KETERLIBATAN SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN
TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII C SMP TARAKANITA MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
FRANSISCA SITI SUDARYATI
NIM : 081414017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
KETERLIBATAN SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN
TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII C SMP TARAKANITA MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
FRANSISCA SITI SUDARYATI
NIM : 081414017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Supaya
berhasil
aku t idak boleht akut gagal,
t akut gagal inilah yang selalu membuat ku t idak berani mencoba menghasilkanKar ya Agung”
“Rencana-M u bagiku hari depan penuh harapan,
rencana-M u indah bagiku..”
(M etamorf osis)
Penuh ucapan syukur kepada T uhan Yesus dan Bunda M aria, karya ini khusus kupersembahkan untuk:
vi ABSTRAK
Fransisca Siti Sudaryati, 2012. Keterlibatan Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras di Kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan tingkat keterlibatan siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, serta pengaruh pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 dengan pokok bahasan teorema Pythagoras. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang yang berjumlah 34 siswa.
Instrumen dalam penelitian ini meliputi dua instrumen yaitu instrumen tes yang berupa tes kemampuan awal, kuis, dan tes evaluasi. Instrumen non tes meliputi instrumen keterlaksanaan RPP, lembar observasi keterlibatan siswa, wawancara, dan transkrip video. Sebelum digunakan, semua instrumen telah divalidasi baik dengan uji pakar maupun uji butir. Setelah melalui tahap validasi, dinyatakan bahwa semua instrumen memenuhi syarat yang ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) proses pembelajaran berjalan dengan baik dengan rata-rata keterlaksanaan RPP sebesar 95,825%. (b) tingkat keterlibatan siswa tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil keterlibatan siswa dalam kelompok, sebesar 42,86% kelompok memiliki tingkat keterlibatan tinggi, 28,57% kelompok tingkat keterlibatannya sedang, dan 28,57% kelompok tingkat keterlibatannya rendah. (c) pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw II berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes kemampuan awal siswa yang rata-rata kelasnya hanya 30,96, sedangkan pada tes evaluasi, rata-ratanya mencapai 62,69. Tes evaluasi menunjukkan bahwa 44,12% siswa hasil belajarnya baik, 35,29% hasil belajarnya cukup, dan sebesar 20,59% hasil belajarnya kurang. (d) keterlibatan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II meliputi siswa memperhatikan dan menanggapi ketika guru menjelaskan (tahap presentasi kelas), siswa menanggapi arahan guru dalam proses kelompok, siswa berdiskusi dalam kelompok asal, berdiskusi dalam kelompok ahli, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat, menanggapi pendapat, berdiskusi dalam kelompok, membantu teman, mendapat perhatian dari guru, siswa mengerjakan soal kuis, siswa menanggapi ketika guru memberikan penguatan dan kesimpulan.
vii ABSTRACT
Fransisca Siti Sudaryati, 2012. Students Involvement in Application of Cooperative Learning Model Type Jigsaw II to Improve Learning Result of Students in main subject: Pythagorean Theorem in Class VIIIC SMP Tarakanita Magelang. Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research is aimed to know the learning process, the involvement level of students in the cooperative learning model type Jigsaw II, and the effects of this learning toward students’ learning result in the main subject: Pythagorean theorem. This research is classified into decriptive-qualitative research supported with a quantitative research. This research had been done on the first semester of the academic year 2012/2013 with the main subject: Pythagorean theorem. The subjects of this research are the students of Class C of the grade VIII in SMP Tarakanita Magelang and there are 34 students in the class.
The instruments of this research consist of two instrument, they are test instrument such as begining competency test, quizzes, and the evaluation test. The non-test instruments include the realization of lesson planning, students involvement observation sheet, interview, and video transcript. Prior to the use in the research, all instruments were validated with expert judgement and item validation. Having done through the validation all instruments are considered passing the required conditions.
The result of this research show that (a) the learning process goes well with the average of the realization of the lesson planning is about 95,825%. (b)the students in involvement level is consider high. This can be seen from the percentage of the students involvement result is in group is 42,86% group has a high involvement level, 28,57% group has medium involvement level, and 28,57% group has low involvement level. (c)the learning process with cooperative model type Jigsaw II has positive impact to the students’ learning result. From the begining competency test, the average score of this class is only 30,96 while in the evaluation test show that the average score of the students is 62,69. The evaluation test show that 44,12% of the students have high result, 35,29% have medium result, and 20,59% have low result. (d)the involvement of the students in this cooperative learning model type Jigsaw II includes students’ attentive attitude and students’ responses when the teacher is giving explanation (class presentation part), students’ responds towards teacher’s instruction in the group’s process, discussion in the initial group, discussion in the expert group, asking question, answering question, sharing their opinion, responds mate’s opinion, groups discussion, helping classmate, getting teacher’s attention (toward group work), doing the quizzes and responding to the teacher when confirming the answers..
