• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis vegetasi hutan mangrove di Kecamatan Secanggang dengan luasan 1,08 ha di jumpai 14 jenis penyusun yakni jenis tertinggi terdapat pada tingkat pohon (14 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (12 jenis) dan terendah semai (8 jenis). Ada 3 jenis penyeberannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata dengan persen penyeberan sebesar 91,66 %, Soneratia ovata sebesar 33.33 %, Avicenia alba sebesar 58,33 % dan Xylocarpus granatum sebesar 58,33 %. Avicennia spp., Sonneratia spp., dan Rhizophora spp , baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, hampir selalu dijumpai dalam plot penelitian. Hal ini wajar mengingat ketiganya merupakan tumbuhan mangrove mayor yang selalu berada di garis terdepan berhadapan dengan garis pantai atau muara sungai. Tumbuh-tumbuhan ini telah beradaptasi terhadap pengaruh fluktuasi arus pasang surut yang menyebabkan variasi genangan dan salinitas pernyataan Setyawan et al., ( 2008).

Dari 12 petak contoh untuk jenis pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan, semai, pancang dan pohon didapati tidak semua jenis penyusun hutan mangrove di Kecamatan Secanggang di jumpai. Pada seluruh tingkat pertumbuhan di jumpai ada 14 jenis indukan dan hanya 8 jenis tingkat anakan. Hal ini diduga karena lebar mangrove yang sangat sempit dan akibat konversi mangrove menjadi tambak, sehingga sebagian besar buah yang jatuh langsung hanyut oleh air pasang, terutama jenis-jenis dengan buah kecil. Pada sisi lain, anakan dari jenis-jenis Rhizophora masih banyak di jumpai karena buahnya yang besar dan panjang yang di kenal dengan prapagul yang langsung menancap pada substrat setelah jatuh dari pohon induknya (Tomlinson, 1986).

Tabel 1. Jenis mangrove dan sebarannya berdasarkan tingkat pertumbuhan keragaman jenis yang di jumpai di Secanggang Kabupaten Langkat. no Jenis P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 T F % F S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S Pc Ph S : 16,6 Pc : - Ph : - 1 Achantus ilicifolius √ - - - √ - - - 2 - - 2 Avicenia alba - - - - - - - √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ 5 7 7 S : 41,6 Pc : 58,3 Ph : 58,3 3 Avicennia lanata - - - √ √ - - - 1 1 S : - Pc : 8.3 Ph : 8,3 4 Avicennia marina - - - √ √ - - - 1 1 S : - Pc : 8,3 Ph : 8,3 5 Avicennia officinalis - √ - - √ √ - - - √ - √ √ - - - √ - - - 2 2 3 S : 16,6 Pc : 16,6 Ph : 25,0 6 Bruguira gymnorhiza - - - √ √ √ - - - 1 1 1 S : 8,3 Pc : 8,3 Ph : 8,3 7 Bruguiera parviflora √ √ √ √ √ √ - - - 2 2 2 S : 16,6 Pc : 16,6 Ph : 16,6 8 Bruguiera sexangula - - - √ - - - - √ √ - - - √ - √ √ - - - 2 4 S : - Pc : 16,6 Ph : 33,3 9 Ceriops tagal √ √ √ - - - √ √ - - - 1 2 2 S : 8,3 Pc : 16,6 Ph : 16,6 10 Rhizophora apiculata √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - - - 9 9 10 S : 75,0 Pc : 75,0 Ph : 83.3 11 Soneratia ovata - - √ √ √ √ √ √ √ - - - √ - - - 2 2 4 S : 16,6 Pc : 16,6 Ph : 33,3 12 Xylocarpus granatum - - √ - - √ - - √ - - √ - √ √ - - - √ - √ √ - - - 2 7 S : - Pc : 16,6 Ph : 58,3 13 Excoecaria agallocha - - - √ √ - - - √ - - - √ - - - - √ - - - 1 1 3 S : 8,3 Pc : 8,3 Ph : 25,0 14 Rhizophora mucronata - - - √ - - - 1 S : - Pc : - Ph : 8,3

Komposisi jenis

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis yang dominan pada tingkat pertumbuhan adalah Avicenia alba (INP = 38.8 %) dan Rhizophora apiculata (INP = 61.8 %), untuk tingkat pancang jenis-jenis yang dominan antara lain Avicenia alba (INP = 51.5 %) Rhizophora apiculata (INP = 83.6 %) dan Untuk tingkat semai jenis-jenis yang dominan adalah Avicenia alba (INP = 37.1 %) dan Rhizophora apiculata (INP = 102.1 %). Jenis jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas,bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam.

Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal ; sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem peakaran; sistem perkembangan buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal); pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove.

Maka seluruh jenis penyusun hutan mangrove di Kecamatan Secanggang tersebar secara tidak merata seperti yang di tunjukan oleh (tabel 1) dan ditemukan dari analisia vegetasi bahwa frekuensi setiap jenis adalah kurang dari 75 %. Pernyataan Onrizal (2009) bahwa pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun

untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang “baru” setiap harinya.

Pada seluruh tingkatan pertumbuhan pohon, indeks vegetasi mangove di Kecamatan Secanggang tergolong sedang yang terlihat dari tabel 1. Hal ini sesuai dengan sebaran INP pada tingkat pertumbuhan, di mana pada tingkat pohon terdapat 2 jenis yakni Avicenia alba dan Rhizophora apiculata yang memiliki INP terbesar seperti yang di dapati pada INP diatas atau lebih dari 50 % karena disebabkan karena berada pada subrat berlumpur. Dari INP total tingkat semai dan pancang tidak ada jenis memiliki INP lebih besar dari 50 % INP total.

Tabel 2. INP jenis vegetasi mangrove pada setiap pertumbuhan di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

Sumber : hasil analisis data

No Nama Jenis

INP (%)

Semai Pancang Pohon

1 Avicenia alba 37.1 51.5 38.8 2 Avicennia lanata - 4.5 9.5 3 Avicennia marina - 3.9 8.9 4 Avicennia officinalis 10.5 13.6 15.6 5 Bruguiera gymnorirhiza 6.3 4.2 9.5 6 Bruguiera parviflora 24.1 4.4 11.5 7 Bruguiera sexangula - 6.5 15.7 8 Ceriops tagal 5.6 6.6 11.4 9 Rhizophora apiculata 102.1 83.6 61.8 10 Soneratia ovata 8.2 11.3 31.2 11 Xylocarpus granatum - 6.7 43.6 12 Xylocarpus moluccensis - - 9.2 13 Excoecaria agallocha 6.1 3.2 24.1 14 Rhizophora mucronata - - 9.2 jumlah 200.0 200.0 300.0

Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis (H’) diketahui bahwa pada tingkat semai, pancang dan pohon keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Kecamatan Secanggang tinggi, H’berkisaran antara 0,0 – 3,0. Pada seluruh tingkatan pertumbuhan, keanekragaman jenis vegetasi mangove di setiap plot tergolong tinggi yang terlihat dari nilai indeks keanekaragaman (H’) > 2,0. Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna menurut (Ludwig dan Reynold, 1988) seperti yang terlihat pada Gambar 2 dan 3 ;

Pada tabel 3 menunjukan hasil penelitian bahwa dari data hasil pegukuran kenakeragaman jenis pada masing-masing plot kemudian diolah untuk memperoleh nilai keanekaragaman jenis pada seluruh jenis yang dijumpai pada masing-masing plot penyeberan jenis vegetasi pada semua tingkat pertumbuhan pohon, sehingga dapat dibandingkan keanekaragaman (Hs’)dan serta kemerataan (λs‘) di Kecamatan Secanggang yakni Hs’= 1,86 dan λs‘ = 0,23 .Untuk lebih jelas secara rinci disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Keragaman jenis pada masing masing tingkat pertumbuhan jenis yang di jumpai di Secanggang Kabupaten Langkat.

