• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak dan luas wilayah

Secara administratif Desa Lau Bagot dengan luas wilayah 6 km2, terletak di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian 500 sampai 700 mdpl. Secara astronomis desa ini terletak antara 98000 – 98030 Lintang Utara dan 2015 - 3000 Bujur Timur. Tingkat kepadatan penduduk di desa ini yaitu 349 Jiwa/Km2 dengan rata-rata anggota rumah tangga adalah 4 orang. Desa Lau Bagot terdiri atas 6 dusun yaitu Huta Kelep, Barisan Tigor, Kuta Bunga, Tanjung Selamat, Kampung Jawa Bawah dan Lingga Julu. Desa Lau Bagot dihuni oleh masyarakat dengan berbagai suku, yaitu Batak Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun dan Jawa.

Batas administrasi wilayah Desa Lau Bagot berbatasan dengan a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lau Sireme

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Palding c. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Labilulus d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukandebi

Keadaan sosial ekonomi

Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Tigalingga menyatakan bahwa luas Desa Lau Bagot adalah 6 Km2 yang terdiri atas Tanah Sawah, Tanah Kering, Bangunan/Pekarangan dan lainnya. Pola penggunaan lahan di Desa Lau Bagot dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1. Keadaan tata guna lahan Desa Lau Bagot tahun 2012

No Jenis penggunaan lahan Luas lahan (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 60 10,00

2 Tanah Kering 479 79,83

3 Bangunan/Pekarangan 36 6,00

4 Lainnya 25 4,17

Total 600 100,00

Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terluas di Desa Lau Bagot adalah tanah kering dengan luas 479 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Lau Bagot umumnya bermatapencaharian sebagai petani.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Tigalingga bahwa Desa Lau Bagot memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.092 jiwa yang terdiri dari 1.022 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.070 jiwa berjenis kelamin perempuan.

Banyaknya tenaga kerja yang ada di Desa Lau Bagot yaitu 1.557 jiwa dengan struktur mata pencaharian disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Striktur mata pencaharian penduduk Desa Lau Bagot

No Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1.398 89,79

2 Industri 82 5,27

3 PNS dan ABRI 61 3,91

4 Lainnya 16 1,03

Total 1.557 100,00

Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Lau Bagot adalah Petani dengan persentasi yaitu 89,79 %, diikuti dengan persentase penduduk yang bekerja di bagian industri yaitu 5,27%, sedangkan PNS dan ABRI hanya 3,91% dan bidang lainnya seperti wirasawasta 1,03%.

Sarana dan prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Lau Bagot dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Sarana dan prasarana Desa Lau Bagot tahun 2012

No Jenis sarana dan prasarana Jumlah 1 Pendidikan Formal

Sekolah Dasar 2

Sekolah Menengah Pertama 2 Sekolah Menengah Atas 2 2 Sarana Kesehatan Puskesmas 1 Puskesmas Pembantu 1 Posyandu 3 3 Sarana Ibadah Masjid 1 Gereja 9 4 Sarana Perhubungan Mobil Penumpang 2 Mobil Bus 4 Mobil Gerobak 4 Sepeda Motor 50 5 Prasarana Perhubungan Jalan Aspal 5,0 Km Jalan Batu 2,1 Km

Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012.

Sarana dan prasarana di Desa Lau Bagot ini sudah cukup memadai baik itu dari segi pendidikan, kesehatan dan transportasi yang dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama dalam hal bertani dimana di desa ini tersedia angkutan umum untuk membantu memasarkan hasil tani mereka. Sarana kesehatan seperti puskesmas dan posyandu yang tidak terlalu sulit untuk dijangkau dengan kondisi jalan yang sudah dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat.

