• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Lokal Garis Muka

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif garis muka cembung domba jantan Ciomas, Margawati, dan Indramayu lebih tinggi daripada garis muka lurus dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 93%; 67% dan 93%. Sisanya memiliki garis muka lurus dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 7%; 33% dan 7%. Domba jantan Cinagara, Sumbawa, Rote, dan Kisar memiliki garis muka cembung dengan frekuensi relatif mencapai 100% (seragam). Domba jantan Madura dan Donggala memiliki frekuensi relatif garis muka lurus lebih tinggi daripada garis muka cembung dengan frekuansi relatif masing-masing 68% dan 90%. Sisanya memiliki garis muka cembung dengan frekuensi relatif masing-masing 32% dan 10%. Frekuensi relatif garis muka pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Jantan Jantan Cembung Lurus Wilayah n % n % Total Ciomas 43 93 3 7 46 Cinagara 53 100 0 0 53 Margawati 8 67 4 33 12 Indramayu 39 93 3 7 42 Madura 9 32 19 68 28 Sumbawa 10 100 0 0 10 Rote 23 100 0 0 23 Donggala 1 10 9 90 10 Kisar 99 100 0 0 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Menurut Riwantoro (2005) garis muka cembung dimiliki oleh domba Garut Tangkas jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sedangkan garis muka lurus dimiliki oleh domba Ekor Tipis jantan dan domba Garut Pedaging jantan.

muka cembung untuk domba betina Ciomas dan Sumbawa mencapai 100% (seragam). Domba betina Cinagara, Margawati, Indramayu, Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif garis muka cembung berturut-turut sebesar 79%; 77%; 91%; 97% dan 98%. Sisanya memiliki garis muka lurus dengan frekuensi relatif 21% untuk domba betina Cinagara, 23% untuk domba betina Margawati, 9% untuk domba betina Indramayu, 3% untuk domba betina Rote, 2% untuk domba betina Kisar. Lain halnya dengan domba betina Madura dan Donggala yang memiliki frekuensi relatif garis muka lurus lebih tinggi daripada garis muka cembung, 79% garis muka lurus untuk domba betina Madura sedangkan sisanya 21 % garis muka cembung, 100% (seragam) garis muka lurus untuk domba betina Donggala. Frekuensi relatif garis muka pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 2.

Tabel 2. Frekuensi Relatif Garis Muka pada Domba Betina Betina Cembung Lurus Wilayah n % n % Total Ciomas 17 100 0 0 17 Cinagara 15 79 4 21 19 Margawati 48 77 14 23 62 Indramayu 53 91 5 9 58 Madura 12 21 46 79 58 Sumbawa 20 100 0 0 20 Rote 28 97 1 3 29 Donggala 0 0 50 100 50 Kisar 130 98 2 2 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Menurut Riwantoro (2005) garis muka lurus dimiliki oleh domba Garut Tangkas dan Pedaging betina, domba Ekor Gemuk betina, domba Ekor Tipis betina. Sedangkan Menurut Mulliadi (1996) domba Garut Tangkas dan Pedaging betina memiliki garis muka cembung.

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada garis muka lurus atau cembung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Sumbawa, Rote dan Kisar memiliki garis muka cembung sedangkan domba jantan dan betina dari Madura dan Donggala memiliki garis muka

lurus.

Tingginya frekuensi relatif garis muka lurus pada domba Madura dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan domba yang memiliki garis muka lurus dengan garis muka lurus sehingga meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, hal ini dapat dilihat masih adanya domba garis muka cembung dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan domba garis muka lurus. Tingginya frekuensi relatif garis muka cembung pada domba Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Rote, dan Kisar mengindikasikan adanya persilangan domba garis muka lurus dengan lurus atau domba garis muka lurus dengan cembung karena masih terdapatnya domba garis muka lurus dan cembung. Lain halnya dengan domba Sumbawa, tingginya frekuensi relatif garis muka cembung mengindikasikan adanya persilangan antara domba garis muka cembung sehingga meningkatkan frekuensi relatif garis muka cembung bahkan mencapai 100%.

