• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, masing-masing tahap merupakan serangkaian kegiatan persemaian yang berkesinambungan. Hasil dari tahap pertama digunakan sebagai bahan pada tahap kedua dan begitu seterusnya. Pada tahap pertama, perlakuan penyiraman dengan urea dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan kebun pangkas untuk dijadikan bahan stek. Pada tahap kedua digunakan kompos dengan dosis tertentu dan penambahan asam humat untuk meningkatkan kualitas semai pada tahap produksi stek pucuk. Pada tahap ketiga, dari hasil terbaik pada tahap kedua dilanjutkan dengan aplikasi FMA sehingga diharapkan peningkatan kualitas semai setelah aklimatisasi yang merupakan fase berikutnya setelah stek pucuk. Aklimatisasi dilakukan pada media penyetekan yang sekaligus dijadikan sebagai media persemaian akar telanjang.

Kebun Pangkas

Berdasarkan hasil analisis keragaman terhadap parameter tunas yang dihasilkan kebun pangkas jati, perlakuan penambahan urea berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Jumlah tunas diamati pada minggu keempat dan minggu keenam setelah dilakukan pemangkasan dan penyiraman urea. Pada Tabel 1 disajikan rekapitulasi hasil sidik ragam.

Tabel 1. Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh urea terhadap jumlah tunas yang dihasilkan semai jati yang dipangkas.

Variabel Urea KK (%)

Jumlah tunas (4 minggu) ** 17,21

Jumlah tunas (6 minggu) ** 13,48

Keterangan : KK = koefisien keragaman

**) sangat nyata (p<0,01), *) nyata (p<0,05) dan tn) tidak nyata

Berdasarkan hasil uji lanjut, perlakuan penyiraman 3 g/l urea menghasilkan peningkatan jumlah tunas sebesar 83,3% terhadap kontrol untuk pengamatan minggu keempat dan peningkatan sebesar 50% terhadap kontrol untuk pengamatan minggu keenam. Pada pengamatan minggu keempat maupun minggu keenam, peningkatan dosis urea hingga 3 g/l masih menunjukkan hasil yang belum optimum. Pada Gambar

2 disajikan grafik regresi pengaruh dosis urea terhadap produksi tunas jati pada umur 4 minggu dan 6 minggu setelah pemangkasan.

Gambar 2. Pengaruh dosis urea terhadap jumlah tunas jati pada umur 4 minggu dan 6 minggu setelah pemangkasan.

: Pengamatan pada minggu keempat : Pengamatan pada minggu keenam

Kebun pangkas merupakan tahap awal yang penting dalam pembibitan dengan metode stek pucuk. Bahan stek yang berkualitas dengan jumlah yang memadai dapat diperoleh dengan cara pengelolaan kebun pangkas dengan baik. Tunas yang dihasilkan kebun pangkas dapat dikatakan baik jika memenuhi syarat dari segi panjang, jumlah yang tersedia dan kondisi fisik dari tunas itu sendiri. Tahap ini menjadi sangat penting karena merupakan penentu pelaksanaan tahap berikutnya dalam pembibitan dengan metode stek pucuk.

Ditinjau dari segi fisiologis, pembentukan tunas hasil pemangkasan berkaitan erat dengan pematahan dominansi apikal saat pemangkasan. Pemangkasan mengakibatkan dominansi apikal menjadi tidak aktif, serta mengaktifkan dominansi yang lain yang semula tidak aktif. Pemangkasan juga menyebabkan terhentinya fotosintesis di daun, sementara akar tanaman secara terus-menerus menyerap air dan berbagai mineral yang dibutuhkan tanaman dari tanah. Untuk sementara bahan-bahan tersebut disimpan dalam jaringan parenkim yang fungsinya berkaitan erat dengan asimilasi. Parenkim asimilasi terdiri dari sel-sel yang banyak mengandung klorofil, karena itu pula parenkim asimilasi biasa disebut khlorenkim. Pada perkembangan selanjutnya jaringan inilah yang akan membentuk tunas baru yang nantinya akan menjadi tempat proses fotosintesis (Kartasapoetra, 1988).

