• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi In vivo Implan Tantalum Porous Lapis Hidroksiapatit pada Tikus Sprague Dawley: Gambaran Darah dan Pencitraan Radiografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi In vivo Implan Tantalum Porous Lapis Hidroksiapatit pada Tikus Sprague Dawley: Gambaran Darah dan Pencitraan Radiografi"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI

IN VIVO

IMPLAN TANTALUM

POROUS

LAPIS

HIDROKSIAPATIT PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY:

GAMBARAN DARAH DAN PENCITRAAN RADIOGRAFI

BUDIANTO PANJAITAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Studi In vivo

Implan Tantalum Porous Lapis Hidroksiapatit pada Tikus Sprague Dawley:

Gambaran Darah dan Pencitraan Radiografi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Budianto Panjaitan

(4)

RINGKASAN

BUDIANTO PANJAITAN. Studi In Vivo Implan Tantalum Porous Lapis

Hidroksiapatit pada Tikus Sprague Dawley: Gambaran Darah dan Pencitraan

Radiografi. Dibimbing oleh GUNANTI dan DENI NOVIANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persembuhan luka, gambaran darah dan densitas radiografi implan tantalum porous lapis hidroksiapatit secara

in-vivo pada tikus melalui pengamatan kondisi klinis, pemeriksaan pada respon

darah tepi dan pencitraan radiografi. Sebanyak 12 ekor tikus Sprague Dawley

jantan berumur ±3 bulan dibagi dalam tiga kelompok perlakukan: kelompok kontrol tanpa pemasangan implan, kelompok tantalum porous dan kelompok

tantalum porous lapis hidroksiapatit. Implan berukuran 5 x 2 x 0.5 mm3 disisipkan

pada tulang femur bagian medio lateral yang telah dikikis menggunakan bor tulang. Sampel darah diambil melalui vena ekor pada hari ke-0 sebelum operasi pemasangan implan, hari ke-14, 30 dan 60 setelah implantasi.

Parameter yang diamati yaitu persembuhan luka, pemeriksaan darah lengkap dan pencitraan radiografi. Pengamatan persembuhan luka dilakukan pada hari ke-3, 7, dan 14 setelah implantasi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada hari ke-0 sebelum implantasi, hari ke-7, 14, 30, dan 60 setelah implantasi. Pencitraan radiografi dengan posisi lateral recumbency menggunakan radiografi

diagnostik dilakukan pada hari-0, 7, 14, 30 dan 60 setelah implantasi. Selanjutnya densitas implan para radiogram dianalisis dengan menggunakan piranti lunak ImageJ®.

Hasil pengamatan persembuhan luka, panjang luka dan pertumbuhan rambut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Hasil perhitungan sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih dan diferesial sel darah putih juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Hasil analisis densitas radiografi menunjukkan rata-rata densitas radiografi tantalum porous berlapis hidroksiapatit

lebih rendah dibandingkan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit.

Kesimpulan, implantasi tantalum porous berlapis maupun tanpa lapis

hidrokisiapatit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengukuran parameter darah merah, darah putih dan densitas radiografi implan tantalum

porous lapis hidroksiapatit lebih rendah dibandingkan tantalum tanpa lapis

hidroksiapatit.

Kata kunci: Densitas radiografi, hidroksiapatit, implan biomaterial, in-vivo,

(5)

SUMMARY

BUDIANTO PANJAITAN. In vivo Study Porous Tantalum Coated by

Hidroxyapatatite in Sprague Dawley Rat : Radiography imaging and Blood

Parameters. Supervised by GUNANTI and DENI NOVIANA.

The aim of this study was to find out the blood parameters and radiography density changes of porous tantalum coated by hydroxyapatite after surgical implantation in rats. Twelve adult male Sprague Dawley rats of ±3 months of age were divided into three groups: control without implants, porous tantalum coated and uncoated hydroxyapatite. The implants with dimension of 5 x 2 x 0.5 mm3 was inserted into flatten bone defects drilled at the femur bone on latero-medial region. Blood sample was collected from the tail vein on day 0 before implantation, day 14, 30 and day 60 after implantation.

The blood parameters were analyzed on Complete Blood Count (CBC) test. The right lateral view radiography was obtained by a diagnostic X-ray at day 0, 7, 14, 30 and 60 after implantation. Then implant density from radiogram was analyzed by using ImageJ®.

The result of red blood cells count, hemoglobin and packed cell volume, white blood cells count and differential leukocites showed no significant difference in each treatment group. Both radiodensity of porous tantalum coated and uncoated groups were decreased in time of implantation. Radiodensity changes of porous tantalum coated hydroxyapatite showed higher decreased compare to uncoated porous tantalum.

In conclusions, implantation of tantalum porous with or without coated by hydroxyapatite has no significant differences in red blood parameters, white blood parameters, and hydroxyapatite coating to the porous tantalum was decreased with lower radiodensity value compared to porous tantalum.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

STUDI

IN VIVO

IMPLAN TANTALUM

POROUS

LAPIS

HIDROKSIAPATIT PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY:

GAMBARAN DARAH DAN PENCITRAAN RADIOGRAFI

BUDIANTO PANJAITAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Studi In vivo Implan Tantalum Porous Lapis Hidroksiapatit pada

Tikus Sprague Dawley: Gambaran Darah dan Pencitraan Radiografi Nama : Budianto Panjaitan

NRP : B351120021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Drh Gunanti, MS Prof Drh Deni Noviana, PhD

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Biomedis Hewan

Drh Agus Setiyono, MS PhD Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih, atas segala karunia dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Studi In vivo Implan Tantalum Lapis Hidroksiapatit pada Tikus Sprague

Dawley: Gambaran Darah dan Pencitraan Radiografi” berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam tercurahkan kepada manusia paling mulia, Rasulullah Muhammad SAW. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian program magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan mengamati gambaran persembuhan luka, gambaran darah dan pencitraan radiografi implan tantalum berlapis hidroksiapatit pada tulang femur tikus Sprague Dawley.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Gunanti, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku anggota komisi yang telah memberikan banyak masukan, saran dan kritik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. Penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, terima kasih kepada Drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi yang telah memberikan masukan dan semangat dalam penyelesaian tesis ini dan semua pihak yang telah membantu pembuatan tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Terima kasih Istri tercinta Riska Maulidia, SE MSi ananda tercinta Nasywah Rifaya, Muhammad Fathan dan Muhammad Fathir atas pengorbanan dan kesabaran selama ini.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

Persembuhan Luka, Panjang Luka dan Pertumbuhan Rambut 10

(12)

DAFTAR TABEL

1 Persentase panjang luka pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang di implan dengan tantalum porous tanpa lapis dan

kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis

hidroksiapatit pada hari ke-3, 7 dan 14 11

2 Persentase luas daerah yang tidak terjadi pertumbuhan rambut pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang di implan

dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-3, 7 dan

14 11

3 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis

dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis

hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60 12

4 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan

kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis

hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60 13

5 Nilai hematokrit (%) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok

tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit

pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60 13

6 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan

dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit 14

7 Rata-rata rasio berat organ (%) tikus kontrol, tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang

diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit 20

DAFTAR GAMBAR

1 Implan metal, satu set implan prothesis kaki 3

2 Ilustrasi struktur polimer 4

3 Makroskopis dan mikrostruktur dari keramik porous tricalcium

phosphate 5

4 Bentuk-bentuk makroskopik dan mikrostruktur Scanning Electron

Microscope (SEM) hidroksiapatit porous 5

5 Scanning Electron Microscope (SEM) mikro tekstur tantalum porous 6

6 Proses persembuhan dan pertumbuhan rambut pada kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit (a,b,c),

(13)

hidroksiapatit (d,e,f) dan kelompok tikus kontrol (g,h,i) pada hari ke-3,

7 dan 14 10

7 Analisis radiodensitas implan tantalum porous 16

8 Rata-rata densitas implan pada kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous dan kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous-HA pada hari ke-0, 7, 14 dan 30 17