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan kasih dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan,
dukungan, doa, dan motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu,
diantaranya:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan;
2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., selaku Kepala Jurusan Pendidikan
Matematika dan IPA;
3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Matematika;
4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing akademik;
5. Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dengan penuh
kesabaran selama penyusunan skripsi ini;
6. Dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis, sehingga
penulis mendapat banyak pengetahuan dan wawasan dalam mengambil
dan mengolah data penelitian;
7. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma, yang
telah membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar
x
8. Dra. Caecilia Ayu Larasati, selaku Kepala SMP Tarakanita Magelang
tahun ajaran 2011/2012, yang telah memberikan kesempatan serta izin
untuk mengadakan observasi sebelum memulai penelitian;
9. Drs. Yustinus Sudaryanto, selaku Kepala SMP Tarakanita Magelang tahun
ajaran 2012/2013, yang telah memberikan kesempatan serta izin untuk
melakukan penelitian;
10.Alb. Heru Wicaksono, S.Pd. dan Lucia Tri Harjanti, S.Pd., selaku guru
matematika di SMP Tarakanita Magelang, yang telah memberikan
kesempatan, bimbingan, dan bantuan selama proses penelitian;
11.Siswa-siswi kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang tahun ajaran
2012/2013, yang telah membantu penulis selama penulis melakukan
penelitian;
12.Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, serta ponakan-ponakanku tercinta,
atas dukungan, doa, semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
13.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2008 yang telah banyak
membantu penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini;
14.Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 10 Desember 2012
Penulis
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v
ABSTRAK ……… vi
ABSTRACT ……….. vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………… viii
KATA PENGANTAR ……… ix
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xiv
DAFTAR GAMBAR ……….... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……….... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang ……… 1
B. Id e nt ifik as i M a sa lah. . . ……….. 5
C. Pembatasan Masalah ……….... 5
D. Rumusan Masalah ………... 6
E. Tujuan Penelitian ………... 6
F. Batasan Istilah ………... 7
G. Manfaat Penelitian ………... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ………... 11`
A. Landasan Teori ………... 11
1. Makna Belajar ………... 11
xii
3. Keterlibatan Siswa ………... 14
4. Model Pembelajaran……… 16
5. Pembelajaran Kooperatif………. 19
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ……….... 26
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II………. 29
8. Hasil Belajar ………... 33
9. Teorema Pythagoras ……… 34
B. Kerangka Berpikir……… 42
BAB III. METODE PENELITIAN………..……… 44
A. Jenis Penelitian ………. 44
B. Wa ktu d a n T emp at P en elit ian. …… ……… ……….. 45
C. Subyek dan Obyek Penelitian.…….………... 45
D. Variabel Penelitian ...………. 45
E. Teknik Pengumpulan Data ……..……… 46
F. Instrumen Penelitian………...………. 49
G. Validitas dan Reliabilitas………. 61
H. Teknik Analisis Data ... 63
BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, PENYAJIAN DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN……… 70
A. Pelaksanaan Penelitian………. 70
B. Penyajian Data………. 82
C. A na lis i s d an P emb a has an. . . … ………… … ……….. 97
1. Analisis Keterlaksanaan RPP ………. 97
2. Analisis Data Keterlibatan Siswa ……….. 103
3. Analisis Data Hasil Belajar……… 107
4. Analisis Korelasi Hasil Belajar dan Keterlibatan Siswa …... 111
5. Analisis Data Pembelajaran ……….. 112
a. Transkripsi Rekaman Video………. 112
xiii
c. Penentuan Kategori Data………. 119
6. Analisis Hasil Wawancara ……… 137
D. Keterbatasan Penelitian ……… 140
BAB V. PENUTUP………... 142
A. Kesimpulan ……….. ………... 142
B. S ar an … ……… …………. . . … …… … …… ……….143
DAFTAR PUSTAKA ………. 145
LAMPIRAN……… 147
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Mengenal Teorema Pythagoras ………. 34
Tabel 3.1 Kisi- kisi Soal Tes Kemampuan Awal ……….. 49
Tabel 3.2 Kisi- kisi Soal Tes Evaluasi ………... 51
Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP ………. 53
Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ... 56
Tabel 3.5 Kriteria Perhitungan Peningkatan Skor Individu ……… 65
Tabel 3.6 Kriteria Penghargaan Kelompok ………. 66
Tabel 4.1 Pembagian Kelompok Heterogen ……… 71
Tabel 4.2 Penghargaan Kelompok ………... 81
Tabel 4.3 Keterlaksanaan RPP Pertemuan I……… ……… 82
Tabel 4.4 Keterlaksanaan RPP Pertemuan II ……….. 84
Tabel 4.5 Keterlaksanaan RPP Pertemuan III ………. 85
Tabel 4.6 Keterlaksanaan RPP Pertemuan IV ………... 87
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Tingkat Keterlibatan Siswa Berdasarkan Kelompok ……… 89
Tabel 4.8 Perhitungan Jenis Keterlibatan Siswa ………. 91
Tabel 4.9 Hasil Tes Kemampuan Awal ……….. 92
Tabel 4.10 Hasil Kuis pada Masing-masing Pertemuan ………. 93
Tabel 4.11 Hasil Evaluasi Belajar Siswa ……… 95
Tabel 4.12 Kriteria Tingkat Keterlibatan Kelompok ………. 104
Tabel 4.13 Persentase Tingkat Keterlibatan Kelompok ………. 104
xv
Tabel 4.15 Kriteria Keterlibatan Masing-masing Siswa ……… 106
Tabel 4.16 Jumlah Masing-masing Jenis Keterlibatan Siswa Dalam Kelompok ………... 106
Tabel 4.17 Kriteria Hasil Belajar Siswa ………... 109
Tabel 4.18 Kriteria Hasil Belajar Siswa dan Jumlah Siswa pada Evaluasi ………... 110
Tabel 4.19 Perbandingan Tes Kemampuan Awal dan Tes Evaluasi ………... 111
Tabel 4.20 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan I…………... 112
Tabel 4.21 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan II …………... 114
Tabel 4.22 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan III ………... 116
Tabel 4.23 Topik-topik Data Keterlibatan Siswa Pertemuan IV ………….... 118
Tabel 4.24 Kategori-Sub Kategori Keterlibatan Siswa ………... 120
xvi
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Halaman
Gambar 2.1 Mengenal Teorema Pythagoras ………... 34
Gambar 2.2 Segitiga Siku-siku ABC ……….. 36
Gambar 2.3 Segitiga Siku-siku ABC dan PQR ……….. 36
Gambar 2.4 Segitiga Siku-siku ABC ………... 39
Gambar 2.5 Persegi Panjang ABCD ……….... 40
Gambar 2.6 Contoh Soal 2 ……… 41
Grafik 4.1 Tingkat Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ………... 104
Grafik 4.2 Tingkat Keterlibatan Masing-masing Siswa ……….. 106
Grafik 4.3 Kriteria Hasil Belajar Siswa ………... 110
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A ………... 148
