• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema pythagoras di kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keterlibatan siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema pythagoras di kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang - USD Repository"

Copied!
343
0
0

Teks penuh

(1)

KETERLIBATAN SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN

TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII C SMP TARAKANITA MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

FRANSISCA SITI SUDARYATI

NIM : 081414017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

KETERLIBATAN SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN

TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII C SMP TARAKANITA MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

FRANSISCA SITI SUDARYATI

NIM : 081414017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Supaya

berhasil

aku t idak boleh

t akut gagal,

t akut gagal inilah yang selalu membuat ku t idak berani mencoba menghasilkan

Kar ya Agung”

“Rencana-M u bagiku hari depan penuh harapan,

rencana-M u indah bagiku..”

(M etamorf osis)

Penuh ucapan syukur kepada T uhan Yesus dan Bunda M aria, karya ini khusus kupersembahkan untuk:

(6)
(7)

vi ABSTRAK

Fransisca Siti Sudaryati, 2012. Keterlibatan Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras di Kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan tingkat keterlibatan siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, serta pengaruh pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 dengan pokok bahasan teorema Pythagoras. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang yang berjumlah 34 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi dua instrumen yaitu instrumen tes yang berupa tes kemampuan awal, kuis, dan tes evaluasi. Instrumen non tes meliputi instrumen keterlaksanaan RPP, lembar observasi keterlibatan siswa, wawancara, dan transkrip video. Sebelum digunakan, semua instrumen telah divalidasi baik dengan uji pakar maupun uji butir. Setelah melalui tahap validasi, dinyatakan bahwa semua instrumen memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) proses pembelajaran berjalan dengan baik dengan rata-rata keterlaksanaan RPP sebesar 95,825%. (b) tingkat keterlibatan siswa tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil keterlibatan siswa dalam kelompok, sebesar 42,86% kelompok memiliki tingkat keterlibatan tinggi, 28,57% kelompok tingkat keterlibatannya sedang, dan 28,57% kelompok tingkat keterlibatannya rendah. (c) pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw II berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes kemampuan awal siswa yang rata-rata kelasnya hanya 30,96, sedangkan pada tes evaluasi, rata-ratanya mencapai 62,69. Tes evaluasi menunjukkan bahwa 44,12% siswa hasil belajarnya baik, 35,29% hasil belajarnya cukup, dan sebesar 20,59% hasil belajarnya kurang. (d) keterlibatan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II meliputi siswa memperhatikan dan menanggapi ketika guru menjelaskan (tahap presentasi kelas), siswa menanggapi arahan guru dalam proses kelompok, siswa berdiskusi dalam kelompok asal, berdiskusi dalam kelompok ahli, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat, menanggapi pendapat, berdiskusi dalam kelompok, membantu teman, mendapat perhatian dari guru, siswa mengerjakan soal kuis, siswa menanggapi ketika guru memberikan penguatan dan kesimpulan.

(8)

vii ABSTRACT

Fransisca Siti Sudaryati, 2012. Students Involvement in Application of Cooperative Learning Model Type Jigsaw II to Improve Learning Result of Students in main subject: Pythagorean Theorem in Class VIIIC SMP Tarakanita Magelang. Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research is aimed to know the learning process, the involvement level of students in the cooperative learning model type Jigsaw II, and the effects of this learning toward students’ learning result in the main subject: Pythagorean theorem. This research is classified into decriptive-qualitative research supported with a quantitative research. This research had been done on the first semester of the academic year 2012/2013 with the main subject: Pythagorean theorem. The subjects of this research are the students of Class C of the grade VIII in SMP Tarakanita Magelang and there are 34 students in the class.

The instruments of this research consist of two instrument, they are test instrument such as begining competency test, quizzes, and the evaluation test. The non-test instruments include the realization of lesson planning, students involvement observation sheet, interview, and video transcript. Prior to the use in the research, all instruments were validated with expert judgement and item validation. Having done through the validation all instruments are considered passing the required conditions.

The result of this research show that (a) the learning process goes well with the average of the realization of the lesson planning is about 95,825%. (b)the students in involvement level is consider high. This can be seen from the percentage of the students involvement result is in group is 42,86% group has a high involvement level, 28,57% group has medium involvement level, and 28,57% group has low involvement level. (c)the learning process with cooperative model type Jigsaw II has positive impact to the students’ learning result. From the begining competency test, the average score of this class is only 30,96 while in the evaluation test show that the average score of the students is 62,69. The evaluation test show that 44,12% of the students have high result, 35,29% have medium result, and 20,59% have low result. (d)the involvement of the students in this cooperative learning model type Jigsaw II includes students’ attentive attitude and students’ responses when the teacher is giving explanation (class presentation part), students’ responds towards teacher’s instruction in the group’s process, discussion in the initial group, discussion in the expert group, asking question, answering question, sharing their opinion, responds mate’s opinion, groups discussion, helping classmate, getting teacher’s attention (toward group work), doing the quizzes and responding to the teacher when confirming the answers..

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan kasih dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan,

dukungan, doa, dan motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu,

diantaranya:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan;

2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., selaku Kepala Jurusan Pendidikan

Matematika dan IPA;

3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi

Pendidikan Matematika;

4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing akademik;

5. Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dengan penuh

kesabaran selama penyusunan skripsi ini;

6. Dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis, sehingga

penulis mendapat banyak pengetahuan dan wawasan dalam mengambil

dan mengolah data penelitian;

7. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma, yang

telah membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar

(11)

x

8. Dra. Caecilia Ayu Larasati, selaku Kepala SMP Tarakanita Magelang

tahun ajaran 2011/2012, yang telah memberikan kesempatan serta izin

untuk mengadakan observasi sebelum memulai penelitian;

9. Drs. Yustinus Sudaryanto, selaku Kepala SMP Tarakanita Magelang tahun

ajaran 2012/2013, yang telah memberikan kesempatan serta izin untuk

melakukan penelitian;

10.Alb. Heru Wicaksono, S.Pd. dan Lucia Tri Harjanti, S.Pd., selaku guru

matematika di SMP Tarakanita Magelang, yang telah memberikan

kesempatan, bimbingan, dan bantuan selama proses penelitian;

11.Siswa-siswi kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang tahun ajaran

2012/2013, yang telah membantu penulis selama penulis melakukan

penelitian;

12.Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, serta ponakan-ponakanku tercinta,

atas dukungan, doa, semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

13.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2008 yang telah banyak

membantu penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini;

14.Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 10 Desember 2012

Penulis

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……….. vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………… viii

