• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Komunitas Parasitoid Telur

Struktur komunitas parasitoid telur pada pertanaman kedelai di Cikabayan, Bogor tersusun atas lima spesies parasitoid telur famili Trichogrammatidae, dua spesies famili Scelionidae dan satu spesies famili Encyrtidae. Semua spesies parasitoid telur famili Trichogrammatidae dan satu spesies famili Scelionidae diperoleh melalui pemasangan telur perangkap, sedangkan satu spesies famili Scelionidae lainnya dan satu famili Encyrtidae diperoleh dari pengamatan telur serangga alami yang diperoleh dari pertanaman kedelai. Spesies parasitoid famili Trichogrammatidae yang diperoleh terdiri dari

Trichogrammatoidea cojuangcoi (Gambar lampiran 1), Trichogramma japonicum

(Gambar lampiran 2), Trichogrammatoidea armigera (Gambar lampiran 3),

Trichogramma chilonis (Gambar lampiran 4), dan satu spesies Trichogamma yang tidak teridentifikasi (Trichogramma sp.) (Gambar lampiran 5). Parasitoid famili Scelionidae terdiri dari Telenomus remus (Gambar lampiran 6), dan Gryon sp. (Gambar lampiran 7). Parasitoid famili Encyrtidae yang ditemukan belum teridentifikasi sampai tingkat spesies.

Dalam struktur komunitas pertanaman kedelai parasitoid, Gryon sp. merupakan parasitoid dengan jumlah individu terbanyak, yaitu mencapai 179 individu dari 265 individu parasitoid telur yang ditemukan atau sebesar 36,23%.

T. armigera merupakan spesies parasitoid telur dengan jumlah individu terbanyak dari hasil pemasangan telur perangkap, yaitu mencapai 28 individu atau sebesar 10, 57%. Satu individu parasitoid ditemukan tergolong dalam famili Encyrtidae. Dari hasil pemasangan telur perangkap diperoleh T. japonicum dan T. chilonis

dengan jumlah individu terendah, yaitu masing-masing sebanyak 7 individu atau sebesar 2, 64% (Gambar 2).

Kekayaan dan kelimpahan parasitoid telur tertinggi sekaligus melalui pemasangan telur perangkap diperoleh saat 5 MST sedangkan melalui pengamatan langsung, kekayaan dan kelimpahan parasitoid telur tertinggi

sekaligus diperoleh saat 10 MST (Gambar 3). Kekayaan dan kelimpahan parasitoid telur pada 10 MST diperoleh melalui pengamatan terhadap telur alamiah yang ditemukan di lapang sedangkan melalui pemasangan telur perangkap tidak ditemukan parasitoid telur. Tidak ditemukannya parasitoid telur melalui telur perangkap pada 10 MST disebabkan cuaca yang mendung selama pemasangan telur perangkap di lapang. Steenburg (1930 dalam Smith 1994) melaporkan, saat cuaca mendung aktivitas penerbangan parasitoid berkurang. Ditemukannya parasitoid melalui telur alami Piezodorus sp. (Hemiptera: Pentatomidae) dan telur Riptortus sp. (Hemiptera: Alydidae) diduga karena proses parasitisasi telah terjadi sebelumnya, yaitu ketika cuaca mendukung Gryon sp. dan parasitoid famili Encyrtidae untuk memarasit.

67.55% 10.57% 6.04% 5.28% 4.91% 0.38% 2.64% 2.64% Gryon sp. Trichogrammatoidea armigera Telenomus remus Trichogramma sp Trichogrammatoidea cojuangcoi Trichogramma chilonis Trichogramma japonicum Encyrtidae

Gambar 2 Struktur komunitas parasitoid telur pada pertanaman kedelai di Cikabayan, Bogor 0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST)

Jumlah individu parasitoid telur

(ekor) 10 6 8 8 13 83 7 6 9 1 5 1 96 1 3 7 1

Gambar 3 Kekayaan dan kelimpahan parasitoid telur C. cephalonica, S. litura dan serangga alami pada pertanaman kedelai umur 0-12 MST ( T. cojuangcoi, T. japonicum, T . armigera, Trichogramma sp., Gryon sp., T. chilonis, Telenomus remus, Encyrtidae)