A1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ……… 149
A2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ……… 163
LAMPIRAN B ………... 174
B1. Lembar Kerja Siswa 1 ………. 175
B2. Lembar Kerja Siswa 2 ………. 179
B3. Lembar Kerja Siswa 3 ………. 184
B4. Lembar Kerja Siswa 4 ………. 187
LAMPIRAN C ………... 190
C1. Soal Tes Kemampuan Awal ……… 191
C2. Soal Uji Coba Tes Evaluasi ………. 192
C3. Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Coba ………. 195
C4. Soal Tes Evaluasi ………... 212 C5. Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa dalam Kelompok ……… 215
C6. Soal Kuis 1 ………... 216
C7. Soal Kuis 2 ………... 217
C8. Soal Kuis 3 ………... 218
xviii
LAMPIRAN D ………... 220
D1. Transkripsi Video Pertemuan 1 ………. 221
D2. Transkripsi Video Pertemuan 2 ………. 228
D3. Transkripsi Video Pertemuan 3 ………. 235
D4. Transkripsi Video Pertemuan 4 ………. 240
LAMPIRAN E ………... 245
E1. Transkripsi Hasil Wawancara ……… 246
LAMPIRAN F ………... 255
F1. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Kemampuan Awal ……….. 256
F2. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Evaluasi ……….. 258
F3. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis 1 ………. 267
F4. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis II ………. 268
F5. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis III ……… 270
F6. Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis IV ……… 272
LAMPIRAN G ………... 274
G1. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 1 ……….... 275
G2. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 2 ………... 278
G3. Contoh Hasil Pengerjaan LKS 3 ……….... 282
xix
LAMPIRAN H ………... 286
H1. Kunci Jawaban dan Pedoman Penilaian Soal Tes Kemampuan Awal ...…….. 287
H2. Kunci Jawaban dan Pedoman Penilaian Soal Evaluasi ………. 289
H3. Kunci Jawaban LKS 1 ………... 292
H4. Kunci Jawaban LKS 2 ……….... 295
H5. Kunci Jawaban LKS 3 ……….... 298
H6. Kunci Jawaban LKS 4 ……….... 300
H7. Kunci Jawaban Soal Kuis 1 ………. 303
H8. Kunci Jawaban Soal Kuis 2 ………. 304
H9. Kunci Jawaban Soal Kuis 3 ………. 305
H10. Kunci Jawaban Soal Kuis 4 ………... 306
H11. Perhitungan Penghargaan Kelompok ………... 307
H12. Daftar Penghargaan Kelompok ……….... 312
LAMPIRAN I ………... 313
I1. Lembar Pengamatan ………... 314
I2. Hasil Dokumentasi ………... 321
LAMPIRAN J ………... 322
J1. Surat Izin Penelitian ………... 323
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan
kita sebagai manusia. Dalam pendidikan itu terjadi proses belajar yang
menyebabkan pengetahuan manusia bertambah. Belajar adalah suatu
aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara
relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1991). Di dalam proses belajar
diperlukan suatu sikap yang dapat memacu kita untuk lebih maju. Begitu
pula pendidikan di sekolah menuntut para siswa untuk berperan aktif
dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan para siswa mampu
meraih prestasi yang baik pula.
Keaktifan siswa sangat diperlukan karena sudah bukan jamannya
lagi dimana siswa hanya memperoleh pengetahuan dari guru. Setiap siswa
dituntut untuk mampu mencari dan membangun pengetahuannya sendiri
dari berbagai sumber dan fasilitas pendukung lain yang ada. Namun
kenyataan di lapangan, masih banyak guru yang menerapkan sistem lama
yaitu proses pembelajaran terpusat pada guru, sehingga siswa-siswa hanya
pasif mendengarkan apa yang diberikan oleh guru tanpa ada rasa ingin
Matematika merupakan ilmu yang bagi sebagian orang dipandang
sebagai ilmu yang sulit. Karena itu, diperlukan keterampilan dari guru
untuk dapat mengembangkan pembelajaran matematika yang
menyenangkan dan membuat siswa merasa senang dan tertarik untuk
belajar matematika. Dewasa ini, banyak model-model pembelajaran
bermunculan yang kemudian diterapkan oleh guru agar siswa terpacu
untuk belajar secara aktif dikelas. Tidak hanya itu saja, model tersebut
menawarkan berbagai kelebihannya masing-masing yang tidak dimiliki
pada model konvensional. Ini membuat siswa semakin terpacu untuk aktif
belajar di kelas.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
adalah model pembelajaran kooperatif yaitu sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Slavin, 2005). Dalam
pembelajaran kooperatif ini ada berbagai tipe, salah satunya tipe Jigsaw
adalah model pembelajaran kooperatif dimana siswa ditempatkan ke
dalam tim beranggota 4-6 orang yang disebut kelompok asal. Kemudian
kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli. Kelompok ahli
dari masing-masing kelompok asal berdiskusi sesuai keahliannya dan
kemudian kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar
informasi (Suyatno, 2009).
Guru yang baik selalu mencoba melakukan usaha untuk membuat
Guru berusaha untuk peduli terhadap siswanya, memahami karakter
masing-masing siswa akan membuat siswa merasa nyaman dan
termotivasi untuk belajar (John W. Santrock, 2009).
Dalam proses pembelajaran dikelas, tidak hanya interaksi dengan
guru saja yang diperlukan namun interaksi dengan teman sebaya juga tak
kalah penting. Antar teman sebaya diharapkan terjadi interaksi yang baik
sehingga dapat saling bekerja sama ketika memahami suatu materi
tertentu. Menurut Vygotsky (John W. Santrock, 2009) disamping guru,
teman sebaya berpengaruh penting terhadap perkembangan kognitif anak,
kerja kelompok secara kooperatif dapat mempercepat perkembangan anak.
Belajar dengan teman sebaya akan lebih memudahkan siswa dalam
menangkap suatu materi, karena apabila dengan teman akan merasa lebih
enak dan tidak akan merasa sungkan untuk bertanya bila belum paham
mengenai materi yang diajarkan.
Di sekolah yang saya amati, waktu itu sedang belajar mengenai
materi segitiga. Guru menerapkan pembelajaran kelompok sewaktu belajar
tentang materi sifat-sifat segitiga. Guru meminta siswa untuk memilih
anggota kelompoknya sendiri yang berjumlah 4-5 siswa, setelah itu
didalam kelompok saling berdiskusi untuk mencari sifat-sifat dari segitiga
tersebut. Dari proses tersebut sudah nampak adanya saling diskusi antar
siswa dalam kelompok, namun siswa-siswa masih cenderung individual
mereka mengerjakan sendiri dan hanya sesekali bertanya dengan teman
oleh siswa yang kurang, sehingga tidak ada saling kerjasama antara siswa
yang lebih bisa dan kurang bisa. Ini berakibat pada pemahaman materi
selanjutnya, yaitu siswa yang prestasinya baik akan bertambah
pengetahuan sementara yang kurang akan semakin tidak bisa karena
kurang pengetahuan. Pengelompokan siswa juga berpengaruh terhadap
proses diskusi, dimana siswa yang hasil belajarnya baik pasti akan
memilih teman yang rata-rata sama dengan prestasinya. Ini akan
menyebabkan adanya kesenjangan diantara kelompok-kelompok tersebut.