Berdasarkan persamaan regresi pada pengamatan minggu keenam, penyiraman dengan urea hingga 3 g/l belum menunjukkan hasil optimum. Hal ini terlihat dari persamaan regresi yang linier, dengan R2 sebesar 0,93 (Gambar 2). Pada pengamatan minggu keempat, persamaan regresi dengan R2 tertinggi adalah persamaan kuadratik. Pada persamaan ini dapat ditentukan dosis optimum. Namun pada penelitian jumlah perlakuan yang diberikan hanya sampai 3 g/l, sehingga masih belum menunjukkan dosis optimum untuk kebun pangkas. Antar perlakuan penambahan urea tidak ada hasil yang berbeda nyata. Pada saat pelaksanaan penelitian ini, cuaca di tempat penelitian cenderung cerah dan tidak ada hujan. Sehingga penyiraman urea pada kebun pangkas menjadi lebih efektif dan efisien, hal ini terkait dengan sifat N yang tergolong mudah tercuci (Zekri dan Obreza, 2006). Dari Tabel 1 juga dapat dilihat nilai koefisien keragaman yang cenderung kecil (< 20%). Hal ini menunjukkan sedikitnya pengaruh faktor lain diluar perlakuan yang diberikan terhadap kebun pangkas.

Selain unsur C, H dan O, unsur N juga merupakan unsur dengan kuantitas yang sangat besar dalam tanaman. Tanaman umumnya menyerap N dalam bentuk NO3-, bentuk lain yang juga dapat diserap oleh tanaman adalah NH4- dan urea

(CO(N2)2) (Nyakpa et al. 1988). Peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah

merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti batang, cabang dan daun. N pada tanaman terdapat dalam bentuk protein, misalnya sebagai protoplasma, inti sel, enzim dan sebagainya. Protein merupakan salah satu bagian terpenting bagi makhluk hidup. Pembentukan protein pada tanaman sebagian besar terjadi pada meristem atau jaringan penyimpanan. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan N secara langsung maupun tidak langsung memiliki peranan penting terhadap semua aktivitas fisiologis tanaman. Salah satu faktor penting N dalam tanaman adalah pengaruhnya terhadap karbohidrat dalam tanaman. Suplai N yang besar secara umum akan menurunkan level karbohidrat (Nyakpa et al. 1988). Dalam hal ini, cadangan makanan dan fotosintat yang berupa karbohidrat akan lebih optimum terkonversi dengan adanya suplai N, sehingga energi yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Energi inilah yang nanti akan terpakai untuk menghasilkan tunas baru. Pada tahap selanjutnya, daun dari tunas baru tersebut yang akan digunakan oleh tanaman sebagai produsen karbohidrat melalui proses fotosintesis. Karena setelah pemangkasan, pada tanaman tidak terdapat daun. Pengaruh keberadaan N dalam jaringan tanaman kebun pangkas juga dapat dijelaskan berdasarkan C/N rasio. C/N rasio yang tinggi akan merangsang pertumbuhan akar, sedangkan C/N rasio rendah merangsang pertumbuhan tunas baru (Supriyanto, 1996).

Pada Gambar 3 disajikan kondisi tunas hasil kebun pangkas dengan perlakuan penambahan urea dan tanpa urea (kontrol) pada saat 6 minggu setelah pemangkasan.