KATA PENGANTAR ……… ix

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Id e nt ifik as i M a sa lah. . . ……….. 5

C. Pembatasan Masalah ……….... 5

D. Rumusan Masalah ………... 6

E. Tujuan Penelitian ………... 6

F. Batasan Istilah ………... 7

G. Manfaat Penelitian ………... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ………... 11`

A. Landasan Teori ………... 11

1. Makna Belajar ………... 11

(13)

xii

3. Keterlibatan Siswa ………... 14

4. Model Pembelajaran……… 16

5. Pembelajaran Kooperatif………. 19

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ……….... 26

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II………. 29

8. Hasil Belajar ………... 33

9. Teorema Pythagoras ……… 34

B. Kerangka Berpikir……… 42

BAB III. METODE PENELITIAN………..……… 44

A. Jenis Penelitian ………. 44

B. Wa ktu d a n T emp at P en elit ian. …… ……… ……….. 45

C. Subyek dan Obyek Penelitian.…….………... 45

D. Variabel Penelitian ...………. 45

E. Teknik Pengumpulan Data ……..……… 46

F. Instrumen Penelitian………...………. 49

G. Validitas dan Reliabilitas………. 61

H. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, PENYAJIAN DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN……… 70

A. Pelaksanaan Penelitian………. 70

B. Penyajian Data………. 82

C. A na lis i s d an P emb a has an. . . … ………… … ……….. 97

1. Analisis Keterlaksanaan RPP ………. 97

2. Analisis Data Keterlibatan Siswa ……….. 103

3. Analisis Data Hasil Belajar……… 107

4. Analisis Korelasi Hasil Belajar dan Keterlibatan Siswa …... 111

5. Analisis Data Pembelajaran ……….. 112

a. Transkripsi Rekaman Video………. 112

(14)

xiii

c. Penentuan Kategori Data………. 119

6. Analisis Hasil Wawancara ……… 137

D. Keterbatasan Penelitian ……… 140

BAB V. PENUTUP………... 142

A. Kesimpulan ……….. ………... 142

B. S ar an … ……… …………. . . … …… … …… ……….143

DAFTAR PUSTAKA ………. 145

LAMPIRAN……… 147

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Mengenal Teorema Pythagoras ………. 34

Tabel 3.1 Kisi- kisi Soal Tes Kemampuan Awal ……….. 49

Tabel 3.2 Kisi- kisi Soal Tes Evaluasi ………... 51

Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP ………. 53

Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ... 56

Tabel 3.5 Kriteria Perhitungan Peningkatan Skor Individu ……… 65

Tabel 3.6 Kriteria Penghargaan Kelompok ………. 66

Tabel 4.1 Pembagian Kelompok Heterogen ……… 71

Tabel 4.2 Penghargaan Kelompok ………... 81

Tabel 4.3 Keterlaksanaan RPP Pertemuan I……… ……… 82

Tabel 4.4 Keterlaksanaan RPP Pertemuan II ……….. 84

Tabel 4.5 Keterlaksanaan RPP Pertemuan III ………. 85

Tabel 4.6 Keterlaksanaan RPP Pertemuan IV ………... 87

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Tingkat Keterlibatan Siswa Berdasarkan Kelompok ……… 89

Tabel 4.8 Perhitungan Jenis Keterlibatan Siswa ………. 91

Tabel 4.9 Hasil Tes Kemampuan Awal ……….. 92

Tabel 4.10 Hasil Kuis pada Masing-masing Pertemuan ………. 93

Tabel 4.11 Hasil Evaluasi Belajar Siswa ……… 95

Tabel 4.12 Kriteria Tingkat Keterlibatan Kelompok ………. 104

Tabel 4.13 Persentase Tingkat Keterlibatan Kelompok ………. 104

(16)

xv

Tabel 4.15 Kriteria Keterlibatan Masing-masing Siswa ……… 106

Tabel 4.16 Jumlah Masing-masing Jenis Keterlibatan Siswa Dalam Kelompok ………... 106

Tabel 4.17 Kriteria Hasil Belajar Siswa ………... 109

Tabel 4.18 Kriteria Hasil Belajar Siswa dan Jumlah Siswa pada Evaluasi ………... 110

Tabel 4.19 Perbandingan Tes Kemampuan Awal dan Tes Evaluasi ………... 111

Tabel 4.20 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan I…………... 112

Tabel 4.21 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan II …………... 114

Tabel 4.22 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan III ………... 116

Tabel 4.23 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan IV ………….... 118

Tabel 4.24 Kategori-Sub Kategori Keterlibatan Siswa ………... 120

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Halaman

Gambar 2.1 Mengenal Teorema Pythagoras ………... 34

Gambar 2.2 Segitiga Siku-siku ABC ……….. 36

Gambar 2.3 Segitiga Siku-siku ABC dan PQR ……….. 36

Gambar 2.4 Segitiga Siku-siku ABC ………... 39

Gambar 2.5 Persegi Panjang ABCD ……….... 40

Gambar 2.6 Contoh Soal 2 ……… 41

Grafik 4.1 Tingkat Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ………... 104

Grafik 4.2 Tingkat Keterlibatan Masing-masing Siswa ……….. 106

Grafik 4.3 Kriteria Hasil Belajar Siswa ………... 110

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A ………... 148

A1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ……… 149

A2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ……… 163

LAMPIRAN B ………... 174

B1. Lembar Kerja Siswa 1 ………. 175

B2. Lembar Kerja Siswa 2 ………. 179

B3. Lembar Kerja Siswa 3 ………. 184

B4. Lembar Kerja Siswa 4 ………. 187

LAMPIRAN C ………... 190

C1. Soal Tes Kemampuan Awal ……… 191

C2. Soal Uji Coba Tes Evaluasi ………. 192

C3. Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Coba ………. 195

C4. Soal Tes Evaluasi ………... 212 C5. Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ……… 215

