STUDI KELAYAKAN EKONOMI BUDIDAYA DURIAN
(Durio zibethinus) RAKYAT DI DESA LAU BAGOT,
KECAMATAN TIGALINGGA,
KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Oleh:
Tabita Wana Imelda Lumban Gaol 091201164
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI KELAYAKAN EKONOMI BUDIDAYA DURIAN
(Durio zibethinus) RAKYAT DI DESA LAU BAGOT,
KECAMATAN TIGALINGGA,
KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Oleh:
Tabita Wana Imelda Lumban Gaol 091201164/ Manajemen Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Studi kelayakan budidaya durian (Durio Zibethinus) rakyat di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Nama : Tabita Wana Imelda Lumban Gaol
NIM : 091201164 P. Studi : Kehutanan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Oding Affandi, S.Hut, MP Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
TABITA WANA IMELDA L. GAOL: Studi Kelayakan Ekonomi Budidaya Durian di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan budidaya durian di Desa Lau Bagot, Kecamatan Togalingga, Kabupaten Dairi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kelayakan ekonomi dengan beberapa kriteria yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Returns (IRR) dan Pay back Period (PBP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola budidaya durian di desa ini dilakukan dengan cara tradisional dan sebaran pohon yang tidak merata dengan kerapatan 46 Pohon/Ha. Diperoleh nilai NPV sebesar Rp 88.384.512/Ha, BCR 3,1, IRR 26,14% dan PBP 11 tahun dengan tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 12%. Faktor yang menyebabkan menurunnya produksi durian di desa Lau Bagot adalah persepsi masyarakat akan tingginya harga kayu yang ditawarkan kepada masyarakat rata-rata Rp 700.000/m3sehingga lebih memilih untuk menebang dari pada menjual buah.
ABSTRACT
TABITA WANA IMELDA L. GAOL: Study Economic Feasibility of Private Durian Cultivation in Lau Bagot Village, Tigalingga Subdistrict, Dairi District. Under the Supervision of AGUS PURWOKO and ODING AFFANDI.
This study aimed to determine the feasibility of durian cultivation in Lau Bagot Village, Subdistrict of Tigalingga, District of Dairi. The analytical method used is descriptive analysis and economic feasibility analysis with multiple criteria: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), and Internal Rate of Returns (IRR) and payback period (PBP).
The results showed that the pattern of durian cultivation in this village is done with traditional way and the uneven distribution of trees with density 46 trees/ha. Retrieved NPV Rp 88.384.512/Ha , BCR 3.1 , 26.14 % IRR and PBP 11 years with the prevailing interest rate is 15%. Factors that lead to decreased production of durian in Lau Bagot Village is the public perception of the high price of wood has to offer to the public about Rp 700.000/m3 so that they prefer to cut down on the selling fruit.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumbul pada tanggal 30 Juli 1991 dari ayah bernama
Sondang Pangihutan Lumban Gaol dan ibu Rusmina Br Munthe. Penulis
merupakan putri keempat dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 030331 Sumbul,
Sumatera Utara pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Sumbul, Sumatera Utara tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri
1 Sumbul, Sumatera utara tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi
masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian.
Selama masa pendidikan di Program Studi Kehutanan, penulis mengikuti
organisasi Himas yang merupakan salah satu organisasi di Kehutanan USU. Pada
tahun 2009, penulis melaksanakan magang di Balai Konservasi Sumber Daya
Alam di Dolok Surungan-Desa Lobu Rappa, Kab.Asahan selama satu bulan.
Penulis melaksanakan praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Kawasan
Taman Hutan Raya (TAHURA), Tongkoh pada tahun 2011 selama 10 hari..
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Baluran,
Jawa Timur pada tanggal 08 Februari sampai 08 Maret 2013. Di akhir masa
kuliah, penulis melakukan penelitian di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Studi Kelayakan Ekonomi Budidaya Durian
(Durio Zibethinus) Rakyat di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten
Dairi” sebagai salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Kehutanan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Purwoko,
S.Hut, M.Si dan Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.P selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing skripsi penulis, yang telah membimbing dan memberi
masukan-masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang selalu mendoakan, memberi
dukungan, kasih sayang dan materi serta menginspirasi penulis untuk tetap
semangat serta kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Analisis Kelayakan Ekonomi ... 17
Purposive sampling ... 18
Snawball Sampling ... 19
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 19
Letak dan luas wilayah ... 19
Keadaan sosial ekonomi ... 20
Sarana dan prasarana ... 21
Karakteristik petani durian ... 23
METODE PENELITIAN
Analisis kelayakan ekonomi ... 28
Analisis faktor penyebab penurunan produksi ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25
Letak dan lokasi penelitian ... 25
Sarana dan prasarana ... 27
Karakteristik petani durian ... 28
Pola Budidaya Durian ... 31
Analisis Kelayakan Ekonomi ... 38
Faktor Penyebab Penurunan Produksi ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Keadaan tata guna lahan Desa Lau Bagot tahun 2012 ... 26
2. Struktur mata pencaharian penduduk Desa Lau Bagot ... 26
3. Sarana dan prasarana Desa Lau Bagot tahun 2012 ... 27
4. Jumlah key informant (petani) berdasarkan umur ... 29
5. Karakteristik petani berdasarkan luas lahan durian yang dimiliki ... 29
6. Karakteristik petani berdasarkan pendidikan terakhir ... 30
DAFTAR GAMBAR
No Hal 1. Skema Pola Budidaya tanaman ... 21
2. Bibit durian hasil perbanyakan generatif oleh petani di
Desa Lau Bagot ... 33
3. Sebaran pohon durian di Desa Lau Bagot ... 34
4. Pemupukan dengan membenamkan pupuk dalam rorak di sekeliling
pohon ... 36
5. Buah durian siap dipasarkan oleh petani Desa Lau Bagot ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Karakteristik responden petani durian di Desa Lau Bagot ... 48
2. Rekapitulasi biaya usaha budidaya durian di Desa Lau Bagot ... 49
3. Analisis kelayakan ekonomi budidaya durian di Desa Lau Bagot ... 53
4. Total produksi ... 57
5. Perhitungan ... 58
6. Persepsi masyarakat mengenai faktor penyebab menurunnya produksi durian di Desa Lau Bagot ... 59
7. Dokumentasi Penelitian ... 60
ABSTRAK
TABITA WANA IMELDA L. GAOL: Studi Kelayakan Ekonomi Budidaya Durian di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan ODING AFFANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan budidaya durian di Desa Lau Bagot, Kecamatan Togalingga, Kabupaten Dairi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kelayakan ekonomi dengan beberapa kriteria yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Returns (IRR) dan Pay back Period (PBP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola budidaya durian di desa ini dilakukan dengan cara tradisional dan sebaran pohon yang tidak merata dengan kerapatan 46 Pohon/Ha. Diperoleh nilai NPV sebesar Rp 88.384.512/Ha, BCR 3,1, IRR 26,14% dan PBP 11 tahun dengan tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 12%. Faktor yang menyebabkan menurunnya produksi durian di desa Lau Bagot adalah persepsi masyarakat akan tingginya harga kayu yang ditawarkan kepada masyarakat rata-rata Rp 700.000/m3sehingga lebih memilih untuk menebang dari pada menjual buah.
ABSTRACT
TABITA WANA IMELDA L. GAOL: Study Economic Feasibility of Private Durian Cultivation in Lau Bagot Village, Tigalingga Subdistrict, Dairi District. Under the Supervision of AGUS PURWOKO and ODING AFFANDI.
This study aimed to determine the feasibility of durian cultivation in Lau Bagot Village, Subdistrict of Tigalingga, District of Dairi. The analytical method used is descriptive analysis and economic feasibility analysis with multiple criteria: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), and Internal Rate of Returns (IRR) and payback period (PBP).