Gambar 3. Semai 6 minggu setelah pemangkasan. (A) tanpa urea, (B) urea 3 g/l

Pada penelitian ini, perlakuan penyiraman urea dengan dosis 3 g/l menghasilkan peningkatan terhadap kontrol sebesar 83,3% pada minggu keenam. Jumlah rata-rata tunas yang dihasilkan adalah 5,4 (Gambar 2). Pada pengamatan dilapangan didapatkan sekitar 4 hingga 7 tunas. Panjang semai baru setelah enam minggu adalah sekitar 2 – 3 cm. Pada penelitian Mahfudz et al (2003) didapatkan perlakuan pemupukan NPK 20 g pada kebun pangkas memberikan hasil terbaik dalam produksi tunas baru untuk bahan stek. Pembentukan tunas baru pada semai secara fisiologis berkaitan erat dengan pematahan dominansi apikal yang disebabkan karena pemangkasan. Selain itu juga berkaitan erat dengan efisiensi penyerapan hara serta ketersediaan hara itu sendiri.

Parameter jumlah tunas merupakan parameter produksi untuk menghitung jumlah tunas dari kebun pangkas yang dapat digunakan untuk bahan stek. Tidak semua tunas yang dihasilkan dapat digunakan untuk stek. Selain adanya perbedaan waktu munculnya tunas juga adanya perbedaan panjang dan bentuk tunas. Oleh karena itu, diperlukan adanya perawatan yang bisa berupa pemanenan tunas yang jelek dan tidak layak untuk dijadikan bahan stek. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pemanenan terhadap tunas yang paling tua untuk dijadikan bahan stek, agar tunas- tunas yang disisakan menjadi lebih baik pertumbuhannya. Dengan semakin banyaknya

tunas yang dihasilkan masing-masing individu akan memudahkan untuk melakukan pemilihan terhadap bahan-bahan stek yang bagus. Sementara keberadaan tunas yang baru muncul dapat dipertimbangkan untuk selanjutnya tumbuh menjadi bahan stek yang berpenampilan baik.

Produksi Stek Pucuk

Berdasarkan hasil analisis keragaman dengan menggunakan rancangan split plot, petak utama dengan perlakuan penambahan asam humat memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi dan tidak berpengaruh untuk variabel persen hidup dan berat kering total semai. Sementara anak petak dengan perlakuan penambahan pupuk kompos berpengaruh sangat nyata terhadap variabel berat kering total, berpengaruh nyata terhadap variabel pertambahan tinggi dan tidak berpengaruh untuk variabel persen hidup. Sedangkan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua variabel. Rekapitulasi analisis keragaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh penambahan asam humat dan kompos terhadap kualitas stek pucuk jati.

Variabel

Faktor % Hidup Tinggi BKT

Humat Kompos Humat*Kompos tn tn tn * * tn tn ** tn KK (%) 23,2 16,6 28,4

Keterangan : KK = koefisien keragaman

**) sangat nyata (p<0,01), *) nyata (p<0,05) dan tn) tidak nyata

Petak utama perlakuan penambahan asam humat berpengaruh nyata terhadap variabel pertambahan tinggi (pada selang kepercayaan 95%). Sementara untuk variabel persen hidup dan berat kering total tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan, semai hasil stek pucuk yang diberi perlakuan penambahan asam humat 1000 ppm memiliki pertambahan tinggi yang lebih baik dibandingkan kontrol. Anak petak perlakuan pemupukan kompos memberikan hasil terbaik dengan dosis 0,1 kg/m3 media untuk semua variabel pertumbuhan. Perlakuan dengan dosis tertinggi yaitu 0,3 kg/m3 media tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh penambahan asam humat dan kompos terhadap persen hidup, pertambahan tinggi dan bobot kering total.

Variabel

Faktor Perlakuan

% hidup Tinggi BKT

Humat Tanpa Humat

Humat 55,6 a 63,2 a 6,7 b 9,1 a 1,2 a 1,7 a Kompos 0 kg/m3 0,1 kg/m3 0,2 kg/m3 0,3 kg/m3 66,7 a 63,9 a 55,6 a 51,4 a 6,5 b 8,9 a 8,8 a 7,4 ab 0,8 c 1,9 a 1,6 ab 1,3 bc