Ketika guru mengajak siswa untuk berdiskusi kelas, beberapa
siswa terlihat aktif dan antusias terhadap proses diskusi. Namun masih
banyak siswa yang tidak terlibat aktif, ada siswa yang masih malu-malu
atau segan untuk ikut menjawab pertanyaan dari guru. Mereka memilih
untuk diam atau sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga kompetensi
yang ingin dicapai kadang belum sesuai begitu kata guru ketika kami
mengadakan wawancara.
Keterlibatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas,
dirasa masih kurang. Siswa yang aktif hanya yang itu-itu saja, yaitu siswa
yang memang memiliki prestasi baik mampu mengemukakan pendapatnya
ketika guru mengajak siswa berdiskusi kelas. Sedangkan untuk siswa yang
lain hanya diam dan ikut-ikut saja. Siswa yang terlibat aktif dalam proses
pembelajaran cenderung akan bekerja sendiri, tidak berusaha untuk
membantu teman yang merasa kesulitan. Begitu pula saat ada siswa yang
bertanya kepada teman yang lebih bisa. Itulah sebabnya peneliti merasa
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang keterlibatan siswa dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
1. Perlunya model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Kurangnya interaksi antar teman sebaya ketika mengikuti proses
pembelajaran di kelas, kemungkinan disebabkan karena siswa
cenderung masih individualis dan belum percaya kepada kemampuan
teman sebayanya.
3. Guru belum pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II karena dirasa kurang efektif dan memakan banyak waktu.
C. Pembatasan Masalah
Dari sekian banyak masalah yang telah diidentifikasi, karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, maka penelitian ini dibatasi pada
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam
pembelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras untuk
mengetahui tingkat keterlibatan siswa dan pengaruhnya terhadap hasil
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada
pokok bahasan Teorema Pythagoras?
2. Bagaimanakah tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw II pada pokok bahasan teorema Pythagoras?
3. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II
terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada pokok bahasan
Teorema Pythagoras.
2. Tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II pada pokok bahasan teorema Pythagoras.
3. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II terhadap hasil
F. Batasan Istilah
Peneliti merasa perlu untuk memberikan penegasan istilah–istilah
yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan
dan nilai-sikap (W.S Winkel, 1991).
2. Pembelajaran
Menurut Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Udin S.
Winataputra, 2008).
3. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dilakukan
individu dengan teori logika deduktif yang berkenaan dengan
hubungan-hubungan yang bebas dari isi materi hal-hal yang ditelaah
sehingga terjadi perubahan perilaku dari tidak bisa menjadi bisa, dari
tidak tahu menjadi tahu tentang matematika (Herman Hudojo, 1988).
4. Keterlibatan Siswa
Menurut Surayin (Novi Indriani, 2007) keterlibatan adalah suatu
keadaan seseorang ikut berperan secara aktif dalam suatu kegiatan.
memperoleh ilmu yang mereka cari. Keterlibatan siswa yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah mengajukan pertanyaan, menjawab
pertanyaan, berdiskusi dalam kelompok, memberikan pendapat,
menanggapi pendapat, dan membantu teman.
5. Model Pembelajaran
Menurut Soekamto (Nurulwati, 2000) model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
6. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang pada
dasarnya menggalakkan siswa belajar bersama-sama dalam suatu
kelompok kecil yang heterogen, dimana setiap siswa saling bekerja
sama dan membantu dalam mempelajari materi pelajaran (Tukiran, ).
7. Jigsaw II
Jigsaw II adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, dimana
semua siswa membaca semua materi terlebih dahulu. Selanjutnya
dibentuk kelompok asal dimana setiap siswa dalam kelompok
mendapat tugas belajar yang berbeda-beda. Setiap anggota dari
kelompok yang mendapat tugas belajar masalah yang sama
disebut kelompok ahli. Kemudian tim ahli kembali ke kelompok asal
untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari dan didiskusikan dalam
kelompok ahli untuk diajarkan kepada kelompok asalnya
masing-masing (Slavin, 2005).
8. Hasil belajar
Hasil belajar adalah hasil perubahan mental pada diri siswa. Ada
tiga jenis perubahan, yaitu perubahan kognitif, perubahan motivasi,
dan perubahan tingkah laku (Soeitoe, 1982).
9. Teorema Pythagoras
Teorema Pythagoras dapat dinyatakan sebagai berikut, yaitu
pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi dengan sisi miring
sebagai sisinya sama dengan jumlah luas daerah persegi dengan kedua
sisi siku-sikunya sebagai sisi. Materi ini merupakan salah satu pokok
bahasan matematika yang disampaikan di kelas VIII.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Merupakan wahana untuk belajar membuat karangan ilmiah
2. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
variasi bagi guru matematika dan para calon guru matematika dalam
memilih model pembelajaran yang sesuai, terutama dalam peningkatan
keterlibatan siswa.
3. Bagi Fakultas
Dapat digunakan sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan sebagai
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. LANDASAN TEORI 1. Makna Belajar
Menurut Winkel (1991) belajar adalah suatu aktivitas mental/
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara konstan dan
berbekas. Menurut Herman Hudojo (1988) belajar adalah suatu proses
untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mampu
mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku ini menjadi tetap tidak
berubah lagi dengan modifikasi yang sama.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses aktif dari seorang individu untuk berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan pengetahuan sehingga terjadi perubahan
tingkah laku yang bersifat konstan. Menurut Slameto (2002:2) pengertian
belajar secara psikologis merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya
karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang
merupakan perubahan dalam arti belajar.
Menurut Jean Piaget (Bambang Riadi, 2010) belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa.
