• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persembuhan Luka, Panjang Luka dan Pertumbuhan Rambut

Persembuhan luka diamati secara maksroskopis pada hari ke-3 hingga hingga hari ke-14. Pengamatan dengan melihat ada atau tidak pembengkakan, eksudat, panjang luka dan proses pertumbuhan rambut pada daerah sekitar tempat perlakuan. Pengamatan pada hari ke-3 setelah pembukaan perban pada semua kelompok perlakuan menunjukkan hanya sedikit terlihat adanya eksudat dan semua kelompok perlakuan masih terlihat ada pembengkakan. Pada hari ke-7 pada semua kelompok perlakuan terlihat luka sudah kering serta pertumbuhan rambut pada daerah operasi sudah terlihat. Panjang luka sudah terlihat berkurang namun terlihat masih ada pembengkakan. Pada hari ke-14 luka sudah sembuh, tidak terlihat pembengkakan dan pertumbuhan rambut mencapai 100% (Gambar 6).

Persembuhan luka merupakan proses yang sangat dinamis dan melibatkan interaksi kompleks molekul matriks ekstraselular, berbagai sel dalam tubuh dan infiltrasi subtipe leukosit. Tujuan langsung dalam proses perbaikan adalah untuk mencapai integritas dan hemostasis jaringan (Martin 1997; Singer and Clark 1999). Proses persembuhan luka merupakan suatu proses biologi yang normal. Hal ini dapat tercapai melalui empat fase yang terintegrasi yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling atau resolusi jaringan. Keberhasilan persembuhan luka harus mengikuti urutan dan dalam kerangka fase waktu yang tepat. Sebagian besar jenis sel termasuk sel netrofil, makrofag, limfosit, keratinosit, fibroblas dan sel-sel endotel terlibat dalam proses ini. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan persembuhan luka mempengaruhi satu atau Gambar 6 Proses persembuhan dan pertumbuhan rambut pada kelompok

tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit (a,b,c), kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous

tanpa lapis hidroksiapatit (d,e,f) dan kelompok tikus kontrol (g,h,i) pada hari ke-3, 7 dan 14

11 lebih tahapan proses dan dikategorikan menjadi faktor-faktor lokal dan sistemik. Faktor tunggal atau beberapa faktor mungkin memainkan peran dan memberikan kontribusi hasil keseluruhan dari proses penyembuhan (Guo and Dipietro 2009).

Hasil pengukuran panjang luka pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan panjang luka menurun pada hari ke-7 dan pada hari ke-14 terlihat penurunan mencapai 100% pada kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit (Tabel 1). Pengukuran persentase luas pertumbuhan rambut pada daerah operasi menunjukkan pada hari ke- 7 terjadi pertumbuhan rambut pada masing-masing kelompok perlakuan dan pada hari 14 pertumbuhan rambut rata-rata 100% pada semua kelompok perlakuan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa folikel pertumbuhan rambut tidak mengalami gangguan dan tumbuh dengan baik. Hasil pengukuran panjang luka dan luas pertumbuhan rambut pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan.

Tabel 1 Persentase panjang luka pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang di implan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-3, 7 dan 14

Hari

Kelompok Perlakuan Kontrol (%) Tantalum porous tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

3 100±4.16 a 100±9.29 a 100±15.22 a

7 64.5±17.77 b 76.5±20.98 b 82.7±10.78 bc

14 2.7±5.50 c 3.7±7.55 c 0.0±0.00c

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Tabel 2 Persentase luas daerah yang tidak terjadi pertumbuhan rambut pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-3, 7 dan 14

Hari Kontrol (%) Tantalum Kelompok Perlakuan porous tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

3 100±9.16 a 100±27.18 a 100±6.81 a

7 60.6±18.71 b 62.0±35.68 b 67.0±13.22 b

14 0.00±0.00c 0.00±0.00 c 0.0±0.00c

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Gambaran darah Gambaran sel darah merah