9 Rata-rata densitas implan sebelum implantasi dan setelah eksplantasi pada hari ke 60 pada tikus yang diimplan dengan tantalum porousdan kelompok tikus dengan yang di implan dengan

tantalum porous-HA 17

10 Implan tantalum tanpa lapis dan lapis hidroksiapatit setelah

eksplantasi pada hari ke-60 18

11 Perubahan rata-rata berat implan tantalum lapis hidroksiapatit sebelum implantasi dan setelah eksplantasi pada hari ke-60, tantalum tanpa lapis hidoksiapatit sebelum implantasi dan setelah

eksplantasi pada hari ke-60 19

12 Organ yang ditimbang pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis, dan

kelompok tikus dengan yang diimplan dengan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba 27

2 Data analisis panjang luka kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus

yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit 28

3 Data analisis luas pertumbuhan rambut kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis

dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit 30

4 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous berlapis hidroksiapatit 32

5 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan

(14)
(15)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biomaterial implan merupakan salah satu bagian terpenting dalam dunia ortopedik dan gigi. Biomaterial implan yang baik adalah material yang memiliki dua performa karakteristik yaitu kemampuan biomaterial berfungsi (biofungsionalitas) dan kemampuan biomaterial diterima didalam tubuh mahluk hidup (biokompabilitas) yang tinggi (Fathi and Mortazavi 2008; Gotman 1997). Jenis bahan implan yang biasa digunakan diantaranya stainless steel 316 L

(Disegi and Eschbach 2000), titanium (Bilhan et al. 2013), nikel dan kobalt-krom

(Hennig et al. 1992). Penggunaan biomaterial yang digunakan masih memiliki

kekurangan dengan adanya degradasi pada implan dalam waktu tertentu. Adanya degradasi menyebabkan terjadinya perubahan integritas struktur implan. Hasil pelepasan implan yang terdegradasi menyebabkan reaksi efek samping pada individu tersebut (Jacobs et al.1998). Korosi mengkontaminasi jaringan, ion

logam menyebar melalui lapisan oksida dan menumpuk di jaringan tubuh dapat menyebabkan resiko berupa hipersensitivitas, inflamasi, fibrosis, trombosis dan toksik (Bilhan et al. 2013; Gotman 1997; Hallab et al. 2001b).

Tantalum merupakan bahan alternatif yang relatif tahan terhadap korosi dan memiliki biokompabilitas dan bioaktifivitas yang tinggi (Maho et al. 2012).

Penelitian sebelumnya mencoba menguji tantalum murni dan stainless steel yang

dilapisi tantalum. Hasil pengamatan in-vitro menunjukkan bahwa tantalum

memiliki tingkat adhesi bakteri yang lebih kecil dibandingkan dengan implan komersial lainnya (Schildhauer et al. 2006). Penggunaan bahan biomaterial yang

solid memiliki kekurangan dalam proses biokompabilitas dengan jaringan. Pengembangan lebih lanjut, biomaterial berpori (porous) berperan penting dalam

regenerasi formasi tulang baik secara in-vitro maupun in-vivo. Hal ini disebabkan

porous berperan penting dalam proses terjadinya osteogenesis dan regenerasi

jaringan (Karageorgiou and Kaplan 2005). Tantalum porous merupakan suatu

bahan metal baru yang dikenalkan dalam dunia ortopedik untuk menangani masalah yang berhubungan dengan tulang. Bahan implan ini memiliki karakteristik mirip dengan tulang trabekular (Levine et al. 2006a; Paganias et al.

2012). Biomaterial tantalum tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan implan konvensional lain (SS316L dan Titanium) diantaranya memilki struktur yang berkesinambungan, kuat, kekakuan rendah, porositas dan koefisien gesekan yang tinggi (Cohen 2002).

Penggunaan biokeramik kalsium phospat dan hidroksiapatit sebagai bahan pelapis pada logam titanium memberikan efek osteoinduktif dan bikompabilitas

yang lebih baik (Habibovic et al. 2002). Pelapisan permukaan logam merupakan

salah satu usaha untuk meningkatkan biokompabilitas. Pembentukan tulang dan perkembangan sel dapat dipicu oleh adanya modifikasi pelapisan dengan biomaterial atau biokeramik diantaranya apatit, termasuk didalamnya hidroksiapatit. Hidroksiapatit merupakan material yang banyak digunakan dalam dunia ortopedik dan gigi karena keramik ini memiliki sifat bioaktif dengan bioafinitas (daya ikat) tinggi, bersifat biokompatibel dan merupakan salah satu unsur utama pembentuk tulang dan gigi (Barrere et al. 2006). Sifat bioaktif

(16)

2

dan pengikatan tulang, serta interaksi spesifik pada permukaannya dengan cairan ekstraseluler dan sel (Renkema et al. 2008).

Pengujian biomaterial tantalum telah banyak dilakukan secara in-vitro,

namun masih sangat sedikit data mengenai studi pengamatan gambaran darah dan pencitraan radiografi tantalum porous in vivo yang dilakukan pada hewan coba.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji bahan implan tantalum porous yang

dilapisi bahan hidroksiapatit secara in-vivo pada tulang femur tikus, Uji in-vivo

dilakukan untuk melihat perubahan implan didalam tubuh individu dan reaksi tubuh dan jaringan terhadap implan tersebut.

Perumusan Masalah

Banyak bahan material implan yang telah digunakan dalam penanganan masalah tulang. Beberapa kekurangan pada bahan implan yang digunakan tersebut diantaranya adanya korosi yang mengkontaminasi jaringan dalam tubuh, reaksi hipersensitivitas, inflamasi, fibrosis, trombosis dan toksik. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mencari biomaterial lain yang lebih baik. Penggunaan tantalum merupakan bahan implan alternatif yang telah teruji secara in-vitro

memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi dibandingkan bahan implan komersial lainnya. Namun demikian perlu modifikasi implan yang sesuai dengan struktur tulang. Tantalum porous merupakan model yang dirancang mirip dengan

tulang dan dikombinasi dengan properti pendukung osteoinduktif hidroksiapatit. Hidroksiapatit merupakan elemen yang penting dalam proses mekanisme regulasi tulang. Kombinasi hidroksiapatit pada implan stainless steel dan titanium

menunjukkan adanya perubahan bioaktifitas yang baik dibandingkan tanpa kombinasi bahan tersebut. Data penelitian tantalum porous yang dilapisi dengan

hidroksiapatit secara in-vivo masih sangat sedikit. Perlu dilakukan penelitian

dengan melakukan pemasangan implan tantalum tersebut ke dalam tulang femur tikus. Implan yang digunakan pada penelitian ini adalah implan tantalum porous

tanpa lapis hidroksiapatit dan implan tantalum porous yang dilapisi oleh

hidroksiapatit yang dibuat melalui kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Fakulti Biosain dan Kejuruteraan Perubatan (FKBSK) Universiti Teknologi Malaysia (UTM). Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui, gambaran darah dan hasil densitas radiografi implan tantalum

porous lapis hidroksiapatit secara in-vivo. Pemeriksaan darah dan pencitraan

radiografi dapat dijadikan rujukan dalam penggunaan bahan implan ini dalam dunia ortopedik.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat proses persembuhan luka, gambaran darah dan pencitraan radiografi setelah dilakukan implantasi tantalum

porous lapis hidroksiapatit pada tikus melalui pengamatan terhadap kondisi klinis,

(17)

3

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini didapatkan informasi gambaran klinis, darah, densitas dan berat organ pemasangan implan tantalum porous lapis hidroksiapatit secara

in-vivo pada tikus serta dapat dijadikan rujukan dalam penggunaan bahan implan

ortopedik.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Implan Biomaterial

Bahan material telah banyak digunakan dalam dunia ortopedik dan gigi. Bahan tersebut diaplikasikan dalam bentuk yang berbeda-beda. Namun demikian, biomaterial lebih menonjol karena kemampuan material tersebut berkontak dengan jaringan tubuh individu. Pada periode lima puluh tahun terakhir, biomaterial terus dikembangkan dan telah mencakup aspek kedokteran, biologi, kimia dan ilmu material. Biomaterial telah digunakan untuk beberapa aplikasi, seperti penggantian sendi, tulang pipih, semen tulang, ligamen dan tendon buatan, implan gigi untuk fiksasi gigi, prostesis pembuluh darah, katup jantung, jaringan buatan, lensa kontak dan implan payudara (Nair and Laurencin 2006). Biomaterial diharapkan dapat meningkatkan regenerasi jaringan secara normal, sehingga dapat meningkatkan pemulihan struktur, fungsi, metabolisme dan perilaku biokimia sebagai kinerja biomekanis dimasa depan (Hench 1998b).