Parasitoid telur yang pertama kali ditemukan adalah Trichogrammatoidea

cojuangcoi (Gambar 4a). Parasitoid ini ditemukan pada pertanaman kedelai

ketika tanaman berumur 1 dan 12 MST. Kelimpahannya pada 1 MST diperoleh dari telur C. cephalonica sedangkan kelimpahan pada 12 MST diperoleh dari telur

S. litura. Fenomena kemunculan T. cojuangcoi sebagai satu-satunya parasitoid yang muncul saat pertama kali, yaitu saat umur tanaman 1 MST kemungkinan karena parasitoid ini menyukai habitat dengan tanaman yang masih kecil dan belum rimbun. Pada minggu berikutnya spesies ini tidak ditemukan lagi dan ini diduga karena kondisi lingkungan yang mungkin tidak sesuai bagi aktivitas penerbangan dan peletakan telur menyebabkan spesies-spesies parasitoid ini tidak selalu ditemukan pada setiap minggunya. Saat 12 MST, T. cojuangcoi kembali ditemukan. Ini dapat dijelaskan bahwa kemungkinan kondisi tanaman yang sudah tua sehingga tidak rimbun lagi karena banyaknya daun rontok dan diduga kondisi seperti ini disukai T. cojuangcoi. Namun, fenomena seperti ini masih perlu dikaji ulang untuk mengetahui pengaruh kondisi tanaman terhadap perilaku memarasit

T. cojuangcoi dan mengungkap penyebab penurunan kelimpahan parasitoid ini. Pada umur tanaman 3 dan 8 MST diperoleh Trichogramma japonicum

(Gambar 4b). Pada 3 MST parasitoid diperoleh dari telur C. cephalonica, sedangkan pada 8 MST diperoleh dari telur S.litura. Kelimpahan T. japonicum

pada 8 MST cenderung menurun dibandingkan dengan kelimpahannya pada 3 MST. Ditemukannya T. japonicum hanya pada 3 dan 8 MST kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal, seperti distribusinya yang dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban optimal. Studi lebih lanjut terhadap distribusi dan penurunan kelimpahan T. japonicum pada 8 MST perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya fenomena ini.

Trichogrammatoidea armigera adalah parasitoid telur yang paling sering ditemukan, yaitu pada saat tanaman berumur 4, 5, 9, dan 12 MST (Gambar 4c). Kelimpahan tertinggi diperoleh saat 4 dan 5 MST, yaitu masing-masing sebanyak 8 individu. Pada 4 MST, seluruh parasitoid T. armigera diperoleh dari telur C. cephalonica. Pada 5 MST, 1 individu diperoleh dari telur C. cephalonica dan 7

individu dari telur S. litura. Hal ini kemungkinan terkait dengan ditemukannya kelompok telur alami S. litura pada pertanaman kedelai pada 6 MST dan diduga imago S. litura telah eksis sejak 5 MST. Nordlund (1994) melaporkan bahwa

feromon sex yang dikeluarkan imago S. litura dapat menarik parasitoid untuk datang mendekat. Dugaan adanya feromon sex yang dikeluarkan imago S. litura

pada 5 MST inilah yang mungkin menyebabkan T. armigera diperoleh dari telur perangkap S. litura. Pengkajian lebih lanjut mengenai dugaan pengaruh feromon sex terhadap perilaku T. armigera yang memarasit telur perangkap pada 4, 5, 9, dan 12 MST tersebut perlu dilakukan.

Pada 12 MST, T. armigera kembali muncul dengan kelimpaha n yang lebih tinggi daripada saat 9 MST. Ditemukannya T. armigera dengan kelimpahan dan frekuensi penemuan yang tinggi menunjukkan parasitoid ini memiliki kamampuan bertahan dan kemapanan yang baik. Bahagiawati (2003) dan Moy (2005) melaporkan bahwa T. armigera merupakan parasitoid yang dominan ditemukan pada pertanaman jagung di Jawa Barat. Tingginya kelimpahan T. armigera

dibanding parasitoid telur famili Trichogrammatidae lainnya pada pertanaman kedelai di Bogor juga menunjukkan bahwa parasiotid ini mungkin telah mendominasi struktur komunitas parasitoid telur pada beberapa pertanaman di Jawa Barat, khususnya Bogor.