Data hasil penghitungan jumlah sel darah merah pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (Tabel 3). Perbedaan hanya terdapat pada kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

12

porous tanpa lapis hidroksiapatit pada hari ke-30 lebih tinggi dibandingkan

kelompok lainnya dengan perbedaan yang nyata. Meskipun demikian, peningkatan jumlah sel darah merah pada kelompok tantalum porous tanpa lapis masih dalam kisaran nilai normal darah tikus (Thrall et al. 2012). Fungsi sel darah merah secara dinamis mengatur proses keseimbangan kebutuhan oksigen dan distribusi nutrisi di dalam tubuh serta membuang sisa metabolisme berupa CO2 (Arosa et al. 2004). Jika perfusi darah berkurang menyebabkan kecukupan oksigen terganggu sehingga hipoksia seluler dapat terjadi dan menyebabkan gangren terutama di sebagian besar daerah-daerah yang mengalami kerusakan pembuluh darah (Plock et al. 2009). Selain itu, kurangnya aliran darah merah dapat menyebabkan morbiditas lanjutan misalnya, terjadinya luka kronis, persembuhan luka setelah operasi yang lebih lama dan mempermudah terjadinya infeksi sekunder (Gottrup 2004).

Data kadar hemoglobin (Hb) pada semua kelompok juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (Tabel 4). Peningkatan kadar hemoglobin terjadi secara umum pada semua kelompok perlakuan di hari ke-14 hingga hari ke-30 namun masih dalam kisaran nilai normal (Thrall et al. 2012). Pengukuran konsentrasi hemoglobin merupakan salah satu bagian yang umum dilakukan sebagai bagian pemeriksaan darah, tingkat dehidrasi maupun hiperhidrasi sangat mempengaruhi kadar hemoglobin (Holsworth et al. 2013). Proses persembuhan luka melibatkan berbagai fungsi, salah satunya adalah tergantung pada keberadaan oksigen. Secara normal pengiriman oksigen oleh darah tergantung pada oksigen yang terikat pada Hb dalam sel darah merah, dibandingkan pada tekanan oksigen ateri parsial (PO2), hal ini terutama berlaku untuk jaringan otot, yang memiliki jarak intercapillary kecil dan tingginya konsumsi oksigen (Hunt and Hopf 1997). Kadar Hb yang rendah pada pasien dapat meningkatkan komplikasi setelah operasi akibat kurangnya asupan oksigen (hipoksia) yang menyebabkan kematian jaringan sehingga terjadi gangguan dalam proses persembuhan luka (Kurian and Carson 2005), memperpanjang proses persembuhan (Carson et al. 2003) dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi setelah operasi (Lindhom et al. 2011). Implantasi tantalum porous baik tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit pada tikus juga tidak berpengaruh terhadap gambaran parameter Hb seperti halnya pada jumlah sel darah merah.

Tabel 3 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol Kelompok perlakuan

(juta/mm3) Tantalum hidroksiapatit (juta/mmporous tanpa lapis 3) Tantalum hidroksiapatit (juta/mmporous berlapis 3)

0 7.85±0.60a 7.85±0.60 a 7.85±0.60 a

14 8.84±0.78 a 7.91±0.69 a 8.47±1.15a

30 8.77±1.40 a 10.85±0.29 b 9.00±1.83 a

60 7.10±0.42a 7.19±0.92a 6.28±0.6 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

13 Tabel 4 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol Kelompok Perlakuan

(g/dL) lapis hidroksiapatit (g/dL) Tantalum porous tanpa Tantalum hidroksiapatit (g/dL) porous berlapis