Perekonomian masyarakat Desa Lau Bagot umumnya berasal dari hasil pertanian, hampir seluruh masyarakat desa ini berprofesi sebagai petani yang sudah diperoleh secara turun temurun. Masyarakat Desa Lau Bagot biasanya

menanam padi di lahan sawah, lahan ladang ditanami jagung, kacang tanah, ubi kayu, kopi dan pisang, sedangkan lahan kebun ditanami dengan durian, kemiri dan coklat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2012) diketahui bahwa potensi beberapa komoditi yang berasal dari Desa Lau Bagot yaitu: produksi padi sawah 222,6 ton per tahun, produksi padi ladang 37,5 ton per tahun. Produksi tanaman palawija yaitu: jagung 89,33 ton per tahun, ubi kayu 0,46 ton per tahun, kacang tanah 1,14 ton per tahun dan produksi tanaman keras yaitu: kelapa 2,3 ton per tahun, kopi 125,99 ton per tahun, coklat 9,8 ton per tahun, kemiri 7,58 ton per tahun. Desa Lau Bagot juga kaya akan tanaman sayur-sayuran dengan rata-rata produksi pertahun yaitu 1232 ton per tahun dan beberapa jenis tanaman buah-buahan seperti pisang 361 ton per tahun, nenas 3,1 ton per tahun, salak 1,4 ton per tahun, jeruk 16,9 ton per tahun, duku 20,7 ton per tahun, mangga 8,6 ton per tahun, alpukat 12,9 ton per tahun, rambe 21,3 ton per tahun, dan durian 1193,3 ton per tahun. Tanaman durian yang ada di Desa Lau Bagot merupakan tanaman turun temurun yang dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat oleh karena itu jenis durian yang ada di Desa Lau Bagot ini merupakan jenis lokal.

Karakteristik petani durian

Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain: umur, pendidikan dan luas lahan kemiri yang dimiliki. Petani durian memilih melanjutkan pengusahaan (budidaya) durian peninggalan orang tua mereka karena proses budidaya durian yang tidak terlalu sulit bagi masyarakat Desa Lau Bagot. Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Kelas umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)

< 15 0 0

15 – 64 20 100

>65 0 0

Total 20 100

Data pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa 100% petani durian berusia produktif. Hal ini menunjukkan tersedianya sumber tenaga kerja yang baik, karena umur yang produktif akan lebih mudah dan efektif dalam bekerja. Komposisi penduduk berdasarkan aspek biologi, bahwa umur kurang dari 15 tahun merupakan muda/usia belum produktif. Umur 15 – 64 tahun dinamakan usia dewasa/usia kerja/usia produktif. Umur 65 tahun keatas dinamakan usia tua/usia tak produktif/usia jompo (Sudarmi dan Waluyo, 2008).

Selain berdasarkan umur responden, karakteristik responden petani durian juga dapat dikategorikan berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Tabel 5 menunjukkan luas lahan yang dimiliki oleh petani durian di Desa Lau Bagot.

Tabel 5. Karakteristik petani berdasarkan luas lahan durian yang dimiliki Luas lahan (Ha) Jumlah Persentase (%)

<0,5 (Strata 1) 10 50,00 0,5 – 1 (Strata 2) 9 45,00 >1 (Strata 3) 1 5,00

Total 20 100,00

Data pada Tabel 4 diketahui bahwa petani durian di Desa Lau Bagot sangat bervariasi apabila dilihat berdasarkan luas lahan yang dimiliki, dimulai dari strata 1 sampai dengan strata 3, namun yang paling mendominasi adalah strata 1, 50%

petani hanya memiliki lahan durian kurang dari 5 Ha, sedangkan strata 3 atau petani yang memiliki lahan durian lebih dari 1 Ha hanya 5%, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang membudidayakan durian di desa ini tidak dalam skala yang besar.

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Karakteristik petani berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 2 10,00

SMP 10 50,00

SMA 7 35,00

Sarjana 1 5,00

Total 20 100,00

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sebagian besar menamatkan pendidikannya di jenjang SMP yaitu sekitar 50% bahkan ada juga yang sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat universitas, namun memilih untuk meneruskan usaha orang tua yaitu bertani, karena mereka berasumsi bahwa bertani lebih mudah dalam meperoleh pendapatan.