C6. Soal Kuis 1 ………... 216

C7. Soal Kuis 2 ………... 217

C8. Soal Kuis 3 ………... 218

(19)

xviii

LAMPIRAN D ………... 220

D1. Transkripsi Video Pertemuan 1 ………. 221

D2. Transkripsi Video Pertemuan 2 ………. 228

D3. Transkripsi Video Pertemuan 3 ………. 235

D4. Transkripsi Video Pertemuan 4 ………. 240

LAMPIRAN E ………... 245

E1. Transkripsi Hasil Wawancara ……… 246

LAMPIRAN F ………... 255

F1. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Kemampuan Awal ……….. 256

F2. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Evaluasi ……….. 258

F3. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis 1 ………. 267

F4. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis II ………. 268

F5. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis III ……… 270

F6. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis IV ……… 272

LAMPIRAN G ………... 274

G1. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 1 ……….... 275

G2. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 2 ………... 278

G3. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 3 ……….... 282

(20)

xix

LAMPIRAN H ………... 286

H1. Kunci Jawaban dan Pedoman Penilaian Soal Tes Kemampuan Awal ...…….. 287

H2. Kunci Jawaban dan Pedoman Penilaian Soal Evaluasi ………. 289

H3. Kunci Jawaban LKS 1 ………... 292

H4. Kunci Jawaban LKS 2 ……….... 295

H5. Kunci Jawaban LKS 3 ……….... 298

H6. Kunci Jawaban LKS 4 ……….... 300

H7. Kunci Jawaban Soal Kuis 1 ………. 303

H8. Kunci Jawaban Soal Kuis 2 ………. 304

H9. Kunci Jawaban Soal Kuis 3 ………. 305

H10. Kunci Jawaban Soal Kuis 4 ………... 306

H11. Perhitungan Penghargaan Kelompok ………... 307

H12. Daftar Penghargaan Kelompok ……….... 312

LAMPIRAN I ………... 313

I1. Lembar Pengamatan ………... 314

I2. Hasil Dokumentasi ………... 321

LAMPIRAN J ………... 322

J1. Surat Izin Penelitian ………... 323

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan

kita sebagai manusia. Dalam pendidikan itu terjadi proses belajar yang

menyebabkan pengetahuan manusia bertambah. Belajar adalah suatu

aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara

relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1991). Di dalam proses belajar

diperlukan suatu sikap yang dapat memacu kita untuk lebih maju. Begitu

pula pendidikan di sekolah menuntut para siswa untuk berperan aktif

dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan para siswa mampu

meraih prestasi yang baik pula.

Keaktifan siswa sangat diperlukan karena sudah bukan jamannya

lagi dimana siswa hanya memperoleh pengetahuan dari guru. Setiap siswa

dituntut untuk mampu mencari dan membangun pengetahuannya sendiri

dari berbagai sumber dan fasilitas pendukung lain yang ada. Namun

kenyataan di lapangan, masih banyak guru yang menerapkan sistem lama

yaitu proses pembelajaran terpusat pada guru, sehingga siswa-siswa hanya

pasif mendengarkan apa yang diberikan oleh guru tanpa ada rasa ingin

(22)

Matematika merupakan ilmu yang bagi sebagian orang dipandang

sebagai ilmu yang sulit. Karena itu, diperlukan keterampilan dari guru

untuk dapat mengembangkan pembelajaran matematika yang

menyenangkan dan membuat siswa merasa senang dan tertarik untuk

belajar matematika. Dewasa ini, banyak model-model pembelajaran

bermunculan yang kemudian diterapkan oleh guru agar siswa terpacu

untuk belajar secara aktif dikelas. Tidak hanya itu saja, model tersebut

menawarkan berbagai kelebihannya masing-masing yang tidak dimiliki

pada model konvensional. Ini membuat siswa semakin terpacu untuk aktif

belajar di kelas.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa

adalah model pembelajaran kooperatif yaitu sistem pengajaran yang

memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama

siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Slavin, 2005). Dalam

pembelajaran kooperatif ini ada berbagai tipe, salah satunya tipe Jigsaw

adalah model pembelajaran kooperatif dimana siswa ditempatkan ke

dalam tim beranggota 4-6 orang yang disebut kelompok asal. Kemudian

kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli. Kelompok ahli

dari masing-masing kelompok asal berdiskusi sesuai keahliannya dan

kemudian kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar

informasi (Suyatno, 2009).

Guru yang baik selalu mencoba melakukan usaha untuk membuat

(23)

Guru berusaha untuk peduli terhadap siswanya, memahami karakter

masing-masing siswa akan membuat siswa merasa nyaman dan

termotivasi untuk belajar (John W. Santrock, 2009).

Dalam proses pembelajaran dikelas, tidak hanya interaksi dengan

guru saja yang diperlukan namun interaksi dengan teman sebaya juga tak

kalah penting. Antar teman sebaya diharapkan terjadi interaksi yang baik

sehingga dapat saling bekerja sama ketika memahami suatu materi

tertentu. Menurut Vygotsky (John W. Santrock, 2009) disamping guru,

teman sebaya berpengaruh penting terhadap perkembangan kognitif anak,

kerja kelompok secara kooperatif dapat mempercepat perkembangan anak.

Belajar dengan teman sebaya akan lebih memudahkan siswa dalam

menangkap suatu materi, karena apabila dengan teman akan merasa lebih

enak dan tidak akan merasa sungkan untuk bertanya bila belum paham

mengenai materi yang diajarkan.

Di sekolah yang saya amati, waktu itu sedang belajar mengenai

materi segitiga. Guru menerapkan pembelajaran kelompok sewaktu belajar

tentang materi sifat-sifat segitiga. Guru meminta siswa untuk memilih

anggota kelompoknya sendiri yang berjumlah 4-5 siswa, setelah itu

didalam kelompok saling berdiskusi untuk mencari sifat-sifat dari segitiga

tersebut. Dari proses tersebut sudah nampak adanya saling diskusi antar

siswa dalam kelompok, namun siswa-siswa masih cenderung individual

mereka mengerjakan sendiri dan hanya sesekali bertanya dengan teman

(24)

oleh siswa yang kurang, sehingga tidak ada saling kerjasama antara siswa

yang lebih bisa dan kurang bisa. Ini berakibat pada pemahaman materi

selanjutnya, yaitu siswa yang prestasinya baik akan bertambah

pengetahuan sementara yang kurang akan semakin tidak bisa karena

kurang pengetahuan. Pengelompokan siswa juga berpengaruh terhadap

proses diskusi, dimana siswa yang hasil belajarnya baik pasti akan

memilih teman yang rata-rata sama dengan prestasinya. Ini akan

menyebabkan adanya kesenjangan diantara kelompok-kelompok tersebut.

Ketika guru mengajak siswa untuk berdiskusi kelas, beberapa

siswa terlihat aktif dan antusias terhadap proses diskusi. Namun masih

banyak siswa yang tidak terlibat aktif, ada siswa yang masih malu-malu

atau segan untuk ikut menjawab pertanyaan dari guru. Mereka memilih

untuk diam atau sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga kompetensi

yang ingin dicapai kadang belum sesuai begitu kata guru ketika kami

mengadakan wawancara.

Keterlibatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas,

dirasa masih kurang. Siswa yang aktif hanya yang itu-itu saja, yaitu siswa

yang memang memiliki prestasi baik mampu mengemukakan pendapatnya

ketika guru mengajak siswa berdiskusi kelas. Sedangkan untuk siswa yang

lain hanya diam dan ikut-ikut saja. Siswa yang terlibat aktif dalam proses

pembelajaran cenderung akan bekerja sendiri, tidak berusaha untuk

membantu teman yang merasa kesulitan. Begitu pula saat ada siswa yang

(25)

bertanya kepada teman yang lebih bisa. Itulah sebabnya peneliti merasa

tertarik untuk mengadakan penelitian tentang keterlibatan siswa dalam

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

1. Perlunya model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan

siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Kurangnya interaksi antar teman sebaya ketika mengikuti proses

pembelajaran di kelas, kemungkinan disebabkan karena siswa

cenderung masih individualis dan belum percaya kepada kemampuan

teman sebayanya.

3. Guru belum pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw II karena dirasa kurang efektif dan memakan banyak waktu.

C. Pembatasan Masalah

Dari sekian banyak masalah yang telah diidentifikasi, karena

keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, maka penelitian ini dibatasi pada

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam

pembelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras untuk

mengetahui tingkat keterlibatan siswa dan pengaruhnya terhadap hasil

(26)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada

pokok bahasan Teorema Pythagoras?

2. Bagaimanakah tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw II pada pokok bahasan teorema Pythagoras?

3. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II

terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada pokok bahasan

Teorema Pythagoras.

2. Tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw II pada pokok bahasan teorema Pythagoras.

3. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II terhadap hasil

(27)

F. Batasan Istilah

Peneliti merasa perlu untuk memberikan penegasan istilah–istilah

yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan

dan nilai-sikap (W.S Winkel, 1991).

2. Pembelajaran

Menurut Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Udin S.

Winataputra, 2008).

3. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dilakukan

individu dengan teori logika deduktif yang berkenaan dengan

hubungan-hubungan yang bebas dari isi materi hal-hal yang ditelaah

sehingga terjadi perubahan perilaku dari tidak bisa menjadi bisa, dari

tidak tahu menjadi tahu tentang matematika (Herman Hudojo, 1988).

4. Keterlibatan Siswa

Menurut Surayin (Novi Indriani, 2007) keterlibatan adalah suatu

keadaan seseorang ikut berperan secara aktif dalam suatu kegiatan.

(28)

memperoleh ilmu yang mereka cari. Keterlibatan siswa yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah mengajukan pertanyaan, menjawab

pertanyaan, berdiskusi dalam kelompok, memberikan pendapat,

menanggapi pendapat, dan membantu teman.

5. Model Pembelajaran

Menurut Soekamto (Nurulwati, 2000) model pembelajaran adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar.

6. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang pada

dasarnya menggalakkan siswa belajar bersama-sama dalam suatu

kelompok kecil yang heterogen, dimana setiap siswa saling bekerja

sama dan membantu dalam mempelajari materi pelajaran (Tukiran, ).

7. Jigsaw II

Jigsaw II adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, dimana

semua siswa membaca semua materi terlebih dahulu. Selanjutnya

dibentuk kelompok asal dimana setiap siswa dalam kelompok

mendapat tugas belajar yang berbeda-beda. Setiap anggota dari

kelompok yang mendapat tugas belajar masalah yang sama

(29)

disebut kelompok ahli. Kemudian tim ahli kembali ke kelompok asal

untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari dan didiskusikan dalam

kelompok ahli untuk diajarkan kepada kelompok asalnya

masing-masing (Slavin, 2005).

8. Hasil belajar

Hasil belajar adalah hasil perubahan mental pada diri siswa. Ada

tiga jenis perubahan, yaitu perubahan kognitif, perubahan motivasi,

dan perubahan tingkah laku (Soeitoe, 1982).

9. Teorema Pythagoras

Teorema Pythagoras dapat dinyatakan sebagai berikut, yaitu

pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi dengan sisi miring

sebagai sisinya sama dengan jumlah luas daerah persegi dengan kedua

sisi siku-sikunya sebagai sisi. Materi ini merupakan salah satu pokok

bahasan matematika yang disampaikan di kelas VIII.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Merupakan wahana untuk belajar membuat karangan ilmiah

(30)

2. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

variasi bagi guru matematika dan para calon guru matematika dalam

memilih model pembelajaran yang sesuai, terutama dalam peningkatan

keterlibatan siswa.

3. Bagi Fakultas

Dapat digunakan sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan sebagai

(31)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. LANDASAN TEORI 1. Makna Belajar

Menurut Winkel (1991) belajar adalah suatu aktivitas mental/

psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara konstan dan

berbekas. Menurut Herman Hudojo (1988) belajar adalah suatu proses

untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mampu

mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku ini menjadi tetap tidak

berubah lagi dengan modifikasi yang sama.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu proses aktif dari seorang individu untuk berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan pengetahuan sehingga terjadi perubahan

tingkah laku yang bersifat konstan. Menurut Slameto (2002:2) pengertian

belajar secara psikologis merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain belajar ialah

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

(32)

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan

yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya

karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang

merupakan perubahan dalam arti belajar.

Menurut Jean Piaget (Bambang Riadi, 2010) belajar akan lebih

berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa.

Piaget (Suherman, 2001: 39) membedakan tahap-tahap perkembangan

berpikir keruangan seseorang ke dalam empat tahap yaitu:

a. Tahap sensori motor (anak usia 0 – 2 tahun)

Pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota

tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).

b. Tahap pra operasional (anak usia 2 – 7 tahun)

Menurut Mairer (Suherman, 2001:40) tahap pra operasional adalah

tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret, yaitu berupa

tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan obyek, menata

letak benda menurut urutan tertentu, dan membilang.

c. Tahap operasional konkret (anak usia 7 – 12)

Anak-anak yang berada dalam tahap ini umumnya sudah berada di

Sekolah Dasar. Pada tahap ini, anak telah memahami operasi logis

dengan bantuan benda-benda konkret. Anak sudah mampu

mengelompokkan benda, mengikat definisi walaupun belum tepat,

(33)

d. Tahap operasi formal (anak usia 12 tahun keatas)

Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan

menggunakan hal-hal yang abstrak. Penalaran yang terjadi dengan

struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol,

ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.

Dalam penelitian ini, subyek penelitian berada dalam tahap operasi

formal. Siswa kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang rata-rata berumur

13 tahun.

2. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan dalam diri

seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, 2000 dalam Slavin.

2005). Menurut Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Udin S.

