SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROFIT DISTRIBUTION MANAGEMENT PADA UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
OLEH
Nelly Gustina Pasaribu 110521168
PROGRAM STUDI STRATA I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROFIT DISTRIBUTION MANAJEMENT PADA UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Profit Distribution Management (PDM) atas simpanan deposan pada perbankan syariah di Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profit Distribution Management (PDM). Variabel dependen yang digunakan adalah Kecukupan Modal (KM), Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK), Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Umur Bank (UB).
Penelitian ini menggunakan sampel Unit Usaha Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia dengan periode 2009 hingga 2013. Data dikumpulkan dengan metode purposive sampling, yaitu (1) bank syariah yang Unit Usaha Syariah, (2) bank syariah tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan pada periode 2009-2013 dan telah dipublikasikan di Bank Indonesia atau pada website bank syariah masing-masing dan (3) Unit Usaha Syariah memiliki data yang dibutuhkan terkait pengukuran variabel-variabel yang digunakan. Adapun sampel yang digunakan adalah 18 bank.
Hasil pengujian regresi linear berganda menunjukkan bahwa Kecukupan Modal (KM), Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK), Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Umur Bank (UB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia secara simultan. Kecukupan Modal (KM) dan Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK) berpengaruh positif signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM)secara parsial, sedangkan Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Umur Bank (UB) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia.
ABSTRACT
FACTORS INFLUENCE PROFIT DISTRIBUTION MANAGEMENT OF SHARIAH BUSINESS
UNIT IN INDONESIA
This study aims to analyze the factors that influence the Profit Distribution Management over depositor’s fund in shari’ah banks in Indonesia. The dependent variable used in this study is Profit Distribution Management (PDM). Independent variables used in this study are capital adequacy, effectivity of depositors’ funding, financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age.
Samples of this research are Sharia Business Unit lists in Bank Indonesia period 2009 to 2013. Data collected by purposive sampling method with criteria such as (1) Sharia Banks which is categorized as Sharia Business Unit, (2) Sharia Business Unit annual financial statements period 2009-2011 and has been published in Bank Indonesia or on the website of Islamic banks respectively and (3) Shariah Business Unit has data which is needed for variabel measurement. Number of samples in this research are 18 banks.
The test results indicate that capital adequacy, effectivity of depositors’ funding, financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age have significant effect on the Profit Distribution Management in Indonesia simultaneously. Capital adequacy and effectivity of depositors’ funding have positive and significant effect on the Profit Distribution Management partially. While the financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age haven’t significant and negative effect on the Profit Distribution Management (PDM) in Indonesia.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu Peneliti mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala kerendahan hati, Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Peneliti telah banyak mendapatkan bimbingan, nasihat, dan dorongan dari Orangtua tercintaserta seluruh keluarga yang selama ini mendukung perkuliahan hingga penelitian skripsi ini selesai. Dalam kesempatan ini, Peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Isfenty Sadalia, S.E, M.E. dan Dra. Marhayanie, M.Si. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si. dan Dra. Friska Sipayung, M.Si. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Isfenty Sadalia, S.E., M.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, arahan kepada Peneliti, dan Dr. Khaira Amalia F, S.E, MBA, Ak selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama perkuliahan.
6. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya kepada teman-teman Jurusan S1- Manajemen Ekstensi 2012 yang telah memberikan semangat, harapan dan motivasi yang besar terhadap peneliti sampai selesainya skripsi ini.
Peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan anugerah dan Kasih-Nya atas cinta kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka.