Posisi Daun Telinga

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping lebih tinggi daripada posisi daun telinga gantung dimiliki oleh domba jantan Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala. Frekuensi posisi daun telinga tegak samping 67% untuk domba jantan Ciomas, 98% untuk domba jantan Cinagara, 75% untuk domba jantan Margawati, 93% untuk domba jantan Indramayu sedangkan sisanya memiliki posisi daun telinga gantung dengan frekuensi relatif masing-masing 33%; 2%; 25% dan 7% sedangkan domba jantan Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 100% (seragam). Sebaliknya domba jantan Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga gantung lebih tinggi daripada posisi telinga tegak samping. Frekuensi relatif posisi daun telinga gantung 87% dan posisi daun telinga tegak samping 13% untuk domba jantan Rote sedangkan frekuensi relatif posisi daun telinga gantung pada domba jantan Kisar mencapai 100% (seragam). Frekuensi relatif posisi daun telinga pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Jantan Jantan

Tegak Samping Gantung

Wilayah n % n % Total Ciomas 31 67 15 33 46 Cinagara 52 98 1 2 53 Margawati 9 75 3 25 12 Indramayu 39 93 3 7 42 Madura 28 100 0 0 28 Sumbawa 10 100 0 0 10 Rote 3 13 20 87 23 Donggala 10 100 0 0 10 Kisar 0 0 99 100 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping lebih tinggi daripada posisi daun telinga gantung dimiliki oleh domba betina Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala. Frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 71% untuk domba betina Ciomas, 95% untuk domba betina Cinagara, 98% untuk domba betina Margawati sedangkan sisanya memiliki posisi daun telinga gantung dengan frekuensi relatif masing-masing 29%; 5% dan 2%. Domba betina Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 100% (seragam). Sebaliknya domba betina Rote dan Kisar memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga gantung lebih tinggi daripada posisi daun telinga tegak samping. Frekuensi relatif posisi daun telinga gantung untuk domba betina Rote dan Kisar masing-masing 93% dan 96%. Sisanya memiliki frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping 7% untuk domba betina Rote dan 4% untuk domba betina Kisar. Frekuensi relatif posisi daun telinga pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.

Tabel 4. Frekuensi Relatif Posisi Daun Telinga pada Domba Betina Betina

Tegak Samping Gantung

Wilayah n % n % Total Ciomas 12 71 5 29 17 Cinagara 18 95 1 5 19 Margawati 61 98 1 2 62 Indramayu 58 100 0 0 58 Madura 58 100 0 0 58 Sumbawa 20 100 0 0 20 Rote 2 7 27 93 29 Donggala 50 100 0 0 50 Kisar 5 4 127 96 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada posisi daun telinga tegak samping atau gantung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala memiliki posisi daun telinga tegak samping sedangkan domba jantan dan betina dari Rote dan Kisar memiliki posisi daun telinga gantung.

Tingginya frekuensi relatif posisi daun telinga tegak samping pada domba Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu, dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan antara domba yang memiliki daun telinga tegak samping sehingga meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, hal ini dapat dilihat masih adanya domba berdaun telinga gantung dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan domba berdaun telinga tegak samping. Tingginya frekuensi relatif posisi daun telinga gantung pada domba Rote dan Kisar mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga tegak samping atau domba berdaun telinga tegak samping dengan gantung karena masih terdapatnya domba berdaun telinga tegak samping dan gantung.