0 13.03±0.51 a 13.03±0.51 a 13.03±0.51 a

14 15.98±1.31 b 15.40±1.39 b 15.61±0.52 b

30 16.07±1.22 b 16.01±1.34 b 16.26±1.55 b

60 13.62±0.22 a 13.80±0.54 a 12.8±1.16 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Tabel 5 Nilai hematokrit (%) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol (%) Tantalum porousKelompok Perlakuan tanpa lapis

hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

0 38.78±0.97 a 38.78±0.97 a 38.78±0.97 a

14 42.70±2.58 a 42.59±3.02 a 42.54±1.70 a

30 40.30±2.07 a 41.16±2.87 a 39.23±2.90 a

60 42.62±0.87b 43.40±0.82b 36.77±3.72 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Pelapisan tantalum porous baik tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit pada penelitian ini menunjukkan hal yang sama dengan jumlah sel darah merah dan Hb. Data nilai hematokrit menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (Tabel 5). Terjadi peningkatan di semua kelompok perlakuan pada hari ke-14 dan menurun kembali pada hari ke-30. Perubahan persentase hematokrit tersebut masih dalam kisaran normal (Thrall et al. 2012). Kadar Hb dan nilai hematokrit yang baik dapat mempercepat waktu proses persembuhan luka. Kecukupan nilai hematokrit dan kadar Hb dalam sel darah merah membuat kebutuhan oksigen jaringan tercukupi. Oksigen merupakan kebutuhan yang penting dalam proses persembuhan luka (Gottrup 2004; Zheng et al. 2013).

Gambaran sel darah putih

Data gambaran jumlah sel darah putih dan differensial sel darah putih ditampilkan pada tabel 6. Data sel darah putih pada hari ke-0, 30 dan 60 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, perbedaan terlihat pada hari ke-14, jumlah sel darah putih pada kelompok tantalum lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol dan kelompok tantalum yang berlapis hidroksiapatit namun masih dalam kisaran nilai normal darah tikus (Thrall et al. 2012). Persentase

14

agranulosit pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Begitu juga data persentase granulosit pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan.

Tabel 6 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous berlapis hidroksiapatit

No Parameter Hari Kontrol Tantalum Kelompok

porous Tantalum porous-HA

1 SDP (103xCells/mm3) 0 9.39±1.01 a 9.39±1.01 a 9.39±1.01 a 14 12.63±2.53 b 9.83±1.65 a 13.18±1.95 b 30 9.34±1.35 a 9.05±2.14 a 7.60±1.69 a 60 4.73±1.15 a 5.80±1.66a 6.98±2.65 a 2 Limfosit (%SDP) 0 75.50±7.33 a 75.50±7.33 a 75.50±7.33 a 14 72.25±18.08 a 70.25±7.04 ab 77.00±11.02 b 30 67.87±14.27 a 75.75±6.70 a 72.00±4.90 a 60 65.69±5.55 a 57.67±6.35 a 70.50±15.29 a 3 Netrofil (%SDP) 0 21.25±6.40 a 21.25±6.40 a 21.25±6.40 a 14 23.00±16.15 a 26.50±6.76 a 17.50±9.88 a 30 31.75±14.36 a 23.37±6.80 a 26.87±4.55 a 60 31.75±5.12 a 39.00±8.66 a 27.25±14.13 a 4 Monosit (%SDP) 0 2.50±1.29 a 2.50±1.29 a 2.50±1.29 a 14 3.00±2.16 ab 2.00±0.82 a 4.00±0.82 b 30 0.00±0.00 a 0.87±0.85 a 1.12±0.85 a 60 2.00±0.00 a 2.33±0.58 a 1.75±0.96 a 5 Eosinofil (%SDP) 0 1.00±0.82 a 1.00±0.82 a 1.00±0.82 a 14 1.75±0.96 b 1.25±0.500 a 1.00±0.82 a 30 0.37±0.48 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 60 0.56±0.43 a 1.00±1.73 a 0.5±0.58 a 6 Basofil (%SDP) 0 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 14 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 30 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 60 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 7 Rasio Netrofil-Limfosit (%SDP) 0 0.29±0.12 a 0.29±0.12 a 0.29±0.12 a 14 0.38±0.31 a 0.39±0.15 a 0.25±0.17 a 30 0.53±0.38 a 0.32±0.13 a 0.38±0.09 a 60 0.50±0.12 a 0.69±0.21 b 0.44±0.31 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Persentase limposit hari ke-0, 14 dan 60 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Perbedaan yang nyata terlihat pada hari ke-30 yaitu persentase limposit kelompok tantalum tanpa lapis hidroksiapatit lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok tantalum lapis hidroksiapatit. Persentase netrofil pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Demikian juga persentase monosit pada hari ke-0, 30 dan 60 masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, perbedaan yang signifikan terlihat pada hari ke-14 yaitu kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous lapis hidroksiapatit memiliki persentase yang