Medan, Juni 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 13
2.1.1 Perbankan Syariah ... 13
2.1.2 Fungsi Perbankan Syariah ... 15
2.1.3 Mekanisme Penghimpunan Dana Perbankan Syariah ... 18
2.1.4 Mekanisme Penyaluran Dana (Pembiayaan) ... 20
2.1.11 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ... 30
2.1.12 Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI) ... 32
2.1.13 Proporsi Dana Pihak Ketiga(PDPK)... 32
2.1.14 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) ... 33
2.1.15 Umur Bank (UB) ... 34
2.2 Penelitian Terdahulu... 34
2.3 Kerangka Konseptual ... 41
2.4 Hipotesis ... 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 47
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
3.3 Batasan Operasional ... 47
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 48
3.4.1 Variabel Dependen ... 48
3.4.2 Variabel Independen ... 49
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 55
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 55
3.8 Analisis Data ... 55
3.8.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 56
3.8.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 58
3.8.3 Analisis Regresi Berganda... 58
3.8.4 Uji Hipotesis ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan ... 61
4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 69
4.2.2.4 Uji Autokorelasi ... 71
4.2.3 Analisis Regresi Berganda... 72
4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 75
4.3.2 Variabel Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK) ... 80
4.3.3 Variabel Resiko Pembiayaan (RP) ... 81
4.3.4 Variabel Pertumbuan Produk Domestik Bruto (PPDB) . 82 4.3.5 Variabel Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI) ... 83
4.3.6 Variabel Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK) ... 84
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Perkembangan BUS dan UUS di Indonesia ... 6
1.2 Indikator Kesehatan Perbankan Syariah di Indonesia ... 9
2.1 Perbandingan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga ... 15
2.2 Prinsip Bagi Hasil ... 25
2.3 Mekanisme Perhitungan Profit Sharing ... 26
2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 37
3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian... 52
3.2 Sampel Penelitian Periode 2010-2013 ... 54
4.1 Profil Perusahaan ... 61
4.2 Statistik Deskriptif ... 63
4.3 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 65
4.4 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov setelah di LN ... 68
4.5 Hasil Uji Multikolonearitas ... 69
4.6 Hasil Uji Glejser ... 71
4.7 Hasil Uji Aoutokorelasi Model Summary... 72
4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 73
4.9 Hasil Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ... 75
4.10 Hasil Uji Secara Parsial (Ujit) ... 76
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS ... 8
1.2 Profitabilitas Perbankan Syariah ... 8
2.1 Perbedaan Prinsip bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit Sharing ... 26
2.2 Kerangka Konseptual ... 41
4.1 Grafik Histogram ... 66
4.2 Normal P-P Plot ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran I Data rasio keuangan Unit Usaha Syariah di Indonesia
periode 2009-2013 ... 92
Lampiran II Statistik Deskriptif ... 95
Lampiran III Uji Asumsi Klasik ... 96
1. Uji Normalitas ... 96
2. Uji Multikolonearitas ... 97
3. Uji Heteroskedastisitas ... 98
4. Uji Autokorelasi ... 98
Lampiran IV Pengujian Hipotesis a. Uji F (Simultan) ... 100
b. Uji t (Parsial) ... 100
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROFIT DISTRIBUTION MANAJEMENT PADA UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Profit Distribution Management (PDM) atas simpanan deposan pada perbankan syariah di Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profit Distribution Management (PDM). Variabel dependen yang digunakan adalah Kecukupan Modal (KM), Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK), Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Umur Bank (UB).
Penelitian ini menggunakan sampel Unit Usaha Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia dengan periode 2009 hingga 2013. Data dikumpulkan dengan metode purposive sampling, yaitu (1) bank syariah yang Unit Usaha Syariah, (2) bank syariah tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan pada periode 2009-2013 dan telah dipublikasikan di Bank Indonesia atau pada website bank syariah masing-masing dan (3) Unit Usaha Syariah memiliki data yang dibutuhkan terkait pengukuran variabel-variabel yang digunakan. Adapun sampel yang digunakan adalah 18 bank.
Hasil pengujian regresi linear berganda menunjukkan bahwa Kecukupan Modal (KM), Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK), Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Umur Bank (UB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia secara simultan. Kecukupan Modal (KM) dan Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK) berpengaruh positif signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM)secara parsial, sedangkan Risiko Pembiayaan (RP), Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB), Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI), Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Umur Bank (UB) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia.
ABSTRACT
FACTORS INFLUENCE PROFIT DISTRIBUTION MANAGEMENT OF SHARIAH BUSINESS
UNIT IN INDONESIA
This study aims to analyze the factors that influence the Profit Distribution Management over depositor’s fund in shari’ah banks in Indonesia. The dependent variable used in this study is Profit Distribution Management (PDM). Independent variables used in this study are capital adequacy, effectivity of depositors’ funding, financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age.
Samples of this research are Sharia Business Unit lists in Bank Indonesia period 2009 to 2013. Data collected by purposive sampling method with criteria such as (1) Sharia Banks which is categorized as Sharia Business Unit, (2) Sharia Business Unit annual financial statements period 2009-2011 and has been published in Bank Indonesia or on the website of Islamic banks respectively and (3) Shariah Business Unit has data which is needed for variabel measurement. Number of samples in this research are 18 banks.