The results showed that the pattern of durian cultivation in this village is done with traditional way and the uneven distribution of trees with density 46 trees/ha. Retrieved NPV Rp 88.384.512/Ha , BCR 3.1 , 26.14 % IRR and PBP 11 years with the prevailing interest rate is 15%. Factors that lead to decreased production of durian in Lau Bagot Village is the public perception of the high price of wood has to offer to the public about Rp 700.000/m3 so that they prefer to cut down on the selling fruit.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pengelolaan lahan hutan yang direncanakan oleh pemerintah
ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat dengan berasaskan kelestarian hasil
hutan dari aspek ekosistem, kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan,
pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan sosial, akuntabilitas
publik serta kepastian hukum, dengan tujuan untuk pemberdayaan masyarakat
setempat dalam pengelolaan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hasil hutan
dan lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Hasil hutan kayu telah memberikan kontribusi yang besar bagi devisa
Negara Indonesia selama beberapa dekade, oleh karena itu kayu diistilahkan
“Major Forest Product”. Walau demikian hasil hutan lainnya yang dikenal
dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) lebih bernilai dari pada kayu
dalam jangka panjang. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan
yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (Timber),
masyarakat hutan umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari
dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK
baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh karena itu, selain menjadi sumber
devisa bagi negara, HHBK merupakan sumber penghidupan bagi jutaan
masyarakat hutan (Oka dan Achmad, 2005).
Pemerintah sejak tahun 1960-an telah mengembangkan hutan rakyat
atau memperbaiki keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan
penanaman dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media
produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik serta upaya
mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan
peruntukannya. Kegiatan penghijauan yang dilaksanakan pemerintah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan baku industri
dan peningkatan mutu lingkungan. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman
keras, MPTS (Multi Purpose Trees Species) dan buah-buahan (Kemenhut, 2010).
Menurut Lahjie (2000), partisipasi masyarakat lokal hanya akan terjadi
jika masyarakat memiliki kemampuan berpartisipasi dan memiliki pengetahuan
tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana caranya, ada intensif yang tepat untuk
mendorong mereka dan tersedia instansi-instansi untuk mendukung dan
mempertahankan kegiatan mereka.
Pemilihan jenis tanaman didasarkan pada nilai ekonomi yang banyak
disukai dan harga yang cukup tinggi, selain itu tanaman juga disesuaikan dengan
kondisi tanah di daerah tersebut. Namun untuk mengetahui apakah model
pengusahaan hutan ini baik atau tidak, tentu diperlukan analisa lebih jauh tentang
tingkat keuntungan dan kelayakan usahanya.
Pengembangan tanaman buah-buahan berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarkat, perluasan lapangan
kerja dan usaha, pengurangan impor, pengembangan agribisnis, dan agroindustri,
serta peningkatan ekspor nonmigas. Serapan pasar terhadap buah di dalam dan di
luar negeri cukup tinggi, namun belum diimbangi oleh ketersediaan produksi yang
Pada tahun 1993 nilai impor buah-buahan dunia mencapai US $ 28 miliar, andil
Indonesia baru sekitar US $ 114 juta atau kurang dari 0,5% (Rukmana, 1996).
Buah durian sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan
internasional, daging buahnya yang manis dan aromanya yang khas serta bentuk
buahnya menjadi ciri utamanya, tidak salah bilamana durian di dunia internasional
dikenal dengan istilah “King of Fruit”. Permintaan pasar komoditas ini baik
dalam maupun luar negeri terus meningkat, beberapa negara di Eropa Timur,
Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Jepang dan Singapura merupakan pasar
potensial. Negara pengekspor durian saat ini adalah Indonesia, Thailand dan
Malaysia, namun demikian peluang pasar ini belum dapat dimanfaatkan
sepenuhnya karena belum memenuhi standar ekspor dan produktivitasnya masih
rendah (5 ton/ha), dibanding negara Thailand yang mencapai 35 ton per hektar.
Hal ini disebabkan teknik budidaya yang diterapkan masih sangat rendah, dan
hasil durian yang sekarang ini berasal dari pohon durian yang sudah tua yang
tumbuh liar dan sebagian kecil dalam bentuk usaha pekarangan yang tidak dirawat
dengan baik (Untung, 2002)
Durian (Durio zibethinus) merupakan salah satu komoditas horticultural
yang memiliki prospek yang cukup cerah untuk menjadi komoditas unggulan,
baik untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan
karena pasar buah durian masih sangat luas, selain harga jualnya tergolong tinggi.
Kecamatan Tigalingga terletak pada 98000 – 98030 Lintang Utara dan
2015 - 3000 Bujur Timur, dengan ketinggian daerah 500 sampai 700 mdpl, sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sitember, sebelah selatan berbatasan
Siempat Nempu dan kecamatan Gunung Sitember, sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Karo. Kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan
tropis. Berdasarkan data BPS 2012 dengan luas wilayah 197 km2 kecamatan
Tigalingga memproduksi 9362 kwintal buah durian per tahun, jika dibandingkan
dengan beberapa tahun sebelumnya berdasarkan data BPS 2008 bahwa kecamatan
Tigalingga memproduksi 16.000 kwintal buah durian, angka tersebut
menunjukkan penurunan produktivitas durian di kecamatan tersebut (BPS, 2008).
Perumusan Masalah
1. Bagaimana pola budidaya durian (Durio zibethinus) rakyat di Desa Lau Bagot,
Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi?
2. Apakah usaha budidaya durian (Durio zibethinus) rakyat layak untuk
diusahakan ditinjau dari aspek ekonomi?
3. Apa faktor yang menyebabkan menurunnya produksi durian?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pola budidaya tanaman durian
(Durio zibethinus) rakyat di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tigalingga,
Kabupaten Dairi.
2. Untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari usaha budidaya durian
rakyat dengan menghitung Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost
Ratio (Net BC Ratio), Net Present Value (NPV), dan Payback period.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab menurunnya produksi durian
Manfaat Penelitian
1. Bagi petani masyarakat sebagai salah satu sumber informasi yang dapat
dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usaha budidaya
durian (Durio zibethinus) rakyat.
2. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada
kaitannya dengan penelitian ini.
3. Bagi instansi pemerintah, dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Durian
Botani tanaman durian
Pohon durian (Durio zibethinus) banyak tumbuh di hutan maupun di
kebun milik penduduk. Ciri buahnya, bentuknya besar bulat/oval dengan aroma
rasa, baunya khas dan menjadi buah primadona yang banyak disukai masyarakat
Indonesia umumnya. Buahnya besar dan berduri dengan kulit buah yang keras
dan tebal hampir seperempat bagian dari buahnya merupakan bagian yang
dibuang begitu saja sampai akhirnya menjadi busuk. Apabila dilihat dari
karakteristik bentuk dan sifat - sifat kulitnya, sebenarnya banyak manfaat yang
dapat dihasilkan dari kulit buahnya misalnya untuk bahan campuran papan
partikel, papan semen, arang briket, arang aktif, filler, campuran untuk bahan
baku obat nyamuk dan lain – lain.
Klasifikasi ilmiah tanaman durian
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Familia : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus
(Soedarya, 2009).
Tumbuhan berbentuk pohon, tinggi 27 - 40 m. Akar tunggang, batang
simpodial, bercabang banyak, arah mendatar. Daun tunggal, bertangkai pendek,
tersusun berseling, permukaan atas berwarna hijau tua - bawah cokelat
kekuningan, bentuk jorong hingga lanset, panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm,
ujung runcing, pangkal membulat, permukaan atas mengkilat, permukaan bawah
buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat
kemerahan. Bunga muncul di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai,
kelopak berbentuk lonceng berwarna putih hingga cokelat keemasan. Buah bulat
atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat keemasan atau kuning,
bentuk biji lonjong, berwarna cokelat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun
(Soedarya, 2009).
Daerah penyebaran
Sejarah tentang tanaman durian, seumur dengan sejarah tentang manusia.