Trichogramma chilonis pada pertanaman kedelai hanya ditemukan sekali, yaitu pada 6 MST (Gambar 4e). Ditemukannya parasitoid tersebut pada 6 MST diduga bahwa T. chilonis menyukai terbang di bagian atas kanopi pada habitat yang lebih rimbun. Perilaku seperti ini pernah dilaporkan Stinner et al. (1974

dalam Smith 1994) yang menyatakan bahwa Trichogramma minutum lebih

menyukai terbang di bagian atas kanopi daun sedangkan Trichogramma pretiosum lebih memilih terbang di bagian bawah kanopi daun.

Satu spesies Trichogramma yang belum teridentifikasi ditemukan dari telur C. cephalonica pada 5 MST dan telur S. litura pada 8 MST (Gambar 4d). Kelimpahannya pada 5 MST mencapai 13 individu sedangkan pada 8 MST hanya 1 individu. Penurunan kelimpahan ini perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab terjadinya fenomena ini.

0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) S. litura C. cephalonica 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) S. litura C. cephalonica 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) S. litura C. cephalonica 0 2 4 6 8 10 12 14 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) S. litura C. cephalonica 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) C. cephalonica 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) S. litura 0 2 0 4 0 6 0 8 0 100 120 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) Piezodorus sp. Riptortus sp. N. viridula

Gambar 4 Kelimpahan parasitoid telur pada pertanaman kedelai asal telur perangkap C. cephalonica, dan S. litura, serta telur serangga alamiah (A. T. cojuangcoi; B T.japonicum; C. T. armigera; D. Trichogramma

sp.; E. T. chilonis; F. Telenomus remus; G. Gryon sp. dan parasitoid famili Encyrtidae)

A B

C D

E F

Telenomus remus hanya diperoleh dari telur S. litura saat 6, 7, dan 9 MST (Gambar 4f). Kecenderungan T. remus terhadap telur S. litura karena T. remus

adalah parasitoid telur spesialis genus Spodoptera (Cave 2000). Ditemukannya parasitoid ini pada minggu-minggu terakhir karena Spodoptera litura sebagai inang spesifik T. remus hanya ditemukan pada minggu ke-6 sampai ke-9. Kelimpahan T. remus meningkat pada 7 MST. Ketersediaan dan kesesuaian inang bagi perkembangan T. remus menyebabkannya meleta kkan telur lebih banyak lagi daripada pada 6 MST. Pada 8 MST tidak ditemukan T. remus karena kondisi cuaca mendung sehingga aktivitas penerbangannya berkurang (Steenburg 1930

dalam Smith 1994). Kelimpahan T. remus menurun pada 9 MST, yaitu hanya 1

individu. Penurunan kelimpahan parasitoid T. remus setelah tidak ditemukan pada minggu sebelumnya merupakan fenomena yang perlu dikaji lebih lanjut.

Gryon sp. dan parasitoid famili Encyrtidae ditemukan pada pertanaman

kedelai melalui pengamatan langsung (Gambar 4g). Parasitod tersebut ditemukan pada 5 dan 10 MST. Gryon sp. diperoleh dari telur Nezara viridula pada 5 MST sebanyak 83 individu dan dari telur Piezodorus sp. pada 10 MST sebanyak 96 individu. Gryon sp. ditunjukkan oleh Gambar lampiran 7. Telur N. viridula dan telur Piezodorus sp. terparasit Gryon sp. masing-masing ditunjukkan Gambar lampiran 8 dan 9. Parasitoid famili Encyrtidae ditemukan dari telur Riptortus sp. dengan kelimpahan 1 individu. Telur Riptortus sp. ditunjukkan oleh Gambar lampiran 10. Diduga parasitoid famili Encyrtidae dan Gryon sp. yang ditemukan dari telur Riptortus sp. dan Piezodorus sp. pada 10 MST telah memarasit pada minggu sebelumnya. Ini didukung oleh keluarnya kedua jenis parasitoid tersebut yang lebih cepat dari lama perkembangan kedua telur yang semestinya. Lama perkembangan Gryon sp. pada telur Piezodorus hybneri adalah 14 hari (Wardani 2001). Susila (1993) melaporkan bahwa lama perkembangan Ooencyrtus malayensis (Ferr.) (Hymenoptera: Encyrtidae) pada telur Riptortus linearis

berkisar 13-14 hari.