The test results indicate that capital adequacy, effectivity of depositors’ funding, financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age have significant effect on the Profit Distribution Management in Indonesia simultaneously. Capital adequacy and effectivity of depositors’ funding have positive and significant effect on the Profit Distribution Management partially. While the financing risk, growth of gross domestic product, proportion of non investing financing, proportion of depositors’ funding, elimination of productive asset deletion and bank age haven’t significant and negative effect on the Profit Distribution Management (PDM) in Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bank merupakan lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan. Bank syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 di
mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan
hukum bank dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Bank
Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Syariah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Selama sepuluh tahun terakhir sektor finansial syariah mengalami
kemajuan pesat di seluruh dunia. Perkembangan ini terjadi tidak hanya di
negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim tetapi juga di negara-negara-negara-negara Barat dan
non-Islam. Direktur Pelaksana International Shariah Research Academy for
Islamic Finance (ISRA), Malaysia, Muhammad Akram Laldin mengungkapkan
fenomena ini bisa dilihat dari makin banyaknya perbankan yang berbasisikan
syariah muncul di negara-negara itu. Bank-bank seperti Citibank, UOB, Barclay,
hingga HSBC kini menyediakan layanan keuangan Islam. Negara-negara barat
pun membuka keran finansial syariah sebagai sumber investasi dan pembiayaan
alternatif agar perekonomian mereka tumbuh. (Sumber
Sebagaimana diketahui, prospek perkembangan ekonomi dan keuangan
syariah cukup besar baik secara global maupun di dalam negeri, serta telah
2007, asset industri keuangan syariah baru sebesar US$600 milliar. Sementara
tahun 2013 sudah mencapai US$1,8 triliun. Dengan demikian, dalam enam tahun
saja total asset industri keuangan syariah global sudah meningkat sekitar 200%.
Namun, pangsa pasar industry keuangan syariah di global fiinancial market baru
1%.
Kondisi minimnya pangsa pasar juga terjadi di Indonesia. Pada saat krisis
keuangan global tahun 2008 dan 2009 (Merdeka.com), industri keuangan syariah
di Tanah Air masih bisa tumbuh lebih 30%. Namun, pangsa pasarnya baru 5% di
berbagai lini bisnis syariah (perbankan, reksa dana, obligasi, serta industri
keuangan non bank). Dengan demikian, potensi perkembangan ekonomi dan
keuangan syariah masih sangat besar dan tidak bisa tidak, BI menjadi salah satu
lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangannya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Agustus 2014
jumlah Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia sebanyak 12 bank, jumlah Unit
Usaha Syariah (UUS) 22 bank, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
sebanyak 163 bank, jaringan kantor 2.582 unit. Total asset perbankan syariah
mencapai Rp 251,26 triliun, penyaluran pembiayaan Rp 193.31 triliun, dan
penghimpunan DPK (khusus BUS dan UUS) sebesar Rp 194,64 triliun. (Sumber
Menurut Achmad K. Permana, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank-bank
Syariah Indonesia (Asbisindo), ada tiga masalah besar di perbankan syariah yang
Pertama, ketersediaan produk dan standarisasi produk perbankan syariah.
Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum
menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standarisasi ini diperlukan dengan
alasan industry perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional.
Apalagi, produk bank syariah tidah hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim
melainkan juga nasabah non-muslim.
Kedua, tingkat pemahaman produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat
sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-proudk perbankan syariah dan
istilah-istilah di perbankan syariah.
Ketiga, industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia(SDM).
Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM
perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. Menurut Achmad,
kecenderungan mengambil SDM dari luar perguruan tinggi syariah karena SDM
di perbankan syariah biasanya justru mudah diberikan pengetahuan tentang
perbankan syariah. (sumber
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpunan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai denga syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
pemindaan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 maka
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 70
tahun 1992 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1998 dan
sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tersebut, Bank
Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan
dengan perbankan syariah, yaitu Bank Umum Syariah, BPR Syariah, dan Bank
Konvensional. Secara hukum, eksistensi bank syariah baru diperkenalkan melalui
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dengan sebutan Bank
Bagi Hasil, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
Pada pasal 1 PP 72/1992 menegaskan bahwa bank berdasarkan prinsi bagi hasil
adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan
usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Pada perkembangannya, bank
umum dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan juga dapat
secara syariah, dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS).