15 lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit.

Persentase eosinofil dan basofil pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous lapis hidroksiapatit menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Rasio netrofil terhadap limfosit juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan pemasangan implan tidak mempengaruhi tingkat stres pada tikus.

Proses operasi implantasi biomaterial implan akan menyebabkan cedera jaringan maupun organ (Cotran et al. 1999). Respon terhadap cedera tergantung pada beberapa faktor yaitu tingkat cedera, hilangnya struktur dasar membran, interaksi darah dan bahan implan, pembentukan matriks, tingkat atau derajat nekrosis seluler dan sejauh mana respon inflamasi. Peristiwa ini, pada gilirannya dapat mempengaruhi derajat pembentukan jaringan granulasi, reaksi terhadap benda asing dan fibrosis atau pembentukan kapsul fibrosa. Selain itu, adalah penting untuk diketahui bahwa reaksi ini terjadi sangat awal yaitu dalam waktu 2 sampai 3 minggu saat implantasi. Di sisi lain, nekrosis, jaringan granulasi berkembang ke dalam eksudat, inflamasi dan proses perkembangan jaringan fibrosa terjadi. Dengan adanya implan, proses perkembangan jaringan fibrosa mengarah pembentukan kapsul fibrosa pada antarmuka jaringan dan materi implan. Secara umum, proses implantasi divaskularisasi oleh darah pada jaringan sehingga menyebabkan perkembangan jaringan fibrosa dan fibrosa berkapsul (Anderson et al. 2008).

Interaksi darah dan material serta respon inflamasi sangat terkait erat serta respon awal terhadap cedera terutama melibatkan darah dan pembuluh darah (Cotran et al. 1999). Terlepas dari jaringan atau organ mana biomaterial ditanamkan, respon inflamasi awal diaktifkan oleh bekas operasi untuk memvaskularisasi jaringan ikat. Karena darah dan komponen-komponennya yang terlibat dalam inflamasi awal, reaksi thrombus atau bekuan darah darah juga terbentuk. Pembentukan trombus melibatkan aktivasi dari sistem koagulasi ekstrinsik dan intrinsik, sistem komplemen, sistem fibrinolitik, sistem kinin dan trombosit. Perspektif persembuhan luka, deposisi protein darah pada permukaan biomaterial digambarkan sebagai pembentukan matriks sementara (Anderson et al. 2008)

Jenis sel dominan yang terdapat dalam respon inflamasi bervariasi tergantung usia luka. Secara umum, netrofil mendominasi pada saat pertama setelah cedera/operasi dan kemudian digantikan oleh monosit sebagai tipe sel predominan. Tiga faktor perubahan jenis sel: (a) Netrofil hidup tidak lama dan hancur serta hilang setelah 24 sampai 48 jam, (b) Setelah emigrasi dari pembuluh darah, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan sel-sel ini berumur panjang (sampai bulan). (c) Monosit emigrasi dapat terus selama berhari-hari hingga berminggu-minggu, tergantung pada cedera dan biomaterial implan dan faktor kemotaktik untuk monosit diaktifkan selama waktu yang cukup lama. Secara umum, biokompabilitas suatu material dengan jaringan mempengaruhi respon inflamasi baik akut maupun kronis (Wokalek and Ruh 1991). Inflamasi akut memiliki waktu yang relatife pendek, dari menit sampai hari tergantung perlukaan. Karakteristik utama dari inflamasi akut adalah cairan eksudat dan