Petani durian di desa ini lebih banyak menghabiskan waktu di sawah atau usaha lain yang mereka miliki, hal ini dikarenakan mereka merasa tanaman durian tidak membutuhkan perawatan atau pemeliharaan yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi atau tanaman mereka yang lain, biasanya pada saat musim panen durian saja petani pergi ke lahan untuk mengambil atau menunggu buah jatuh dari pohonnya.

Pola Budidaya Durian

Pola budidaya durian di Desa Lau Bagot ini masih dilakukan secara tradisional sebagaimana kebiasaan atau cara yang orang tua mereka wariskan

kepada mereka, lahan durian yang mereka kelola sebagian besar merupakan hak waris yang mereka peroleh dari orang tua. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Untung 2003) yang menyatakan bahwa berdasarkan tingkat pengelolaannya, cara penanaman durian dibagi atas tiga kategori, yakni secara tradisional, semi intensif, dan intensif. Dalam sistem ini durian ditanam dari biji atau tumbuh sendiri di kebun atau halaman rumah. Biasanya jumlahnya hanya beberapa pohon, jenis durian yang diusahakan bermacam-macam dan tidak jelas pohon pun tidak dirawat secara teratur.

Tanaman durian yang terdapat di Desa Lau Bagot ini tumbuh di lahan dengan kelerengan yang datar hingga kelerengan tinggi/curam dan lahan yang berbukit-bukit dengan ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2002) yang menyatakan bahwa pohon durian dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, namun produksi terbaiknya dicapai jika penanaman dilakukan pada ketinggian 400-600 meter di atas permukaan laut, pernyataan ini menunjukkan bahwa Desa Lau Bagot merupakan salah satu tempat tumbuh tanaman durian, yang mampu berproduksi dengan tingkat produktifitas terbaik jika dilihat dari sisi tempat tumbuhnya.

1. Pembibitan

Pada umumnya teknik perbanyakan yang digunakan petani di desa ini adalah secara generatif yaitu perbanyakan dengan menggunakan biji, namun ada 2 cara yang digunakan oleh petani durian di desa ini untuk memperbanyak tanaman durian mereka sebelum ditanam ke lapangan, yang pertama biji disemaikan terlebih dahulu, biji dipilih dari pohon yang lebih tua dan tidak terserang hama

dan penyakit serta berbuah lebat, hal ini sesuai dengan pernyataan Ambarawa (1996) yang menyatakan bahwa biji yang hendak dipergunakan sebagai bibit hendaknya dipilih dari bibit yang memenuhi persyaratan tertentu antara lain asli dari induknya, segar dan sudah tua, tidak kisut, dan tidak terserang hama dan penyakit. Sebelum menyemaikan biji terlebih dahulu dipersiapkan polybag berdiameter 10cm sampai 15cm lalu diisi dengan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 hingga memenuhi ¾ bagian polybag, media tanam disiram dengan air bersih sampai cukup basah lalu biji siap disemaikan di dalam polybag, kemudian permukaan persemaian ditutup dengan menggunakan pelepah kelapa, dan disiram setiap hari guna mempercepat proses perkecambahan, dibutuhkan waktu 3 sampai 4 bulan dalam persemaian, kemudian bibit yang tumbuh akan diseleksi dengan memilih bibit yang sehat, bibit yang tidak terserang hama dan penyakit untuk ditanam di lahan yang sudah dipersiapkan. Bibit hasil semai oleh petani Desa Lau Bagot yang siap untuk ditanam dapat dilihat pada Gambar 2. Cara yang kedua biji yang sudah diseleksi ditanam langsung ke lapangan yang sudah disediakan tanpa disemaikan terlebih dahulu, namun cara ini dinilai kurang efektif karena biji durian sangat sensitif sehingga kemungkinan tumbuhnya lebih kecil.