Dengan demikian, bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional, secara syariah atau keduanya.
Di Indonesia, regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam
Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank syariah adalah
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Pembayaran imbalan bank syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam
bentuk bagi hasil besarnya sangat tergantung dana pendapatan yang diperoleh
oleh bank sebagai mudharib atas pengelolaan dana mudharabah tersebut, apabila
bank syariah memperoleh hasil usaha yang besar maka distribusi hasil usaha
didasarkan pada jumlah yang besar, sebaliknya apabila bank syariah memperoleh
hasil usaha yang sangat kecil. Kewajiban bank syariah dalam membagi
keuntungan yang didapatkan dengan memanfaatkan dana deposan melalui
pembiayaan disebut Profit Distribution Management (PDM). Menurut Bank
Indonesia, PDM adalah pembagian keuntungan bank syariah kepada deposan
berdasarkan nisbah yang disepakati setiap bulannya. Profit Distribution
Management (PDM) merupakan aktivitas yang dilakukan manajer dalam
mengelola pendistribusian laba untuk memenuhi kewajiban bagi hasil bank
syariah kepada deposannya. Sistem bagi hasil membuat besar kecilnya
keuntungan yang diterima nasabah deposan (penabung/shahibul maal) mengikuti
besar kecilnya keuntungan bank syariah. Penyaluran dana deposan yang
terkumpul akan ditempatkan oleh hank syariah ke sektor-sektor usaha produktif
(pembiayaan) yang menghasilkan profit (Bank Indonesia). Return yang
didapatkan oleh bank syariah dapat mempengaruhi jumlah bagi hasil yang akan
didistribusikan kepada nasabah. Jika return yang didapatkan bank syariah
bertambah maka akan bertambah pula jumlah bagi hasil yang akan diberikan
Penelitian tentang Profit Distribution telah dilakukan oleh para peneliti
baik dari luar maupun dalam negeri. Penelitian yang dilakukan Sundararajan
(2005) (dalam Farook et al. 2009) menemukan bahwa bank syariah melakukan
Profit Distribution Management dengan cara mengubah management fee (biaya
manajemen). Sundararajan (2005) (dalam Farook et al. 2009) menyatakan bahwa
bank syariah melakukan PDM berdasarkan hubungan yang kuat antara suku
bunga pasar dan distribusi bagi hasil deposannya dalam sampel penelitiannya.
Deposan akan selalu memperhatikan dan memperhitungkan tingkat bagi hasil
yang diperoleh dalam investasi pada bank syariah. Logikanya jika tingkat bagi
hasil terlalu rendah dari pada bank lain terutama dengan suku bunga bank
konvensional, maka tingkat kepuasan deposan akan menurun dan kemungkian
besar deposan akan memindahkan dananya pada bank lain (displacement fund).
Maka secara tidak langsung bank syariah dituntut untuk melakukan profit
distribution management yang mengacu pada suku bunga.
Tabel 1.1
Perkembangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009-2014
Indikator KANTOR PUSAT/UNIT USAHA SYARIAH
2009 2010 2011 2012 2013 2014
BUS 6 11 11 11 11 12
UUS 25 23 24 24 23 22
Sumber : BI Statistik Perbankan Syariah 2014 Keterangan:
BUS : Bank Umum Syariah UUS : Unit Usaha Syariah
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan
statistik perbankan syariah Desember 2014 secara kuantitas. Pencapaian
hanya ada 6 Bank Umum Syariah (BUS) dan 25 Unit Usaha Syariah (UUS). Dan
pada Desember 2014, jumlah Bank Umum Syariah meningkat menjadi 12 BUS
sedangkan Unit Usaha Syariah berkurang menjadi 22 bank.
Pendapatan operasional perbankan syariah dalam periode laporan
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada BUS dan UUS,
pendapatan operasional per Desember 2012 tercatat sebesar Rp 29,0 triliun atau
meningkat sebesar 44,9%. Kenaikan pendapatan operasional tersebut ditopang
oleh pendapatan dari aset produktif (penyaluran dana) yang tumbuh sebesar
37,3%, di samping pendapatan operasional lainnya yang meskipun memiliki share
kurang dari 20%, namun tercatat tumbuh 86,8%. Pendapatan dari pembiayaan
yang mencapai Rp 21,2 triliun masih mendominasi sumber pendapatan
operasional (73,0%), hal mana mencerminkan konsistensi preferensi dan
keseriusan perbankan syariah melakukan intermediasi langsung ke sektor riil.