Tahun yang tepat sulit disebutkan, tetapi satu abad yang lalu sudah banyak yang
memperbincangkan waktu ditemukan tempo dulu, tanaman aneh tersebut
memang masih tumbuh liar dan terpencar pencar di hutan raya “Malesia” yang
sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli
menafsirkan dari daerah asal tersebut durian menyebar ke seluruh Indonesia,
lantas melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan. Adanya
penyebaran sampai sejauh itu, karena akibat pola kehidupan masyarakat saat itu
tidak menetap. Mereka merambah daerah hutan yang satu menuju daerah yang
lain. Setiap daerah yang selesai dihuninya ditinggalkan begitu saja, tumbuhan
tanaman durian bersamaan dengan tumbuhnya semak-belukar disekitarnya.
Kebiasaan mereka dulu untuk membuang sisa makanan tidak ditempat tinggalnya
begitu, biji-biji tersebut tumbuh secara alami dan berkembang biak secara alami
pula, tidak beraturan tempatnya, dan tumbuhnya (Setiadi, 1996).
Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman durian meluas ditanam di
negara-negara yang beriklim tropis, sehingga disebut “King of Fruits” dari negeri
tropis. Pengembangan budidaya tanaman durian secara intesif dan komersial
antara lain dirintis oleh Thailand dan Malaysia. Pada tahun 1986 durian di
Thailand telah menjadi salah satu jenis buah komersialyang ditanam pada lahan
seluas 76.100 hektar dengan produksi 426.240 (Rukmana, 1996).
Di Indonesia banyak sekali daerah yang memenuhi syarat agroklimat.
Pohon durian bisa ditemui di seluruh provinsi. Berdasarkan data BPS (Badan
Pusat Statistik) tahun 1991, jumlah pohon durian terbanyak ada di Jawa (586.196
pohon), Kalimantan (228.319 pohon), Sumatera (228.158 pohon), dan Sulawesi
(103.604 pohon). Berdasarkan data tersebut tampak jelas bahwa wilayah
Indonesia memang cocok sekali untuk durian. Sampai kini sentra produksi durian
masih di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera (Untung, 2003).
Syarat tumbuh
Tempat yang paling disukai tanaman durian adalah tempat yang subur,
bertanah gembur dan tidak bercadas kedalaman air tanahnya tidak lebih dari 1m,
atau paling dalam 2m. keadaan tanahnya netral (pH tanah antara 6-7). Tetapi
banyak yang mengatakan, tanah yang ber-pH 6,5 lebih cocok untuk durian, sebab
tanah yang seperti ini mudah sekali menetralkan kandungan N, P dan K. selain itu
ketinggian tanahnya antara 400-600 m di atas permukaan laut. Tapi durian masih
bisa ditemukan berbuah meski tidak begitu lebat, di daerah-daerah berketinggian
Durian sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berasal dari bagian pohon atau
tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang
diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan
baku untuk suatu industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan
perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber),
masyarakat hutan (masyarakat yang tinggal di sekitar hutan) umumnya bebas
memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak
dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi
maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam (Departemen Kehutanan 1990).
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) penting untuk konservasi dan ekonomi.
Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan bukan kayu
biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan. Hasil hutan
bukan kayu penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat
dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan tanpa kerusakan hutan. Penting
untuk ekonomi karena bukan timber produk ini berharga atau memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Pada beberapa keadaan, pendapatan dari HHBK dapat lebih
banyak jika dibandingkan pendapatan dari semua alternatif yang lain. Keuntungan
lain dari HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan hutan alam, selama
masyarakat lokal memperoleh pendapatan dari lahan hutan (Baharuddin dan Ira,
2009)
Tanaman durian dapat diperbanyak atau dikembangkan dengan cara
generative atau biji dan vegetative berupa okulasi, enten, dan penyusunan.
Pembiakan secara generative dengan biji hamper selalu memberikan keturunan
yang berbeda dengan induknya. Hal ini terjadi karena tanaman durian bersifat
menyerbuk silang, sehingga secara genetis menghasilkan turunan yang
mempunyaikarakteristi bervariasi. Di samping itu pembiakangeneratif akan
menghasilkan tanaman yang masa remajanya (juvenilitas) cukup lama, sehingga
umur mulai berbunga atau berbuah lambat yakni sekitar 10 tahun atau lebih. Oleh
karena itu, pembiakan dengan biji hanya dianjurkan untuk memproduksi bibit
batang bawah bahan penyambungan, seperti okulasi, enten atau susuan (Rukmana,
1996).
Teknik budidaya Durian dapat dilakukan melalui tahap berikut:
1. Penentuan Pola Tanaman
Jarak tanam sangat tergantung pada jenis dan kesuburan tanah, kultivar
durian, serta sistem budidaya yang diterapkan. Untuk kultivar durian berumur
genjah, jarak tanam: 10 m x 10 m. Sedangkan kultivar durian berumur sedang dan
dalam jarak tanam 12 m x 12 m. Intensifikasi kebun durian, terutama waktu bibit
durian masih kecil (berumur kurang dari 6 tahun), dapat diupayakan dengan
budidaya tumpangsari. Berbagai budidaya tumpangsari yang biasa dilakukan
yakni dengan tanaman horti (lombok, tomat, terong dan tanaman pangan : padi
gogo, kedelai, kacang tanah dan ubi jalar.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Pengolahan tanah terutama dilakukan di lubang yang akan digunakan
menggali lubang, tanah galian dibagi menjadi dua. Sebelah atas dikumpulkan di
kiri lubang, tanah galian sebelah bawah dikumpulkan di kanan lubang. Lubang
tanam dibiarkan kering terangin-angin selama ± 1 minggu, lalu lubang tanam
ditutup kembali. Tanah galian bagian atas lebih dahulu dimasukkan setelah
dicampur pupuk kompos 35 kg/lubang, diikuti oleh tanah bagian bawah yang
telah dicampur 35 kg pupuk kandang dan 1 kg fospat. Untuk menghindari
gangguan rayap, semut dan hama lainnya dapat dicampurkan insektisida butiran
seperti Furadan 3 G. Selanjutnya lubang tanam diisi penuh sampai tampak
membukit setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah. Tanah tidak perlu dipadatkan,
penutupan lubang sebaiknya dilakukan 7-15 hari sebelum penanaman bibit.
3. Cara Penanaman
Bibit yang akan ditanam di lapangan sebaiknya tumbuh 75-150 cm,
kondisinya sehat, pertumbuhan bagus, yang tercermin dari batang yang kokoh dan
perakaran yang banyak serta kuat. Lubang tanam yang tertutup tanah digali
kembali dengan ukuran yang lebih kecil, sebesar gumpalan tanah yang
membungkus akar bibit durian. Setelah lubang tersedia, dilakukan penanaman
dengan cara sebagai berikut :
a. Polybag/pembungkus bibit dilepas (sisinya digunting/diiris hati-hati)
b. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam sampai batas leher
c. Lubang ditutup dengan tanah galian. Pada sisi tanaman diberi ajir agar
pertumbuhan tanaman tegak ke atas sesuai arah ajir.
d. Pangkal bibit ditutup rumput/jerami kering sebagai mulsa, lalu disiram air.
e. Di atas bibit dapat dibangun naungan dari rumbia atau bahan lain.
tersengat sinar matahari secara langsung.
4. Pemeliharaan Tanaman
a. Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan buah bertujuan untuk mencegah kematian durian agar tidak
menghabiskan energinya untuk proses pembuahan. Penjarangan
berpengaruhterhadap kelangsungan hidup, rasa buah, ukuran buah dan frekuensi
pembuahan setiap tahunnya. Penjarangan dilakukan bersamaan dengan proses
pengguguran bunga, begitu gugur bunga selesai, besoknya harus dilakukan
penjarangan (tidak boleh ditundatunda). Penjarangan dapat dilakukan dengan
menyemprotkan hormon tertentu (Auxin A), pada saat bunga atau bakal buah baru
berumur sebulan. Pada saat itu sebagian bunga sudah terbuka dan sudah dibuahi.