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom masing-masing faktor menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 3, didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada variabel persen hidup. Pada variabel tersebut, terlihat adanya kecenderungan menurunnya jumlah persen hidup berdasarkan peningkatan dosis kompos yang diberikan. Pertambahan tinggi semai jati yang diberi asam humat adalah sebesar 9,1 cm pada enam minggu setelah penyetekan. Nilai tersebut meningkat 36% terhadap kontrol. Pada variabel pertambahan tinggi semai, perlakuan pemupukan kompos dengan dosis 0,1 kg/m3 media meningkatkan pertambahan tinggi sebesar 37% terhadap kontrol pada umur 6 minggu. Perlakuan kompos dengan dosis 0,2 kg/m3 mediajuga berpengaruh nyata terhadap kontrol untuk variabel pertambahan tinggi dan bobot kering total. Pada variabel pertambahan tinggi meningkat terhadap kontrol sebesar 35,4%. Pada perlakuan kompos dengan dosis 0,3 kg/m3 tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol.

Pada variabel berat kering, penambahan humat pada media stek tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol. Berat kering perlakuan dengan penambahan asam humat yaitu 1,7 g, sementara tanpa asam humat 1,2 g. Sedangkan perlakuan penambahan kompos berpengaruh nyata terhadap kontrol. Perlakuan penambahan kompos dengan dosis 0,1 kg/m3 media memberikan hasil yang terbaik. Perlakuan tersebut meningkatkan berat kering total semai sebesar 137,5% terhadap kontrol. Perlakuan dengan dosis kompos 0,2 kg/m3 media juga berpengaruh nyata terhadap kontrol dengan peningkatan berat kering sebesar 100% dari kontrol. Sedangkan untuk perlakuan penambahan kompos dengan dosis 0,3 kg/m3 media tidak berpengaruh nyata dari kontrol (Tabel 3).

Pada variabel persen hidup, terdapat kecenderungan menurunnya persen hidup stek dengan adanya perlakuan penambahan kompos dan dengan peningkatan dosis kompos yang diberikan. Hal serupa dilaporkan pada penelitian Viator et al

(2002), bahwa pemberian kompos pada saccharum spp. menurunkan kualitas perkembangan sistem perakaran. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi sistem perakaran cenderung lebih pendek dibandingkan kontrol. Pada penelitian tersebut, konsentrasi N, P, Ca, Mg, Cu, dan Fe tidak terpengaruh dengan adanya perlakuan kompos. Hanya unsur S yang secara signifikan meningkat dengan adanya perlakuan penambahan kompos. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa penambahan kompos meningkatkan kesuburan tanah tidak secara langsung, melainkan dalam jangka panjang melalui beberapa proses perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Namun pada penelitian lainnya, Roe et al (1997) dikutip Viator et al (2002) dilaporkan penambahan kompos mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung. Adanya penurunan persen hidup stek dengan adanya peningkatan dosis pupuk dapat disebabkan adanya penurunan C/N rasio pada media. Dalam Indriani (2003) dijelaskan prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan bahan C/N rasio bahan organik hingga kurang dari 20. Pada nilai rasio tersebut unsur hara pada kompos dapat diserap oleh tanaman. Sedangkan supriyanto (1996) menjelaskan bahwa tanaman terangsang untuk membentuk akar pada C/N rasio media yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan dosis kompos pada penelitian ini menghambat pembentukan akar stek pucuk jati yang terlihat dari menurunnya persen hidup. Selain itu, adanya penambahan kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Diduga makin meningkatnya aktivitas mikroorganisme tanah juga berperan dalam menghambat perkembangan kalus pada proses pembentukan akar stek, sehingga persen hidup stek menjadi menurun. Namun berdasarkan pada variabel tinggi dan BKT, penambahan kompos secara signifikan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan stek pucuk jati. Begitu juga dengan penambahan bahan organik lainnya berupa asam humat. Pada Gambar 4 disajikan kondisi semai hasil stek pucuk pada umur 7 minggu setelah penyetekan.