Piaget (Suherman, 2001: 39) membedakan tahap-tahap perkembangan
berpikir keruangan seseorang ke dalam empat tahap yaitu:
a. Tahap sensori motor (anak usia 0 – 2 tahun)
Pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota
tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).
b. Tahap pra operasional (anak usia 2 – 7 tahun)
Menurut Mairer (Suherman, 2001:40) tahap pra operasional adalah
tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret, yaitu berupa
tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan obyek, menata
letak benda menurut urutan tertentu, dan membilang.
c. Tahap operasional konkret (anak usia 7 – 12)
Anak-anak yang berada dalam tahap ini umumnya sudah berada di
Sekolah Dasar. Pada tahap ini, anak telah memahami operasi logis
dengan bantuan benda-benda konkret. Anak sudah mampu
mengelompokkan benda, mengikat definisi walaupun belum tepat,
d. Tahap operasi formal (anak usia 12 tahun keatas)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak. Penalaran yang terjadi dengan
struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol,
ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.
Dalam penelitian ini, subyek penelitian berada dalam tahap operasi
formal. Siswa kelas VIII C SMP Tarakanita Magelang rata-rata berumur
13 tahun.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan dalam diri
seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, 2000 dalam Slavin.
2005). Menurut Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Udin S.
Winataputra, 2008).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), matematika dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bilangan-bilangan,
berpikir logis, dan algoritma yang berguna dalam pemecahan masalah
sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakan usaha guru dalam mengajarkan ilmu matematika
tercipta suatu pembelajaran dimana didalamnya terkandung usaha untuk
mengaktifkan siswa tidak hanya terpusat pada guru.
3. Keterlibatan Siswa
Keterlibatan siswa bisa diartikan sebagai siswa berperan aktif sebagai
partisipan dalam proses belajar mengajar. Menurut Dimjati dan Mudjiono
(1994:56-60), keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru berupaya
untuk memberi kesempatan siswa untuk aktif mencari, memproses dan
mengelola perolehan belajar (dalam wwww.belajarpsikologi.com). Sedangkan
menurut Herman (1991), keterlibatan adalah suatu proses yang
mengikutsertakan setiap siswa secara serempak dalam proses belajar
mengajar. Dalam proses belajar, siswa harus terlibat aktif dalam membangun
pemahaman konsep/ prinsip matematika. Oleh karena itu, dalam proses belajar
siswa harus diberi waktu yang memadahi untuk membangun makna dan
pemahaman, sekaligus membangun keterampilan dari pengetahuan yang telah
diperolehnya.
Berdasarkan uraian diatas, keterlibatan siswa dalam pembelajaran
matematika adalah suatu proses seseorang ikut berperan secara aktif dan
serempak dalam suatu kegiatan belajar mengajar demi membangun
pemahaman konsep/ prinsip matematika.
Untuk dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar
siswa baik secara individual maupun secara kelompok, penciptaan peluang
yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, upaya mengikutsertakan
siswa atau memberi tugas kepada siswa untuk memperoleh informasi dari
sumber luar kelas atau sekolah serta upaya melibatkan siswa dalam
merangkum atau menyimpulkan hasil pembelajaran.
Partisipasi siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa diberi
kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran.
Dalam proses belajar mengajar terdahulu, para murid diharuskan tunduk dan
patuh pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi
keterampilan berpikir kreatif. Dalam belajar, siswa-siswa cenderung disuruh
menghapal daripada mengeksplorasi, bertanya, atau bereksperimen.
Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan
berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan.
Namun pembelajaran saat ini, masih ada yang menggunakan metode lama,
guru hanya berceramah dan siswa-siswa mendengarkan. Sehingga siswa
menjadi pasif dan dapat menghambat perkembangan aktivitas siswa.
Dalam proses pembelajaran matematika, mencoba atau mengerjakan
sesuatu sangatlah besar peranannya bagi seorang pebelajar (Silberman,
1996:4). Siswa akan mudah merekam pengetahuan dalam otaknya dengan
hanya mengerjakan latihan soal, namun perlu juga bertanya kepada guru dan
teman serta secara aktif mencari pengetahuan dari sumber belajar lain.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan keterlibatan siswa adalah
aktivitas siswa dalam berpendapat, baik dalam kelompok maupun di dalam
kelas. Keterlibatan siswa dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan siswa
dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berdiskusi dalam
kelompok, memberikan tanggapan, menanggapi pendapat, membantu teman.
4. Model Pembelajaran
Menurut Joice (Trianto, 2009) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain. Selanjutnya, Joyce (Trianto, 2009) menyatakan bahwa setiap model
pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk
membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (Triyanto, 2009:22) mengemukakan
maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian,
aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang
tertata secara sistematis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Eggen dan Kauchak (Trianto, 2009) bahwa model pembelajaran
memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Dari kedua pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran merupakan suatu kerangka berpikir yang
mengarahkan para pendidik (guru) untuk merancang suatu proses
pembelajaran yang baik dan terencana demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Menurut Kardi dan Nur, (Trianto, 2011:23) istilah model
pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta dan
pengembangnya.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil,
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran
Macam-macam model pembelajaran:
1. Model pembelajaran klasikal
Model pembelajaran klasikal adalah model pembelajaran yang kita
lihat sehari-hari. Pada model ini, guru mengajar sejumlah peserta didik
yang kemampuannya dianggap relatif sama dalam sebuah ruangan.
Dengan demikian kondisi belajar peserta didik secara individual baik
menyangkut minat dan kecepatan belajar sulit untuk diperhatikan oleh
guru. Sehingga pembelajaran dengan model seperti ini tidak dapat
melayani kebutuhan belajar peserta didik secara individu (Suherman,
2001).
2. Model pembelajaran individual
Model pembelajaran individual adalah model yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu, dan
kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian. Model
pembelajaran ini menawarkan solusi terhadap masalah peserta didik yang
beraneka ragam (Suherman, 2001).
3. Model pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
mengutamakan kerja sama antar siswa pada kelompoknya dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (PLPG Rayon
5. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut
Solihatin dan Rahardjo (Slavin,2005:56) pembelajaran kooperatif
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang
teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai
suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama
anggota kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa pada
kelompoknya dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran
kooperatif menurut Lie (2004) adalah:
a. Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana
yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.
dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan
dapat dicapai melalui: saling ketergantungan mencapai tujuan,
saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling
ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan
peran dan saling ketergantungan hadiah.
b. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap
muka dalam kelompok, sehingga mereka dapat berdialog.
Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam
itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari
sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman
sebaya.
c. Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam
belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.
Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh
guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok
mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan
dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok
didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya,
karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan
yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota
kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan
akuntabilitas individual.
d. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi
orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya
diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak
dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh
teguran dari guru juga dari sesama siswa.
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin,1994). Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
yang penting (Ibrahim, 2000) yaitu:
a. Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif, meskipun mencakup beragam
tujuan sosial juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Para ahli berpendapat bahwa metode
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep
b. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain metode pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda ras,
budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan
saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui
struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga dari model pembelajaran kooperatif
adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting
dimiliki siswa sebab saat ini masih banyak anak muda kurang
memiliki keterampilan sosial.
Menurut Gulley dalam Jack Rgibb (1960) model pembelajaran
kooperatif mempunyai banyak keuntungan diantaranya:
1. Anggota-anggota kelompok mempunyai lebih banyak sumber
belajar daripada individual.
2. Anggota kelompok sering terstimulus oleh anggota yang lain.
3. Kelompok lebih mungkin menghasilkan keputusan yang lebih
4. Komitmen anggota kelompok mungkin merasa lebih kuat.
5. Partisipasi dapat meningkatkan pemahaman personal dan
sosial.
Sementara itu kelemahan dari model pembelajaran kooperatif ini
adalah:
1. Diskusi dapat memakan banyak waktu.
2. Diskusi dapat menekan keyakinan.
3. Diskusi dapat sia-sia.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
serta memotivasi siswa.
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4. Guru membimbing, memotivasi, serta memfasilitasi kerja siswa
dalam kelompok-kelompok belajar.
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
6. Guru memberi penghargaan hasil belajar baik secara individu
maupun kelompok.
Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif, antara
lain (Trianto, 2009):
1. STAD ( Student Team Achievement Divisions)
STAD dikembangkan oleh Slavin yaitu merupakan tipe
pembelajaran kooperatif yang sederhana. Ide dasar yang
melatar belakangi adalah untuk memotivasi siswa dalam
usahanya memahami dan mendalami materi yang telah
disampaikan oleh guru melalui kerja kelompok. Pembelajaran
ini menekankan kerja sama setiap individu dalam tim dan
dalam tipe ini terdapat persaingan antar tim untuk mendapatkan
tim yang terbaik. Dengan adanya persaingan itu, maka setiap
anggota tim benar-benar berusaha memahami apa yang
ditugaskan oleh guru, sehingga setiap siswa dapat menjawab
semua pertanyaan ketika diberi kuis. Hasil kuis tiap siswa
memberi sumbangan terhadap keberhasilan tiap kelompok.
Tipe ini menggunakan langkah pembelajaran di kelas
dengan menempatkan siswa ke dalam tim-tim, dimana
masing-masing tim terdiri dari empat siswa. Selanjutnya guru memberi
tugas kepada tim untuk dikerjakan oleh tim. Anggota tim yang
tahu jawaban dari tugas tersebut menjelaskan kepada anggota
lainnya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti. Pada
siswa dan ketika menjawab, siswa tidak boleh saling
membantu.
2. Jigsaw
Tipe ini menekankan pada tanggung jawab setiap anggota
kelompok terhadap penguasaan bagi dirinya sendiri maupun
bagi siswa lain, karena dalam tipe ini penguasaan materi setiap
anggota kelompok dipengaruhi oleh anggota yang lain dapat
dikatakan bahwa dalam metode ini terdapat ketergantungan
yang positif antar siswa. Dalam tipe Jigsaw tidak ada
persaingan antar kelompok. Tiap anggota kelompok
bertanggung jawab terhadap setiap penguasaan materi yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa yang
bertanggung jawab terhadap komponen yang sama membentuk
kelompok baru yang dinamakan “kelompok ahli”. Setelah
berdiskusi dalam kelompok ahli, masing-masing siswa kembali
ke kelompoknya masing-masing yaitu “kelompok asal” dan
masing-masing siswa wajib menjelaskan kepada anggota
kelompoknya materi yang telah mereka diskusikan di
kelompok ahli. Dengan demikian seluruh siswa dapat
memahami semua komponen yang diberikan oleh guru.
3. Investigasi Kelompok ( Group Investigation)
Group Investigation (investigasi kelompok) adalah metode
kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu
yang telah ditentukan terlebih dahulu. Tipe ini merupakan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan
paling sulit untuk diterapkan. Setelah memilih topik, setiap
kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan
kemudian melaksanakannya. Akhirnya, setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya.
4. Team Games Tournament (TGT)
TGT dikembangkan oleh Vries, Edwards, dan Slavin
(1987,1995). Dalam TGT, guru juga menggunakan presentasi
kelas dan siswa bekerja dalam kelompok. Proses pembelajaran
TGT hampir sama dengan pembelajaran dalam tipe STAD.
Perbedaanya dalam TGT, kuis individu diganti turnamen yang
diadakan seminggu sekali. Dalam turnamen, tim beranggota
tiga orang anggota yang mempunyai kemampuan setara.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Jigsaw yang
dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (1978).