Bentuk Daun Telinga

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi relatif bentuk daun telinga rubak, hiris dan rumpung pada domba jantan Ciomas berturut-turut adalah 22%; 43% dan 35%. Domba jantan Cinagara dan

Margawati memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga rumpung tertinggi dibandingkan dengan rubak dan hiris bahkan mencapai 100% (seragam). Lain halnya dengan domba jantan Indramayu yang memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga

hiris tertinggi yaitu 100% (seragam). Frekuensi relatif domba jantan Madura, Rote,

Donggala dan Kisar mencapai 100% (seragam) untuk bentuk daun telinga rubak. Selain bentuk telinga rubak dengan frekuensi relatif 60%, domba jantan Sumbawa memiliki bentuk daun telinga hiris dengan frekuensi relatif 10% dan rumpung 30%. Frekuensi relatif bentuk daun telinga pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 5.

Tabel 5. Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Jantan Jantan

Rubak Hiris Rumpung

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 10 22 20 43 16 35 46 Cinagara 0 0 0 0 53 100 53 Margawati 0 0 0 0 12 100 12 Indramayu 0 0 42 100 0 0 42 Madura 28 100 0 0 0 0 28 Sumbawa 6 60 1 10 3 30 10 Rote 23 100 0 0 0 0 23 Donggala 10 100 0 0 0 0 10 Kisar 99 100 0 0 0 0 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi relatif bentuk daun telinga rubak, hiris dan rumpung pada domba betina Ciomas berturut-turut adalah 18%; 53% dan 29%. Domba betina Cinagara dan Margawati memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga rumpung tertinggi dibandingkan dengan rubak dan hiris bahkan mencapai 100% (seragam). Lain halnya dengan domba betina Indramayu yang memiliki frekuensi relatif bentuk daun telinga

hiris tertinggi yaitu 100% (seragam). Frekuensi relatif domba betina Rote dan

Donggala mencapai 100% (seragam) untuk bentuk daun telinga rubak. Bentuk daun telinga rubak terbanyak juga dimiliki oleh domba betina Madura, Sumbawa dan Kisar dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 98%; 85% dan 98%. Selain bentuk daun telinga rubak, domba betina Madura, Sumbawa dan Kisar memiliki bentuk daun telinga hiris dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 2%; 5% dan 2%. Selain bentuk daun telinga rubak dan hiris, domba betina Sumbawa memiliki

bentuk daun telinga rumpung dengan frekuensi relatif 10%. Frekuensi relatif bentuk daun telinga pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 6.

Tabel 6. Frekuensi Relatif Bentuk Daun Telinga pada Domba Betina Jantan

Rubak Hiris Rumpung

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 3 18 9 53 5 29 17 Cinagara 0 0 0 0 19 100 19 Margawati 0 0 0 0 62 100 62 Indramayu 0 0 58 100 0 0 58 Madura 57 98 1 2 0 0 58 Sumbawa 17 85 1 5 2 10 20 Rote 29 100 0 0 0 0 29 Donggala 50 100 0 0 0 0 50 Kisar 130 98 2 2 0 0 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk daun telinga rubak, hiris atau rumpung maka dapat dikatakan bahwa domba jantan dan betina dari Ciomas dan Indramayu memiliki bentuk daun telinga hiris sedangkan domba jantan dan betina dari Cinagara dan Margawati memiliki bentuk daun telinga rumpung. Bentuk daun telinga rubak dimiliki oleh domba jantan dan betina Madura, Sumbawa, Rote, Donggala dan Kisar.

Tingginya frekuensi relatif daun telinga rubak yang mencapai 100% pada domba Rote dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga rubak. Tingginya frekuensi relatif telinga rubak pada domba Madura dan Kisar kemungkinan mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga

rubak dengan hiris. Begitupula dengan domba Sumbawa yang memiliki frekuensi

relatif daun telinga rubak tinggi mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga hiris dengan hiris. Tingginya frekuensi relatif daun telinga hiris yang mencapai 100% pada domba Indramayu mengindikasikan adanya persilangan domba berdaun telinga rubak dengan rumpung. Tingginya frekuensi relatif daun telinga hiris juga terdapat pada domba Ciomas, selain itu terdapat domba berdaun telinga rubak dan rumpung, hal ini mengindikasikan adanya persilangan antara domba berdaun telinga hiris yang dapat meningkatkan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, sedangkan tingginya frekuensi relatif daun telinga rumpung pada domba Cinagara dan Margawati disebabkan oleh seleksi secara terus-menerus.