Biomaterial dibagi menjadi tiga jenis yaitu logam, polimer dan keramik: a. Logam

Logam yang sering digunakan adalah titanium, vitallium, aluminium dan

stainless steel. Logam tersebut biokompatibel (diterima oleh tubuh) dan inert

(tidak menimbulkan reaksi dalam tubuh) (Mofid et al. 1997). Implan logam

digunakan untuk tujuan menahan beban seperti prostesis persendian (Gambar 1), sekrup dan plat. Logam tersebut dapat mengalami korosi dari waktu kewaktu. Keausan dan korosi dapat terjadi ketika film oksida pada logam rusak, misalnya oleh sebuah sekrup pada lubang plate (Gosain and Persing 1999). Integrasi

prostesis logam ke tulang host dapat ditingkatkan dengan melakukan pelapisan

menggunakan keramik bioaktif seperti hidroksiapatit. Pelapisan dengan apatit dapat meningkatkan pembentukan ikatan yang kuat antara tulang dan logam implan (Geesink et al. 1988).

(18)

4

b. Polimer

Polimer dibentuk oleh penggabungan molekul kimia yang relatif kecil atau monomer dan membentuk molekul yang sangat besar atau polimer. Struktur molekul polimer dapat dilihat pada gambar 2:

Gambar 2 Ilustrasi struktur polimer (Schluter 2012)

Polimer yang banyak digunakan pada trauma kerusakan tulang adalah methyl

methacrylate. Polimer ini mudah dibentuk, murah dan tidak terserap serta lebih

kuat dari tulang calvarial. Tingkat infeksi dianggap sebanding dengan prosedur

cangkok tulang namun penggunaannya tidak dianjurkan untuk pasien yang sebelumnya mengalami infeksi di daerah cranioplasty. Penggunaan

methyl methacrylate membutuhkan kualitas jaringan lunak yang baik (Manson et

al. 1986).

c. Keramik

Keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa unsur metal dan non metal yang terikat secara ionik maupun kovalen. Keramik terdiri dari metal oksida kristal, karbit, nitrit dan boride yang diproses dengan peleburan menggunakan temperatur tinggi yang disebut dengan sintering. Hampir semua

keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan elektronegatif. Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan rapuh. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan korosi, rendahnya konduktivitas termal dan tingginya kekuatan kompresif dari material tersebut. Kelompok keramik yang banyak digunakan dalam ortopedik berasal dari kalsium. Keramik tersebut terdiri dari turunan kalsium sulfat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat dan campuran keramik tersebut dalam bentuk padat, porous

(Gambar 3) dan butiran. Bahan keramik ini memiliki sifat bioaktif yang sangat penting dan secara klinis telah digunakan sebagai pengganti tulang (Kokubo et al.

(19)

5

Gambar 3 (a) makroskopis dan (b) mikrostruktur dari keramik porous tricalcium

phosphate (Ohtsuki 2009).

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit merupakan material keramik. Tulang terdiri dari kerangka kolagen yang kalsiumnya disimpan terutama sebagai hidroksiapatit. Saat ini, hidroksiapatit (HA) banyak digunakan sebagai biokeramik dalam bedah rekonstruksi dalam kedokteran gigi dan sebagai material pengirim obat karena memiliki biokompatibilitas dan bioaktifitas yang baik (Hench 1998a). Beberapa hidroksiapatit porous (Gambar 4) telah digunakan secara klinis sebagai substitusi tulang (Yoshikawa et al. 2009). Salah satu keterbatasan untuk penggunaan

bahan-bahan tersebut adalah kekuatan mekanik yang rendah, sehingga diperlukan bahan-bahan lain untuk memperbaiki. Banyak peneliti berfokus pada pengembangan biomaterial baru yang menggabungkan karakteristik keramik bioaktif

osteoconductive dengan kekuatan yang cukup dan tahan untuk aplikasi beban.

Kombinasi logam yang kuat dengan properti osteoconductive keramik bioaktif

dibuat dengan cara pelapisan HA pada implan logam, seperti titanium (Ti) atau paduannya yang biasa digunakan pada aplikasi beban dalam bedah ortopedi dan gigi (Long and Rack 1998). Studi klinis menunjukkan bahwa lapisan prostesis femoralis dengan hidroksiapatit memicu terjadinya respon tulang awal yang meningkatkan kekuatan ikatan prostesis pada tulang (Thanner 1999).

Gambar 4 Bentuk-bentuk makroskopik (a) dan (b) mikrostruktur Scanning

Electron Microscope (SEM) hidroksiapatit porous (Yoshikawa et al.

(20)

6

Tantalum

Tantalum (Ta) adalah unsur logam murni dan menarik untuk digunakan dalam implan ortopedik karena merupakan salah satu logam yang paling biokompatibel tersedia untuk fabrikasi implan (Murcia et al. 2006). Logam

tantalum merupakan biomaterial yang menjanjikan dalam bidang biomedis atau sebagai pelapis implan pada aplikasi ortopedik dan gigi karena memiliki ketahanan terhadap korosi, memiliki kekuatan terhadap patahan dan biokompatibilitas yang baik (Chang et al. 2014).

Komposisi permukaan implan memainkan peranan yang penting dalam proses fiksasi implan dan keberhasilan proses osteointegrasi implan dengan jaringan. Penggunaan implan murni menunjukkan tingkat ingrowth tulang ke

implan hanya sebagian kecil dari total permukaan implan. Pemahaman tentang proses yang melibatkan sel-sel tulang tumbuh dan berkembang pada permukaan

porous sangat penting untuk desain dan pembuatan implan porous untuk

memaksimalkan ingrowth dan fiksasi implan (Ninomiya et al. 2014). Tantalum

memiliki porositas volumetrik tinggi (70 % sampai 80 %), modulus elastisitas yang rendah (3 MPa), dan karakteristik gesekan yang tinggi. Porous yang

terhubung satu sama lain menjadikan implan ini kondusif untuk fiksasi biologis (Gambar 5). Tantalum memiliki biokompatibilitas yang sangat baik dan aman untuk digunakan in-vivo. Properti tantalum juga memiliki sifat bioaktif alami dan

pertumbuhan jaringan ke dalam porous (Levine et al. 2006b).

Gambar 5 Scanning Electron Microscope (SEM) mikro tekstur tantalum porous

(Bobyn et al. 1999)

3.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

(21)

7

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan meliputi implan tantalum porous tanpa lapis

hidroksiapatit dan tantalum porous lapis hidroksiapatit dengan ukuran 5.0 x 2.0 x

0.5 mm3, aquadest, NaCl fisiologis, Doxycyclin® tablet, Metronidazole® tablet,

Zypiran® tablet, serbuk alas kandang, air minum, pakan tikus komersial, sabun

detergen, Ketamin® (Illium, Troy Laboratories, Australia), Xylazine® (Illium,

Troy Laboratories, Australia), benang Hinglact® (Hicare, India) no. 5/0,

Hypafix® (BSN Medical UK), kapas, kasa, Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid

(EDTA) 10 %, Alkohol 70% dan Iodium tincture.