Selain memperbanyak dengan melakukan pembibitan sendiri, sebagian petani juga memilih membeli bibit untuk ditanam dari pada membibitkan sdri, dengan berbagai alasan seperti waktu dan tenaga kerja yang terbatas, biasanya bibit dibeli dari desa tetangga seperti Desa Tanah Pinem dengan harga Rp 25.000.- per bibit, bibit yang dibeli siap untuk ditanam ke lahan yang sudah dipersiapkan.

Gambar 2. Bibit durian hasil perbanyakan generatif oleh petani Desa Lau Bagot 2. Pra tanam

Lahan yang akan ditanami durian terlebih dahulu dibersihkan dari semak, sisa-sisa perakaran, dan tumbuhan liar seperti alang-alang, rumput teki, dan lainnya karena sangat mengganggu pertumbuhan awal tanaman serta mengurangi persaingan dalam memperoleh unsur hara di dalam tanah. Setelah lahan dibersihkan maka pembuatan lubang tanam dapat dilakukan, tanah digali dengan kedalaman 50 cm dan diameter 50 cm.

3. Teknik penanaman

Bibit durian ditanam di lahan yang sudah disediakan dengan jarak tanam 10m x 10m hal ini sesuai dengan pernyataan Ambarawa (1996) yang menyatakan bahwa tanaman durian memiliki sosok tubuh yang besar, maka ukuran jarak tanam perlu ditata secara saksama supaya perkembangan tajuk atau cabang-cabang lateral tidak saling mengganggu, jarak tanam durian yang ideal adalah 7m x 7m, 8m x 8m untuk tanah yang kurang subur atau lahan yang belum pernah

10m x 10m. Lahan yang ditanami pohon durian dibudidayakan dengan cara tumpang sari, setelah bibit ditanam di lahan, para petani juga menanam coklat di sela pohon durian tersebut, walaupun dengan jarak tanam yang sudah ditentukan namun sebaran pohon durian di desa ini tidaklah merata, itu sebabnya diperoleh kerapatan rata-rata pohon durian hanya 46 pohon per hektar.

Gambar 3. Sebaran pohon durian di Desa Lau Bagot

4. Pemupukan

Tindakan pemeliharaan secara khusus sama sekali tidak dilakukan terhadap tanaman durian, namun karena pada umumnya petani juga menanam coklat maka mereka melakukan penyiangan di lahan yang sudah ditanami durian guna menghindari kerusakan tanaman coklat tersebut, tindakan rutin yang dilakukan petani adalah pemupukan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rukmana (1996) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan dan

produksi buah yang terbaik, tanah tempat tumbuh tanaman durian harus diberi pupuk. Pupuk yang diberikan yaitu pupuk Urea atau Ponska dengan takaran yang berbeda pada setiap umur tanaman, pada durian berumur 1 sampai 4 tahun diberi pupuk Urea atau Ponska dengan takaran 250g per batang, setelah umur 5 tahun maka dosisnya meningkat menjadi 500g per batang, setelah memasuki fase berbunga pada umur 9 tahun durian akan semakin membutuhkan unsur hara sehingga dosis pupuk ditingkatkan menjadi 1kg per pohon , dan pada umur 15 tahun jumlah pupuk yang diberikan 2Kg. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari, Juni dan Oktober.

Cara pemupukan yang dilakukan untuk tanaman muda atau umur tidak lebih dari 4 tahun pupuk ditabur mengelilingi batang tanaman, untuk tanamn dewasa atau tanaman yang berumur lebih dari 4 tahun terlebih dahulu tanah digali sedalam 10 sampai dengan 20cm secara melingkar dengan jarak 1m dari batang pohon durian, lalu pupuk ditabur pada tanah yang sudah digali lalu ditutup kembali dengan tanah bekas gali tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2003) yang menyatakan bahwa cara pemberian pupuk tanaman durian yaitu dengan menabur pupuk dan dibenamkan disekeliling pohon. Jarak tabur dimulai dari 1 meter dari batang utama sampai batas terluar tajuk pohon. Cara pemupukan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Pemupukan dengan membenamkan pupuk dalam rorak di sekeliling pohon

5. Hama dan penyakit

Tanaman durian di desa ini juga ada yang terserang hama dan penyakit seperti buah pecah, dahan jatuh dan beberapa penyakit lainnya namun sejauh ini belum ada tindakan pengendalian secara khusus yang dilakukan oleh para petani, apabila tanaman durian yang ada di lahan sudah mulai tidak tumbuh dengan baik para petani langsung menebang dan menjual kayunya, dan rantingnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.