Menurut Riwantoro (2005) domba jantan dan betina Garut Tangkas memiliki bentuk daun telinga rumpung, domba jantan Garut Pedaging memiliki bentuk daun telinga hiris sedangkan domba betina Garut Pedaging, domba jantan dan betina Ekor Gemuk serta domba jantan dan betina Ekor Tipis memiliki bentuk daun telinga

rubak.

Sifat Bertanduk

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa domba jantan Ciomas, Cinagara dan Margawati 100% bertanduk (seragam). Pada domba jantan Indramayu dan Madura memiliki tanduk itupun hanya berupa benjolan dengan frekuensi relatif masing-masing 31% dan 36%. Sedangkan sisanya tidak bertanduk dengan frekuensi relatif masing-masing 69% dan 64%. Perbandingan frekuensi relatif bertanduk, tidak bertanduk dan benjolan pada domba jantan Sumbawa dan Rote berturut-turut adalah 50%; 20%; 30% dan 35%; 22%; 43%. Domba jantan Donggala dan Kisar memiliki tanduk dengan frekuensi relatif masing-masing 90% dan 99% sedangkan sisanya tidak bertanduk dengan frekuensi relatif masing-masing 10% dan 1%. Frekuensi relatif sifat bertanduk pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 7.

Tabel 7. Frekuensi Relatif Sifat Bertanduk pada Domba Jantan Jantan

Bertanduk Benjolan Tidak Betanduk

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 46 100 0 0 0 0 46 Cinagara 53 100 0 0 0 0 53 Margawati 12 100 0 0 0 0 12 Indramayu 0 0 13 31 29 69 42 Madura 0 0 10 36 18 64 28 Sumbawa 5 50 3 30 2 20 10 Rote 8 35 10 43 5 22 23 Donggala 9 90 0 0 1 10 10 Kisar 98 99 0 0 1 1 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbandingan frekuensi relatif bertanduk, tidak bertanduk dan benjolan pada domba betina Ciomas dan Margawati berturut-turut adalah 24%; 52% ; 24% dan 3%; 56%; 41%. Domba betina Cinagara tidak bertanduk dengan frekuensi relatif 95% dan sisanya 5% berupa benjolan. Domba betina Indramayu, Madura, Sumbawa, Rote dan Kisar tidak

bertanduk 100% (seragam). Sedangkan domba Donggala ada yang bertanduk sebesar 2% dan sisanya tidak bertanduk sebesar 98%. Frekuensi relatif sifat bertanduk pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 8.

Tabel 8. Frekuensi Relatif Sifat Bertanduk pada Domba Betina Betina

Bertanduk Benjolan Tidak Betanduk

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 4 24 4 24 9 52 17 Cinagara 0 0 1 5 18 95 19 Margawati 2 3 25 41 35 56 62 Indramayu 0 0 0 0 58 100 58 Madura 0 0 0 0 58 100 58 Sumbawa 0 0 0 0 20 100 20 Rote 0 0 0 0 29 100 29 Donggala 1 2 0 0 49 98 50 Kisar 0 0 0 0 132 100 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada sifat bertanduk (bertanduk, tidak bertanduk atau benjolan) maka dapat dikatakan bahwa domba jantan Ciomas, Cinagara, Margawati, Sumbawa, Donggala dan Kisar bertanduk. Sedangkan domba jantan Indramayu dan Madura tidak bertanduk begitupula dengan domba betina dari semua wilayah. Domba jantan Rote bertanduk itupun berupa benjolan.

