wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

No. Lokasi Jenis Pengelola/Pemilik Luas Produksi Total

(Ha) (Kg)

1 Sumedang Suren Kel. Tani Makmur 0 30 23

2 Sumedang Suren UNWIM 0 60 388

3 Sumedang Kaliandra UNWIM 0.28 31

4 Sumedang Gmelina UNWIM 0.38 166

5 Bogor Mangium BP2TP 5.00 88

Total 6.56 696

Sumber : BPTH (2005).

Data di atas menunjukkan bahwa potensi produksi berbeda untuk masing-masing jenis, begitu juga untuk jenis yang sama pada lokasi sumber benih yang berbeda. Produksi benih dari masing-masing lokasi sangat ditentukan oleh waktu pemanenan buah, disamping juga mempengaruhi mutu fisiologisnya. Bervariasinya kondisi fisik sumber benih dan perubahan pola musim hujan dan musim kemarau akan menjadikan kendala dalam menentukan waktu pemanenan yang tepat. Turnbull (1995) menjelaskan bahwa sangat penting mengetahui waktu tersebut dengan menguji kemasakan buah. Kemampuan menghasilkan benih sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologis sumber benihnya. Kondisi ekologis merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi sumber benih selain kemudahan aksesibilitas. Respon khusus terhadap pengaruh topografi bervariasi antar lokasi, jenis dan iklim, tetapi kemiringan (slope) dan posisi terhadap matahari (aspect) sangat penting dipertimbangkan dalam pengelolaan tegakan untuk memproduksi benih (Barnet & Haugen 1995).

Perbedaan produksi benih juga dipengaruhi oleh tindakan pengelolaan. Beberapa tindakan pengelolaan perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi ekologis sumber benih seperti iklim mikro (temperatur dan kelembaban) seperti dengan melakukan penjarangan dan pemupukan. Kurang optimalnya produksi benih saat ini salah satunya disebabkan oleh kurang intensifnya kegiatan pengelolaan serta tegakan yang sudah terlalu tua sehingga produktifitasnya cukup rendah. Menurut hasil inventarisasi Nurhasybi et al. (2000), tegakan pada

sebagian besar sumber benih tanaman hutan di lokasi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten masih memerlukan tindakan pemeliharaan untuk meningkatkan produksi benihnya. Kerapatan tegakan masih cukup tinggi mengakibatkan produksi benih tidak optimal sehingga target yang telah ditentukan sulit untuk terpenuhi. Pada kondisi tegakan demikian, tindakan penjarangan sangat diperlukan. Jarak tanam yang optimal biasanya bervariasi antara 9-12 meter tergantung jenis pohon.

Pelaksanaan penjarangan akan mengurangi terjadinya persaingan untuk memperoleh cahaya dan nutrisi (zat hara). Kondisi ini juga mendorong terjadinya penyerbukan yang melibatkan banyak individu pohon, yang akan meningkatkan variasi genetik benih tanaman yang akan dihasilkan. Penjarangan juga ditujukan untuk menghilangkan pohon-pohon inferior yang memiliki bentuk batang yang bengkok, pertumbuhannya tertekan serta terserang hama dan penyakit. Sementara itu, Bonner et al. (1994) menjelaskan bahwa diperlukan penambahan zat hara melalui perlakuan pemupukan untuk meningkatkan produksi benih terutama pada sumber benih yang dipersiapkan sejak awal.

Total produksi benih dari sumber benih yang ada di Jawa Barat didominasi oleh jenis jati (50.91%) dan mahoni (30.18%). Jumlah tersebut berbanding lurus dengan luas sumber benihnya. Penunjukan sumber benih jenis ini banyak dilakukan untuk mencukupi kebutuhan benih yang merupakan jenis prioritas/utama dalam kegiatan penanaman terutama di Perum Perhutani. Total produksi benih tahun 2005 selengkapnya disajikan pada Gambar 12.