Gambar 4. Hasil stek pucuk jati umur 7 minggu. (A) asam humat dan (B) tanpa asam humat.

Media stek merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan penyetekan. Rochiman dan Harjadi (1973) menjelaskan bahwa media stek sebaiknya memiliki pH 4,5 – 7, terdiri dari bahan yang longgar tetapi harus menahan kelembaban serta memberikan aerasi yang baik. Media dengan aerasi yang baik penting dalam proses pembentukan akar, pembentukan sel gabus (suberin) dan kambium. Dalam penelitian ini, media yang digunakan adalah pasir dan tanah (2 : 1), serta perlakuan penambahan kompos dengan dosis tertentu dan asam humat 1000 ppm. Selain sebagai penyedia unsur hara, penambahan bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Pengamatan yang dilakukan 6 minggu setelah penyetekan secara umum menunjukkan pengaruh yang nyata untuk variabel pertumbuhan semai.

Pupuk organik berupa kompos dan asam humat sangat diperlukan oleh tanah dan tanaman. Hal ini karena fungsi dari keduanya masih belum tergantikan oleh pupuk buatan. Penambahan hara secara spesifik oleh pupuk organik sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan pupuk anorganik, tetapi pupuk organik mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro, dapat memperbaiki granulasi tanah padat sehingga meningkatkan aerasi, memperbaiki drainase tanah, meningkatkan penyimpanan air dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Novizan, 2002).

Dari hasil penelitian ini, penambahan kompos 0,1 kg/m3 media memberikan hasil yang terbaik pada kualitas pertumbuhan stek. Baik pada parameter berat kering maupun parameter pertambahan tinggi. Namun terlihat adanya kecenderungan penurunan nilai keduanya dengan adanya peningkatan dosis yang diberikan. Bahkan untuk perlakuan penambahan kompos 0,3 kg/m3 media tidak berbeda nyata terhadap kontrol (Tabel 3). Dari data yang diperoleh dibuat suatu persamaan regresi pengaruh dosis kompos yang diberikan terhadap tinggi (Gambar 5) dan terhadap bobot kering

semai (Gambar 6). Dari persamaan tersebut dapat diduga dosis optimum yang sesuai untuk diaplikasikan.

Gambar 5. Pengaruh dosis kompos terhadap pertambahan tinggi semai jati.

Gambar 6. Pengaruh dosis kompos terhadap bobot kering semai.

Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 5 dan Gambar 6, dosis optimum penambahan kompos untuk meningkatkan kualitas semai jati hasil stek pucuk adalah sekitar 0,15 kg/m3 media. Penambahan kompos pada media tanam akan memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Secara langsung kompos akan menyediakan unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe, S, Mn dan Cu. Secara tidak langsung Murbandono (1993) menjelaskan penambahan kompos diperlukan karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah menjadi lebih ringan, meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, meningkatkan tanda ikat tanah terhadap unsur hara sehingga tidak mudah tercuci.

Disamping itu, Suharta (1988) menyatakan penambahan bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang berfungsi sebagai sumber CO2

dalam tanah yang berperan aktif dalam meningkatkan KTK, N-tersedia, P-tersedia serta dapat menurunkan pH tanah basa. Sehingga perkembangan akar baru akan menjadi lebih baik pada media yang kondusif dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tanaman. Pada proses selanjutnya efisiensi penyerapan hara oleh akar menjadi lebih baik. Sementara itu, adanya kecenderungan menurunnya kualitas pertumbuhan dengan ditingkatkannya dosis kompos disebabkan karena kemampuan akar semai hasil stek yang baru masih belum maksimal untuk beradaptasi dalam memanfaatkan hara yang tersedia. Sedangkan pada perlakuan dengan dosis kompos terkecil memberikan hasil yang terbaik pada stek setelah berumur 6 minggu dari penyetekan.