Selain itu, pertumbuhan pendapatan dari pembiayaan yang mencapai 40.6%
melebihi pertumbuhan aset produktif sebesar 23,8% juga mencerminkan
peningkatan produktivitas aset. Adapun pertumbuhan pendapatan operasional
lainnya didukung oleh kenaikan pendapatan dari transaksi valas dan dari adanya
koreksi pencadangan kerugian aset produktif.
Sementara itu, nilai bagi hasil yang didistribusikan dari pendapatan
operasional tersebut mencapai Rp8,5 triliun atau tumbuh sebesar 39,2%.
Pertumbuhan bagi hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
perbankan. Namun demikian, rasio pendapatan yang dibagi-hasilkan terhadap
pendapatan operasional tetap dipertahankan pada level yang kurang lebih sama
dengan sebelumnya, bahkan sedikit menurun dari 30,6% pada tahun lalu menjadi
29,4% pada periode laporan.
Sepanjang 2013, biaya operasional BUS dan UUS mencatatkan
pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 53,5%, atau melebihi laju
pertumbuhan pendapatan operasional. Kenaikan biaya operasional tersebut
dipengaruhi oleh kenaikan biaya pencadangan kerugian aset produktif yang
meningkat 118,7% sebagai antisipasi bank atas meningkatnya risiko kredit.
Sedangkan biaya overhead seperti biaya tenaga kerja, sewa dan promosi, tumbuh
sebesar 30,5%, atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pendapatan
operasional. Sehingga rasio biaya overhead terhadap pendapatan operasional
BUS dan UUS juga menurun dari 36,2% pada tahun 2012, menjadi 31,3% pada
Sumber: OJK Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2013
Perkembangan biaya overhead tersebut mencerminkan adanya
peningkatan efisiensi kegiatan operasional perbankan syariah. Meski demikian,
rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang
disesuaikan dengan memasukkan distribusi bagi hasil pada pembilang, tetap
meningkat dari 82,6% pada tahun 2012 menjadi 84,5% pada tahun laporan
sebagai dampak kenaikan biaya pencadangan kerugian. Lebih jauh lagi, net
operational margin BUS dan UUS juga mengalami penurunan dari 2,2% menjadi
2,1% dalam periode yang sama.
Dari sisi profitabilitas (grafik 1.2), laba bersih BUS dan UUS pada tahun
2013 tercatat sebesar Rp3,3 Triliun meningkat 29,0% dari tahun sebelumnya.
Namun demikian pertumbuhan tersebut melambat dari tahun sebelumnya yang
mencapai 72,3%. Dari sisi tingkat pengembalian aset (Return on Asset/ROA),
pertumbuhan laba yang melambat juga tercermin dari penurunan ROA yaitu dari
2,1% pada tahun 2012 menjadi 2,0% pada tahun laporan. Dibandingkan dengan
perbankan secara nasional yang memiliki ROA 3,1%, tingkat profitabilitas
perbankan syariah cenderung lebih rendah mengingat kemampuan menghasilkan
pendapatan selain dari kegiatan penyaluran dana masih relatif terbatas.
Tabel 1.2
Indikator Kesehatan Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2009-2013 (dalam Milyar Rupiah) Indikator
Asset 20.880 28.722 36.537 49.555 66.990
DPK 15.584 20.672 28.011 36.552 52.271
Pembiayaan 15.270 20.445 27.994 35.198 46.886
FDR 2.82% 4.75% 4.07% 103.65% 40.01%
NPF 97.76% 98.90% 99.76% 3.95% 89.70%
Sumber: BI Statistik Perbankan Syariah 2013
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikator dari perbankan
syariah. Perbankan syariah meningkat dari akhir tahun 2012 sampai dengan akhir
tahun 2013 lebih dari 33.37 dan 22.74%. Bila dilihat dari rasio pembiayaan yang
disalurkan, maka terlihat pembiayaan jelas lebih besar Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR). Oleh karena itu,
besar pembiayaan yang disalurkan dari pihak ketiga tersebut, maka perbankan
syariah memiliki rata-rata Financing to Deposit Ratio (FDR) yaitu sebesar
97.65%. Ini berbeda dengan tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya di mana
pada tahun 2012 dinyatakan FDR lebih dari 100%. Tapi meskipun pembiayaan
yang disalurkan lebih besar dari Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat kegagalan
bayar (Non Performing Financing) ternyata lebih sedikit dari periode pada tahun
2010-2011 yaitu sebesar 3.95%, artinya masih di bawah batas ketentuan minimal
sebesar 5%. Oleh karena itu, perbankan syariah haruslah sepenuhnya menjalankan
fungsinya sebagai lembaga keuangan yang tidak mengabaikan prinsip
kehati-hatian, agar dapat memberikan cerminan kesehatan perbankan syariah yang
transparan dan akuntabel.