Winataputra, 2008).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), matematika dapat

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bilangan-bilangan,

berpikir logis, dan algoritma yang berguna dalam pemecahan masalah

sehari-hari.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika merupakan usaha guru dalam mengajarkan ilmu matematika

(34)

tercipta suatu pembelajaran dimana didalamnya terkandung usaha untuk

mengaktifkan siswa tidak hanya terpusat pada guru.

3. Keterlibatan Siswa

Keterlibatan siswa bisa diartikan sebagai siswa berperan aktif sebagai

partisipan dalam proses belajar mengajar. Menurut Dimjati dan Mudjiono

(1994:56-60), keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru berupaya

untuk memberi kesempatan siswa untuk aktif mencari, memproses dan

mengelola perolehan belajar (dalam wwww.belajarpsikologi.com). Sedangkan

menurut Herman (1991), keterlibatan adalah suatu proses yang

mengikutsertakan setiap siswa secara serempak dalam proses belajar

mengajar. Dalam proses belajar, siswa harus terlibat aktif dalam membangun

pemahaman konsep/ prinsip matematika. Oleh karena itu, dalam proses belajar

siswa harus diberi waktu yang memadahi untuk membangun makna dan

pemahaman, sekaligus membangun keterampilan dari pengetahuan yang telah

diperolehnya.

Berdasarkan uraian diatas, keterlibatan siswa dalam pembelajaran

matematika adalah suatu proses seseorang ikut berperan secara aktif dan

serempak dalam suatu kegiatan belajar mengajar demi membangun

pemahaman konsep/ prinsip matematika.

Untuk dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar

(35)

siswa baik secara individual maupun secara kelompok, penciptaan peluang

yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, upaya mengikutsertakan

siswa atau memberi tugas kepada siswa untuk memperoleh informasi dari

sumber luar kelas atau sekolah serta upaya melibatkan siswa dalam

merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran.

Partisipasi siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa diberi

kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran.

Dalam proses belajar mengajar terdahulu, para murid diharuskan tunduk dan

patuh pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi

keterampilan berpikir kreatif. Dalam belajar, siswa-siswa cenderung disuruh

menghapal daripada mengeksplorasi, bertanya, atau bereksperimen.

Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan

berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak

secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan.

Namun pembelajaran saat ini, masih ada yang menggunakan metode lama,

guru hanya berceramah dan siswa-siswa mendengarkan. Sehingga siswa

menjadi pasif dan dapat menghambat perkembangan aktivitas siswa.

Dalam proses pembelajaran matematika, mencoba atau mengerjakan

sesuatu sangatlah besar peranannya bagi seorang pebelajar (Silberman,

1996:4). Siswa akan mudah merekam pengetahuan dalam otaknya dengan

(36)

hanya mengerjakan latihan soal, namun perlu juga bertanya kepada guru dan

teman serta secara aktif mencari pengetahuan dari sumber belajar lain.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan keterlibatan siswa adalah

aktivitas siswa dalam berpendapat, baik dalam kelompok maupun di dalam

kelas. Keterlibatan siswa dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan siswa

dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berdiskusi dalam

kelompok, memberikan tanggapan, menanggapi pendapat, membantu teman.

4. Model Pembelajaran

Menurut Joice (Trianto, 2009) model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pelajaran dalam

tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran

termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan

lain-lain. Selanjutnya, Joyce (Trianto, 2009) menyatakan bahwa setiap model

pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk

membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran

tercapai.

Adapun Soekamto, dkk (Triyanto, 2009:22) mengemukakan

maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi

(37)

dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian,

aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang

tertata secara sistematis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan

oleh Eggen dan Kauchak (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran

memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Dari kedua pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran merupakan suatu kerangka berpikir yang

mengarahkan para pendidik (guru) untuk merancang suatu proses

pembelajaran yang baik dan terencana demi tercapainya tujuan

pembelajaran. Menurut Kardi dan Nur, (Trianto, 2011:23) istilah model

pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh

strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta dan

pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai)

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

dapat dilaksanakan dengan berhasil,

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran

(38)

Macam-macam model pembelajaran:

1. Model pembelajaran klasikal

Model pembelajaran klasikal adalah model pembelajaran yang kita

lihat sehari-hari. Pada model ini, guru mengajar sejumlah peserta didik

yang kemampuannya dianggap relatif sama dalam sebuah ruangan.

Dengan demikian kondisi belajar peserta didik secara individual baik

menyangkut minat dan kecepatan belajar sulit untuk diperhatikan oleh

guru. Sehingga pembelajaran dengan model seperti ini tidak dapat

melayani kebutuhan belajar peserta didik secara individu (Suherman,

2001).

2. Model pembelajaran individual

Model pembelajaran individual adalah model yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu, dan

kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian. Model

pembelajaran ini menawarkan solusi terhadap masalah peserta didik yang

beraneka ragam (Suherman, 2001).

3. Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

mengutamakan kerja sama antar siswa pada kelompoknya dalam

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan

keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (PLPG Rayon

(39)

5. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan sistem

pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja

sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut

Solihatin dan Rahardjo (Slavin,2005:56) pembelajaran kooperatif

mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam

bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang

teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana

keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota

kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai

suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama

anggota kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa pada

kelompoknya dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan

pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya

terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran

kooperatif menurut Lie (2004) adalah:

a. Saling Ketergantungan Positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana

yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.

(40)

dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan

dapat dicapai melalui: saling ketergantungan mencapai tujuan,

saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling

ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan

peran dan saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi Tatap Muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap

muka dalam kelompok, sehingga mereka dapat berdialog.

Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam

itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari

sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman

sebaya.

c. Akuntabilitas Individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam

belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui

penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.

Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh

guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok

mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan

dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok

didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya,

karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan

(41)

yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota

kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan

akuntabilitas individual.

d. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan

terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,

berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi

orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat

dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya

diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak

dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh

teguran dari guru juga dari sesama siswa.

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana

keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya (Slavin,1994). Model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran

yang penting (Ibrahim, 2000) yaitu:

a. Hasil Belajar Akademik

Dalam belajar kooperatif, meskipun mencakup beragam

tujuan sosial juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas

akademis penting lainnya. Para ahli berpendapat bahwa metode

ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep

(42)

b. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain metode pembelajaran kooperatif adalah

penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda ras,

budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari

berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan

saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui

struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai

satu sama lain.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dari model pembelajaran kooperatif

adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama

dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting

dimiliki siswa sebab saat ini masih banyak anak muda kurang

memiliki keterampilan sosial.