Alat yang digunakan meliputi kandang plastik dengan tutup kawat, botol minum, sonde lambung (gavage), bor tulang, timbangan digital, alat bedah minor,

syringe 1 ml, syringe 3 ml, Eppendorf, spidol, kertas label, komputer, software

SPSS® versi 16 for Microsoft® Windows®, dan software ImageJ® versi 1.47 for

Microsoft® Windows® (Waine Rasband, National Institutes of Health, USA)

Hewan Percobaan

Sebanyak 12 ekor Tikus Sprague Dawley jantan dengan umur ± 3 bulan,

berat badan 180-200 gram digunakan dalam penelitian ini. Hewan dipelihara secara berkelompok berdasarkan kelompok perlakuan di kandang pemeliharaan hewan Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor. Adaptasi hewan dilakukan selama 2 minggu sebelum perlakuan untuk mengkondisikan hewan dalam keadaan sehat. Aklimatisasi dilakukan dengan memberikan antibiotika Doxycyclin® (10

mg/kg BB) per oral perhari selama 5 hari, anthelmentika Zypiran® (10 mg/kg

BB) per oral dua kali pemberian pada awal minggu pertama dan akhir minggu kedua masa adaptasi, pemberian anti protozoa metronidazole (30 mg/kg BB) per oral per hari selama 5 hari. Pakan yang diberikan merupakan pakan komersial dengan pemberian dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan minum diberikan secara ad libithum.

Implan Tantalum Porous

Implan yang digunakan adalah tantalum porous berlapis hidroksiapatit dan

tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit. Implan berbentuk balok dengan ukuran

panjang 5 mm, lebar 2 mm dan tinggi 0,5 mm. Pembuatan tantalum porous lapis hidroksipatit dilakukan dengan teknik plasma-spraying yang dilakukan di

Amrec-Sirim, Kulim, Malaysia. Sebelum digunakan pada tikus, implan disterilisasi pada panas 72oC selama 1 jam dan sinar ultra violet selama 30 menit.

Kelompok Perlakuan

Tikus dibagi dalam tiga kelompok perlakuan:

a. Kelompok tikus dengan implan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit

Sebanyak 4 ekor tikus akan menerima prosedur penanaman implan tantalum

porous tanpa lapis hidroksiapatit, implan disisipkan pada tulang femur yang

telah dikikis dengan menggunakan bor tulang.

(22)

8

Sebanyak 4 ekor tikus akan menerima prosedur penanaman implan tantalum

porous lapis hidroksiapatit, implan disisipkan pada tulang femur yang telah

dikikis dengan menggunakan bor tulang.

c. Kelompok Kontrol

Sebanyak 4 ekor tikus akan dilakukan prosedur pembedahan pada paha kaki belakang sebelah kanan dan dilakukan pengikisan tulang femur, namun tanpa prosedur penanaman implan.

Prosedur Implantasi

Sebelum implantasi, tikus dianastesi menggunakan kombinasi Ketamin dengan dosis 30 mg/kgBB dan Xylazin 5 mg/kgBB berat badan secara intra peritoneal (ip). Setelah teranastesi, rambut di sekitar paha kanan bagian lateral dicukur dan didesinfeksi dengan alkohol 70% dan iodium tincture. Tikus yang

sudah teranastesi kemudian diletakkan di atas meja operasi dengan posisi lateral

recumbency. Kulit paha bagian kanan lateral disayat 1-2 cm sejajar dengan tulang

femur kanan. Selanjutnya muskulus biceps femoris dipreparir hingga mencapai tulang femur. Kemudian tulang femur dibuat celah dengan ukuran 5.0 x 2.0 mm2 menggunakan bor tulang. Kemudian implan disisipkan pada celah yang telah dibuat untuk kelompok implan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit dan

kelompok dengan lapis hidroksiapatit sedangkan kelompok kontrol tanpa disisipkan implan. Otot dan kulit dijahit dengan menggunakan benang sintetis

absorbable polyglactin 910 ukuran 5/0 (Hinglact®, Hicare, India). Luka dibalut

dengan perban (Hypafix®, BSN Medical, UK). Setelah implantasi, hewan dipelihara dalam kandang pemeliharaan dan diberi antibiotik Doxycyclin® 10

mg/kgBB per oral per hari selama 5 hari berturut-turut untuk menghindari infeksi pasca operasi.

Pengambilan Data

Data yang diambil meliputi pengambilan darah melalui vena ekor yang dilakukan pada hari ke-0 sebelum operasi, selanjutnya pada hari ke-14, 30 dan 60 setelah operasi. Darah disimpan dalam tabung yang berisi antikoagulan Etilen

Diamin Tetra Acetat (EDTA) dan selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah sel

darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan jumlah total sel darah putih dan differensial sel darah putih meliputi penghitungan persentase limfosit, netrofil, monosit, eosinofil, basofil. Pengukuran rasio netrofil terhadap limfosit juga dilakukan untuk melihat kondisi stres dari masing-masing kelompok perlakuan.

Pengamatan klinis dilakukan dengan melihat proses persembuhan luka pada hari ke-3, 7, 14 setelah operasi. Pengambilan gambar radiografi dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60 setelah operasi pemasangan implan untuk melihat densitas implan. Pengukuran densitas implan menggunakan piranti lunak ImageJ® for Windows.

(23)

9

perubahan pengaruh implan terhadap berat organ dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan rancangan acak kelompok dua faktorial pada analisis varian (ANOVA) post hoc Duncan Test

menggunakan piranti lunak Statistical Package for Social Sciences (SPSS)® 16

(24)

10

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Persembuhan Luka, Panjang Luka dan Pertumbuhan Rambut

Persembuhan luka diamati secara maksroskopis pada hari ke-3 hingga hingga hari ke-14. Pengamatan dengan melihat ada atau tidak pembengkakan, eksudat, panjang luka dan proses pertumbuhan rambut pada daerah sekitar tempat perlakuan. Pengamatan pada hari ke-3 setelah pembukaan perban pada semua kelompok perlakuan menunjukkan hanya sedikit terlihat adanya eksudat dan semua kelompok perlakuan masih terlihat ada pembengkakan. Pada hari ke-7 pada semua kelompok perlakuan terlihat luka sudah kering serta pertumbuhan rambut pada daerah operasi sudah terlihat. Panjang luka sudah terlihat berkurang namun terlihat masih ada pembengkakan. Pada hari ke-14 luka sudah sembuh, tidak terlihat pembengkakan dan pertumbuhan rambut mencapai 100% (Gambar 6).

Persembuhan luka merupakan proses yang sangat dinamis dan melibatkan interaksi kompleks molekul matriks ekstraselular, berbagai sel dalam tubuh dan infiltrasi subtipe leukosit. Tujuan langsung dalam proses perbaikan adalah untuk mencapai integritas dan hemostasis jaringan (Martin 1997; Singer and Clark 1999). Proses persembuhan luka merupakan suatu proses biologi yang normal. Hal ini dapat tercapai melalui empat fase yang terintegrasi yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling atau resolusi jaringan. Keberhasilan persembuhan luka harus mengikuti urutan dan dalam kerangka fase waktu yang tepat. Sebagian besar jenis sel termasuk sel netrofil, makrofag, limfosit, keratinosit, fibroblas dan sel-sel endotel terlibat dalam proses ini. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan persembuhan luka mempengaruhi satu atau Gambar 6 Proses persembuhan dan pertumbuhan rambut pada kelompok

tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit

(a,b,c), kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous

tanpa lapis hidroksiapatit (d,e,f) dan kelompok tikus kontrol (g,h,i) pada hari ke-3, 7 dan 14

(25)

11

lebih tahapan proses dan dikategorikan menjadi faktor-faktor lokal dan sistemik. Faktor tunggal atau beberapa faktor mungkin memainkan peran dan memberikan kontribusi hasil keseluruhan dari proses penyembuhan (Guo and Dipietro 2009).