Ketika hormon disemprotkan, bunga yang telah dibuahi akan tetap meneruskan
pembuahannya sedangkan bunga yang belum sempat dibuahi akan mati dengan
sendirinya. Jumlah buah durian yang dijarangkan ± 50-60% dari seluruh buah
yang ada.
b. Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antar tanaman dan rumput di sekeliling
selama pertumbuhan, perlu dilakukan penyiangan (± diameter 1 m dari pohon
durian).
c. Pemangkasan/Perempelan
1) Akar durian
Pemotongan akar akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman
sampai 40% selama ± 1 musim. Selama itu pula tanaman tidak dipangkas.
meningkatkan kualitas buah, menarik, buah lebih keras dan lebih tahan lama.
Waktu pemotongan akar paling baik pada saat tanaman mulai berbunga, paling
lambat 2 minggu setelah berbunga. Jika dilakukan melewati batas, hasil panen
berkurang dan pertumbuhan terhambat. Cara pemotongan: kedua sisi barisan
tanaman durian diiris sedalam 60-90 cm dan sejauh 1,5-2 meter dari pangkal
batang.
2) Peremajaan
Tanaman yang sudah tua dan kurang produktif perlu diremajakan.
Tanaman durian tidak harus dibongkar sampai ke akar-akarnya, tetapi cukup
dilakukan pemangkasan. Luka pangkasan dibuat miring supaya air hujan tidak
tertahan.Untuk mencegah terjadinya infeksi batang, bekas luka tersebut dapat
diolesi meni atau ditempeli lilin parafin. Setelah 2-3 minggu dilakukan
pemangkasan (di musim hujan) maka pada batang tersebut akan tumbuh
tunastunas baru. Setelah tunas baru mencapai 2 bulan, tunas tersebut dapat
diokulasi. Cara okulasi cabang sama dengan cara okulasi tanaman muda (bibit).
Tinggi okulasi dari tanah ± 1 - 1,5 m atau 2 - 2,5 m tergantung pada pemotongan
batang pokok. Pemotongan batang pokok tidak boleh terlalu dekat dengan tanah.
3) Pembentukan tanaman yang terlanjur tua
Dahan-dahan yang akan dibentuk tidak usah dililiti kawat, tetapi cukup
dibanduli atau ditarik dan dipaksa ke bawah agar pertumbuhan tanaman tidak
mengarah ke atas. Cabang yang akan dibentuk dibalut dengan kalep agar dahan
tersebut tidak terluka. Balutan kalep tadi diberi tali, kemudian ditarik dan diikat
dengan pasak. Dengan demikian, dahan yang tadinya tumbuh tegak ke atas akan
d. Pemupukan
Sebelum melakukan pemupukan kita melihat kondisi tanah, kebutuhan
tanah, dan unsur hara yang terkandung di dalam tanah tersebut.
1) Cara memupuk
Pada tahap awal buatlah selokan melingkari tanaman. Garis tengah
selokan disesuaikan dengan lebarnya tajuk pohon. Kedalaman selokan dibuat
20-30 cm. Tanah cangkulan disisihkan di pinggirnya. Sesudah pupuk disebarkan
secara merata ke dalam selokan, tanah tadi dikembalikan untuk menutup selokan.
Setelah itu tanah diratakan kembali, bila tanah dalam keadaan kering segera
lakukan penyiraman.
2) Jenis dan dosis pemupukan
Jenis pupuk yang digunakan untuk memupuk durian adalah pupuk
kandang, kompos, pupuk hijau serta pupuk buatan. Pemupukan yang tepat dapat
membuat tanaman tumbuh subur. Setelah tiga bulan ditanam, durian
membutuhkan pemupukan susulan NPK (15:15:15) 200 gr perpohon. Selanjutnya,
pemupukan susulan dengan NPK itu dilakukan rutin setiap empat bulan sekali
sampai tanaman berumur tiga tahun. Setahun sekali tanaman dipupuk dengan
pupuk organik kompos/pupuk kandang 60-100 kg per pohon pada musim
kemarau. Pemupukan dilakukan dengan cara menggali lubang mengelilingi
batang bawah di bawah mahkota tajuk paling luar dari tanaman. Tanaman durian
yang telah berumur = 3 tahun biasanya mulai membentuk batang dan tajuk.
Setelah itu, setiap tahun durian membutuhkan tambahan 20–25% pupuk NPK dari
dosis sebelumnya. Apabila pada tahun ke-3, durian diberi pupuk 500 gram NPK
Kebutuhan pupuk kandang juga meningkat, berkisar antara 120-200 kg/pohon
menjelang berbunga durian membutuhkan NPK 10:30:10. Pupuk ini ditebarkan
pada saat tanaman selesai membentuk tunas baru (menjelang tanaman akan
berbunga).
e. Pengairan dan Penyiraman
Durian membutuhkan banyak air pada pertumbuhannya, tapi tanah tidak
boleh tergenang terlalu lama atau sampai terlalu basah. Bibit durian yang baru
ditanam membutuhkan penyiraman satu kali sehari, terutama kalau bibit ditanam
pada musim kemarau. Setelah tanaman berumur satu bulan, air tanaman dapat
dikurangi sekitar tiga kali seminggu. Durian yang dikebunkan dengan skala luas
mutlak membutuhkan tersedianya sumber air yang cukup. Dalam pengairan perlu
dibuatkan saluran air drainase untuk menghindari air menggenangi bedengan
tanaman.
f. Waktu Penyemprotan Pestisida
Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit tanaman yang baik, setiap 2
minggu sekali bibit disemprot zat pengatur tumbuh Atonik dengan dosis 1 cc/liter
air dan ditambah dengan Metalik dengan dosis 0,5 cc/liter air. Hal ini dilakukan
untuk merangsang pertumbuhan tanaman agar lebih sempurna. Jenis insektisida
yang digunakan adalah Basudin yang disemprot sesuai aturan yang ditetapkan dan
berguna untuk pencegahan serangga. Untuk cendawan cukup melaburi batang
dengan fungisida (contohnya Dithane atau Antracol) agar sehat. Lebih baik bila
pada saat melakukan penanaman, batang durian dilaburi oleh fungisida tersebut.
Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) berfungsi mempengaruhi
jaringanjaringan pada berbagai organ tanaman. Zat ini sama sekali tidak
memberikan unsur tambahan hara pada tanaman. ZPT dapat membuat tanaman
menjadi lemah sehingga penggunannya harus disesuaikan dengan petunjuk
pemakaian yang tertera pada label yang ada dalam kemasan, sebab pemakaian
ZPT ini hanya dicampurkan saja.
5. Ciri dan Umur Panen
Pada umur sekitar 8 tahun, tanaman durian sudah mulai berbunga. Musim
berbunga jatuh pada waktu kemarau, yakni bulan Juni-September sehingga bulan
Oktober-Februari buah sudah dewasa dan siap dipetik. Panen durian diusahakan
sebelum musim hujan tiba karena air hujan dapat merusak kualitas buah. Warna
durian yang hampir masak agak berbeda-beda tergantung pada kultivarnya. Buah
yang sudah masak umumnya ditandai dengan bau harum yang menyengat. Pada
durian yang sudah masak bila diketuk duri atau buahnya akan terdengar dentang
udara antara isi dan kulitnya.
6. Cara Panen
Buah durian yang sudah matang akan jatuh sendiri. Untuk menjaga agar
buah tidak langsung jatuh, kira-kira sebulan sebelum matang buah dapat diikat
dengan tali plastik. Tujuan pengikatan tersebut agar tangkai buah yang terlepas
dari batang atau ranting pohon tetap menggantung pada tali sehingga buah durian
tersebut dapat diambil dalam keadaan utuh. Buah durian dari pohon rendah dapat
dipetik dengan menggunakan pisau tajam. Tangkai buah dipotong mulai dari
bagian paling atas, ± 1,5 cm dari dahan. Pemotongan sebaiknya dilakukan dengan
musim berikutnya. Buah durian yang terletak pada bagian pohon yang tinggi
sebaiknya dipetik dengan menggunakan alat bantu yang sesuai agar tidak jatuh ke
tanah. Durian yang jatuh ke tanah biasanya retak, daging buahnya menjadi
asam/pahit karena terjadi fermentasi pembentukan alkohol dan asam
(LIPTAN, 1993).