Pada tahap selanjutnya dari penelitian ini akan dilakukan inokulasi FMA. Dengan penambahan kompos diharapkan dapat meningkatkan aktivitas FMA dalam membantu tanaman dalam memanfaatkan hara tanah. Seperti pada penelitian Darwo (2003), penambahan pupuk kompos 2 kg pada anakan Khaya anthoteca dan Acassia crassicarpa tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol untuk variabel pertambahan tinggi dan diameter semai pada umur 6 bulan. Namun perlakuan penambahan kompos 2 kg yang disertai inokulasi endomikoriza serta 500 ml asam humat 1500 ppm memberikan nilai persen infeksi akar tertinggi dengan peningkatan terhadap kontrol sebesar 83,33% pada K. anthoteca dan63,33% pada A. crassicarpa. Berdasarkan hal tersebut diharapkan penambahan bahan organik nantinya akan memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas pertumbuhan semai untuk tahap- tahap selanjutnya.

Penambahan asam humat 1000 ppm memberikan pengaruh nyata pada pertambahan tinggi semai dengan peningkatan sebesar 36% terhadap kontrol. Pada variabel persen hidup dan berat kering, perlakuan tidak berpengaruh nyata dibandingkan kontrol. Dengan demikian pada umur semai 6 minggu setelah penyetekan, asam humat 1000 ppm telah menstimulasi pertumbuhan semai jati. Menurut Noertjahyani (2000) pengaruh humat secara langsung pada tanaman kedelai adalah merangsang pertumbuhan tanaman melalui proses metabolisme, respirasi dengan meningkatnya permeabilitas sel serta melalui aktivitas hormon pertumbuhan dan pengaruhnya terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya. Dalam Halim (1983) disebutkan bahwa asam humat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan melalui peningkatan permeabilitas sel tanaman sehingga memperlancar penyerapan unsur hara, serta kemampuannya mengatur proses oksidasi dan reduksi medium tempat tanaman tumbuh. Peningkatan pertumbuhan sebagai akibat penambahan humat juga

disebabkan adanya bahan-bahan aktif yang dikandung asam humat yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, salah satunya adalah hormon pertumbuhan yaitu auksin (Young dan Aviad, 1990). Hormon auksin berperan dalam mencegah atau memperlambat proses penuaan dan suberasi akar, sehingga fungsi akar dalam menyerap hara menjadi lebih panjang (Setiadi, 1989). Pengaruh spesifik asam humat terhadap pertumbuhan menurut Goenadi (1999) meliputi pelarutan unsur hara mikro seperti Fe, Zn, dan Mn, serta unsur hara makro seperti K dan Ca. Selain itu asam humat berperan dalam peningkatan populasi mikroorganisme tanah dan kemampuannya menurunkan aktivitas elemen tosik pada tanah. Peranan ini terutama disebabkan kemampuan humat dalam berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan organik, yang dijabarkan sebagai reaksi pertukaran ion, jerapan permukaan, pengkelatan, peptisasi, dan koagulasi. Kemampuan tersebut karena asam humat memiliki gugus karboksil dan fenolik hidroksil yang berfungsi sebagai aktivator dalam pertukaran kation dan kompleks (Tan, 1991).

Asam humat dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti dapat mengikat partikel-partikel tanah yang mengakibatkan terbentuknya agregat lebih stabil yang secara langsung juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan, 1991). Pengaruh asam humat terhadap aktivitas mikroorganisme tanah juga diharapkan akan bersinergi dengan penambahan kompos dan inokulasi FMA pada tahap selanjutnya. Interaksi fungi mikoriza dan asam humat terbukti dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman di persemaian termasuk dalam peningkatan persen infeksi fungi yang diinokulasikan terhadap tanaman (Riniarti, 2002 dan Darwo, 2003).