Adanya tanduk pada domba jantan Indramayu, Madura, Sumbawa, Rote, Donggala dan Kisar serta domba betina Ciomas, Cinagara, Margawati dan Donggala mengindikasikan adanya persilangan dengan domba lain yang bertanduk. Pada domba jantan Ciomas, Cinagara dan Margawati lebih terseleksi karena adanya tanduk yang seragam begitupula untuk domba betina Indramayu, Madura, Sumbawa, Rote dan Kisar untuk sifat tidak bertanduk .

Menurut Riwantoro (2005) domba Garut Tangkas dan Garut Pedaging jantan serta domba Ekor Tipis jantan bertanduk sedangkan domba Ekor Gemuk jantan tidak bertanduk. Pada domba Garut Tangkas dan Garut Pedaging, domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk betina tidak bertanduk namun ada sifat bertanduk pada domba Garut Tangkas dan Pedaging betina serta domba Ekor Gemuk betina ada yang bertanduk.

Bentuk Ekor

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif bentuk ekor sedang tertinggi dibandingkan bentuk ekor tipis dan lebar dimiliki oleh domba jantan Ciomas sebesar 70% (bentuk ekor tipis 28% dan bentuk ekor lebar 2%), domba jantan Sumbawa sebesar 70% (bentuk ekor tipis 30%) dan domba jantan Rote sebesar 74% (bentuk ekor tipis 22% dan bentuk ekor lebar 4%). Bentuk ekor tipis dominan dijumpai pada domba jantan Cinagara dengan frekuensi relatif mencapai 100% (seragam), Margawati sebesar 92% (bentuk ekor sedang 8%) dan Kisar sebesar 60% (bentuk ekor sedang 40%). Sedangkan frekuensi relatif bentuk ekor lebar tertinggi dibandingkan dengan kedua bentuk ekor lainnya dimiliki oleh domba jantan Indramayu sebesar 67% (bentuk ekor sedang 19% dan bentuk ekor tipis 14%), domba jantan Madura sebesar 64% (bentuk ekor sedang 36%), bahkan pada domba jantan Donggala mencapai 100% (seragam). Frekuensi relatif bentuk ekor pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 9.

Tabel 9. Frekuensi Relatif Bentuk Ekor pada Domba Jantan Jantan

Lebar Sedang Tipis

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 1 2 32 70 13 28 46 Cinagara 0 0 0 0 53 100 53 Margawati 0 0 1 8 11 92 12 Indramayu 28 67 8 19 6 14 42 Madura 18 64 10 36 0 0 28 Sumbawa 0 0 7 70 3 30 10 Rote 1 4 17 74 5 22 23 Donggala 10 100 0 0 0 0 10 Kisar 0 0 40 40 59 60 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk ekor tipis, sedang atau lebar maka dapat dikatakan bahwa domba jantan Ciomas, Sumbawa dan Rote didominasi bentuk ekor sedang. Bentuk ekor tipis dominan pada domba jantan Cinagara, Margawati dan Kisar. Sedangkan bentuk ekor lebar dominan pada domba jantan Indramayu, Madura dan Donggala.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif bentuk ekor tipis tertinggi dibandingkan bentuk ekor sedang dan tipis dimiliki oleh domba betina Ciomas sebesar 59%, Cinagara, Margawati sebesar 89%, Rote sebesar

55% dan Kisar sebesar 88%. Bahkan pada domba betina Cinagara mencapai 100% (seragam). Bentuk ekor sedang juga dimiliki oleh domba betina Ciomas, Margawati, Rote dan Kisar dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 41%; 11%; 45% dan 12%. Sedangkan bentuk ekor sedang dengan frekuensi relatif tertinggi dibandingkan dengan bentuk ekor tipis dan lebar dimiliki oleh domba betina Indramayu sebesar 62%, Madura sebesar 57%, Sumbawa sebesar 85% dan Donggala sebesar 54%. Pada domba betina Indramayu, selain bentuk ekor sedang juga ada bentuk ekor tipis dan lebar dengan frekuensi relatif masing-masing 22% dan 16%. Bentuk ekor lebar juga dimiliki oleh domba betina Madura dan Donggala dengan frekuensi relatif masing-masing 43% dan 46%. Bentuk ekor tipis juga dimiliki oleh domba betina Sumbawa dengan frekuensi relatif 15%. Frekuensi relatif bentuk ekor pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 10.