Menurut Gulley dalam Jack Rgibb (1960) model pembelajaran

kooperatif mempunyai banyak keuntungan diantaranya:

1. Anggota-anggota kelompok mempunyai lebih banyak sumber

belajar daripada individual.

2. Anggota kelompok sering terstimulus oleh anggota yang lain.

3. Kelompok lebih mungkin menghasilkan keputusan yang lebih

(43)

4. Komitmen anggota kelompok mungkin merasa lebih kuat.

5. Partisipasi dapat meningkatkan pemahaman personal dan

sosial.

Sementara itu kelemahan dari model pembelajaran kooperatif ini

adalah:

1. Diskusi dapat memakan banyak waktu.

2. Diskusi dapat menekan keyakinan.

3. Diskusi dapat sia-sia.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

serta memotivasi siswa.

2. Guru menyajikan informasi kepada siswa.

3. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.

4. Guru membimbing, memotivasi, serta memfasilitasi kerja siswa

dalam kelompok-kelompok belajar.

5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran

yang telah dilaksanakan.

6. Guru memberi penghargaan hasil belajar baik secara individu

maupun kelompok.

(44)

Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif, antara

lain (Trianto, 2009):

1. STAD ( Student Team Achievement Divisions)

STAD dikembangkan oleh Slavin yaitu merupakan tipe

pembelajaran kooperatif yang sederhana. Ide dasar yang

melatar belakangi adalah untuk memotivasi siswa dalam

usahanya memahami dan mendalami materi yang telah

disampaikan oleh guru melalui kerja kelompok. Pembelajaran

ini menekankan kerja sama setiap individu dalam tim dan

dalam tipe ini terdapat persaingan antar tim untuk mendapatkan

tim yang terbaik. Dengan adanya persaingan itu, maka setiap

anggota tim benar-benar berusaha memahami apa yang

ditugaskan oleh guru, sehingga setiap siswa dapat menjawab

semua pertanyaan ketika diberi kuis. Hasil kuis tiap siswa

memberi sumbangan terhadap keberhasilan tiap kelompok.

Tipe ini menggunakan langkah pembelajaran di kelas

dengan menempatkan siswa ke dalam tim-tim, dimana

masing-masing tim terdiri dari empat siswa. Selanjutnya guru memberi

tugas kepada tim untuk dikerjakan oleh tim. Anggota tim yang

tahu jawaban dari tugas tersebut menjelaskan kepada anggota

lainnya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti. Pada

(45)

siswa dan ketika menjawab, siswa tidak boleh saling

membantu.

2. Jigsaw

Tipe ini menekankan pada tanggung jawab setiap anggota

kelompok terhadap penguasaan bagi dirinya sendiri maupun

bagi siswa lain, karena dalam tipe ini penguasaan materi setiap

anggota kelompok dipengaruhi oleh anggota yang lain dapat

dikatakan bahwa dalam metode ini terdapat ketergantungan

yang positif antar siswa. Dalam tipe Jigsaw tidak ada

persaingan antar kelompok. Tiap anggota kelompok

bertanggung jawab terhadap setiap penguasaan materi yang

ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa yang

bertanggung jawab terhadap komponen yang sama membentuk

kelompok baru yang dinamakan “kelompok ahli”. Setelah

berdiskusi dalam kelompok ahli, masing-masing siswa kembali

ke kelompoknya masing-masing yaitu “kelompok asal” dan

masing-masing siswa wajib menjelaskan kepada anggota

kelompoknya materi yang telah mereka diskusikan di

kelompok ahli. Dengan demikian seluruh siswa dapat

memahami semua komponen yang diberikan oleh guru.

3. Investigasi Kelompok ( Group Investigation)

Group Investigation (investigasi kelompok) adalah metode

(46)

kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu

yang telah ditentukan terlebih dahulu. Tipe ini merupakan

pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan

paling sulit untuk diterapkan. Setelah memilih topik, setiap

kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan

kemudian melaksanakannya. Akhirnya, setiap kelompok

mempresentasikan hasilnya.

4. Team Games Tournament (TGT)

TGT dikembangkan oleh Vries, Edwards, dan Slavin

(1987,1995). Dalam TGT, guru juga menggunakan presentasi

kelas dan siswa bekerja dalam kelompok. Proses pembelajaran

TGT hampir sama dengan pembelajaran dalam tipe STAD.

Perbedaanya dalam TGT, kuis individu diganti turnamen yang

diadakan seminggu sekali. Dalam turnamen, tim beranggota

tiga orang anggota yang mempunyai kemampuan setara.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Jigsaw yang

dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (1978).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menggabungkan kegiatan membaca,

menulis, mendengarkan, dan berbicara. Jigsaw cocok digunakan untuk

(47)

Dalam metode kooperatif tipe Jigsaw terdapat ketergantungan

positif antar siswa. Ketergantungan positif yang dimaksud adalah

keberhasilan setiap siswa menguasai materi, tergantung dari penguasaan

materi dan kemampuan siswa lain menyampaikan materi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki tiga tipe yaitu

sebagai berikut:

a. Jigsaw I

Tipe Jigsaw I tidak hanya menekankan tanggung jawab setiap

siswa terhadap penguasaan materi siswa lain dalam satu kelompok,

tetapi juga siswa dituntut bertanggung jawab terhadap siswa lain

diluar kelompoknya. Hal ini nampak dari presentasi kelompok ahli

dalam diskusi kelas. Dengan diskusi tersebut diharapkan siswa yang

kurang memahami materi dalam diskusi kelompok asal dapat bertanya

lebih jelas lagi kepada kelompok ahli. Demikian pula sebaliknya,

kelompok ahli dapat menerima masukan dari siswa kelompok yang

lain.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I ini, siswa

dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok masing-masing

beranggota 4-6 siswa. Kelompok tersebut selanjutnya disebut

kelompok asal. Materi dibagi dalam beberapa bagian dan dibagikan

kepada setiap siswa dalam kelompok asal sehingga setiap siswa

mempelajari satu bagian dari materi tersebut. Semua siswa dengan

(48)

kelompok yang disebut kelompok ahli. Setelah selesai berdiskusi

dalam kelompok ahli, mereka kembali ke kelompok asal untuk

mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada temannya

dalam kelompok asal tersebut. Kemudian masing-masing kelompok

ahli mempresentasikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas (Slavin,

1994).

b. Jigsaw II

Dalam tipe Jigsaw II, semua siswa diharapkan mengetahui garis

besar materi secara keseluruhan sebelum kegiatan diskusi kelompok

berlangsung. Dengan memahami garis besar materi pembelajaran akan

memudahkan siswa dalam memahami dan menyampaikan sub bagian

materi yang diterimanya serta lebih mudah dalam menangkap sub

bagian materi yang disampaikan oleh siswa lain. Dalam Jigsaw II

tidak terdapat presentasi kelompok atau diskusi kelas.