Analisis Kelayakan Ekonomi
Menurut kasmir dan Jakfar (2008), pengertian analisis kelayakan adalah
penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menentukan apakah usaha yang
akan dijalankan akan memberikan manfaat yang dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan.
Selanjutnya kasmir dan Jakfar (2008) menjelaskan bahwa kelayakan
finansial adalah untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh
pendapatan serta besarnya biaya yang dikeluarkan. Dari sini akan terlihat
pengembalian uang yang ditanamkan seberapa lama akan kembali.
Beberapa kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek
antara lain:
a. Net present value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present
value) dari manfaat dan biaya. Nilai bersih atau yang biasa dikenal dengan net
present value adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang
dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan10 penerimaan kas bersih
(aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang.
Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat
bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dengan
modal atau dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman jangka panjang
yang harus dibayar pemilik proyek.
b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat pengembalian modal investasi
yang digunakan. IRR dinyatakan dalam persen pertahun. IRR adalah tingkat
suku bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskontokan seluruh kas
masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang
sama dengan investasi proyek. Pada dasarnya IRR menggambarkan persentase
laba nyata yang dihasilkan proyek. IRR adalah nilai discount rate social yang
membuat NPV proyek sama dengan nol.
c. Net benefit cost ratio (net B/C) merupakan angka perbandingan arus benefit
(manfaat dan keuntungan) bersih dan positif (laba) terhadap benefit bersih
negatif (rugi).
d. Pay back periode (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan arus kas. Pay back
periode (PBP) menunjukkan berapa lama modal ini dipandang dari arus
kas masuk (cash in flow).
Purposive Sampling
Purposive Sampling dapat diartikan sebagai pengambilan sampel
berdasarkan kesengajaan, maka pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri
atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri
atau sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya.
Nasution (2003) menyebutkan Purposive sampling merupakan
pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja
yang diambil.
Snowball Sampling
Snowball Sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan cara
berantai (multi level) dan dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan
sampel yang dilakukan dengan sistem jaringan responden. Mulai dari
mewawancarai satu responden kemudian responden tersebut akan menunjukkan
responden lain dan responden lain tersebut akan menunjuk responden berikutnya
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lau Bagot, Kecamatan Tiga Lingga,
Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
Purposive Sampling atau sengaja berdasarkan pertimbangan peneliti, dimana desa
ini merupakan salah satu lokasi pusat penghasil durian di Kabupaten Dairi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera digital sebagai alat dokumentasi objek
penelitian, laptop sebagai alat bantu dalam pengolahan data dan alat tulis lainnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta wilayah Desa Lau Bagot,
Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, kuesioner untuk mengumpulkan data
primer. Laporan hasil penelitian terdahulu dan berbagai pustaka penunjang
lainnya.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan masyarakat yang
membudidayakan durian menggunakan bantuan kuesioner yang telah
dipersiapkan. Data sekunder diperoleh melalui proses membaca, mempelajari, dan
mengambil keterangan yang diperlukan dari buku-buku atau laporan penelitian
terdahulu, serta sumber-sumber data lainnya yang berhubungan dengan masalah
Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung kelayakan
pengembangan usaha dari teknik budidaya dan aspek finansialnya. Hal yang
dilakukan berkenaan dengan aspek finansial yaitu dengan menghitung Net Present
Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net B/C ratio, Payback Periode
(PBP), analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan hasil wawancara
dengan bantuan kuesioner.
Metode Analisis Data
Analisis pola budidaya
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pola budidaya durian yang
digunakan oleh masyarakat, dimulai dari proses pembibitan sampai proses
pemanenan dengan menggunakan snowball sampling. Data yang diperoleh dari
lapangan dengan bantuan kuesioner akan dianalisis secara deskriptif untuk
melihat hasil pola budidaya yang dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut.
Gambar 1. Skema Pola Budidaya tanaman
Pembibitan Media T
Teknik P
Pemeliharaan
Analisis kelayakan ekonomi
Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat
kelayakan suatu usaha, yang dilihat berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria
kelayakan usaha yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : Net Present
Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net B/C ratio, dan Payback Periode
(PBP).
1) Net present value
���= � ��
n = Periode/tahun terakhir aliran kas
k = Suku Bunga
Dengan kriteria:
1) Nilai NPV dalam suatu proyek didapatkan nilai lebih besar dari pada nol,
berarti proyek dapat menghasilkan keuntungan.
2) Apabila nilai NPV yang dihasilkan sama dengan nol, berarti proyek
tersebut akan mengembalikan biaya sebesar opportunity cost faktor
produksi modal.
3) Apabila nilai NPV yang dihasilkan kurang dari nol berarti proyek tersebut
tidak dapat menghasilkan keuntungan.
2) Internal rate of return (IRR)
���= �1−
Keterangan:
NPV1 = NPV positif pada tingkat suku bunga i1
NPV2 = NPV negatif pada tingkat suku bunga i2
i1 = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif
i2 = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
Dengan kriteria:
1) Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti
usaha dapat dilanjutkan.
2) Jika nilai IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti usaha
tidak dapat dijalankan.
c. Net benefit cost ratio
��� � � = ��� − �� (1− �)�
�
�=0 �
Keterangan:
Bt = Penerimaan total bruto pada tahun ke-t
Ct = Biaya total bruto pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga pada tahun pada periode ke-i
t = Periode investasi (t = 0, 1, 2,...n)
Dengan kriteria :
1) Jika net B/C lebih besar atau sama dengan satu maka proyek layak
dijalankan.
d. Payback Periode (PBP)
��� = ��������� ����������
Analisis faktor penyebab penurunan produksi
Data-data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara (deep
interview) dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa
Lau Bagot terhadap faktor penyebab menurunnya produksi durian, jumlah
responden yang diambil adalah 10% yaitu 60 KK. Metode deskriptif ini
digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Letak dan luas wilayah
Secara administratif Desa Lau Bagot dengan luas wilayah 6 km2, terletak
di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara yang berada
pada ketinggian 500 sampai 700 mdpl. Secara astronomis desa ini terletak antara
98000 – 98030 Lintang Utara dan 2015 - 3000 Bujur Timur. Tingkat kepadatan
penduduk di desa ini yaitu 349 Jiwa/Km2 dengan rata-rata anggota rumah tangga
adalah 4 orang. Desa Lau Bagot terdiri atas 6 dusun yaitu Huta Kelep, Barisan
Tigor, Kuta Bunga, Tanjung Selamat, Kampung Jawa Bawah dan Lingga Julu.
Desa Lau Bagot dihuni oleh masyarakat dengan berbagai suku, yaitu Batak Toba,
Karo, Pak-pak, Simalungun dan Jawa.
Batas administrasi wilayah Desa Lau Bagot berbatasan dengan
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lau Sireme
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Palding
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Labilulus
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukandebi
Keadaan sosial ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Tigalingga menyatakan bahwa
luas Desa Lau Bagot adalah 6 Km2 yang terdiri atas Tanah Sawah, Tanah Kering,
Bangunan/Pekarangan dan lainnya. Pola penggunaan lahan di Desa Lau Bagot
Tabel 1. Keadaan tata guna lahan Desa Lau Bagot tahun 2012
No Jenis penggunaan lahan Luas lahan (Ha) Persentase (%)
1 Tanah Sawah 60 10,00
2 Tanah Kering 479 79,83
3 Bangunan/Pekarangan 36 6,00
4 Lainnya 25 4,17
Total 600 100,00
Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terluas di
Desa Lau Bagot adalah tanah kering dengan luas 479 Ha. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat di Desa Lau Bagot umumnya bermatapencaharian sebagai
petani.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kecamatan Tigalingga bahwa Desa Lau Bagot memiliki jumlah penduduk
sebanyak 1.092 jiwa yang terdiri dari 1.022 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan
1.070 jiwa berjenis kelamin perempuan.