Berdasarkan fenomena di atas, maka menarik perhatian penulis untuk
melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profit
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat profit distribution management yang mengacu pada suku bunga atas
simpanan deposan unit usaha syariah di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan
penelitian yang muncul adalah:
1. Bagaimana pengaruh kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, risiko
pembiayaan, pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non
investasi, proporsi dana pihak ketiga, penyisihan penghapusan aktiva
produktif, umur bank terhadap Profit Distribution Management (PDM) di
Indonesia secara simultan?
2. Bagaimana pengaruh kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, risiko
pembiayaan, pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non
investasi, proporsi dana pihak ketiga, penyisihan penghapusan aktiva
produktif, umur bank terhadap Profit Distribution Management (PDM) di
Indonesia secara parsial?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi profit
1. Pengaruh kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, risiko pembiayaan,
pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non investasi,
proporsi dana pihak ketiga, penyisihan penghapusan aktiva produktif, umur
bank terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia secara
simultan.
2. Pengaruh kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, risiko pembiayaan,
pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non investasi,
proporsi dana pihak ketiga, penyisihan penghapusan aktiva produktif, umur
bank terhadap Profit Distribution Management (PDM) di Indonesia secara
parsial.
1.4 Manfaat Penelitian
Selain dari pada tujuan di atas, adapun manfaat yang diperoleh penulis
ini dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
Profit Distribution Management pada perbankan syariah Indonesia.
2. Dapat menjadi pertimbangan bagi perbankan syariah untuk meningkatkan
kinerjanya dengan lebih baik berdasarkan prinsip syariah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perbankan Syariah
Di Indonesia, pengembangan ekonomi Islam diadopsi ke dalam kerangka
besar kebijakan ekonomi. Paling tidak, Bank Indonesia sebagai otoritas
perbankan di tanah air telah menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu
pilar penyangga dual-banking system dan mendorong pangsa pasar bank-bank
syariah yang lebih luas sesuai cetak biru perbankan syariah (Bank Indonesia,
2002).
Secara filosofi, bank syariah adalah bank yang aktivitasnya
meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang
dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa
ini. Di Indonesia, regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS).
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari
kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. UUS
berada satu tingkat di bawah direksi bank umum konvensional bersangkutan.
UUS dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank non devisa.
Unit Usaha Syariah (UUS) wajib dibentuk oleh bank yang akan
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di kantor pusat bank yang
berfungsi sebagai kantor induk dari cabang syariah dan atau unit syariah. Kantor
cabang syariah dapat dibuka dengan seizin Gubernur BI oleh bank yang telah
membuka unit usaha syariah. Bank yang memiliki kantor cabang syariah dan unit
syariah wajib memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dan menyusun laporan keuangan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sumber dana yang didapatkan bank syariah harus sesuai dengan syar‟i
dan alokasi investasi yang dilakukan bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan
sosial masyarakat serta melakukan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan
nilai-nilai syariah (Vustany, 2006). Sistem bunga yang digunakan bank konvensional
dikatakan mengandung unsur riba. Dilarangnya bunga yang dikatakan riba dalam
bank syariah, menjadikan perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil
sebagai gantinya.
Berikut ini secara singkat perbedaan-perbedaan antara bunga dengan bagi
Tabel 2.1
Perbandingan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga
Bagi Hasil Bunga
Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi
Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah tercapai
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek, jika proyek tidak mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian, risikonya ditanggung kedua belah pihak
Pembayaran bunga tetap seperti perjanjuan tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi
Jumlah pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah
Sumber : Machmud dan Rukmana (2010)
2.1.2. Fungsi Perbankan Syariah
Terkait dengan asas operasional perbankan syariah, berdasarkan Pasal 2
UU No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berazaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Selanjutnya, terkait dengan tujuan perbankan syariah, pada pasal 3
dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
1. Bank syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibahatau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat.