Kelimpahan semua parasitoid telur yang diperoleh melalui pemasangan telur perangkap menunjukkan bahwa pada minggu-minggu awal, yaitu pada 1-6 MST, parasitoid telur diperoleh dari telur C. cephalonica sedangkan pada 7-12 MST mulai diperoleh dari telur S. litura. Ini kemungkinan disebabkan oleh

feromon sex yang dikeluarkan imago S. litura pada 5 MST. Diduga feromon sex

ini lebih kuat menarik parasitoid telur untuk datang mendekat dan memarasit telur

S. litura dibandingkan kairomon dari telur perangkap C. cephalonica. Pengkajian lebih lanjut terhadap fenomena ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku parasitoid telur tersebut.

Pada 0 MST ketika tanaman kedelai belum ada di lapangan, tidak ditemukan parasitoid baik dari telur C. cephalonica maupun telur S. litura. Nordlund (1994) menjelaskan, keberadaan tanaman inang mampu menarik parasitoid dalam menemukan inang karena rangsangan kimia yang diproduksi tanaman inang tersebut. Saat 2 MST juga tidak ditemukan parasitoid karena saat pemasangan telur perangkap dilakukan, hujan turun. Smith (1994) dan Yu et al.

(1984) menjelaskan bahwa hujan merupakan salah satu komponen cuaca yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelepasan parasitoid karena aktivitas parasitoid sangat dipengaruhi oleh suhu. Parasitoid juga tidak ditemukan melalui pemasangan telur perangkap pada 10 dan 11 MST karena cuaca mendung selama telur dipasang di lapangan. Steenburg (1930 dalam Smith 1994) melaporkan, saat cuaca mendung aktivitas penerbangan parasitoid berkurang.

Telur Serangga Alami, Larva Lepidoptera dan Gejala Serangannya pada Pertanaman Kedelai

Pada pertanaman kedelai umur 0-12 MST banyak ditemukan telur, larva, pupa, dan gejala serangan hama penjalin daun Lamprosema indicata

(Lepidoptera: Pyralidae) hampir pada setiap minggu (Tabel 2). Tingginya frekuensi penemuan L. indicata menunjukkan bahwa hama ini merupakan hama dominan pada pertanaman kedelai di Cikabayan, Bogor. Larva L. indicata

ditunjukka n oleh Gambar lampiran 13. Selain L. indicata, ditemukan juga larva dan gejala serangan ulat jengkal, telur dan larva S. litura, larva dan gejala serangan E. zinckenella, telur Riptortus sp. sehat dan terparasit, telur dan larva ulat bulu, telur Hemiptera, dan telur Halticus bractatus (Hemiptera: Miridae) meskipun frekuensi penemuan dan jumlahnya tidak setinggi L. indicata. Keberadaan L. indicata dapat dikenali dengan adanya jalinan beberapa daun secara bersama dan jalinan ini direkatkan oleh sutera yang diproduksi kelenjar ludah (saliva). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan kedelai akibat serangan L.

indicata biasanya terjadi pada 4-6 MST. Hasil pengamatan di lapangan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa serangan terjadi ketika tanaman berumur 3 MST hingga 12 MST. Serangan larva instar akhir menyebabkan defoliasi pada daun dan hanya menyisakan tulang daun (Kalshoven 1981), sehingga apabila serangan berat sejak awal hingga menjelang panen dapat menurunkan produktivitas tanaman kedelai. Habisnya jaringan daun mengakibatkan proses fotosintesis terganggu. Hasil pengumpulan dari lapang juga menemukan larva L. indicata terparasit (Tabel 2). Pupa parasitoid tersebut ditunjukkan oleh Gambar lampiran 14. Identifikasi terhadap parasitoid yang telah dilakukan belum sampai tingkat spesies, namun diketahui bahwa parasitoid tersebut tergolong dalam famili Braconidae, Elasmidae, dan Ceraphronidae (Gambar lampiran 15; 16; 17). Laporan Rahardjo dan Supeno (1999) menyatakan bahwa Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae) merupakan parasitoid larva Lamprosema sp. yang umum ditemukan pada pertanaman kedelai di Pulau Lombok dan Sumbawa.