No Nama Jenis Plot n

i Hs’ λs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Semai 1 Avicenia alba - - - 18 - 8 4 - 67 12 109 2 Avicennia officinalis - - - 8 10 - - - 18 3 Bruguiera gymnorirhiza - - - 21 - - - 21 4 Bruguiera parviflora 28 2 - - - 30 5 Ceriops tagal 5 - - - 5 6 Rhizophora apiculata 15 36 20 1 43 - 17 2 2 - 8 - 144 7 Soneratia ovata 6 6 12 - - - 24 8 Xylocarpus granatum - - - 4 - - - - 4 Np 54 44 32 1 43 47 27 14 6 - 75 12 355 H’ 0.29 0.26 0.22 0.02 0.26 0.27 0.2 0.13 0.07 0.00 0.33 0.11 2.16 λ 0.02 0.02 0.01 0.00 0.01 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.04 0.00 0.13 Pancang 1 Avicenia alba - - - 12 8 5 16 4 15 4 64 2 Avicennia officinalis - 5 - - - 12 - - - 19 - - 36 3 Avicennia lanata - - 23 - - - 23 4 Avicennia marina - - - 4 - - - 4 5 Bruguiera gymnorirhiza - - - - 18 - - - 12 6 Bruguiera parviflora 2 15 - - - 24 7 Bruguiera sexangula - - - - 2 - - - - 6 - - 8 8 Ceriops tagal 5 - - - 24 - - 29 9 Rhizophora apiculata 53 30 15 2 42 8 14 5 10 - - - 179 10 Soneratia ovata - 20 14 - - - 34 11 Excoecaria agallocha - - 11 - - - 11 12 Xylocarpus granatum - - - - 3 - - - - 1 - - 4 Np 63 62 63 2 65 32 26 10 26 60 15 4 428 H ’ 0.28 0.28 0.28 0.03 0.29 0.19 0.17 0.09 0.17 0.28 0.12 0.04 2.22 λ 0.02 0.02 0.02 0.00 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.12 Pohon 1 Avicenia alba - - - 31 25 64 33 8 84 65

2 Avicennia lanata - - - 126 - - - - 3 Avicennia marina - - - 8 - - - - - 4 Avicennia officinalis - 7 - - - 40 - - - 28 - - 5 Bruguiera gymnorirhiza - - - - 28 - - - - 6 Bruguiera parviflora 2 15 - - - - 7 Bruguiera sexangula - - 3 - 3 - - - 2 2 - - 8 Ceriops tagal 1 - - - 8 - - 9 Rhizophora apiculata 4 60 28 25 39 17 87 45 63 14 - -

No Nama Jenis Plot n

i Hs’ λs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 10 Soneratia ovata 66 20 - - - 1 - - - 11 Xylocarpus granatum 7 1 7 1 5 - - - 3 6 - - 12 Xylocarpus moluccensis 6 - - - - 13 Excoecaria agallocha - - 25 - - 8 - - 12 - - - 14 Rhizophora mucronata - - 1 - - - - Np 20 149 84 152 75 96 120 109 114 66 84 65 1134 H ’ 0.07 0.27 0.19 0.27 0.18 0.21 0.24 0.23 0.23 0.23 0.23 0.17 2.41 λ 0.00 0.02 0.01 0.02 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.09

Sumber : hasil analisis data

Keterangan : H s ’ = keragaman jenis di seluruh kecamatan Secanggang.

. Indeks keragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keragaman Shanon-wiener. Kriteria nilai indeks karagaman jenis berdasarkan Shanon-wiener (H’) berkisar 0 – 7 dengan kriteria sebagai berikut: jika H’ (0 < 2) tergolong rendah, H’ (2 < 3) tergolong sedang, H’ (> 3) atau lebih tergolong tinggi. Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi

gangguan terhadap komponen-komponennya

(Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008).

Berdasarkan total nilai indeks penting, tingkat kekritisan lahan mangrove di kecamatan Secanggang termasuk kedalam kawasan mangrove yang memiliki kondisi rusak. Hal ini terlihat pada nilai keragaman jenis pada masing masing tingkat

berada jauh dibawah nilai rata-rata untuk kondisi mangrove yang tidak rusak. Kondisi mangrove telah mengalami peningkatan kerusakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Menurut data BPHM Wilayah II (2006) menunjukkan bahwa luas penyebaran hutan mangrove di Sumut mencapai 364.580,95 Ha yang sebagian besar atau (sekitar 60%) diantaranya dalam kondisi rusak dan kerusakan paling tinggi di wilayah Tanjung Pura. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah.