Hasil pengukuran panjang luka pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan panjang luka menurun pada hari ke-7 dan pada hari ke-14 terlihat penurunan mencapai 100% pada kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit (Tabel 1). Pengukuran persentase luas pertumbuhan rambut pada daerah operasi menunjukkan pada hari ke- 7 terjadi pertumbuhan rambut pada masing-masing kelompok perlakuan dan pada hari 14 pertumbuhan rambut rata-rata 100% pada semua kelompok perlakuan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa folikel pertumbuhan rambut tidak mengalami gangguan dan tumbuh dengan baik. Hasil pengukuran panjang luka dan luas pertumbuhan rambut pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan.

Tabel 1 Persentase panjang luka pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus

yang di implan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari

ke-3, 7 dan 14

Hari

Kelompok Perlakuan Kontrol (%) Tantalum porous tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

3 100±4.16 a 100±9.29 a 100±15.22 a

7 64.5±17.77 b 76.5±20.98 b 82.7±10.78 bc

14 2.7±5.50 c 3.7±7.55 c 0.0±0.00c

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Tabel 2 Persentase luas daerah yang tidak terjadi pertumbuhan rambut pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-3, 7 dan 14

Hari Kontrol (%) Tantalum Kelompok Perlakuan porous tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

3 100±9.16 a 100±27.18 a 100±6.81 a

7 60.6±18.71 b 62.0±35.68 b 67.0±13.22 b

14 0.00±0.00c 0.00±0.00 c 0.0±0.00c

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Gambaran darah Gambaran sel darah merah

(26)

12

porous tanpa lapis hidroksiapatit pada hari ke-30 lebih tinggi dibandingkan

kelompok lainnya dengan perbedaan yang nyata. Meskipun demikian, peningkatan jumlah sel darah merah pada kelompok tantalum porous tanpa lapis

masih dalam kisaran nilai normal darah tikus (Thrall et al. 2012). Fungsi sel darah

merah secara dinamis mengatur proses keseimbangan kebutuhan oksigen dan distribusi nutrisi di dalam tubuh serta membuang sisa metabolisme berupa CO2 (Arosa et al. 2004). Jika perfusi darah berkurang menyebabkan kecukupan oksigen terganggu sehingga hipoksia seluler dapat terjadi dan menyebabkan gangren terutama di sebagian besar daerah-daerah yang mengalami kerusakan pembuluh darah (Plock et al. 2009). Selain itu, kurangnya aliran darah merah

dapat menyebabkan morbiditas lanjutan misalnya, terjadinya luka kronis, persembuhan luka setelah operasi yang lebih lama dan mempermudah terjadinya infeksi sekunder (Gottrup 2004).

Data kadar hemoglobin (Hb) pada semua kelompok juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (Tabel 4). Peningkatan kadar hemoglobin terjadi secara umum pada semua kelompok perlakuan di hari ke-14 hingga hari ke-30 namun masih dalam kisaran nilai normal (Thrall et al. 2012). Pengukuran

konsentrasi hemoglobin merupakan salah satu bagian yang umum dilakukan sebagai bagian pemeriksaan darah, tingkat dehidrasi maupun hiperhidrasi sangat mempengaruhi kadar hemoglobin (Holsworth et al. 2013). Proses persembuhan

luka melibatkan berbagai fungsi, salah satunya adalah tergantung pada keberadaan oksigen. Secara normal pengiriman oksigen oleh darah tergantung pada oksigen yang terikat pada Hb dalam sel darah merah, dibandingkan pada tekanan oksigen ateri parsial (PO2), hal ini terutama berlaku untuk jaringan otot, yang memiliki jarak intercapillary kecil dan tingginya konsumsi oksigen (Hunt and Hopf 1997).

Kadar Hb yang rendah pada pasien dapat meningkatkan komplikasi setelah operasi akibat kurangnya asupan oksigen (hipoksia) yang menyebabkan kematian jaringan sehingga terjadi gangguan dalam proses persembuhan luka (Kurian and Carson 2005), memperpanjang proses persembuhan (Carson et al. 2003) dan

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi setelah operasi (Lindhom et al. 2011).

Implantasi tantalum porous baik tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit pada

tikus juga tidak berpengaruh terhadap gambaran parameter Hb seperti halnya pada jumlah sel darah merah.

Tabel 3 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan

kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis

hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol Kelompok perlakuan

(juta/mm3) Tantalum hidroksiapatit (juta/mmporous tanpa lapis 3) Tantalum hidroksiapatit (juta/mmporous berlapis 3)

0 7.85±0.60a 7.85±0.60 a 7.85±0.60 a

14 8.84±0.78 a 7.91±0.69 a 8.47±1.15a

30 8.77±1.40 a 10.85±0.29 b 9.00±1.83 a

60 7.10±0.42a 7.19±0.92a 6.28±0.6 a

(27)

13

Tabel 4 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus

yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari

ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol Kelompok Perlakuan

(g/dL) lapis hidroksiapatit (g/dL) Tantalum porous tanpa Tantalum hidroksiapatit (g/dL) porous berlapis

0 13.03±0.51 a 13.03±0.51 a 13.03±0.51 a

14 15.98±1.31 b 15.40±1.39 b 15.61±0.52 b

30 16.07±1.22 b 16.01±1.34 b 16.26±1.55 b

60 13.62±0.22 a 13.80±0.54 a 12.8±1.16 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Tabel 5 Nilai hematokrit (%) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus

yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari

ke-0, 7, 14, 30 dan 60

Hari Kontrol (%) Tantalum porousKelompok Perlakuan tanpa lapis

hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

0 38.78±0.97 a 38.78±0.97 a 38.78±0.97 a

14 42.70±2.58 a 42.59±3.02 a 42.54±1.70 a

30 40.30±2.07 a 41.16±2.87 a 39.23±2.90 a

60 42.62±0.87b 43.40±0.82b 36.77±3.72 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Pelapisan tantalum porous baik tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit

pada penelitian ini menunjukkan hal yang sama dengan jumlah sel darah merah dan Hb. Data nilai hematokrit menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (Tabel 5). Terjadi peningkatan di semua kelompok perlakuan pada hari ke-14 dan menurun kembali pada hari ke-30. Perubahan persentase hematokrit tersebut masih dalam kisaran normal (Thrall et al. 2012). Kadar Hb

dan nilai hematokrit yang baik dapat mempercepat waktu proses persembuhan luka. Kecukupan nilai hematokrit dan kadar Hb dalam sel darah merah membuat kebutuhan oksigen jaringan tercukupi. Oksigen merupakan kebutuhan yang penting dalam proses persembuhan luka (Gottrup 2004; Zheng et al. 2013).

Gambaran sel darah putih

(28)

14

agranulosit pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Begitu juga data persentase granulosit pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan.

Tabel 6 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum

porous berlapis hidroksiapatit

No Parameter Hari Kontrol Tantalum Kelompok

porous Tantalum porous-HA

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

(29)

15

lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit.

Persentase eosinofil dan basofil pada hari ke-0, 14, 30 dan 60 kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis

hidroksiapatit dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous lapis

hidroksiapatit menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Rasio netrofil terhadap limfosit juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan pemasangan implan tidak mempengaruhi tingkat stres pada tikus.

Proses operasi implantasi biomaterial implan akan menyebabkan cedera jaringan maupun organ (Cotran et al. 1999). Respon terhadap cedera tergantung

pada beberapa faktor yaitu tingkat cedera, hilangnya struktur dasar membran, interaksi darah dan bahan implan, pembentukan matriks, tingkat atau derajat nekrosis seluler dan sejauh mana respon inflamasi. Peristiwa ini, pada gilirannya dapat mempengaruhi derajat pembentukan jaringan granulasi, reaksi terhadap benda asing dan fibrosis atau pembentukan kapsul fibrosa. Selain itu, adalah penting untuk diketahui bahwa reaksi ini terjadi sangat awal yaitu dalam waktu 2 sampai 3 minggu saat implantasi. Di sisi lain, nekrosis, jaringan granulasi berkembang ke dalam eksudat, inflamasi dan proses perkembangan jaringan fibrosa terjadi. Dengan adanya implan, proses perkembangan jaringan fibrosa mengarah pembentukan kapsul fibrosa pada antarmuka jaringan dan materi implan. Secara umum, proses implantasi divaskularisasi oleh darah pada jaringan sehingga menyebabkan perkembangan jaringan fibrosa dan fibrosa berkapsul (Anderson et al. 2008).