16

plasma protein (edema) dan emigrasi leukosit (predominan netrofil). Netrofil dan sel darah putih yang lain beremigrasi dari pembuluh darah ke jaringan perivaskuler dan tempat perlukaan (Diegelmann and Evans 2004).

Peradangan ditandai oleh adanya makrofag, monosit dan limfosit, dengan proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat (Cotran et al. 1999). Rangsangan inflamasi persisten menyebabkan peradangan kronis, meskipun sifat kimia dan fisik biomaterial dapat menyebabkan peradangan kronis, pergerakan situs implan dengan biomaterial juga dapat menghasilkan peradangan kronis. Respon inflamasi kronis biomaterial terbatas pada situs implan. Peradangan kronis dengan adanya sel-sel mononuklear, termasuk limfosit dan sel-sel plasma sedangkan reaksi benda asing dengan perkembangan jaringan granulasi dianggap respon penyembuhan luka normal terhadap biomaterial implan (reaksi terhadap benda asing) (Joon and Lakes 2007).

Data menunjukkan tidak adanya perubahan jumlah sel darah putih yang signifikan antara kelompok kontrol, kelompok tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit dan kelompok tantalum porous lapis hidroksiapatit. Hal ini menunjukkan implan tantalum porous lapis hidroksiapatit maupun tanpa lapis hidroksiapatit tidak mempengaruhi perubahan gambaran darah.

Pencitraan Radiografi

Data gambaran radiografi yang dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 30 adalah merupakan pencitraan radiografi pada tulang femur yang dipasang implan tantalum porous lapis dan tanpa lapis hidroksiapatit menggunakan sinar-x (Gambar 7).

Gambar 7 Analisis radiodensitas implan tantalum porous. (a) analisis densitas

plot profile radiogram, (b) kurva plot profile radiodensitas, bintang =

tulang, bulat = implan, garis putus-putus = garis analisis plot profile

Hasil dari pencitraan radiografi selanjutnya dianalisa tingkat densitas implan menggunakan image J®. Hasil analisa menunjukkan rata-rata grafik densitas implan kelompok tantalum porous lapis hidroksiapatit pada hari ke-30 lebih rendah dibandingkan kelompok tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit (Gambar 8).

17

Data rata-rata densitas implan pada kedua kelompok sebelum implantasi dan setelah implantasi pada hari ke-60 menunjukkan densitas implan pada kelompok tantalum lapis hidroksiapatit menurun, pada kelompok tantalum tanpa berlapis hidroksiapatit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 9)

Tantalum porous, logam modulus rendah baru dengan penampilan karakteristik yang mirip dengan tulang cancellous, saat ini sudah digunakan dalam beberapa aplikasi ortopedi (pinggul dan lutut artroplasti, operasi tulang belakang, dan pengganti cangkok tulang). Logam transisi ini memiliki beberapa sifat biomaterial yang menarik, yaitu: porositas tinggi volumetrik (70-80%), modulus elastisitas yang rendah (3 MPa) dan karakteristik gesekan tinggi. Bioaktivitas dan biokompatibilitas tantalum porous berasal dari kemampuannya untuk membentuk Gambar 8 Rata-rata densitas implan pada kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous ( ) dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous-HA ( ) pada hari ke-0 (a), 7 (b), 14 (c) dan 30 (d)

Gambar 9 Rata-rata densitas implan sebelum implantasi (a) dan setelah implantasi pada hari ke-60 (b) pada tikus yang diimplan dengan tantalum porous ( ) dan kelompok tikus dengan yang diimplan dengan tantalum porous-HA ( )