Banyaknya tenaga kerja yang ada di Desa Lau Bagot yaitu 1.557 jiwa
dengan struktur mata pencaharian disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Striktur mata pencaharian penduduk Desa Lau Bagot
No Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Petani 1.398 89,79
2 Industri 82 5,27
3 PNS dan ABRI 61 3,91
4 Lainnya 16 1,03
Total 1.557 100,00
Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Lau Bagot adalah Petani
dengan persentasi yaitu 89,79 %, diikuti dengan persentase penduduk yang
bekerja di bagian industri yaitu 5,27%, sedangkan PNS dan ABRI hanya 3,91%
Sarana dan prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Lau Bagot dapat
dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Sarana dan prasarana Desa Lau Bagot tahun 2012
No Jenis sarana dan prasarana Jumlah 1 Pendidikan Formal
Sekolah Dasar 2
Sekolah Menengah Pertama 2 Sekolah Menengah Atas 2 2 Sarana Kesehatan
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 1
Posyandu 3
3 Sarana Ibadah
Masjid 1
Gereja 9
4 Sarana Perhubungan
Mobil Penumpang 2
Mobil Bus 4
Mobil Gerobak 4
Sepeda Motor 50
5 Prasarana Perhubungan
Jalan Aspal 5,0 Km
Jalan Batu 2,1 Km
Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan Tigalingga dalam angka, 2012.
Sarana dan prasarana di Desa Lau Bagot ini sudah cukup memadai baik itu
dari segi pendidikan, kesehatan dan transportasi yang dapat membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama dalam hal bertani dimana di
desa ini tersedia angkutan umum untuk membantu memasarkan hasil tani mereka.
Sarana kesehatan seperti puskesmas dan posyandu yang tidak terlalu sulit untuk
dijangkau dengan kondisi jalan yang sudah dapat dilalui oleh kendaraan roda dua
maupun roda empat.
Perekonomian masyarakat Desa Lau Bagot umumnya berasal dari hasil
pertanian, hampir seluruh masyarakat desa ini berprofesi sebagai petani yang
menanam padi di lahan sawah, lahan ladang ditanami jagung, kacang tanah, ubi
kayu, kopi dan pisang, sedangkan lahan kebun ditanami dengan durian, kemiri
dan coklat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2012) diketahui bahwa
potensi beberapa komoditi yang berasal dari Desa Lau Bagot yaitu: produksi padi
sawah 222,6 ton per tahun, produksi padi ladang 37,5 ton per tahun. Produksi
tanaman palawija yaitu: jagung 89,33 ton per tahun, ubi kayu 0,46 ton per tahun,
kacang tanah 1,14 ton per tahun dan produksi tanaman keras yaitu: kelapa 2,3 ton
per tahun, kopi 125,99 ton per tahun, coklat 9,8 ton per tahun, kemiri 7,58 ton per
tahun. Desa Lau Bagot juga kaya akan tanaman sayur-sayuran dengan rata-rata
produksi pertahun yaitu 1232 ton per tahun dan beberapa jenis tanaman
buah-buahan seperti pisang 361 ton per tahun, nenas 3,1 ton per tahun, salak 1,4 ton per
tahun, jeruk 16,9 ton per tahun, duku 20,7 ton per tahun, mangga 8,6 ton per
tahun, alpukat 12,9 ton per tahun, rambe 21,3 ton per tahun, dan durian 1193,3 ton
per tahun. Tanaman durian yang ada di Desa Lau Bagot merupakan tanaman turun
temurun yang dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat oleh karena itu
jenis durian yang ada di Desa Lau Bagot ini merupakan jenis lokal.
Karakteristik petani durian
Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain:
umur, pendidikan dan luas lahan kemiri yang dimiliki. Petani durian memilih
melanjutkan pengusahaan (budidaya) durian peninggalan orang tua mereka karena
proses budidaya durian yang tidak terlalu sulit bagi masyarakat Desa Lau Bagot.
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Kelas umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)
< 15 0 0
15 – 64 20 100
>65 0 0
Total 20 100
Data pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa 100% petani durian berusia
produktif. Hal ini menunjukkan tersedianya sumber tenaga kerja yang baik,
karena umur yang produktif akan lebih mudah dan efektif dalam bekerja.
Komposisi penduduk berdasarkan aspek biologi, bahwa umur kurang dari 15
tahun merupakan muda/usia belum produktif. Umur 15 – 64 tahun dinamakan usia
dewasa/usia kerja/usia produktif. Umur 65 tahun keatas dinamakan usia tua/usia
tak produktif/usia jompo (Sudarmi dan Waluyo, 2008).
Selain berdasarkan umur responden, karakteristik responden petani durian
juga dapat dikategorikan berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Tabel 5
menunjukkan luas lahan yang dimiliki oleh petani durian di Desa Lau Bagot.
Tabel 5. Karakteristik petani berdasarkan luas lahan durian yang dimiliki
Luas lahan (Ha) Jumlah Persentase (%)
<0,5 (Strata 1) 10 50,00
0,5 – 1 (Strata 2) 9 45,00
>1 (Strata 3) 1 5,00
Total 20 100,00
Data pada Tabel 4 diketahui bahwa petani durian di Desa Lau Bagot sangat
bervariasi apabila dilihat berdasarkan luas lahan yang dimiliki, dimulai dari strata
petani hanya memiliki lahan durian kurang dari 5 Ha, sedangkan strata 3 atau
petani yang memiliki lahan durian lebih dari 1 Ha hanya 5%, hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat yang membudidayakan durian di desa ini tidak dalam skala
yang besar.
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada
Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Karakteristik petani berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan Jumlah Persentase (%)
SD 2 10,00
SMP 10 50,00
SMA 7 35,00
Sarjana 1 5,00
Total 20 100,00
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sebagian
besar menamatkan pendidikannya di jenjang SMP yaitu sekitar 50% bahkan ada
juga yang sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat universitas, namun
memilih untuk meneruskan usaha orang tua yaitu bertani, karena mereka
berasumsi bahwa bertani lebih mudah dalam meperoleh pendapatan.
Petani durian di desa ini lebih banyak menghabiskan waktu di sawah atau usaha
lain yang mereka miliki, hal ini dikarenakan mereka merasa tanaman durian tidak
membutuhkan perawatan atau pemeliharaan yang banyak dibandingkan dengan
tanaman padi atau tanaman mereka yang lain, biasanya pada saat musim panen
durian saja petani pergi ke lahan untuk mengambil atau menunggu buah jatuh dari
pohonnya.
Pola Budidaya Durian
Pola budidaya durian di Desa Lau Bagot ini masih dilakukan secara
kepada mereka, lahan durian yang mereka kelola sebagian besar merupakan hak
waris yang mereka peroleh dari orang tua. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
(Untung 2003) yang menyatakan bahwa berdasarkan tingkat pengelolaannya, cara
penanaman durian dibagi atas tiga kategori, yakni secara tradisional, semi intensif,
dan intensif. Dalam sistem ini durian ditanam dari biji atau tumbuh sendiri di
kebun atau halaman rumah. Biasanya jumlahnya hanya beberapa pohon, jenis
durian yang diusahakan bermacam-macam dan tidak jelas pohon pun tidak
dirawat secara teratur.
Tanaman durian yang terdapat di Desa Lau Bagot ini tumbuh di lahan
dengan kelerengan yang datar hingga kelerengan tinggi/curam dan lahan yang
berbukit-bukit dengan ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Untung (2002) yang menyatakan bahwa pohon durian
dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan
laut, namun produksi terbaiknya dicapai jika penanaman dilakukan pada
ketinggian 400-600 meter di atas permukaan laut, pernyataan ini menunjukkan
bahwa Desa Lau Bagot merupakan salah satu tempat tumbuh tanaman durian,
yang mampu berproduksi dengan tingkat produktifitas terbaik jika dilihat dari sisi
tempat tumbuhnya.