Tabel 2 Stadia hidup dan gejala serangan Lamprosema indicata pada pertanaman kedelai umur 0-12 MST

Stadia hidup dan gejala serangan Umur tanaman (MST) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Telur L. indicata (butir) 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 3 3 1 Larva L.indicata (ekor) 0 0 0 1 3 3 7 8 11 7 23 15 12 Larva L.indicata terparasit (ekor) 0 0 0 0 0 2 2 1 4 1 1 2 0 Pupa L.indicata (buah) 0 0 0 1 0 0 2 1 2 0 2 0 0 Gejala serangan L. indicata (helai daun) 0 0 0 2 2 3 4 6 25 5 10 9 24

Saat tanaman berumur 3-11 MST, juga ditemukan serangga lain yang merusak daun kedelai, yaitu larva ulat jengkal dan gejala serangannya, serta

kelompok telur dan larva S. litura (Tabel 3). Larva dan gejala serangan ulat jengkal sering ditemukan, namun jumlahnya tidak setinggi L. indicata, dan frekuensi penemuannya tidak pada setiap minggu. Gejala serangan ulat ini dikenali dengan adanya kekhasan tulang daun yang ditinggalkannya. Serangan berat menyebabkan gangguan terhadap fotosintesis akibat habisnya jaringan daun yang dimakan sehingga dapat menurunkan hasil. Sullivan et al. (1994) melaporkan bahwa pada umumnya serangan larva ini berada di bawah tingkat kerusakan ekonomi.

Tabel 3 Stadia hidup dan gejala serangan serangga perusak daun kedelai umur 0- 12 MST

Stadia hidup dan gejala serangan

Umur tanaman (MST)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Larva ulat jengkal

(ekor) 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0

Gejala serangan ulat jengkal (helai daun) 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 7 5 0 Telur S. litura (kelompok telur) 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 Larva S. litura (ekor) 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0

Telur dan larva S. litura ditemukan secara berturut-turut pada 6-9 MST. Populasi larva yang ditemukan tidak banyak. Serangan S. litura utamanya terjadi pada daun dan menyebabkan defoliasi daun kedelai (Baldwin 1994; Hill 1983). Larva instar awal memakan jaringan mesofil daun, sedangkan larva instar lanjut memakan seluruh bagian daun kecuali tulang daunnya (Kalshoven 1981). Dijelaskan pula bahwa larva ini dapat menyerang pada berbagai umur tanaman. Berdasarkan waktu penemuannya, serangan larva ini dapat menurunkan produktivitas kedelai. Penemuan telur dan larva pada 6-9 MST dapat diasumsikan bahwa imago serangga ini mulai eksis saat 5 MST, dimana saat itu tanaman kedelai telah mencapai masa awal berbunga dan pembentukan polong. Stadia

pembungaan dan pembentukan polong merupakan stadia kritis dari tanaman kedelai, sehingga jika serangan berat terjadi pada masa ini dapat menurunkan produktivitas tanaman kedelai.

Serangga hama perusak daun lain yang ditemukan adalah telur dan larva ulat bulu. Larva ditemukan pada 7 dan 9 MST masing-masing sebanyak satu ekor. Telurnya ditemukan pada 10 MST sebanyak satu kelompok telur (Gambar lampiran 11). Larva ini memakan jaringan daun dan menyebabkan defoliasi. Berdasarkan waktu penemuannya di lapangan, serangga ini ditemukan saat pembungaan dan pembentukan polong kedelai yang merupakan stadia kritis tanaman kedelai. Serangan berat pada masa tersebut dapat mengurangi produktivitas. Telur Halticus bractatus sebanyak 11 butir (dalam kelompok) juga ditemukan pada 8 MST. Nimfa dan imago serangga ini menyerang tanaman kedelai dengan menghisap cairan daun dan batang tanaman. Hisapan pada bagian tersebut meninggalkan luka berupa spot kecil berwarna putih. Serangga ini ditemukan pada 8 MST, dan bertepatan dengan saat pembungaan kedelai dan ini merupakan stadia kritis tanaman kedelai. Serangan berat saat 8 MS T dapat menurunkan produksi kedelai.