1818 38877 23048 8476 1314 729 1500 31 411 166 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 P ro d u k s i (K g ) Pns Jat i Mhn Rsm Dmr Mgm Kaya Kldr Srn Gml Jenis

Produksi benih yang dihasilkan perlu dicatat melalui dokumentasi sumber benih secara teratur. Dokumentasi sumber benih sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber benih lain di masa depan. Dokumentasi tentang periode pembungaan dan pembuahan, kondisi musim serta variasi lokasi terhadap terjadinya panen raya atau tidak panen raya, sangat penting untuk pemberdayaan sumber benih. Kelengkapan informasi lainnya seperti kondisi iklim, mutu benih dan lainnya, akan sangat membantu memberdayakan sumber benih yang akan berperan dalam menunjang kegiatan penanaman.

Dokumentasi ini juga bertujuan untuk (1) Mengumpulkan data dan informasi yang dapat dapat digunakan oleh pengelola sumber benih untuk membangun dan mengelola sumber benih lain di masa depan, (2) Mencatat input (biaya) dan output (produksi benih) yang berguna untuk menentukan harga benih dan efektifitas pengelolaan sumber benih dan (3) mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk sertifikasi sumber benih (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2004).

Peredaran/Distribusi Tata Niaga Benih

Perum Perhutani sebagai institusi BUMN berperan penting dalam pengadaan dan sekaligus peredaran benih tanaman hutan di pulau Jawa. Sebagai pengelola sumber benih Perum Perhutani berhak melakukan pencarian, pengumpulan dan pembangunan sumber benih. Program pengadaan benih oleh BUMN termasuk Perum Perhutani masih ditujukan untuk keperluan penanaman hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas yang titik beratnya adalah untuk produksi kayu atau hasil hutan non kayu.

Pengada benih adalah Perum Perhutani (KPH suplier) ataupun instansi lain (swasta, pemerintah dan pemerintah). Pengedar benih adalah Perum Perhutani bila benih berasal dan dimanfaatkan sendiri untuk kepentingan intern atau pihak swasta yang mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI), swasta, pemerintah yang bertindak sebagai perantara pembelian atau penjualan benih. Permintaan benih oleh pihak di luar Perum Perhutani (Pemerintah, HPH, luar negeri, swasta dan lainnya) dilakukan oleh Direksi di Jakarta. Khusus untuk memenuhi permintaan

benih dari luar negeri harus melalui ijin dari Menteri Kehutanan. Pengawasan mutu dan lalu lintas benih yang diedarkan sesuai dengan S.K. Menhut No. 085/Kpts-2/2001 dilakukan oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH), yang untuk wilayah Jawa Barat dan Banten dilakukan oleh BPTH Jawa-Madura serta Dinas Karantina tumbuh-tumbuhan.

Pengadaan dan peredaran/distribusi benih oleh Perum Perhutani Unit III Jabar dan Banten tahun 2004 dari masing-masing lokasi (KPH) disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Distribusi Benih Tahun 2004 dari Masing-Masing Sumber Benih Bersertifikat di Jawa Barat dan Banten

Distribusi No. Lokasi

(KPH)

Jenis Produksi

(Kg) Intern Pihak III Stok (Kg) 1. Banten Khaya 1 500.0 1 500.0 0.0 0.0 2. Bogor Mangium Mahoni 39.7 7 523.0 37.7 0.0 2.0 7 523.0 0.0 0.0 3. Sukabumi Rasamala 0.0 0.0 0.0 0.0 4. Purwakarta Jati 6 500.0 6 500.0 0.0 0.0 5. Cianjur Jati Mahoni 2 000.0 1 375.2 1 521.0 1 375.2 0.0 0.0 4 79.0 0.0 6. Bandung Selatan Pinus 83.3 41.0 25.0 17.3 7. Majalengka Jati 0.0 0.0 0.0 0.0 8. Indramayu Mahoni 1 000.0 571.9 45.0 383.1 9. Tasikmalaya Mahoni 5 694.0 2 925.4 17.0 2 751.6 10. Ciamis Jati 31 807.5 30 168.5 1 570.0 69.0

Total 44 902.0 38 790.8 2 411.3 3 700.0

Sumber : Perum Perhutani (2005).

Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa benih yang dihasilkan dari masing-masing lokasi (KPH) sebagian besar digunakan untuk keperluan sendiri/intern yaitu sebanyak 44.902 kg (86,4%), didistribusikan pada pihak ketiga sebanyak 38.790 kg (5,4%) dan sisanya sebanyak 3.700 kg (8,2%) disimpan sebagai stok. Produksi benih dari kebun benih semai masih rendah/terbatas sehingga untuk permintaan luar diambil dari tegakan terpilih.

Stok benih berguna sebagai cadangan bila permintaan tinggi dan apabila permintan rendah sedangkan hasil panen cukup banyak maka benih disimpan dalam tempat penyimpanan. Benih yang tahan lama (ortodok) tidak memilki masalah jika disimpan sebagai cadangan (stok), sedangkan benih yang tidak dapat

disimpan lama (rekalsitran) harus segera didistribusikan untuk disemai tanpa harus menunda terlebih dahulu. Dengan demikian, musim berbuah terutama untuk jenis rekalsitran perlu diketahui secara pasti sebelum dilakukan penyusunan rencana penanaman. Selain itu, jarak antara sumber benih dengan lokasi persemaian harus diperhitungkan untuk mengurangi terjadinya kerusakan/penurunan kualitas benih.

Perum Perhutani sebagai pengedar benih bertugas untuk menyalurkan benih yang diperoleh dari pengada benih sedangkan fungsinya adalah menerima benih dari pengada dan melakukan pengujian secara sampling terhadap benih yang telah diterima, menyimpan dan menguji benih secara berkala serta menyalurkan benih kepada pemakai.

Perdagangan benih kehutanan saat ini masih sederhana dan belum banyak dikenal oleh masyarakat dibandingkan dengan benih pertanian. Perdagangan dan peredaran benih dihadapkan pada beberapa kendala yang salah satunya adalah daur tanaman kehutanan cukup panjang sehingga memerlukan waktu yang lama untuk membuktikan bahwa benih yang ditanam bermutu genetik tinggi atau tidak. Hal tersebut menjadi hambatan dalam melakukan promosi terhadap konsumen dan juga menimbulkan resiko yang cukup besar bagi produsen benih.

Selain itu, dalam peredaran benih tanaman hutan timbul pasar yang padat dan penuh persaingan untuk jenis-jenis tertentu dan ada pula pasar yang tidak terisi. Hal tersebut disebabkan oleh sistem penyediaan benih yang tidak dilakukan berdasarkan kebutuhan pasar (market oriented) akan tetapi lebih pada pemasaran benih yang telah dihasilkan (product oriented). Kendala lain yang terjadi adalah peredaran benih belum mengacu kepada keberadaan benih bermutu sehingga benih tidak pasti asal usulnya/sembarangan masih beredar di pasaran dan dapat dijual dengan harga memadai tergantung kepandaian penjual benih. Dengan demikian, perlu ditetapkannya harga yang berbeda antara benih bersertifikat dan non sertifikat untuk mendorong peredaran benih bermutu di pasaran. Perbaikan tata niaga benih perlu terus dibenahi sehingga peredaran benih dapat dilakukan secara transparan dengan ketentuan yang baku dan penegakan hukum terhadap yang melanggarnya.

Kegiatan sertifikasi benih saat ini dilakukan oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) dan sebagai pengelola dana adalah BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) yang keduanya berada di bawah Dirjen RLPS (Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial). Selain itu, RLPS sendiri memiliki binaan Kebun Benih sehingga proses sertifikasi yang dilakukan obyektifitasnya masih rendah. Dengan demikian, diperlukan lembaga sertifikasi yang independent

atau berada di luar RLPS untuk meningkatkan objektifitas dan menjamin produsen ataupun konsumen benih dalam kegiatan pengadaan benih bermutu.