6. Pemanenan

Tanaman durian dapat dipanen setelah berumur kurang lebih 10 tahun, masa panen durian di desa ini adalah bulan Agustus dan Januari. Buah durian yang sudah matang akan jatuh sendiri sehingga para petani hanya perlu memungut buahnya saja, buah yang sudah terkumpul siap untuk dipasarkan dengan harga rata-rata Rp 7.000 per angkat, rata-rata buah yang dihasilkan pada umur 10 tahun

yaitu 1 sampai 2 angkat per pohon per hari, dan akan meningkat setiap tahun hingga produktifitas tertingginya yaitu pada umur 40 tahun mencapai 6 sampai 7 angkat per pohon per hari artinya mencapai 366 buah per pohon per tahun hal ini sesuai dengan pernyataan Salafsky (1995) yang menyatakan bahwa untuk pohon durian yang bibitnya berasal dari biji seperti terdapat di Indonesia yang memiliki banyak varietas lokal yang belum teridentifikasi, memiliki kisaran produktifitas 30 hingga 1000 buah per pohon per tahun dengan modus 200 buah per pohon per tahun. Buah durian hasil panen dan siap untuk dipasarkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Buah durian siap untuk dipasarkan oleh petani Desa Lau Bagot Setelah produktifitas tertinggi maka akan terjadi fluktuasi buah secara perlahan seiring bertambahnya umur tanaman tersebut. Setelah masa produktifitasnya berakhir kayu akan ditebang dan dijual dengan harga rata-rata Rp 700.000/m3 dan rantingnya digunakan sebagai kayu bakar. Log kayu yang siap untuk dijual dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Log kayu durian yang ditebang oleh petani Desa Lau Bagot

Analisis Kelayakan Ekonomi

Terdapat empat kriteria paling umum yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi suatu usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Of

Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio, dan Payback Period (PBP)

(Keown et al, 2001).

Perhitungan dari setiap kriteria kelayakan dapat dilihat pada lampiran, dan hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Hasil analisis ekonomi kriteria kelayakan usaha budidaya durian di Desa Lau Bagot

No Kriteria Hasil Keterangan

1 Net Present Value (NPV) Rp 88.384.512/ha Layak

2 Internal Rate of Return (IRR) 26,14% Layak

3 Net Benefit Cost Ratio (B/C) 3,1 Layak

4 Payback Period 11 Tahun -

Tabel 7 menunjukkan budidaya durian dengan jangka waktu usaha 50 tahun layak diusahakan dengan tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 12% sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada waktu pengolahan data penelitian dilaksanakan. Menurut Choliq dkk (1994) bahwa NPV dari suatu proyek atau gagasan usaha merupakan nilai sekarang (present value) dari selisih antara benefit dengan cost pada discount rate tertentu. NPV merupakan kelebihan

benefit dibandingkan dengan cost. Nilai NPV yang diperoleh positif yaitu Rp 88.384.000/ha yang berarti bahwa aliran kas masuk petani durian di Desa Lau Bagot lebih besar dari aliran kas keluar, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha budidaya durian di desa ini menguntungkan dan layak diusahakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Umar (2003) yang menyatakan bahwa jika NPV > 0, maka usaha tersebut layak dilaksanakan, jika NPV < 0, maka usaha tersebut tidak layak dilaksanakan, jika NPV ~ 0, maka investasi dapat mengembalikan modal sebesar yang dikeluarkan.