Tipe Jigsaw II merupakan pendekatan model pembelajaran dimana

semua siswa membaca semua materi terlebih dahulu. Selanjutnya

dibentuk kelompok asal dimana setiap siswa dalam kelompok

tersebut mendapat tugas belajar yang berbeda-beda. Setiap anggota

dari kelompok yang mendapat tugas belajar yang sama berkumpul dan

berdiskusi tentang materi tersebut. Kelompok ini disebut kelompok

(49)

apa yang telah dipelajari dan didiskusikan dalam kelompok ahlinya

untuk diajarkan kepada teman kelompoknya (Slavin, 1994).

c. Jigsaw III

Tipe Jigsaw III ini menekankan proses dimana setiap siswa

memperoleh pengetahuan dari berbagai sudut pandang. Dalam Jigsaw

III, diskusi kelompok baik kelompok asal maupun dalam kelompok

ahli membahas materi yang sama. Dengan demikian, setiap siswa

diharapkan memperoleh penjelasan materi dari sudut pandang yang

berbeda-beda.

Jigsaw III adalah pengembangan dari Jigsaw I dan II, namun dalam

Jigsaw III materi tidak dibagi dalam beberapa bagian. Semua materi

dibahas dalam kelompok, kemudian masing-masing anggota

kelompok membentuk kelompok baru dan membahas materi yang

sama dengan materi yang mereka bahas dalam kelompok sebelumnya.

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Menurut Ahmad Noor Fatirul, 2008

http://trimanjuniarso.Fileswordpress.com/ mengemukakan bahwa:

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah suatu tipe

(50)

penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian

tersebut kepada anggota kelompoknya.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Tujuan pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II sebagai berikut:

1) Membantu siswa mencapai hasil belajar optimal dan

mengembangkan keterampilan sosial siswa.

2) Mengembangkan interaksi sosial dan bekerja sama dalam

pemecahan masalah.

c. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

1) Banyak siswa menjadi aktif dengan bertanya, mengemukakan

pendapat dan bekerjasama dalam kelompok.

2) Dalam berdiskusi, siswa dapat menghargai, menerima pendapat

orang lain dan tidak menyalahkan orang lain tanpa data yang kuat.

d. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II belum banyak

diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Kebanyakan

pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena

beberapa alasan. Alasan utamanya sebagai berikut:

1) Kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan

siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok

karena hanya beberapa anggota kelompok saja yang

(51)

2) Banyak siswa yang tidak senang disuruh bekerja sama dengan

siswa yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja

melebihi siswa yang lain dalam kelompok mereka, sedangkan

siswa yang kurang mampu merasa berkecil hati ditempatkan

dalam kelompok dengan siswa yang lebih pandai.

e. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Koopertif Tipe

Jigsaw II

Untuk mengatasi kelemahan pembelajaran koopertif tipe Jigsaw II

dapat dilakukan perencanaan sebagai berikut:

1) Pengelolaan kelas yang baik oleh guru dan guru merencanakan

tugas yang baik yaitu dengan membuat lembar kerja siswa (LKS)

yang mudah dipahami siswa.

2) Setiap siswa dapat memahami permasalahan-permasalahan yang

akan dipecahkan dalam kelompok merupakan tanggung jawab

bersama dalam kelompok.

f. Kegiatan-kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Menurut Slavin (2008: 241) jadwal kegiatan Jigsaw II ini terdiri

dari kegiatan-kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1) Membaca

Para siswa menerima topik ahli (topik yang digunakan

ketika berdiskusi dalam kelompok ahli) lalu siswa membaca materi

(52)

2) Diskusi kelompok ahli

Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari

anggota kelompok asal yang berbeda, ditugaskan untuk

mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan

tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya. Para siswa dengan

keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam

kelompok-kelompok ahli.

3) Laporan tim

Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.

Para ahli kembali ke dalam kelompok asal mereka masing-masing

untuk menjelaskan toipk-topik mereka kepada teman satu timnya.

4) Tes

Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang

mencakup semua topik.

5) Penghargaan Kelompok

Kelompok mendapatkan sertifikat penghargaan sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Langkah ini dimaksudkan

untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil

memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor

dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individu.

Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan

cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di dalam kelompok

(53)

skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing

kelompok.

8. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah hasil perubahan mental pada diri siswa. Ada

tiga jenis perubahan, yaitu:

a. Perubahan kognitif, terdiri dari pengetahuan atau cara melihat atau

mengerti sesuatu.

b. Perubahan motivasi, yakni perubahan motif, tujuan, dan minat.

c. Perubahan tingkah laku, yang berbeda dengan dua perubahan

terdahulu, karena perubahan tingkah laku dapat dilihat oleh orang lain.

Perubahan kognitif, motivasi, dan tingkah laku berinteraksi artinya

mereka saling mempengaruhi satu sama lain (Soeitoe, 1982:83). Proses

pembelajaran siswa disekolah akan menghasilkan perubahan- perubahan

didalam diri siswa. Perubahan itu berupa perubahan kemampuan,

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap siswa. Hasil yang

dicapai siswa dalam proses belajar matematika adalah hasil belajar

matematika siswa.

Pengukuran hasil belajar berguna untuk mengetahui kemajuan atau

keberhasilan program pendidikan untuk memberikan bukti peningkatan

atau pencapaian yang diperoleh siswa. Pengukuran merupakan suatu

(54)

tentang perilaku yang tampak pada seseorang atau tentang prestasi yang

ditunjukkan oleh seseorang (Winkel, 1983:315).

Dalam penelitian ini, hasil belajar matematika diukur dengan

menggunakan tes hasil belajar yang berupa tes evaluasi pada akhir proses

pembelajaran.

9. Teorema Pythagoras

1. Mengenal Teorema Pythagoras

Ilustrasinya sebagai berikut:

Gambar 2.1

(55)

Dari gambar diatas dapat dihitung luas persegi pada tiap sisi

segitiga, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Pembuktian Teorema Pythagoras

Gambar

diatas untuk dapat mengenal pembuktian Teorema Pythagoras, ada banyak

cara yang lain seperti dengan luasan setengah lingkaran dan lain

sebagainya.

Teorema Pythagoras dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi dengan sisi miring sebagai sisinya sama dengan jumlah luas daerah persegi dengan kedua sisi siku-sikunya sebagai sisi.