Ketika tanaman berumur 8-11 MST, ditemukan serangga hama perusak polong kedelai, yaitu larva dan gejala serangan E.zinckenella serta telur Riptortus

sp. (Tabel 4). Gejala E.zinckenella yang berupa bekas gerekan larva pada polong kedelai ditemukan pada 8, 9, 11, dan 12 MST, sedangkan larvanya ditemukan pada 11 MST. Menurut Kalshoven (1981), E. zinckenella merupakan hama penting pada kedelai selain S. litura, Agrotis spp., dan Ophiomyia spp. Serangan berat mampu menurunkan produksi kedelai karena kerusakan yang ditimbulkan merupakan kerusakan secara langsung.

Telur Riptortus sp. ditemukan pada 9-11 MST. Pada 10 MST, telur ini ditemukan sebanyak tiga butir, dan dua butir diantaranya terparasit. Menurut Kalshoven (1981), Riptorus sp. merupakan hama penting pada pertanaman kedelai di Jawa. Serangga ini terutama mengisap polong yang telah masak sehingga keberadaannya saat tanaman berumur 5 MST kurang memberikan pengaruh yang nyata terhadap polong. Namun, ditemukannyaserangga ini pada 9-11 MST dapat berpengaruh terhadap produktivitas kedelai terutama bila serangan berat.

Telur serangga lain juga ditemukan sebanyak satu kelompok, berwarna putih agak pink, diletakkan secara berderet dalam dua barisan pada polong kedelai (Gambar lampiran 12). Telur berbentuk silinder pada bagian bawahnya, sedangkan bagian atas (tutup) datar dan berambut-rambut pendek.

Tabel 4 Stadia hidup dan gejala serangan serangga perusak polong kedelai umur 0-12 MST

Stadia hidup dan gejala serangan Umur tanaman (MST) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Larva E. zinckenella (ekor) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 Gejala serangan E. zinckenella (polong) 0 0 0 0 0 0 0 0 1 6 0 9 5 Telur Riptortus sp. (butir) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 2 0

Populasi dan serangan S. litura yang tidak setinggi L. indicata, ulat jengkal, dan E. zinckenella diperkirakan karena parasitoid yang berasosiasi dengan S. litura mampu me nekan populasinya. Berdasarkan perolehan parasitoid melalui pemasangan telur perangkap, T. armigera merupakan parasitoid dominan.

T. remus juga ditemukan dari pemasangan telur S. litura. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Yuliarti (2002) yang menunjukkan bahwa T. remus memarasit telur S. litura pada pertanaman kedelai. Ditemukannya T. armigera dari telur C. cephalonica dan S. litura menunjukkan luasnya kisaran inang T. armigera. Keterangan ini juga dilaporkan Meilin (1999) yang menyatakan T. armigera

mampu memarasit Plutella xylostella (Linnaeus) (Lepidoptera: Plutellidae),

Crocidolomia binotalis (Zeller) (Lepidoptera: Pyralidae), Scirpophaga incertulas

(Walker) (Lepidoptera: Pyralidae), dan Etiella zinckenella (Treitsche) (Lepidoptera: Pyralidae). Tingginya populasi E. zinckenella diduga karena tidak ditemukannya parasitoid telur yang berasosiasi dengannya. Laporan Supriyatin & Marwoto (1996, 1999) menyatakan bahwa T. bactrae bactrae dapat menekan populasi E. zinckenella dengan daya parasitisasi sebesar 50%. Lebih lanjut dilaporkan bahwa E. zinckenella merupakan inang utama T. bactrae bactrae.