Nilai IRR menunjukkan tingkat suku bunga (discount rate) maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Untuk mendapatkan nilai IRR diperoleh dengan metode coba-coba sampai diperoleh discount rate yang memberikan nilai mendekati nol. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 26,14%. nilai tersebut lebih besar dari nilai suku bunga yang sedang berlaku yaitu 12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya durian di desa ini layak untuk dijalankan.

Menurut Sutojo (2002) Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan cara lain untuk mengukur profitabilitas rencana invetasi proyek, dengan metode ini profitabilitas dicari dengan cara membandingkan jumlah seluruh net present value cash flows dan salvage value dengan nilai investasi proyek. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) yang diperoleh yaitu 3,1 artinya setiap 1 rupiah yang diinvestasikan akan memberi hasil atau memperoleh penerimaan sebesar Rp. 3,1 sehingga dapat dikatakan menguntungkan dan layak.

Durian mulai berbuah pada umur 10 tahun, rata-rata produksi pada umur 10 tahun mencapai 4.140 buah/ha/tahun dengan total pendapatan kotor sebesar Rp 28.980.000.- /ha/tahun, produksi optimalnya terdapat pada umur berkisar 40 tahun dengan total buah 16836 buah/ha/tahun dengan perolehan pendapatan total Rp 117.852.000.- /ha. Perolehan akhir umur 50 tahun dengan jumlah produksinya 14352 buah/ha/tahun dengan total pendapatan kotor Rp 100.464.000,-/ha. Dari uraian di atas, diperoleh produksi optimum pohon durian pada umur 40 tahun dengan rata-rata pendapatan kotor Rp 117.852.000.-/ha/tahun (dapat dilihat pada Lampiran 4).

Jumlah dana yang dibutuhkan untuk usaha budidaya ini sebelum berproduksi (0-9 tahun) ialah sebesar Rp. 32.108.000.-, untuk pengembalian dana investasi diperlukan waktu (payback period) 11 tahun, jika kelayakan usaha dianalisis berdasarkan nilai social discount rate maka usaha pola budidaya ini masih layak diusahakan sampai pada saat tingkat suku bunga sebesar 26,14%.

Faktor Penyebab Penurunan Produksi Durian

Beberapa faktor penyebab turunnya produksi durian di Desa Lau Bagot yaitu

• Tingginya harga jual kayu durian

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap petani durian dapat diketahui bahwa masyarakat merasa bahwa harga jual kayu durian cukup tinggi. 78,3% masyarakat menyatakan setuju dengan tingginya harga kayu durian yang ditawarkan mempengaruhi minat mereka untuk menebang pohon durian yang mereka tanam, sehingga dengan menebang kayu durian yang sudah mereka tanam lebih menguntungkan dari pada menunggu hasil buahnya saja dengan alasan

kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat. Harga kayu durian yang ditawarkan kepada petani yaitu rata-rata Rp 500.000 - Rp 700.000/m3. Petani berpendapat bahwa harga buah durian masih sangat rendah apalagi pada saat panen raya, bahkan tidak laku untuk dijual hal tersebut berkaitan dengan tidak stabilnya harga pasar yang dapat merugikan petani.

• Hama dan penyakit

Budidaya durian yang dilakukan di desa ini masih secara tradisional sehingga tidak ada pemeliharaan yang khusus dilakukan. Seiring bertambahnya waktu hama dan penyakit semakin menyerang tanaman durian yang mereka budidayakan. 58,3% petani berpendapat budidaya durian cukup sulit,mereka beranggapan bahwa durian yang sudah terserang hama dan penyakit sudah tidak dapat dikendalikan lagi, penyakit yang paling dominan menyerang tanaman mereka yaitu buah pecah, busuk buah, lapuk batang yang tentunya dapat mengurangi nilai jual buah durian tersebut atau bahkan tidak bernilai jual lagi. Oleh karena itu petani memilih untuk menebang pohon yang sudah terserang

Dokumen terkait