Interaksi darah dan material serta respon inflamasi sangat terkait erat serta respon awal terhadap cedera terutama melibatkan darah dan pembuluh darah (Cotran et al. 1999). Terlepas dari jaringan atau organ mana biomaterial

ditanamkan, respon inflamasi awal diaktifkan oleh bekas operasi untuk memvaskularisasi jaringan ikat. Karena darah dan komponen-komponennya yang terlibat dalam inflamasi awal, reaksi thrombus atau bekuan darah darah juga terbentuk. Pembentukan trombus melibatkan aktivasi dari sistem koagulasi ekstrinsik dan intrinsik, sistem komplemen, sistem fibrinolitik, sistem kinin dan trombosit. Perspektif persembuhan luka, deposisi protein darah pada permukaan biomaterial digambarkan sebagai pembentukan matriks sementara (Anderson et al. 2008)

(30)

16

plasma protein (edema) dan emigrasi leukosit (predominan netrofil). Netrofil dan sel darah putih yang lain beremigrasi dari pembuluh darah ke jaringan perivaskuler dan tempat perlukaan (Diegelmann and Evans 2004).

Peradangan ditandai oleh adanya makrofag, monosit dan limfosit, dengan proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat (Cotran et al. 1999). Rangsangan

inflamasi persisten menyebabkan peradangan kronis, meskipun sifat kimia dan fisik biomaterial dapat menyebabkan peradangan kronis, pergerakan situs implan dengan biomaterial juga dapat menghasilkan peradangan kronis. Respon inflamasi kronis biomaterial terbatas pada situs implan. Peradangan kronis dengan adanya sel-sel mononuklear, termasuk limfosit dan sel-sel plasma sedangkan reaksi benda asing dengan perkembangan jaringan granulasi dianggap respon penyembuhan luka normal terhadap biomaterial implan (reaksi terhadap benda asing) (Joon and Lakes 2007).

Data menunjukkan tidak adanya perubahan jumlah sel darah putih yang signifikan antara kelompok kontrol, kelompok tantalum porous tanpa lapis

hidroksiapatit dan kelompok tantalum porous lapis hidroksiapatit. Hal ini

menunjukkan implan tantalum porous lapis hidroksiapatit maupun tanpa lapis

hidroksiapatit tidak mempengaruhi perubahan gambaran darah.

Pencitraan Radiografi

Data gambaran radiografi yang dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 30 adalah merupakan pencitraan radiografi pada tulang femur yang dipasang implan tantalum porous lapis dan tanpa lapis hidroksiapatit menggunakan sinar-x

(Gambar 7).

Gambar 7 Analisis radiodensitas implan tantalum porous. (a) analisis densitas

plot profile radiogram, (b) kurva plot profile radiodensitas, bintang =

tulang, bulat = implan, garis putus-putus = garis analisis plot profile

Hasil dari pencitraan radiografi selanjutnya dianalisa tingkat densitas implan menggunakan image J®. Hasil analisa menunjukkan rata-rata grafik densitas implan kelompok tantalum porous lapis hidroksiapatit pada hari ke-30

lebih rendah dibandingkan kelompok tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit

(Gambar 8).

(31)

17

Data rata-rata densitas implan pada kedua kelompok sebelum implantasi dan setelah implantasi pada hari ke-60 menunjukkan densitas implan pada kelompok tantalum lapis hidroksiapatit menurun, pada kelompok tantalum tanpa berlapis hidroksiapatit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 9)

Tantalum porous, logam modulus rendah baru dengan penampilan

karakteristik yang mirip dengan tulang cancellous, saat ini sudah digunakan dalam beberapa aplikasi ortopedi (pinggul dan lutut artroplasti, operasi tulang belakang, dan pengganti cangkok tulang). Logam transisi ini memiliki beberapa sifat biomaterial yang menarik, yaitu: porositas tinggi volumetrik (70-80%), modulus elastisitas yang rendah (3 MPa) dan karakteristik gesekan tinggi. Bioaktivitas dan biokompatibilitas tantalum porous berasal dari kemampuannya untuk membentuk

Gambar 8 Rata-rata densitas implan pada kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous ( ) dan kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous-HA ( ) pada hari ke-0 (a), 7 (b), 14 (c) dan 30 (d)

Gambar 9 Rata-rata densitas implan sebelum implantasi (a) dan setelah implantasi pada hari ke-60 (b) pada tikus yang diimplan dengan tantalum porous ( ) dan kelompok tikus dengan yang diimplan

(32)

18

lapisan oksida permukaan. Lapisan permukaan ini menyebabkan terbentukan lapisan apatit tulang pada implan dan jaringan fibrosa serta perlekatan jaringan lunak kedalam porous implan (Levine et al. 2006b). Tantalum memiliki resistensi

terhadap korosi yang sangat baik dibandingkan dengan bahan biomaterial lain. Tantalum dan partikel oksida tantalum biasanya digunakan untuk meningkatkan radio opasitas bahan material lain (Chan et al. 1999). Penggunaan tantalum

sebagai pelapis pada implan menunjukkan tingkat anti korosi dan radioopasitas

(gray value) yang lebih tinggi (Cheng et al. 2006). Hal ini berbeda dengan

pelapisan HA , HA akan berkurang karena terserap kedalam tulang dalam waktu tertentu hingga mempengaruhi densitas dari implan (Sobale et al. 1993). Data

menunjukkan bahwa tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit tidak memiliki

perbedaan yang nyata pada hari ke-0 sebelum implantasi dan pada hari ke-60 setelah implantasi, berbeda dengan tantalum yang dilapis hidroksiapatit mengalami penurunan densitas pada hari ke-60.

Berat Implan

Gambar 10 menunjukkan implan yang telah diambil dari tulang femur. Data berat implan sebelum dan setelah implantasi menunjukkan penambahan berat implan setelah implantasi pada kedua kelompok perlakuan (Gambar 11). Hal ini terjadi karena adanya jaringan yang memasuki porous dari implan tersebut.

Rata-rata penambahan berat implan pada kelompok implan porous yang dilapis

hidroksiapatit lebih tinggi dibandingkan kelompok tantalum tanpa lapis hidroksiapatit. Hal ini terjadi karena hidroksiapatit bersifat osteoinduktif sehingga dapat berinteraksi dengan sel dengan lebih baik sehingga memungkinkan jaringan lebih banyak masuk kedalam porous implan (Lin et al. 2009).

(33)

19

Berat Organ

Penimbangan berat organ dilakukan untuk melihat ada tidaknya perubahan berat organ antara kelompok kontrol, kelompok tikus yang diimplan tantalum

porous tanpa lapis dan kelompok tikus dengan yang diimplan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit. Organ yang ditimbang meliputi penimbangan testis, ginjal, otak, hati, limpa dan jantung (Gambar 12). Perhitungan persentase berat organ didapatkan hasil pada semua kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 7)

Gambar 12 Organ yang ditimbang pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan

kelompok tikus dengan yang diimplan dengan tantalum porous

berlapis hidroksiapatit. a. testis, b. ginjal, c. jantung, d. hati, e. limpa, f. otak

Gambar 11 Perubahan rata-rata berat implan tantalum lapis hidroksiapatit

(34)

20

Tabel 7 Rata-rata rasio berat organ (%) tikus kontrol, tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan

tantalum porous berlapis hidroksiapatit

Organ Kontrol (%) Tantalum porousKelompok perlakuan tanpa

lapis hidroksiapatit (%) Tantalum hidroksiapatit (%) porous berlapis

Testis 0.56±0.05a 0.60±0.07a 0.63±0.15a

Ginjal 0.31±0.05a 0.36±0.02a 0.32±0.01a

Otak 0.69±0.09a 0.78±0.02a 0.78±0.54a

Hati 3.84±0.07a 3.59±0.29a 3.52±0.19a

Limpa 0.20±0.03a 0.18±0.02a 0.17±0.04a

Jantung 0.26±0.03a 0.25±0.00a 0.28±0.17a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).