Penilaian Potensi Lahan Potensi Lahan Jenis-Jenis Prioritas

Keberhasilan pembangunan hutan sangat dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan jenis tanaman yang dipergunakan. Pemilihan jenis tersebut idealnya harus didasarkan pada 2 (dua) hal pokok yaitu tujuan peruntukannya dan kesesuaian tempat tumbuh (Yudho 1996), sehingga kedua hal tersebut juga perlu dipertimbangkan dalam perencanaan perbenihan

Penilaian potensi lahan dilakukan pada Jenis-jenis prioritas yang merupakan Jenis Andalan Setempat (JAS) untuk wilayah Jawa Barat yaitu Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Pinus (Pinus merkusii), Rasamala

(Altingia excelsa), Damar (Agathis loranthifolia) dan Sengon (Paraserianthes falcataria) (Suriarahardja dan Wasono 1994) .

Peta yang digunakan adalah peta administrasi Jawa Barat (1 : 250 000) tahun 2004, peta tanah (1 : 250 000) tahun 2004, peta kelas lereng (1 : 25 000) tahun 2000, peta ketinggian (1 : 250 000) tahun 2000, data iklim berupa peta curah hujan (1 : 250 000) tahun 2004 dan peta land use (penggunaan lahan) (1 : 250 000) tahun 2000 (Gambar 13 sampai 18) .

Gambar 13 Peta Batas Administrasi Wilayah Jawa Barat.

Gambar 15 Peta Kelas Lereng Wilayah Jawa Barat.

Gambar 17 Peta Kelas Ketinggian Wilayah Jawa Barat.

Gambar 18 Peta Land Use (Penggunaan Lahan) Wilayah Jawa Barat. Peta jenis tanah, peta kelas lereng, peta ketinggian dan peta curah hujan ditumpangsusunkan (overlay) dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis

(SIG) yang menghasilkan satuan lahan. Wilayah yang tidak memungkinkan untuk pengembangan tanaman hutan seperti pemukiman, air, sawah dan lain-lain tidak dimasukan dalam penilaian potensi lahan dan dikeluarkan dengan menggunakan peta land use. Satuan lahan yang ada kemudian dibandingkan dengan persyaratan tumbuh untuk setiap jenis tanaman (Tabel 15).

Tabel 15 Persyaratan Tumbuh Beberapa Jenis Tanaman Andalan Jawa Barat No. Jenis Jenis Tanah Ketinggian

(mdpl) Curah Hujan (mm/tahun) Kelerengan (%) 1. T. grandis (Jati)

Grumusol, Mediteran, Grumusol & Regosol, Kapur Berbatu, Latosol, Latosol dan Andosol

0-900 1 000-2 500 0-30

2. P. merkusii (Pinus)

Latosol, Andosol, Regosol 800-1 600 2 000-4 000 0-30

3. S. macrophylla (Mahoni)

Latosol, Andosol, Litosol, Grumusol, Podsolik, Podsolik Haplik, Podsolik Merah

50-1 400 1 500-4 000 0-30

4. A. excelsa (Rasamala)

Latosol, Asosiasi Andosol Dan Latosol, Asosiasi Regosol dan Litosol, Mediteran Merah Kuning

700-1 700 1 000-3 000 0-30

5. A. loranthifolia (Damar)

Latosol, Podsolik, Regosol, Andosol Merah

100-1 600 2 000-4 000 0-30

6. P. falcataria (Sengon)

Andosol Abu-Abu, Latosol Coklat, Mediteran Merah Kuning

0-2 000 2 000-4 000 0-30

Sumber : Ginting (1998); Nurhasybi et al. (2000); Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001).