Tabel 10. Frekuensi Relatif Bentuk Ekor pada Domba Betina Betina

Lebar Sedang Tipis

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 0 0 7 41 10 59 17 Cinagara 0 0 0 0 19 100 19 Margawati 0 0 7 11 55 89 62 Indramayu 9 16 36 62 13 22 58 Madura 25 43 33 57 0 0 58 Sumbawa 0 0 17 85 3 15 20 Rote 0 0 13 45 16 55 29 Donggala 23 46 27 54 0 0 50 Kisar 0 0 16 12 116 88 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk ekor tipis, sedang atau lebar maka dapat dikatakan bahwa domba betina Ciomas, Cinagara, Margawati, Rote dan Kisar didominasi bentuk ekor tipis. Sedangkan bentuk ekor sedang didominasi oleh domba betina Indramayu, Madura, Sumbawa dan Donggala.

Tingginya frekuensi relatif bentuk ekor tipis pada domba Cinagara dan Margawati karena adanya seleksi terutama sebagai domba aduan, selain memudahkan dalam bergerak juga lebih gesit dalam bertarung. Adanya bentuk ekor tipis pada domba Ciomas dan Indramayu mengindikasikan adanya persilangan dengan domba Ekor Tipis. Sedangkan pada domba Sumbawa, Rote dan Kisar disebabkan karena kondisi lingkungan yang kering ataupun pakan yang kurang

mencukupi, sehingga kegemukan sulit dicapai yang menyebabkan tidak terjadinya penimbunan lemak di pangkal ekor ataupun karena adanya persilangan dengan domba berekor tipis.

Bentuk Bulu

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif bentuk bulu berombak tertinggi di bandingkan bentuk bulu lurus dan keriting dimiliki oleh domba jantan Ciomas sebesar 41%, Cinagara sebesar 98%, Margawati sebesar 92%, Indramayu sebesar 83% bahkan pada Sumbawa mencapai 100% (seragam). Sedangkan domba jantan Donggala hanya memiliki bentuk bulu berombak sebesar 40%. Bentuk bulu lurus dan keriting juga dimiliki oleh domba jantan Ciomas dan Indramayu dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 35%; 24% dan 7%; 10%. Bentuk bulu lurus lebih banyak pada domba jantan Madura, Rote, Donggala dan Kisar dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 100% (seragam); 100% (seragam); 60% dan 98%. Sedangkan frekuensi relatif bentuk bulu lurus hanya 8% pada domba jantan Margawati. Frekuensi relatif bentuk bulu keriting pada domba jantan Kisar dan Cinagara hanya 2%. Frekuensi relatif bentuk bulu pada domba jantan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 11.

Tabel 11. Frekuensi Relatif Bentuk Bulu pada Domba Jantan Jantan

Keriting Berombak Lurus

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 11 24 19 41 16 35 46 Cinagara 1 2 52 98 0 0 53 Margawati 0 0 11 92 1 8 12 Indramayu 4 10 35 83 3 7 42 Madura 0 0 0 0 28 100 28 Sumbawa 0 0 10 100 0 0 10 Rote 0 0 0 0 23 100 23 Donggala 0 0 4 40 6 60 10 Kisar 2 2 0 0 97 98 99