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menggabungkan kegiatan membaca,
menulis, mendengarkan, dan berbicara. Jigsaw cocok digunakan untuk
Dalam metode kooperatif tipe Jigsaw terdapat ketergantungan
positif antar siswa. Ketergantungan positif yang dimaksud adalah
keberhasilan setiap siswa menguasai materi, tergantung dari penguasaan
materi dan kemampuan siswa lain menyampaikan materi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki tiga tipe yaitu
sebagai berikut:
a. Jigsaw I
Tipe Jigsaw I tidak hanya menekankan tanggung jawab setiap
siswa terhadap penguasaan materi siswa lain dalam satu kelompok,
tetapi juga siswa dituntut bertanggung jawab terhadap siswa lain
diluar kelompoknya. Hal ini nampak dari presentasi kelompok ahli
dalam diskusi kelas. Dengan diskusi tersebut diharapkan siswa yang
kurang memahami materi dalam diskusi kelompok asal dapat bertanya
lebih jelas lagi kepada kelompok ahli. Demikian pula sebaliknya,
kelompok ahli dapat menerima masukan dari siswa kelompok yang
lain.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I ini, siswa
dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok masing-masing
beranggota 4-6 siswa. Kelompok tersebut selanjutnya disebut
kelompok asal. Materi dibagi dalam beberapa bagian dan dibagikan
kepada setiap siswa dalam kelompok asal sehingga setiap siswa
mempelajari satu bagian dari materi tersebut. Semua siswa dengan
kelompok yang disebut kelompok ahli. Setelah selesai berdiskusi
dalam kelompok ahli, mereka kembali ke kelompok asal untuk
mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada temannya
dalam kelompok asal tersebut. Kemudian masing-masing kelompok
ahli mempresentasikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas (Slavin,
1994).
b. Jigsaw II
Dalam tipe Jigsaw II, semua siswa diharapkan mengetahui garis
besar materi secara keseluruhan sebelum kegiatan diskusi kelompok
berlangsung. Dengan memahami garis besar materi pembelajaran akan
memudahkan siswa dalam memahami dan menyampaikan sub bagian
materi yang diterimanya serta lebih mudah dalam menangkap sub
bagian materi yang disampaikan oleh siswa lain. Dalam Jigsaw II
tidak terdapat presentasi kelompok atau diskusi kelas.
Tipe Jigsaw II merupakan pendekatan model pembelajaran dimana
semua siswa membaca semua materi terlebih dahulu. Selanjutnya
dibentuk kelompok asal dimana setiap siswa dalam kelompok
tersebut mendapat tugas belajar yang berbeda-beda. Setiap anggota
dari kelompok yang mendapat tugas belajar yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang materi tersebut. Kelompok ini disebut kelompok
apa yang telah dipelajari dan didiskusikan dalam kelompok ahlinya
untuk diajarkan kepada teman kelompoknya (Slavin, 1994).
c. Jigsaw III
Tipe Jigsaw III ini menekankan proses dimana setiap siswa
memperoleh pengetahuan dari berbagai sudut pandang. Dalam Jigsaw
III, diskusi kelompok baik kelompok asal maupun dalam kelompok
ahli membahas materi yang sama. Dengan demikian, setiap siswa
diharapkan memperoleh penjelasan materi dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
Jigsaw III adalah pengembangan dari Jigsaw I dan II, namun dalam
Jigsaw III materi tidak dibagi dalam beberapa bagian. Semua materi
dibahas dalam kelompok, kemudian masing-masing anggota
kelompok membentuk kelompok baru dan membahas materi yang
sama dengan materi yang mereka bahas dalam kelompok sebelumnya.
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Menurut Ahmad Noor Fatirul, 2008
http://trimanjuniarso.Fileswordpress.com/ mengemukakan bahwa:
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah suatu tipe
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian
tersebut kepada anggota kelompoknya.
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Tujuan pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II sebagai berikut:
1) Membantu siswa mencapai hasil belajar optimal dan
mengembangkan keterampilan sosial siswa.
2) Mengembangkan interaksi sosial dan bekerja sama dalam
pemecahan masalah.
c. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
1) Banyak siswa menjadi aktif dengan bertanya, mengemukakan
pendapat dan bekerjasama dalam kelompok.
2) Dalam berdiskusi, siswa dapat menghargai, menerima pendapat
orang lain dan tidak menyalahkan orang lain tanpa data yang kuat.
d. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II belum banyak
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Kebanyakan
pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena
beberapa alasan. Alasan utamanya sebagai berikut:
1) Kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan
siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok
karena hanya beberapa anggota kelompok saja yang
2) Banyak siswa yang tidak senang disuruh bekerja sama dengan
siswa yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja
melebihi siswa yang lain dalam kelompok mereka, sedangkan
siswa yang kurang mampu merasa berkecil hati ditempatkan
dalam kelompok dengan siswa yang lebih pandai.
e. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Koopertif Tipe
Jigsaw II
Untuk mengatasi kelemahan pembelajaran koopertif tipe Jigsaw II
dapat dilakukan perencanaan sebagai berikut:
1) Pengelolaan kelas yang baik oleh guru dan guru merencanakan
tugas yang baik yaitu dengan membuat lembar kerja siswa (LKS)
yang mudah dipahami siswa.
2) Setiap siswa dapat memahami permasalahan-permasalahan yang
akan dipecahkan dalam kelompok merupakan tanggung jawab
bersama dalam kelompok.
f. Kegiatan-kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Menurut Slavin (2008: 241) jadwal kegiatan Jigsaw II ini terdiri
dari kegiatan-kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1) Membaca
Para siswa menerima topik ahli (topik yang digunakan
ketika berdiskusi dalam kelompok ahli) lalu siswa membaca materi
2) Diskusi kelompok ahli
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari
anggota kelompok asal yang berbeda, ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya. Para siswa dengan
keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam
kelompok-kelompok ahli.
3) Laporan tim
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Para ahli kembali ke dalam kelompok asal mereka masing-masing
untuk menjelaskan toipk-topik mereka kepada teman satu timnya.
4) Tes
Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang
mencakup semua topik.
5) Penghargaan Kelompok
Kelompok mendapatkan sertifikat penghargaan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Langkah ini dimaksudkan
untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil
memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor
dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individu.
Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan
cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di dalam kelompok
skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing
kelompok.
8. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil perubahan mental pada diri siswa. Ada
tiga jenis perubahan, yaitu:
a. Perubahan kognitif, terdiri dari pengetahuan atau cara melihat atau
mengerti sesuatu.
b. Perubahan motivasi, yakni perubahan motif, tujuan, dan minat.
c. Perubahan tingkah laku, yang berbeda dengan dua perubahan
terdahulu, karena perubahan tingkah laku dapat dilihat oleh orang lain.
Perubahan kognitif, motivasi, dan tingkah laku berinteraksi artinya
mereka saling mempengaruhi satu sama lain (Soeitoe, 1982:83). Proses
pembelajaran siswa disekolah akan menghasilkan perubahan- perubahan
didalam diri siswa. Perubahan itu berupa perubahan kemampuan,
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap siswa. Hasil yang
dicapai siswa dalam proses belajar matematika adalah hasil belajar
matematika siswa.