Setelah dilakukan analisis/penilaian dengan membandingkan (matching)

kualitas lahan pada setiap satuan lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman maka dihasilkan peta potensi/kesesuaian lahan (Gambar 19 sampai 24) untuk masing-masing jenis tanaman andalan Jawa Barat dengan luas seperti disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Rekapitulasi Luas Potensi Lahan Jenis-Jenis Prioritas di Jawa Barat

No. Jenis Luas (Ha) Persentase (%)*

1. Jati 388 234.53 8.99 2. Mahoni 1 173 918.23 27.19 3. Pinus 599 034.40 13.87 4. Sengon 1 056 565.75 24.47 5. Rasamala 363 165.76 8.41 6. Damar 1 087 526.45 25.19

Keterangan :* dari luas total daratan Jawa Barat

Data luas potensi lahan secara lebih rinci untuk setiap lokasi (kabupaten) di Jawa Barat selengkapnya disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Luas Potensi Lahan Jenis Prioritas untuk Setiap Lokasi di Jawa Barat

No. Kabupaten Luas Masing-Masing Jenis Pohon (Ha)

Damar Jati Mahoni Pinus Rasamala Sengon 1 Bandung 137 183.31 54 785.70 157 955.51 137 183.31 126 174.22 154 201.32 2 Bekasi 36 432.25 25 615.77 49 416.60 - - 36 432.25 3 Bogor 82 855.37 24 125.11 83 835.28 13 960.42 - 83 550.45 4 Ciamis 54 601.56 11 289.66 54 902.32 24 863.22 27 887.70 54 436.50 5 Cianjur 134 086.04 12 781.65 136 250.89 94 929.25 56 454.94 136 152.78 6 Cirebon 8 241.05 13 440.78 21 220.97 - - 6 652.03 7 Garut 52 219.07 38 053.47 67 819.72 46 467.39 58 708.67 58 600.04 8 Indramayu 3 774.84 7 537.23 11 132.15 - - 3 774.84 9 Karawang 28 704.17 23 362.88 37 543.77 - 587.44 262 57.17 10 Kuningan 17 275.94 8 206.11 23 372.14 13 022.29 6 136.59 15 418.99 11 Lebak 58 727.06 9 433.04 48 225.21 23 145.24 5 805.73 48 225.21 12 Majalengka 63 567.25 7 391.64 59 569.09 34 750.78 14 782.37 52 765.87 13 Pandeglang 69 941.30 30 810.80 76 056.13 537.96 - 64 827.58 14 Purwakarta 34 490.26 6 517.24 36 352.73 12 281.51 569.14 34 655.13 15 Serang 28 145.87 60 465.39 22 920.74 - - 16 843.89 16 Subang 42 461.11 28 628.31 49 158.64 5 727.62 368.73 42 596.49 17 Sukabumi 125 576.97 - 118 595.77 109 593.57 32 410.76 117 135.15 18 Sumedang 80 877.68 8 884.91 83 443.17 59 747.29 33 279.47 78 924.41 19 Tangerang 5 528.85 16 888.50 16 884.12 - - 5 528.85 20 Tasikmalaya 22 836.49 16.36 19 263.29 22 824.55 - 19 586.79 Total 1 087 526.45 388 234.53 1 173 918.23 599 034.40 363 165.76 1 056 565.75

Hasil Analisis GIS

Data luas potensi lahan pada Tabel 16 dan 17 merupakan lokasi/wilayah yang potensial dan memungkinkan untuk pengembangan 6 jenis tanaman prioritas. Wilayah-wilayah seperti pemukiman, jalan, sungai, danau, sawah dan wilayah lain yang tidak memungkinkan untuk pengembangan tanaman kehutanan, oleh karena itu tidak dimasukan dalam perhitungan. Walaupun demikian, hasil penilaian potensi lahan tersebut masih terdapat wilayah/lahan yang overlap (bisa ditanami lebih dari satu jenis tanaman). Hasil penilaian potensi lahan di atas menghasilkan wilayah overlap yang cukup besar. Dalam menentukan arahan wilayah pengembangan benih dan untuk penentuan kebijakan pengembangan jenis prioritas, pada wilayah yang overlap perlu dipilih satu jenis tanaman yang paling potensial dan memungkinkan. Dengan demikian, diperlukan skenario untuk menentukan jenis terpilih pada lokasi overlap tersebut.

Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis terpilih pada lokasi overlap

dalam penelitian ini adalah kedekatan lokasi tersebut dengan sumber benih, nilai ekonomi pohon dan hambatan fisik terhadap pertumbuhan tanaman. Kedekatan dengan sumber benih berhubungan dengan kemudahan aksesibilitas dalam tranfer/distribusi benih, manajemen persemaian ataupun penanaman di lapangan. Nilai ekonomi untuk setiap jenis pohon didasarkan pada harga kayu dan hasil non-kayu yang juga berkaitan dengan kemudahan dalam pemasaran. Sedangkan hambatan fisik berpengaruh dengan kemampuan tumbuh tanaman di lapangan.

Sebagian lahan di lokasi studi mempunyai potensi lahan yang sesuai untuk beberapa jenis tanaman (wilayah overlap), untuk itu perlu menentukan lokasi terpilih untuk pengembangan setiap jenis tanaman. Sebagai contoh, wilayah

overlap yang berada di daerah Bandung Selatan cocok untuk tanaman jati, pinus dan sengon, maka jenis yang direkomendasikan untuk jenis tersebut adalah pinus. Hal tersebut disebabkan karena wilayah yang overlap berdekatan dengan sumber benih pinus meskipun nilai ekonomi jati lebih tinggi dari pinus. Apabila jenis yang overlap di daerah tersebut hanya antara jati dan sengon, maka jenis yang direkomendasikan adalah tanaman jati karena memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dari sengon. Dasar penentuan prioritas tersebut digunakan secara berurutan sehingga dari semua wilayah overlap dapat ditentukan jenis yang terpilih. Pertimbangan ini sangat penting dalam perencanaan perbenihan karena hal tersebut terutama akan berpengaruh dalam penghitungan kebutuhan benih dan perkiraan luas sumber benih.

a. Potensi Lahan Tanaman Jati (Tectona grandis)

Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa perkiraan potensi lahan untuk jenis ini di Jawa Barat seluas 388 234.53 ha yang tersebar di beberapa kabupaten Pandeglang, Serang, Lebak, Bogor, Cianjur, Garut, Bandung, Tangerang, Bekasi, Purwakarta, Karawang, Subang, Indramayu, Kuningan, Majalengka dan Ciamis (Gambar 19) (Tabel 17).

Tanaman jati tumbuh alami di India, Myanmar dan Thailand. Penyebaran tanaman di Indonesia ditemukan di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumbawa, Maluku dan Lampung. Tanaman ini

tumbuh baik pada ketinggian 0-900 mdpl dengan curah hujan 1500-3000 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, tekstur sedang sampai berat (Gintings 1998).

Gambar 19 Peta Potensi Lahan Tanaman Jati (T. grandis) di Jawa Barat. Sumber benih jati yang telah dibangun pada umumnya tersebar dan tumbuh baik pada jenis tanah Grumusol, Latosol dan Andosol yang terdapat di beberapa lokasi yaitu Cianjur, Purwakarta, Majalengka dan Ciamis. Pertumbuhan rata-rata tegakan di beberapa lokasi sumber benih yaitu pada tegakan umur 49 tahun di Ciamis dengan tanah Latosol adalah 26 m (tinggi) dan 44 cm (diameter), tegakan umur 48 tahun dengan tanah Andosol adalah 23.62 m (tinggi) dan 60.5 cm (diameter). Contoh lainnya adalah pada tegakan umur 47 tahun di Indramayu dengan jenis tanah Margalit Coklat memiliki pertumbuhan tinggi 23,27 m dan diameter 40,53 cm (Nurhasybi et

Dokumen terkait