18

lapisan oksida permukaan. Lapisan permukaan ini menyebabkan terbentukan lapisan apatit tulang pada implan dan jaringan fibrosa serta perlekatan jaringan lunak kedalam porous implan (Levine et al. 2006b). Tantalum memiliki resistensi terhadap korosi yang sangat baik dibandingkan dengan bahan biomaterial lain. Tantalum dan partikel oksida tantalum biasanya digunakan untuk meningkatkan radio opasitas bahan material lain (Chan et al. 1999). Penggunaan tantalum sebagai pelapis pada implan menunjukkan tingkat anti korosi dan radioopasitas

(gray value) yang lebih tinggi (Cheng et al. 2006). Hal ini berbeda dengan

pelapisan HA , HA akan berkurang karena terserap kedalam tulang dalam waktu tertentu hingga mempengaruhi densitas dari implan (Sobale et al. 1993). Data menunjukkan bahwa tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit tidak memiliki perbedaan yang nyata pada hari ke-0 sebelum implantasi dan pada hari ke-60 setelah implantasi, berbeda dengan tantalum yang dilapis hidroksiapatit mengalami penurunan densitas pada hari ke-60.

Berat Implan

Gambar 10 menunjukkan implan yang telah diambil dari tulang femur. Data berat implan sebelum dan setelah implantasi menunjukkan penambahan berat implan setelah implantasi pada kedua kelompok perlakuan (Gambar 11). Hal ini terjadi karena adanya jaringan yang memasuki porous dari implan tersebut. Rata-rata penambahan berat implan pada kelompok implan porous yang dilapis hidroksiapatit lebih tinggi dibandingkan kelompok tantalum tanpa lapis hidroksiapatit. Hal ini terjadi karena hidroksiapatit bersifat osteoinduktif sehingga dapat berinteraksi dengan sel dengan lebih baik sehingga memungkinkan jaringan lebih banyak masuk kedalam porous implan (Lin et al. 2009).

Gambar 10 Implan tantalum tanpa lapis (a) dan lapis hidroksiapatit (b) setelah implantasi pada hari ke-60

19

Berat Organ

Penimbangan berat organ dilakukan untuk melihat ada tidaknya perubahan berat organ antara kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus dengan yang diimplan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit. Organ yang ditimbang meliputi penimbangan testis, ginjal, otak, hati, limpa dan jantung (Gambar 12). Perhitungan persentase berat organ didapatkan hasil pada semua kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 7)

Gambar 12 Organ yang ditimbang pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus dengan yang diimplan dengan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit. a. testis, b. ginjal, c. jantung, d. hati, e. limpa, f. otak

Gambar 11 Perubahan rata-rata berat implan tantalum lapis hidroksiapatit

sebelum implantasi ( ) dan setelah implantasi pada hari ke-60 ( ), tantalum tanpa lapis hidoksiapatit sebelum implantasi ( ) dan setelah eksplantasi pada hari ke-60 ( )

20

Tabel 7 Rata-rata rasio berat organ (%) tikus kontrol, tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit

Organ Kontrol (%) Tantalum porousKelompok perlakuan tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

Testis 0.56±0.05a 0.60±0.07a 0.63±0.15a Ginjal 0.31±0.05a 0.36±0.02a 0.32±0.01a Otak 0.69±0.09a 0.78±0.02a 0.78±0.54a Hati 3.84±0.07a 3.59±0.29a 3.52±0.19a Limpa 0.20±0.03a 0.18±0.02a 0.17±0.04a Jantung 0.26±0.03a 0.25±0.00a 0.28±0.17a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Data yang diperoleh dari hasil penimbangan berat organ menunjukkan tidak ada perbedaan berat organ pada masing-masing kelompok kontrol, kelompok tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit dan kelompok tantalum porous lapis hidroksiapatit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemasangan implan terhadap perubahan berat organ tikus.