Pengukuran hasil belajar berguna untuk mengetahui kemajuan atau
keberhasilan program pendidikan untuk memberikan bukti peningkatan
atau pencapaian yang diperoleh siswa. Pengukuran merupakan suatu
tentang perilaku yang tampak pada seseorang atau tentang prestasi yang
ditunjukkan oleh seseorang (Winkel, 1983:315).
Dalam penelitian ini, hasil belajar matematika diukur dengan
menggunakan tes hasil belajar yang berupa tes evaluasi pada akhir proses
pembelajaran.
9. Teorema Pythagoras
1. Mengenal Teorema Pythagoras
Ilustrasinya sebagai berikut:
Gambar 2.1
Dari gambar diatas dapat dihitung luas persegi pada tiap sisi
segitiga, dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembuktian Teorema Pythagoras
Gambar
diatas untuk dapat mengenal pembuktian Teorema Pythagoras, ada banyak
cara yang lain seperti dengan luasan setengah lingkaran dan lain
sebagainya.
Teorema Pythagoras dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi dengan sisi miring sebagai sisinya sama dengan jumlah luas daerah persegi dengan kedua sisi siku-sikunya sebagai sisi.
2. Menghitung panjang sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lain diketahui
Jika ABC adalah segitiga siku-siku dengan b panjang sisi miring,
sedangkan a dan c panjang sisi siku-sikunya, maka berlaku:
= +
= −
= −
Gambar 2.2
Catatan: pada segitiga ABC:
Sisi dihadapan sudut A dinyatakan dengan
Sisi dihadapan sudut B dinyatakan dengan
Sisi dihadapan sudut C dinyatakan dengan
3. Kebalikan Teorema Pythagoras
Perhatikan gambar... (i). Misalkan segitiga ABC dengan panjang
sisi-sisinya AB=c cm, BC=a cm, dan AC= b cm, dan diketahui = + ……. ( )
Akan dibuktikan bahwa segitiga ABC siku-siku di B
A P
b c q
B a C Q a R
(i) Gambar 2.3 (ii)
c B
C b
c
Pada gambar ....(ii), segitiga PQR siku-siku di Q dengan panjang
PQ=c cm, QR= a cm, dan PR= q cm. Karena segitiga PQR siku-siku, maka
berlaku = + ....(ii) (berdasarkan teorema Pythagoras).
Berdasarkan persamaan (i) dan (ii) diperoleh:
= + =
Karena b bernilai positif, maka b=q
Jadi segitiga ABC dan segitiga PQR memiliki sisi-sisi yang sama
panjang. Menurut teorema sisi, sisi, sisi, maka dapat disimpulkan bahwa
segitiga ABC dan segitiga PQR kongruen. Selain sisi-sisi yang bersesuaian
sama panjang, sudut-sudut yang bersesuaian pun sama besar. Dengan
demikian, ∠ = ∠ = 90°. Jadi, segitiga ABC adalah segitiga siku-siku dengan sudut siku-siku-siku-siku di B. Hal ini menunjukkan bahwa kebalikan
teorema Pythagoras benar.
Dari kebalikan teorema Pythagoras, dapat diketahui apakah suatu
segitiga merupakan segitiga siku-siku atau bukan, jika diketahui ketiga
sisinya.
Dalam segitiga ABC berlaku kebalikan teorema Pythagoras, yaitu:
Jika = + , maka segitiga ABC siku-siku di A
Jika = + , maka segitiga ABC siku-siku di B
Catatan: Pada segitiga ABC:
Sisi di hadapan sudut A dinyatakan dengan a
Sisi di hadapan sudut B dinyatakan dengan b
Sisi di hadapan sudut C dinyatakan dengan c
Kebalikan teorema Pythagoras:
Apabila kuadrat sisi terpanjang/ sisi miring dalam sebuah segitiga sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi lainnya, maka segitiga itu disebut segitiga siku-siku, dengan sudut siku-siku berada di hadapan sisi terpanjang ( sisi miring/ hypotenusa).
Kebalikan teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menentukan
apakah suatu segitiga siku-siku atau bukan, jika diketahui ketiga
sisinya.
Pada suatu segitiga berlaku:
a. Jika kuadrat salah satu sisi sama dengan jumlah kuadrat dua
sisi yang lain, maka segitiga tersebut siku-siku.
b. Jika kuadrat setiap sisi kurang dari jumlah kuadrat dua sisi
yang lain, maka segitiga tersebut lancip.
c. Jika kuadrat salah satu sisi lebih dari jumlah kuadrat dua sisi
yang lain, maka segitiga tersebut tumpul.
4. Tripel Pythagoras
Bilangan- bilangan asli a, b, dan c yang memenuhi hubungan
Contoh: 3, 4, 5 6, 8, 10 9, 12 15
5, 12, 13 dan lain-lain
Jika a, b, dan c adalah tripel Pythagoras, maka ma, mb dan mc juga
merupakan tripel Pythagoras.
Tetapkan dua bilangan asli m dan n yang memenuhi m> n. Hasil
dari perhitungan nilai: m2-n2, 2mn, dan m2+n2 merupakan Tripel
Pythagoras atau tigaan Pythagoras.
5. Perbandingan Sisi-sisi Segitiga Siku-siku untuk Sudut Istimewa, Penggunaan Teorema Pythagoras pada Bangun Datar serta Penggunaanya dalam Kehidupan Sehari-hari
Penggunaan teorema Pythagoras berikutnya adalah untuk menentukan perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu
sudutnya merupakan sudut istimewa. Sudut-sudut istimewa itu adalah 30o, 450, dan 600. Pada setiap segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 300, panjang sisi dihadapannya sama dengan setengah dari panjang hypotenusa
(sisi miring).
Pada segitiga ABC, sudut B = 90o, sudutA = 600 diperoleh perbandingan AB: AC: BC = 1: 2 : √3 atau c: b: a = 1 : 2 : √3 dengan:
Sisi a menghadap sudut A (sudut A= 600)
Sisi b menghadap sudut B (sudut B = 900)
Sisi c menghadap sudut C (sudut C = 300)
A
B C
b c
a