Salinitas dan Suhu

Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran secara insitu di lapangan, menunjukkan hasil yang berbeda dari satu titik ke titik lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu udara pada masing-masing plot pengamatan berkisar antara 29ºC sampai 35ºC, dengan suhu terendah terdapat pada plot 4 dan plot 10 yaitu sebesar

29ºC dan tertinggi terdapat pada plot 1 sebesar 35ºC. Suhu udara dan kelembaban di

Hutan Mangrove Secanggang memiliki rata-rata yaitu 30˚C dan kelembaban 72%. Untuk lebih jelasnya masing-masing pengukuran pada titik pengambilan sampel disajikan pada grafik histogram berikut ini :

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Produksi daun baru terjadi pada suhu 18-20˚C dan jika suhu lebih tinggi maka lproduksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C dan Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C

Dari hasil pengamatan di kedua pengamatan didapat tingkat salinitas berkisar antara 15‰ sampai 27dengan tingkat salinitas tertinggi pada plot 10 yaitu 27

dan terendah pada plot 4 (lokasi mangrove) yaitu 15‰. Schlieper (1958) dalam

Barus (2004), mengklasifikasikan air berdasarkan salinitasnya sebagai berikut: < 0,5‰ = air tawar (limnis), 0,5‰ - 30‰ = air payau (mixohalin), 30‰ - 40‰ = air laut (euhalin) dan >40‰ = hyperhalin. untuk lebih jelasnya nilai salinitas di plot pengamatan tersebut disajikan pada Gambar 4.

Keterangan : ‰ = ppt

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainya mampu mengeluarkan garam dari

kelenjar khusus pada daunnya. Menurut Arif (2003) bahwa secara umum berdasarkan pengamatan terhadap kawasan-kawasan mangrove nilai pH tidak banyak berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp, sedangkan kadar salinitasnya berkisar antara 32‰ – 36‰ pada saat keadaan air laut surut atau pasang. Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai menurut Nontji, (1993) kisaran salinitas pada stasiun pengamatan perairan secanggang masing-masing adalah 15-30 ppt, sedangkan pada stasiun pengamatan kontrol berkisar 10 ppt.

Berdasarkan pengukuran maka nilai salinitas yang lebih tinggi adalah plot 1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Hal ini disebabkan desa tersebut mendapat aliran atau pasokan air laut lebih besar dari pada pasokan air tawar dan pengambilan data suhu di lakukan pada siang pukul 12.00 karena salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.

Penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan kalor tersebut semakin meningkat. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang.

Adapun perbedaan kandungan garam dalam air hal ini di sebabkan beberapa faktor antara lain tinggi sertanya seringnya terjadi pasang yang terjadi, lama genangan akan menyebabkan semakin tinggi kadar garam dalam air. Maka hal ini sejalan dengan jenis tegakan yang dijumpai dalam kawasan tersebut dimana semakin beragam rapat, tinggi suatu tegakan serta didukung oleh perakaran yang rapat akan

dapat menetralisir kadar garam yang tinggi dan intruksi air laut ke daratan. Secara umum mangrove dapat bertahan karena mempunyai kadar internal (bahan penetralisisr yang berasal dari lingkungan) yang tinggi mampu memindahkan garam dengan cara menyimpan garam dalam daun yang lebih tua (Soeroyo, 1993 dalam Irwanto, 2007)

Penyebab rusaknya ekosistem mangrove , jika dilihat dari hasil penilaian umumnya bukan disebabkan oleh pencemaran air dan tanah di habitat mangrove. Hal ini dapat dilihat dari kualitas salinitas air maupun kandungan hara dan factor lingkungan yang dan sesuai dan relatif baik bagi ekosistem mangrove. Kerusakannya yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh pengalihfungsian kawasan mangrove menjadi lahan tambak, pertanian, permukiman, dan raklamasi pantai untuk kawasan hutan. Khusus untuk mangrove, faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk melakukan species-site matching adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan liat/lumpur), dan kekuatan ombak dan angin maka dari hal itu ketergantungan habitat ekosistem mangove di dukung oleh keseuaian beberapa jenis mangrove dengan faktor lingkungannya.

Onrizal (2010), menyatakan bahwa penurunan luas serta kerusakan hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara telah menyebabkan peningkatan abrasi pantai serta menurunnya keanekaragaman. Kawasan mangrove pesisir kecamatan secanggang memiliki lebar jalur hijau mangrove (L) seluas 60% - 80% dari keseluruhan luasan mangrove yang diambil sebagai lokasi pengamatan dan dipengaruhi pasang surut air laut, serta merupakan kawasan mangrove yang memiliki laju abrasi yang cukup tinggi dengan tingkat abrasi sebesar 3 - 5 m/tahun.

Dokumen terkait