2. Menghitung panjang sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lain diketahui

Jika ABC adalah segitiga siku-siku dengan b panjang sisi miring,

sedangkan a dan c panjang sisi siku-sikunya, maka berlaku:

(56)

= +

= −

= −

Gambar 2.2

Catatan: pada segitiga ABC:

Sisi dihadapan sudut A dinyatakan dengan

Sisi dihadapan sudut B dinyatakan dengan

Sisi dihadapan sudut C dinyatakan dengan

3. Kebalikan Teorema Pythagoras

Perhatikan gambar... (i). Misalkan segitiga ABC dengan panjang

sisi-sisinya AB=c cm, BC=a cm, dan AC= b cm, dan diketahui = + ……. ( )

Akan dibuktikan bahwa segitiga ABC siku-siku di B

A P

b c q

B a C Q a R

(i) Gambar 2.3 (ii)

c B

C b

c

(57)

Pada gambar ....(ii), segitiga PQR siku-siku di Q dengan panjang

PQ=c cm, QR= a cm, dan PR= q cm. Karena segitiga PQR siku-siku, maka

berlaku = + ....(ii) (berdasarkan teorema Pythagoras).

Berdasarkan persamaan (i) dan (ii) diperoleh:

= + =

Karena b bernilai positif, maka b=q

Jadi segitiga ABC dan segitiga PQR memiliki sisi-sisi yang sama

panjang. Menurut teorema sisi, sisi, sisi, maka dapat disimpulkan bahwa

segitiga ABC dan segitiga PQR kongruen. Selain sisi-sisi yang bersesuaian

sama panjang, sudut-sudut yang bersesuaian pun sama besar. Dengan

demikian, ∠ = ∠ = 90°. Jadi, segitiga ABC adalah segitiga siku-siku dengan sudut siku-siku-siku-siku di B. Hal ini menunjukkan bahwa kebalikan

teorema Pythagoras benar.

Dari kebalikan teorema Pythagoras, dapat diketahui apakah suatu

segitiga merupakan segitiga siku-siku atau bukan, jika diketahui ketiga

sisinya.

Dalam segitiga ABC berlaku kebalikan teorema Pythagoras, yaitu:

Jika = + , maka segitiga ABC siku-siku di A

Jika = + , maka segitiga ABC siku-siku di B

(58)

Catatan: Pada segitiga ABC:

Sisi di hadapan sudut A dinyatakan dengan a

Sisi di hadapan sudut B dinyatakan dengan b

Sisi di hadapan sudut C dinyatakan dengan c

Kebalikan teorema Pythagoras:

Apabila kuadrat sisi terpanjang/ sisi miring dalam sebuah segitiga sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi lainnya, maka segitiga itu disebut segitiga siku-siku, dengan sudut siku-siku berada di hadapan sisi terpanjang ( sisi miring/ hypotenusa).

Kebalikan teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menentukan

apakah suatu segitiga siku-siku atau bukan, jika diketahui ketiga

sisinya.

Pada suatu segitiga berlaku:

a. Jika kuadrat salah satu sisi sama dengan jumlah kuadrat dua

sisi yang lain, maka segitiga tersebut siku-siku.

b. Jika kuadrat setiap sisi kurang dari jumlah kuadrat dua sisi

yang lain, maka segitiga tersebut lancip.

c. Jika kuadrat salah satu sisi lebih dari jumlah kuadrat dua sisi

yang lain, maka segitiga tersebut tumpul.

4. Tripel Pythagoras

Bilangan- bilangan asli a, b, dan c yang memenuhi hubungan

(59)

Contoh: 3, 4, 5 6, 8, 10 9, 12 15

5, 12, 13 dan lain-lain

Jika a, b, dan c adalah tripel Pythagoras, maka ma, mb dan mc juga

merupakan tripel Pythagoras.

Tetapkan dua bilangan asli m dan n yang memenuhi m> n. Hasil

dari perhitungan nilai: m2-n2, 2mn, dan m2+n2 merupakan Tripel

Pythagoras atau tigaan Pythagoras.

5. Perbandingan Sisi-sisi Segitiga Siku-siku untuk Sudut Istimewa, Penggunaan Teorema Pythagoras pada Bangun Datar serta Penggunaanya dalam Kehidupan Sehari-hari

Penggunaan teorema Pythagoras berikutnya adalah untuk menentukan perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu

sudutnya merupakan sudut istimewa. Sudut-sudut istimewa itu adalah 30o, 450, dan 600. Pada setiap segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 300, panjang sisi dihadapannya sama dengan setengah dari panjang hypotenusa

(sisi miring).

Pada segitiga ABC, sudut B = 90o, sudutA = 600 diperoleh perbandingan AB: AC: BC = 1: 2 : √3 atau c: b: a = 1 : 2 : √3 dengan:

Sisi a menghadap sudut A (sudut A= 600)

Sisi b menghadap sudut B (sudut B = 900)

Sisi c menghadap sudut C (sudut C = 300)

A

B C

b c

a

Gambar

Gambar 2.1 (i)
Tabel 2.1 Pembuktian Teorema Pythagoras
 Gambar 2.4
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut memerlukan Event Organizer (EO) sebagai pelaksananyaa. Maka dengan ini kami

Panel zephyr bambu adalah suatu papan atau lembaran tiga lapis dari zephyr bambu atau serat bambu dengan arah serat bersilangan yang direkat dengan menggunakan

Sehubungan dengan kegiatan E-Lelang Umum dengan Pasca Kualifikasi Pengadaan Jasa Pemborongan Pekerjaan Pengecatan Marka Jalan Tol Pada Ruas Jalan Tol Jakarta -

Hak anak memperoleh Akta Keiahiran merupakan salah satu bentuk perlindungan negara terhadap anak ialah terhadap pemenuhan hak - hak anak untuk memperoleh perlindungan, identitas

Sesuai dengan salah satu agenda Pemprov Jatim tahun 2006-2008 bahwa di Bangil terpilih menjadi klaster industri kecil bordir karena dipandang sebagai jenis usaha yang relatif

ini yaitu penambahan bumbu 4 gram gula, 4 gram garam, 1 gram bawang putih, 0,2 merica dan 0,2 gram pala merupakan formulasi flavored edible film yang paling disukai,

Dengan penggunaan metode Probabilitas Bayes pada sistem pakar ini, diharapkan aplikasi yang dibuat akan dapat menghasilkan suatu analisis pengambilan keputusan yang

Al- hamdulillahirobbil‘alamin , puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sholawat serta salam selalu tercurah kepada