1. Pembibitan
Pada umumnya teknik perbanyakan yang digunakan petani di desa ini
adalah secara generatif yaitu perbanyakan dengan menggunakan biji, namun ada 2
cara yang digunakan oleh petani durian di desa ini untuk memperbanyak tanaman
durian mereka sebelum ditanam ke lapangan, yang pertama biji disemaikan
dan penyakit serta berbuah lebat, hal ini sesuai dengan pernyataan Ambarawa
(1996) yang menyatakan bahwa biji yang hendak dipergunakan sebagai bibit
hendaknya dipilih dari bibit yang memenuhi persyaratan tertentu antara lain asli
dari induknya, segar dan sudah tua, tidak kisut, dan tidak terserang hama dan
penyakit. Sebelum menyemaikan biji terlebih dahulu dipersiapkan polybag
berdiameter 10cm sampai 15cm lalu diisi dengan campuran tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1 hingga memenuhi ¾ bagian polybag, media
tanam disiram dengan air bersih sampai cukup basah lalu biji siap disemaikan di
dalam polybag, kemudian permukaan persemaian ditutup dengan menggunakan
pelepah kelapa, dan disiram setiap hari guna mempercepat proses perkecambahan,
dibutuhkan waktu 3 sampai 4 bulan dalam persemaian, kemudian bibit yang
tumbuh akan diseleksi dengan memilih bibit yang sehat, bibit yang tidak terserang
hama dan penyakit untuk ditanam di lahan yang sudah dipersiapkan. Bibit hasil
semai oleh petani Desa Lau Bagot yang siap untuk ditanam dapat dilihat pada
Gambar 2. Cara yang kedua biji yang sudah diseleksi ditanam langsung ke
lapangan yang sudah disediakan tanpa disemaikan terlebih dahulu, namun cara ini
dinilai kurang efektif karena biji durian sangat sensitif sehingga kemungkinan
tumbuhnya lebih kecil.
Selain memperbanyak dengan melakukan pembibitan sendiri, sebagian
petani juga memilih membeli bibit untuk ditanam dari pada membibitkan sdri,
dengan berbagai alasan seperti waktu dan tenaga kerja yang terbatas, biasanya
bibit dibeli dari desa tetangga seperti Desa Tanah Pinem dengan harga Rp
25.000.- per bibit, bibit yang dibeli siap untuk ditanam ke lahan yang sudah
Gambar 2. Bibit durian hasil perbanyakan generatif oleh petani Desa Lau Bagot
2. Pra tanam
Lahan yang akan ditanami durian terlebih dahulu dibersihkan dari semak,
sisa-sisa perakaran, dan tumbuhan liar seperti alang-alang, rumput teki, dan
lainnya karena sangat mengganggu pertumbuhan awal tanaman serta mengurangi
persaingan dalam memperoleh unsur hara di dalam tanah. Setelah lahan
dibersihkan maka pembuatan lubang tanam dapat dilakukan, tanah digali dengan
kedalaman 50 cm dan diameter 50 cm.
3. Teknik penanaman
Bibit durian ditanam di lahan yang sudah disediakan dengan jarak tanam
10m x 10m hal ini sesuai dengan pernyataan Ambarawa (1996) yang menyatakan
bahwa tanaman durian memiliki sosok tubuh yang besar, maka ukuran jarak
tanam perlu ditata secara saksama supaya perkembangan tajuk atau
cabang-cabang lateral tidak saling mengganggu, jarak tanam durian yang ideal adalah 7m
10m x 10m. Lahan yang ditanami pohon durian dibudidayakan dengan cara
tumpang sari, setelah bibit ditanam di lahan, para petani juga menanam coklat di
sela pohon durian tersebut, walaupun dengan jarak tanam yang sudah ditentukan
namun sebaran pohon durian di desa ini tidaklah merata, itu sebabnya diperoleh
kerapatan rata-rata pohon durian hanya 46 pohon per hektar.
Gambar 3. Sebaran pohon durian di Desa Lau Bagot
4. Pemupukan
Tindakan pemeliharaan secara khusus sama sekali tidak dilakukan
terhadap tanaman durian, namun karena pada umumnya petani juga menanam
coklat maka mereka melakukan penyiangan di lahan yang sudah ditanami durian
guna menghindari kerusakan tanaman coklat tersebut, tindakan rutin yang
dilakukan petani adalah pemupukan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan
produksi buah yang terbaik, tanah tempat tumbuh tanaman durian harus diberi
pupuk. Pupuk yang diberikan yaitu pupuk Urea atau Ponska dengan takaran yang
berbeda pada setiap umur tanaman, pada durian berumur 1 sampai 4 tahun diberi
pupuk Urea atau Ponska dengan takaran 250g per batang, setelah umur 5 tahun
maka dosisnya meningkat menjadi 500g per batang, setelah memasuki fase
berbunga pada umur 9 tahun durian akan semakin membutuhkan unsur hara
sehingga dosis pupuk ditingkatkan menjadi 1kg per pohon , dan pada umur 15
tahun jumlah pupuk yang diberikan 2Kg. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam
setahun yaitu pada bulan Februari, Juni dan Oktober.
Cara pemupukan yang dilakukan untuk tanaman muda atau umur tidak
lebih dari 4 tahun pupuk ditabur mengelilingi batang tanaman, untuk tanamn
dewasa atau tanaman yang berumur lebih dari 4 tahun terlebih dahulu tanah
digali sedalam 10 sampai dengan 20cm secara melingkar dengan jarak 1m dari
batang pohon durian, lalu pupuk ditabur pada tanah yang sudah digali lalu ditutup
kembali dengan tanah bekas gali tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Untung (2003) yang menyatakan bahwa cara pemberian pupuk tanaman durian
yaitu dengan menabur pupuk dan dibenamkan disekeliling pohon. Jarak tabur
dimulai dari 1 meter dari batang utama sampai batas terluar tajuk pohon. Cara
Gambar 4. Pemupukan dengan membenamkan pupuk dalam rorak di sekeliling
pohon
5. Hama dan penyakit
Tanaman durian di desa ini juga ada yang terserang hama dan penyakit
seperti buah pecah, dahan jatuh dan beberapa penyakit lainnya namun sejauh ini
belum ada tindakan pengendalian secara khusus yang dilakukan oleh para petani,
apabila tanaman durian yang ada di lahan sudah mulai tidak tumbuh dengan baik
para petani langsung menebang dan menjual kayunya, dan rantingnya
dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
6. Pemanenan
Tanaman durian dapat dipanen setelah berumur kurang lebih 10 tahun,
masa panen durian di desa ini adalah bulan Agustus dan Januari. Buah durian
yang sudah matang akan jatuh sendiri sehingga para petani hanya perlu memungut
buahnya saja, buah yang sudah terkumpul siap untuk dipasarkan dengan harga
yaitu 1 sampai 2 angkat per pohon per hari, dan akan meningkat setiap tahun
hingga produktifitas tertingginya yaitu pada umur 40 tahun mencapai 6 sampai 7
angkat per pohon per hari artinya mencapai 366 buah per pohon per tahun hal ini
sesuai dengan pernyataan Salafsky (1995) yang menyatakan bahwa untuk pohon
durian yang bibitnya berasal dari biji seperti terdapat di Indonesia yang memiliki
banyak varietas lokal yang belum teridentifikasi, memiliki kisaran produktifitas
30 hingga 1000 buah per pohon per tahun dengan modus 200 buah per pohon per
tahun. Buah durian hasil panen dan siap untuk dipasarkan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Buah durian siap untuk dipasarkan oleh petani Desa Lau Bagot
Setelah produktifitas tertinggi maka akan terjadi fluktuasi buah secara
perlahan seiring bertambahnya umur tanaman tersebut. Setelah masa
produktifitasnya berakhir kayu akan ditebang dan dijual dengan harga rata-rata Rp
700.000/m3 dan rantingnya digunakan sebagai kayu bakar. Log kayu yang siap
Gambar 6. Log kayu durian yang ditebang oleh petani Desa Lau Bagot
Analisis Kelayakan Ekonomi
Terdapat empat kriteria paling umum yang digunakan untuk menilai
kelayakan investasi suatu usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio, dan Payback Period (PBP)
(Keown et al, 2001).