Keterangan: n=jumlah domba jantan

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk bulu berombak, lurus atau keriting maka dapat dikatakan bahwa domba jantan Ciomas, Cinagara, Margawati, Indramayu dan Sumbawa didominasi bentuk bulu berombak. Sedangkan domba jantan Madura, Rote, Donggala dan Kisar didominasi bentuk bulu lurus.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif bentuk bulu berombak tertinggi dibandingkan bentuk bulu lurus dan keriting dimiliki oleh domba betina Cinagara sebesar 53%, Margawati sebesar 81%, Indramayu sebesar 88% dan Sumbawa sebesar 95%. Selain bentuk bulu berombak, domba betina Margawati dan Indramayu memiliki bentuk bulu lurus dan keriting dengan frekuensi relatif berturut-turut sebesar 11%; 8% dan 10%; 2%. Frekuensi relatif bentuk bulu lurus tertinggi dibandingkan bentuk bulu berombak dan keriting dimiliki oleh domba betina Madura sebesar 100% (seragam), Rote sebesar 100% (seragam), Donggala sebesar 60% dan Kisar sebesar 99%. Bentuk bulu lurus juga dimiliki oleh domba betina Sumbawa sebesar 5%. Selain bentuk bulu lurus, domba betina Donggala memiliki bentuk bulu berombak dan keriting dengan frekuensi relatif masing-masing 36% dan 4%. Frekuensi relatif bentuk bulu keriting sebesar 47% tertinggi dibandingkan bentuk bulu lurus sebesar 29% dan berombak sebesar 24% dimiliki oleh domba betina Ciomas. Domba Cinagara dan Kisar juga memiliki bentuk bulu keriting dengan frekuensi relatif masing-masing 47% dan 1%. Frekuensi relatif bentuk bulu pada domba betina dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 12.

Tabel 12. Frekuensi Relatif Bentuk Bulu pada Domba Betina Betina

Keriting Berombak Lurus

Wilayah n % n % n % Total Ciomas 8 47 4 24 5 29 17 Cinagara 9 47 10 53 0 0 19 Margawati 5 8 50 81 7 11 62 Indramayu 1 2 51 88 6 10 58 Madura 0 0 0 0 58 100 58 Sumbawa 0 0 19 95 1 5 20 Rote 0 0 0 0 29 100 29 Donggala 2 4 18 36 30 60 50 Kisar 1 1 0 0 131 99 132

Keterangan: n=jumlah domba betina

Berdasarkan frekuensi relatif tertinggi pada bentuk bulu berombak, lurus atau keriting maka dapat dikatakan bahwa domba betina Cinagara, Margawati, Indramayu dan Sumbawa didominasi bentuk bulu berombak. Sedangkan domba betina Madura, Rote, Donggala dan Kisar didominasi bentuk bulu lurus. Bentuk bulu keriting dominan pada domba betina Ciomas.

Garut dipengaruhi oleh bentuk bulu keriting domba Merino sedangkan bentuk bulu lurus dipengaruhi oleh bentuk bulu domba Ekor Tipis dan Ekor Gemuk. Adanya bentuk bulu berombak pada domba Indramayu, Sumbawa dan Donggala serta bentuk bulu keriting pada domba Indramayu, Donggala dan Kisar mengindikasikan adanya persilangan dengan domba berbulu ombak atau keriting. Tingginya rekuensi relatif bentuk bulu lurus pada domba Madura dan Rote mengindikasikan adanya persilangan antara domba berbulu lurus.

Menurut Ensminger (2002) adanya bentuk bulu lurus pada domba karena penutup tubuh domba selain wol juga ada rambut yang memiliki permukaan licin, tidak ada crimp atau tidak akan meregang sehingga memiliki bentuk lurus. Bentuk bulu berombak dan keriting disebabkan oleh adanya crimp (kerutan), semakin banyak crimp maka semakin halus (keriting).

Pola Warna Bulu

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi relatif pola warna bulu tidak polos lebih tinggi dimiliki oleh domba jantan Ciomas sebesar 58% (bercak kecil 15%; bercak besar 22%; bintik-bintik 15%; strip sempit 4% dan strip besar 2%) dan sisanya polos sebesar 42%, Cinagara sebesar 66% (bercak kecil 32%; bercak besar 28% dan strip besar 6%) dan sisanya polos sebesar 34%, Margawati

Dokumen terkait