Data yang diperoleh dari hasil penimbangan berat organ menunjukkan tidak ada perbedaan berat organ pada masing-masing kelompok kontrol, kelompok tantalum porous tanpa lapis hidroksiapatit dan kelompok tantalum porous lapis

hidroksiapatit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemasangan implan terhadap perubahan berat organ tikus.

Penggunaan bahan material dapat menyebabkan terjadinya toksisitas dan reaksi alergi baik bersifat lokal maupun sistemik dalam tubuh individu dan dapat mengganggu organ hati, ginjal, sistem pernapasan, sistem reproduksi dan muskuloskeletal dan lain-lain. Pengujian implan kobalt dan titanium menunjukkan implan tersebut terjadi korosi dan menyebabkan terjadinya reaksi alergi (Halab et al. 2001a). Logam kobalt dan krom memodulasi aktivitas sel-sel imunokompeten

dengan berbagai imunostimulan atau mekanisme imunosupresif. Berkenaan dengan ortopedi ion logam, efek umumnya termasuk fungsi perubahan sel T, sel B dan makrofag, modifikasi pengeluaran sitokin, pembentukan senyawa imunogenik dan immunotoxicity. Penurunan yang signifikan dalam sirkulasi limfosit, khususnya sel T CD8+ telah diamati pada pasien dengan artikulasi logam, meskipun ini tidak membentuk korelasi linear dengan konsentrasi serum logam (Hart et al. 2006).

Nekrosis hepatoseluler pada hati sering terjadi pada respon level logam yang tinggi dalam tubuh, seperti yang diamati setelah pemberian kromium secara oral yang akut pada manusia (Kurosaki et al. 1995). Peradangan Portal dan stres

oksidatif telah diamati setelah terpapar alumunium (Nayak 2002), meskipun perubahan patologis tidak jelas pada percobaan menggunakan hewan (Kametani and Nagata 2006). Efek logam terhadap sistim pernapasan juga dilaporkan karena terpapar kobalt, nikel dan kromium (Nemery 1990), yang menyebabkan kenaikan insiden kondisi asma dan peradangan.

Akumulasi kobalt juga akan merangsang terjadinya cardiomyopathy (Barceloux 1999b). Nikel dan vanadium juga berpengaruh dalam perubahan fungsi jantung dengan percobaan pada hewan dan secara signifikan meningkatkan kematian penyakit kardiovaskuler (Lippmann et al. 2006). Selain

(35)

21

diidentifikasi pada manusia yang terekspos kromium (Bonde and Vittinghus 1996).

Sistem reproduksi, paparan kronis kromium menginduksi berbagai efek kesuburan yang merugikan yang dilakukan percobaan pada hewan model (Aruldhas et al. 2005; Elbetieha and Al-Hamood 1997). Penurunan jumlah

sperma, degradasi sel-sel epitel, kelainan sperma, berkurangnya jumlah folikel dan ovum dan peningkatan jumlah folikel atresia merupakan hasil percobaan pada hewan model. Sebuah studi epidemiologi pada pekerja stainless steel tidak menemukan hubungan kausal yang signifikan antara paparan kromium dan kualitas sperma (Bonde 1993), tetapi pekerja di manufaktur kromium sulfat memiliki korelasi positif yang signifikan antara kejadian morfologi abnormal sperma dan level kromium dalam darah (Kumar et al. 2005). Paparan nikel,

vanadium, alumunium dan kobalt telah terbukti menginduksi beberapa efek toksik sistem reproduksi pada percobaan hewan jantan, seperti abnormal histopatologi dan spermatogenesis (Anderson et al 1992; Domingo 1996; Liobet

et al. 1995; Pandey et al. 1999).

Data yang diperoleh menunjukkan implan tantalum tanpa lapis maupun berlapis hidroksiapatit tidak mempengaruhi berat organ.

5.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Implantasi tantalum porous berlapis maupun tanpa lapis hidrokisiapatit

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengukuran parameter darah merah dan darah putih. Densitas radiografi implan tantalum porous lapis

hidroksiapatit lebih rendah dibandingkan tantalum tanpa lapis hidroksiapatit pada saat implantasi hari ke-14, 30 dan setelah implantasi pada hari ke-60. Rasio berat organ menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing kelompok perlakuan.

Saran

Perlu dilakukan pengujian tantalum secara in vivo pada spesies yang

(36)

22

DAFTAR PUSTAKA

Anderson MB, Pedigo NG, Katz RP and George WJ. 1992. Histopathology of testes from mice chronically treated with cobalt. Reprod Toxicol, 6(1):

41-50.

Anderson JM, Rodriguez A, and Chang DT. 2008. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol, 20(2): 86-100.

Arosa FA, Pereira CF and Fonseca AM. 2004. Red blood cells as modulators of T cell growth and survival. Curr Pharm Des, 10(2): 191-201.

Aruldhas MM, Subramanian S, Sekar P, Vengatesh G, Chandrahasan G, Govindarajulu P and Akbarsha MA. 2005. Chronic chromium exposure-induced changes in testicular histoarchitecture are associated with oxidative stress: study in a non-human primate (Macaca radiata Geoffroy).

Hum Reprod, 20(10): 2801-2813.

Barceloux DG. 1999a. Chromium. J Toxicol Clin Toxicol, 37(2): 173-194.

Barceloux DG. 1999b. Cobalt. J Toxicol Clin Toxicol, 37(2): 201-206.

Barrere F, Van Blitterswijk CA and de Groot K. 2006. Bone regeneration: molecular and cellular interactions with calcium phosphate ceramics. Int J

Nanomedicine, 1(3): 317-332.

Bilhan H, Bural C and Geckili O. 2013. Titanium hypersensitivity. A hidden threat for dental implant patients? N Y State Dent J, 79(4): 38-43.

Bobyn JD, Stackpool GJ, Hacking SA, Tanzer M and Krygier JJ. 1999. Characteristics of bone ingrowth and interface mechanics of a new porous tantalum biomaterial. J Bone Joint Surg Br, 81(5): 907-914

Bonde JP. 1993. The risk of male subfecundity attributable to welding of metals. Studies of semen quality, infertility, fertility, adverse pregnancy outcome and childhood malignancy. Int J Androl, 1: 1-29.

Bonde JP and Vittinghus E. 1996. Urinary excretion of proteins among metal welders. Hum Exp Toxicol, 15(1): 1-4.

Chan DC, Titus HW, Chung KH, Dixon H, Wellinghoff ST and Rawls HR. 1999. Radiopacity of tantalum oxide nanoparticle filled resins. Dent Mater,

15(3): 219-222.

Chang YY, Huang HL, Chen YC, Hsu J T, Shieh TM and Tsai MT. 2014. Biological Characteristics of the MG-63 Human Osteosarcoma Cells on Composite Tantalum Carbide/Amorphous Carbon Films. PLoS One, 9(4).

Carson JL, Terrin ML and Jay M. 2003. Anemia and postoperative rehabilitation.

Can J Anaesth, 50(6 Suppl): S60-64.

Cheng Y, Cai W, Li HT and Zheng YF. 2006. Surface modification of NiTi alloy with Ta. J Mater Science, 41(15): 4961-4964.

Cohen R. 2002. A porous tantalum trabecular metal: basic science. Am J Orthop, 31(4): 216-217.