Perhitungan dari setiap kriteria kelayakan dapat dilihat pada lampiran, dan
hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Hasil analisis ekonomi kriteria kelayakan usaha budidaya durian di Desa Lau Bagot
No Kriteria Hasil Keterangan
1 Net Present Value (NPV) Rp 88.384.512/ha Layak
2 Internal Rate of Return (IRR) 26,14% Layak
3 Net Benefit Cost Ratio (B/C) 3,1 Layak
4 Payback Period 11 Tahun -
Tabel 7 menunjukkan budidaya durian dengan jangka waktu usaha 50
tahun layak diusahakan dengan tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 12%
sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada waktu pengolahan data
penelitian dilaksanakan. Menurut Choliq dkk (1994) bahwa NPV dari suatu
proyek atau gagasan usaha merupakan nilai sekarang (present value) dari selisih
benefit dibandingkan dengan cost. Nilai NPV yang diperoleh positif yaitu Rp
88.384.000/ha yang berarti bahwa aliran kas masuk petani durian di Desa Lau
Bagot lebih besar dari aliran kas keluar, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha
budidaya durian di desa ini menguntungkan dan layak diusahakan. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Umar (2003) yang menyatakan bahwa jika NPV > 0,
maka usaha tersebut layak dilaksanakan, jika NPV < 0, maka usaha tersebut tidak
layak dilaksanakan, jika NPV ~ 0, maka investasi dapat mengembalikan modal
sebesar yang dikeluarkan.
Nilai IRR menunjukkan tingkat suku bunga (discount rate) maksimum
yang dapat dibayar oleh suatu usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan
memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Untuk mendapatkan nilai
IRR diperoleh dengan metode coba-coba sampai diperoleh discount rate yang
memberikan nilai mendekati nol. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar
26,14%. nilai tersebut lebih besar dari nilai suku bunga yang sedang berlaku yaitu
12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya durian di desa ini layak
untuk dijalankan.
Menurut Sutojo (2002) Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan
cara lain untuk mengukur profitabilitas rencana invetasi proyek, dengan metode
ini profitabilitas dicari dengan cara membandingkan jumlah seluruh net present
value cash flows dan salvage value dengan nilai investasi proyek. Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) yang
diperoleh yaitu 3,1 artinya setiap 1 rupiah yang diinvestasikan akan memberi hasil
atau memperoleh penerimaan sebesar Rp. 3,1 sehingga dapat dikatakan
Durian mulai berbuah pada umur 10 tahun, rata-rata produksi pada umur
10 tahun mencapai 4.140 buah/ha/tahun dengan total pendapatan kotor sebesar Rp
28.980.000.- /ha/tahun, produksi optimalnya terdapat pada umur berkisar 40
tahun dengan total buah 16836 buah/ha/tahun dengan perolehan pendapatan total
Rp 117.852.000.- /ha. Perolehan akhir umur 50 tahun dengan jumlah produksinya
14352 buah/ha/tahun dengan total pendapatan kotor Rp 100.464.000,-/ha. Dari
uraian di atas, diperoleh produksi optimum pohon durian pada umur 40 tahun
dengan rata-rata pendapatan kotor Rp 117.852.000.-/ha/tahun (dapat dilihat
pada Lampiran 4).
Jumlah dana yang dibutuhkan untuk usaha budidaya ini sebelum
berproduksi (0-9 tahun) ialah sebesar Rp. 32.108.000.-, untuk pengembalian dana
investasi diperlukan waktu (payback period) 11 tahun, jika kelayakan usaha
dianalisis berdasarkan nilai social discount rate maka usaha pola budidaya ini
masih layak diusahakan sampai pada saat tingkat suku bunga sebesar 26,14%.
Faktor Penyebab Penurunan Produksi Durian
Beberapa faktor penyebab turunnya produksi durian di Desa Lau Bagot
yaitu
• Tingginya harga jual kayu durian
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap petani durian dapat
diketahui bahwa masyarakat merasa bahwa harga jual kayu durian cukup tinggi.
78,3% masyarakat menyatakan setuju dengan tingginya harga kayu durian yang
ditawarkan mempengaruhi minat mereka untuk menebang pohon durian yang
mereka tanam, sehingga dengan menebang kayu durian yang sudah mereka tanam
kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat. Harga kayu durian yang
ditawarkan kepada petani yaitu rata-rata Rp 500.000 - Rp 700.000/m3. Petani
berpendapat bahwa harga buah durian masih sangat rendah apalagi pada saat
panen raya, bahkan tidak laku untuk dijual hal tersebut berkaitan dengan tidak
stabilnya harga pasar yang dapat merugikan petani.
• Hama dan penyakit
Budidaya durian yang dilakukan di desa ini masih secara tradisional
sehingga tidak ada pemeliharaan yang khusus dilakukan. Seiring bertambahnya
waktu hama dan penyakit semakin menyerang tanaman durian yang mereka
budidayakan. 58,3% petani berpendapat budidaya durian cukup sulit,mereka
beranggapan bahwa durian yang sudah terserang hama dan penyakit sudah tidak
dapat dikendalikan lagi, penyakit yang paling dominan menyerang tanaman
mereka yaitu buah pecah, busuk buah, lapuk batang yang tentunya dapat
mengurangi nilai jual buah durian tersebut atau bahkan tidak bernilai jual lagi.
Oleh karena itu petani memilih untuk menebang pohon yang sudah terserang
hama dan penyakit karena pohonnya sudah tidak menguntungkan lagi.
• Keterbatasan lahan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan bahwa 50% petani memiliki lahan
kurang dari 0,5 Ha dan 45% petani memiliki lahan 0,5 Ha – 1 Ha, sedangkan yang
memiliki lahan lebih dari 1 Ha hanya 5 %. Hal ini tentu mempengaruhi dasar
petani dalam memilih jenis tanaman apa yang akan ditanam di lahan yang mereka
miliki. Semakin sempit lahan yang mereka miliki maka semakin kecil minat
petani untuk memilih pohon sebagai salah satu tanamn yan akan ditanam di lahan
menyatakan bahwa penanaman pohon-pohon ditentukan oleh faktor tingkat
kekayaan (menurut ukuran lokal) dan status lahan. Jumlah rumah tangga miskin
(menguasai lahan sempit) yang menanam pohon-pohon lebih sedikit daripada
rumah tangga kaya, demikian pula jumlah pohon yang ditanam oleh rumah tangga
miskin lebih sedikit daripada jumlah pohon rumah tangga kaya (menguasai lahan
luas). Rumah tangga miskin yang menguasai lahan sempit lebih cenderung
menggunakan lahannya untuk tanaman pangan atau tanaman perdagangan dari
pada tanaman pohon-pohon.
• Bencana alam
Bencana alam angin puting beliung di Kecamatan Tigalingga pada tanggal
27 Februari 2012 menyebabkan rusaknya tanaman durian di lahan mereka. 43,3%
petani durian berpendapat bahwa bencana alam puting beliung yang melanda
desa mereka memberi dampak yang sangat merugikan terhadap tanaman pertanian
mereka. Menurut data dari Kecamatan Tigalingga, 88 hektar areal berisi tanaman
jagung di Desa Lau Bagot, Lau Pakpak, Laumil dan Lau Mulgap. Selain itu
terdapat 10 hektar lahan berisi tanaman durian, kemiri, kakao dan komoditas
lainnya yang juga rusak.
• Keterbatasan IPTEK
Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya sangat
berpengaruh terhadap suatu usaha, sama halnya dengan usaha budidaya durian di
desa Lau Bagot sendiri. Keterbatasan ilmu pengetahuan petani akan teknik
budidaya tanaman durian bepengaruh langsung terhadap produksi durian, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Untung (2003) yang menyatakan bahwa