Terkait dengan hasil penemuan berbagai jenis parasitoid yang berhasil diperangkap serta hubungannya dengan serangan hama, maka jenis-jenis inang yang berasosiasi dengan tanaman kedelai beserta parasitoid telur yang pernah menyerangnya perlu disampaikan. Berdasarka n laporan Herlinda et al. (1999) bahwa T. chilonis menyerang H. armigera pada pertanaman kedelai. Herlinda et al. (1999) juga melaporkan pelepasan T. bactrae-bactrae untuk mengendalikan penggerek polong kedelai Etiella spp. pada pertanaman kedelai di Cianjur.

Yuliarti (2002) melaporkan bahwa, T. remus memarasit telur S. litura pada pertanaman kedelai di Cianjur dengan persentase parasitisasi mencapai 53, 80%.

Hubungan Antara Struktur Komunitas Parasitoid Telur dengan Tingkat Serangan dan Populasi Hama

Trichogramma spp. dan Trichogrammatoidea spp. sebagai parasitoid yang bersifat generalis, memiliki kisaran inang yang luas, sedangkan Telenomus remus

bersifat spesifik telur inang. Trichogrammatoidea spp. dan Trichogramma spp. selain dapat memarasit hama Lepidoptera, juga pernah dilaporkan mampu memarasit hama Diptera (Meilin 1999). T. remus merupakan parasitoid spesifik telur S. litura (Cave 2000). Rendahnya tingkat serangan hama-hama dari ordo Lepidoptera, kecuali L. indicata, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya parasitoid-parasitoid telur tersebut.

Tingginya frekuensi penemuan Lamprosema indicata (Tabel 2) dan tidak ditemukannya telur L. indicata terparasit menunjukkan bahwa hama ini cukup dominan karena tidak ada parasitoid yang berasosiasi dengan telur L. indicata. Belum pernah ada laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa

Trichogrammatoidea spp. dan Trichogramma spp. memarasit telur L. indicata. Laporan sebelumnya menyebutkan bahwa di Pulau Lombok dan Sumbawa, larva

Lamprosema sp. dapat diparasit oleh Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae) (Rahardjo & Supeno 1999).

S. litura sebagai hama penting pada pertanaman kedelai ditemukan dengan populasi dan serangan yang lebih rendah dari tingkat populasi dan serangan L.

indicata. Hal ini dapat dipaha mi bahwa pada pertanaman kedelai ditemukan

parasitoid yang berasosiasi dengan telur S. litura, yaitu T. remus. Rendahnya populasi dan tingkat serangan S. litura pada pertanaman kedelai (Tabel 3) diduga

karena T. remus dapat menekan populasi S. litura. Ditemukannya beberapa telur alami S.litura yang tidak terparasit pada pertanaman kedelai (Tabel 3) disebabkan peluang terparasitnya telur alami lebih kecil dibandingkan peluang terparasitnya telur perangkap yang jumlahnya lebih banyak.

Telur alamiah N. viridula sebanyak 83 butir yang ditemukan pada 5 MST dan telur Piesodorus sp. sebanyak 96 butir yang ditemukan pada 10 MST semuanya terparasit oleh Gryon sp. (Gambar 3). Ini bisa dipahami bahwa Gryon

sp. sebagai parasitoid spesifik telur N. viridula dan Piezodorus hybneri (Wardani 2001), memarasit kedua jenis telur hama tersebut yang terdapat pada pertanaman kedelai saat itu. Tingginya tingkat parasitisasi Gryon sp. kemungkinan besar merupakan faktor utama yang menyebabkan tidak ditemukannya serangan kedua jenis hama tersebut pada pertanaman kedelai selama percobaan.

Larva dan gejala serangan E. zinckenella ditemukan pada pertanaman kedelai saat 8-12 MST (Tabel 4). Tingginya populasi E. zinckenella dibandingkan populasi S. litura diduga karena tidak ada parasitoid telur yang berasosiasi dengan hama ini. Supriyatin & Marwoto (1996, 1999) melaporkan, Trichogrammatoidea bactrae bactrae dapat menekan populasi E. zinckenella dengan daya parasitisasi mencapai 50 %.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa keberadaan parasitoid telur sangat menentukan jenis hama yang akan berkembang pada lahan kedelai. Tingkat serangan hama yang parasitoid telurnya ditemukan, relatif rendah sedangkan hama yang tidak ada parasitoid telurnya, tingkat serangannya relatif tinggi.

Dokumen terkait