Cotran R, Kumar V and Robbins S. 1999. Pathologic Basis of Disease. Saunders Philadelphia.

(37)

23

Disegi JA. and Eschbach L. 2000. Stainless steel in bone surgery. Injury, 4: 2-6.

Domingo JL. 1996. Vanadium: a review of the reproductive and developmental toxicity. Reprod Toxicol, 10(3): 175-182.

Elbetieha A and Al-Hamood MH. 1997. Long-term exposure of male and female mice to trivalent and hexavalent chromium compounds: effect on fertility.

Toxicology, 116(1-3): 39-47.

Fathi M and Mortazavi V. 2008. Tantalum, Niobium and Titanium Coatings for Biocompa Improvement of Dental Implants. J DentRes , 4.

Geesink RG, de Groot K and Klein CP. 1988. Bonding of bone to apatite-coated implants. J Bone Joint Surg Br, 70(1): 17-22.

Gosain AK and Persing JA. 1999. Biomaterials in the face: benefits and risks. The

Journal of craniofacial surgery, 10(5): 404-414.

Gotman I. 1997. Characteristics of metals used in implants. J Endourol, 11(6):

383-389.

Gottrup F. 2004. Oxygen in wound healing and infection. World J Surg, 28(3):

312-315.

Guo S and Dipietro LA. 2009. Factors Affecting Wound Healing. J Dent Res.,

89(3): 219-229.

Habibovic P, Barrere F, Blitterswijk CAV, Groot KD and Layrolle P. 2002. Biomimetic Hydroxyapatite Coating on Metal Implants. Journal of the

American Ceramic Society, 85(3): 517-522.

Hallab N, Mikecz K, Vermes C, Skipor A and Jacobs JJ. 2001a. Orthopaedic implant related metal toxicity in terms of human lymphocyte reactivity to metal-protein complexes produced from cobalt-base and titanium-base implant alloy degradation. Mol Cell Biochem, 222(1-2): 127-136.

Hallab N, Merritt K and Jacobs JJ. 2001b. Metal sensitivity in patients with orthopaedic implants. J Bone Joint Surg Am: 428-436.

Hart AJ, Hester T, Sinclair K, Powell JJ, Goodship AE, Pele L, Fersht NL and Skinner J. 2006. The association between metal ions from hip resurfacing and reduced T-cell counts. J Bone Joint Surg Br, 88(4): 449-454.

Hench LL. 1998a. Bioactive materials: The potential for tissue regeneration. J

Biomed Mater Res, 41(4): 511-518.

Hench LL. 1998b. Biomaterials: a forecast for the future. Biomaterials, 19(16):

1419-1423.

Hennig FF, Raithel HJ, Schaller KH and Dohler JR. 1992. Nickel-, chrom- and cobalt-concentrations in human tissue and body fluids of hip prosthesis patients. J Trace Elem Electrolytes Health Dis, 6(4): 239-243.

Holsworth REJR, Cho YI and Weidman J. 2013. Effect of hydration on whole blood viscosity in firefighters. Altern Ther Health Med, 19(4): 44-49.

Hunt TK, and Hopf HW. 1997. Wound healing and wound infection. What surgeons and anesthesiologists can do. Surg Clin North Am, 77(3):

587-606.

(38)

24

Joon P and Lakes RS. 2007. Tissue Response to Implants, Biomaterials: 265-290:

Springer New York.

Kametani K and Nagata T. 2006. Quantitative elemental analysis on aluminum accumulation by HVTEM-EDX in liver tissues of mice orally administered with aluminum chloride. Med Mol Morphol, 39(2): 97-105.

Karageorgiou V and Kaplan D. 2005. Porosity of 3D biomaterial scaffolds and osteogenesis. Biomaterials, 26(27): 5474-5491.

Kokubo T, Kim HM and Kawashita M. 2003. Novel bioactive materials with different mechanical properties. Biomaterials, 24(13): 2161-2175.

Kumar S, Sathwara NG, Gautam AK, Agarwal K, Shah B, Kulkarni PK, Patel K, Patel A, Dave LM, Parikh DJ and Saiyed HN. 2005. Semen quality of industrial workers occupationally exposed to chromium. J Occup Health,

47(5): 424-430.

Kuriyan M and Carson JL. 2005. Anemia and clinical outcomes. Anesthesiol Clin

North America, 23(2): 315-325.

Kurosaki K, Nakamura T, Mukai T and Endo T. 1995. Unusual findings in a fatal case of poisoning with chromate compounds. Forensic Sci Int, 75(1):

57-65.

Levine B, Della Valle CJ and Jacobs JJ. 2006a. Applications of porous tantalum in total hip arthroplasty. JAm Acad Orthop Surg, 14(12): 646-655.

Levine BR, Sporer S, Poggie RA, Della Valle CJ and Jacobs JJ. 2006b. Experimental and clinical performance of porous tantalum in orthopedic surgery. Biomaterials, 27(27): 4671-4681.

Lin L, Chow KL and Leng Y. 2009. Study of hydroxyapatite osteoinductivity with an osteogenic differentiation of mesenchymal stem cells. Journal of

Biomedical Materials Research Part A, 89A(2): 326-335.

Lindholm PF, Annen K and Ramsey G. 2011. Approaches to minimize infection risk in blood banking and transfusion practice. Infect Disord Drug Targets,

11(1): 45-56.

Lippmann M, Ito K, Hwang JS, Maciejczyk P and Chen LC. 2006. Cardiovascular effects of nickel in ambient air. Environ Health Perspect, 114(11):

1662-1669.

Liobet JM, Colomina MT, Sirvent JJ, Domingo JL, Corbella J. 1995. Reproductive toxicology of aluminum in male mice. Fundam Appl

Toxicol, 25(1): 45-51.

Long M and Rack HJ. 1998. Titanium alloys in total joint replacement materials science perspective. Biomaterials, 19(18): 1621-1639.

Maho A, Linden S, Arnould C, Detriche S, Delhalle J and Mekhalif Z. 2012. Tantalum oxide/carbon nanotubes composite coatings on titanium, and their functionalization with organophosphonic molecular films: a high quality scaffold for hydroxyapatite growth. J Colloid Interface Sci, 371(1):

150-158.

Manson PN, Crawley WA and Hoopes JE. 1986. Frontal cranioplasty: risk factors and choice of cranial vault reconstructive material. Plast Reconstr Surg,

Gambar

Gambar 3 (a) makroskopis dan (b) mikrostruktur dari keramik  porous tricalcium
Tabel 3 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit pada hari ke-0, 7, 14, 30 dan 60
Tabel 6 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok tikus kontrol, kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous tanpa lapis dan kelompok tikus yang diimplan dengan tantalum porous berlapis hidroksiapatit
Gambar 8  Rata-rata densitas implan pada kelompok tikus yang diimplan dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah Panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk membantu menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi

Sehubungan dengan pelaksanaan Pelelangan Pekerjaan Konstruksi Rehabilitasi Empat Ruang Kelas Madrasah Tsanawiyah Negeri Panggul, Tahun Anggaran 2012 yang akan

Komentari Śrī Sridhara Swami dari Rudra- sampradāya: Pada saat itu, Kṛṣṇa segera menarik visvarupa-Nya atau bentuk universal ilahi dari pandangan kemudian muncul dalam

Tujuan Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian susu curcuma yang mengandung kurkumin terhadap parameter farmakokinetika

(d) keterlibatan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II meliputi siswa memperhatikan dan menanggapi ketika guru menjelaskan (tahap

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi belajar siswa saat pembelajaran akidah akhlak. Hal tersebut dapat dilihat dari gelaja: ada sebagian siswa ketika

88 Saya tidak merasa sulit untuk berbicara dengan orang lain.. 89 Sulit bagi saya untuk memaafkan orang

Data epidemiologi telah digunakan oleh negara bagian, Amerika Serikat Environmental Protection Asency (USEPA) atau lembaga di negara lain sebagai dasar atau