Penggunaan bahan material dapat menyebabkan terjadinya toksisitas dan reaksi alergi baik bersifat lokal maupun sistemik dalam tubuh individu dan dapat mengganggu organ hati, ginjal, sistem pernapasan, sistem reproduksi dan muskuloskeletal dan lain-lain. Pengujian implan kobalt dan titanium menunjukkan implan tersebut terjadi korosi dan menyebabkan terjadinya reaksi alergi (Halab et al. 2001a). Logam kobalt dan krom memodulasi aktivitas sel-sel imunokompeten dengan berbagai imunostimulan atau mekanisme imunosupresif. Berkenaan dengan ortopedi ion logam, efek umumnya termasuk fungsi perubahan sel T, sel B dan makrofag, modifikasi pengeluaran sitokin, pembentukan senyawa imunogenik dan immunotoxicity. Penurunan yang signifikan dalam sirkulasi limfosit, khususnya sel T CD8+ telah diamati pada pasien dengan artikulasi logam, meskipun ini tidak membentuk korelasi linear dengan konsentrasi serum logam (Hart et al. 2006).

Nekrosis hepatoseluler pada hati sering terjadi pada respon level logam yang tinggi dalam tubuh, seperti yang diamati setelah pemberian kromium secara oral yang akut pada manusia (Kurosaki et al. 1995). Peradangan Portal dan stres oksidatif telah diamati setelah terpapar alumunium (Nayak 2002), meskipun perubahan patologis tidak jelas pada percobaan menggunakan hewan (Kametani and Nagata 2006). Efek logam terhadap sistim pernapasan juga dilaporkan karena terpapar kobalt, nikel dan kromium (Nemery 1990), yang menyebabkan kenaikan insiden kondisi asma dan peradangan.

Akumulasi kobalt juga akan merangsang terjadinya cardiomyopathy (Barceloux 1999b). Nikel dan vanadium juga berpengaruh dalam perubahan fungsi jantung dengan percobaan pada hewan dan secara signifikan meningkatkan kematian penyakit kardiovaskuler (Lippmann et al. 2006). Selain itu, nikel dan vanadium juga dapat merusak fungsi ginjal, menginduksi nekrosis tubular dan menyebabkan perubahan interstitial pada percobaan hewan dan manusia (Barceloux 1999b; Oliveria et al. 2006). Indikator disfungsi tubular telah

21 diidentifikasi pada manusia yang terekspos kromium (Bonde and Vittinghus 1996).

Sistem reproduksi, paparan kronis kromium menginduksi berbagai efek kesuburan yang merugikan yang dilakukan percobaan pada hewan model (Aruldhas et al. 2005; Elbetieha and Al-Hamood 1997). Penurunan jumlah sperma, degradasi sel-sel epitel, kelainan sperma, berkurangnya jumlah folikel dan ovum dan peningkatan jumlah folikel atresia merupakan hasil percobaan pada hewan model. Sebuah studi epidemiologi pada pekerja stainless steel tidak menemukan hubungan kausal yang signifikan antara paparan kromium dan kualitas sperma (Bonde 1993), tetapi pekerja di manufaktur kromium sulfat memiliki korelasi positif yang signifikan antara kejadian morfologi abnormal sperma dan level kromium dalam darah (Kumar et al. 2005). Paparan nikel, vanadium, alumunium dan kobalt telah terbukti menginduksi beberapa efek toksik sistem reproduksi pada percobaan hewan jantan, seperti abnormal histopatologi dan spermatogenesis (Anderson et al 1992; Domingo 1996; Liobet

et al. 1995; Pandey et al. 1999).

Data yang diperoleh menunjukkan implan tantalum tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit tidak mempengaruhi berat organ.

5. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Implantasi tantalum porous berlapis maupun tanpa lapis hidrokisiapatit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengukuran parameter darah

Dokumen terkait