Inokulasi FMA

Perlakuan inokulasi FMA dengan menggunakan metode inokulasi tertentu secara umum memberikan hasil yang signifikan pada kualitas pertumbuhan semai. Pengaruh nyata perlakuan inokulasi FMA yaitu pada variabel pertambahan diameter. Pengaruh sangat nyata perlakuan inokulasi FMA terlihat pada variabel bobot basah total (BBT), bobot kering pucuk (BKP), bobot kering akar (BKA), bobot kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), persen infeksi dan indeks mutu bibit. Sedangkan pada variabel persen hidup, pertambahan tinggi dan jumlah daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (Tabel 4).

Tabel 4. Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh inokulasi FMA terhadap kualitas pertumbuhan stek jati pada umur 4 bulan.

Variabel m0 m1 m2 m3 Pengaruh KK (%) Tinggi (cm) 17,4 a 18,2 a 18,7 a 19,7 a tn 19,5 Diameter (cm) 0,21 b 0,27 ab 0,28 a 0,30 a * 19,9 BBT (g) 10,1 b 10,8 b 15,6 a 17,8 a ** 28,4 BKP (g) 3,15 b 2,99 b 4,78 a 4,69 a ** 24,8 BKA (g) 0,45 b 0,65 b 1,11 ab 1,53 a * 27,9 BKT (g) 3,5 b 3,6 b b 5,9 a 6,2 a ** 17,2 IMB 0,066 b 0,077 b 0,129 a 0,132 a ** 11,0 NPA 7,11 a 4,8 b b 4,5 b 3,7 b ** 25,2 Jumlah Daun 10,4 a 10,9 a 9,9 a 11,9 a tn 25,4 Persen hidup 51,5 a 49,7 a 53,3 a 55,0 a tn 12,8

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.

KK = koefisien keragaman

**) sangat nyata (p<0,01), *) nyata (p<0,05) dan tn) tidak nyata

Koefisien variasi untuk semua variabel yang diamati secara umum tergolong kecil. Sebagian besar variabel menunjukkan koefisien keragaman dibawah 20% dan lainnya berkisar 20% hingga tertinggi 28,4%. Semakin kecil nilai koefisien keragaman menunjukkan makin kecilnya pengaruh faktor lain di luar perlakuan terhadap variabel yang diamati.

Pada variabel pertambahan diameter, hasil terbaik adalah pada perlakuan inokulasi jalur dengan media steril, yaitu 0,3 cm (Tabel 4). Adanya inokulasi dengan metode ini meningkatkan pertambahan diameter sebesar 42,8% dari kontrol. Sementara perlakuan inokulasi campur tanpa sterilisasi media meningkatkan pertambahan diameter sebesar 33,3% dari kontrol. Pada perlakuan inokulasi jalur tanpa sterilisasi media tidak berbeda nyata terhadap kontrol.

Selanjutnya untuk variabel biomass semai, penimbangan dilakukan pada saat panen (untuk berat basah) dan untuk berat kering semai, penimbangan dilakukan setelah dioven dengan suhu 70o C selama 3 x 24 jam. Variabel ini menunjukkan biomass semai selama 4 bulan setelah penyetekan yang merupakan hasil dari pemanfaatan hara dalam tanah yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan dan kegiatan fisiologis lainnya. Nilai tertinggi untuk variabel bobot basah total adalah pada perlakuan m3 lalu m2, yaitu 17,8 dan 15,6 (Tabel 4). Peningkatan terhadap kontrol berturut-turut 76,2% dan 54,5%. Sedangkan perlakuan m1 tidak berbeda nyata

terhadap kontrol. Begitu juga untuk variabel bobot kering, nilai tertinggi adalah pada perlakuan m3 lalu m2, yaitu 6,2 dan 15,9 (Tabel 4). Peningkatan terhadap kontrol berturut-turut adalah 77,1% dan 68,6%. Pada perlakuan m1 tidak berbeda nyata terhadap kontrol.

Pada variabel nisbah pucuk akar, penghitungan dilakukan setelah semai dioven. Nilai rasio tertinggi adalah pada kontrol, yaitu 7,11 (Tabel 4). Terdapat

Dokumen terkait