3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakaif).
4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam beberapa literatur perbankan syariah, bank syariah dengan
beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki
setidaknya empat fungsi (Yaya et al. 2009), yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini terlihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah,
khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai
manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus
dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun
dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan
pemilik dana.
Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik
dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus
dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak
melanggar ketentuan syariah. Selain itu, dalam menginvestasikan dana bank
syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi
yang sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli (murabahah, salam, dan
istishna’), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa-menyewa
(ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya yang dibolehkan oleh
syariah.
3. Fungsi Sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank
syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syraiah dalam
menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf
(ZISWAF) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen ZISWAF berfungsi utnuk
menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai
lembaga milik para investor. Dana yang dihimpun melaui instrumen ZISWAF
selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Instrumen qardhul hasan berfungsi
menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana
infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang
memberi.
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda
dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso,
pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan sebagainya. Namun,
dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank
syariah tetap harus menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
2.1.3. Mekanisme Penghimpunan Dana Perbankan Syariah
Sistem operasional bank syariah dapat disimpulkan terdiri atas sistem
penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem peyediaan jasa
keuangan. Jika dibandingkan antar sistem operasional bank syariah dengan bank
konvensional, perbedaannya terletak pada mekanisme perolehan keuntungan pada
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana
bank. Mekanisme pemerolehan keuntungan nasabah penabung pada
penghimpunan dana bank syariah terkait erat dengan hasil pemerolehan
pendapatan pada kegiatan penyaluran dana oleh bank syariah. Hal ini disebabkan
karena bank syariah menggunakan prinsip penghimpunan yang berbeda dengan
bank konvensional.
Dalam bank syariah, sumber dana berasal dari modal inti (core capital)
dan dana pihak ketiga, yang terdiri dari dana titipan (wadi’ah) dan kuasi ekuitas
(mudarabah account). Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik
bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan,
dan laba ditahan. Modal yang disetor hanya akan ada apabila pemilik
penambahan dana berikutnya, dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan
dan menjual tambahan saham baru.
Cadangan adalah sebagian laba bank yang tidak dibagi, disisihkan untuk
menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari. Sementara Laba ditahan
adalah sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham,
tetapi oleh para pemegang saham sendiri melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank sebagai cara untuk
menambah dana modal.
Penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank
konvensional maupun syariah dilakukan dengan menggunakan instrumen
tabungan, deposito, dan giro yang secara total biasa disebut dengan dana pihak
ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana bank
syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan berdasarkan
pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN), prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua,
yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
a. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah
Wadiah berarti titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerima
titipan, kapan pun si penitip menghendaki. Wadiah dibagi atas dua, yaitu wadiah
yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-dhamanah adalah titipan
yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh
maka seluruhnya menjadi hal penerima titipan. Prinsip titipan wadiah
yad-amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut
sampai si penitip mengambil kembali titipannya.
b. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha di mana
pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas
pengelolaan usaha. Pihak yang menyediakan dana biasa disebut dengan istilah
shahibul maal, sedang pihak yang mengelola usaha biasa disebut dengan istilah
mudharib. Keuntungan hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah bagi hasil yang
disepakati bersama sejak awal. Tetapi jika terjadi kerugian, shahibul maal akan
kehilangan sebagaian imbalan dari hasil kerjanya selama proyek berlangsung.
2.1.4. Mekanisme Penyaluran Dana (Pembiayaan) Perbankan Syariah
Penyaluran dana perbankan syariah dilakukan dengan menggunakan
beberapa jenis skema, yaitu skema jual beli, skema investasi dan sewa.
1. Skema Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan
pada saat akad (di depan) dan menjadi bagian harga jual barang kepada nasabah.
Dalam skema ini terdiri atas tiga, yaitu murabahah, salam dan istishna :
a. Jual Beli dengan Skema Murabahah
Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan
b. Jual Beli dengan Skema Salam
Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima.
c. Jual Beli dengan Skema Istishna’
Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan
barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaraktan pembeli dan
menjualnya dengan harga yang disepakati.
2. Skema Investasi
Skema investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas
investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan skema musyarakah
a. Investasi dengan Skema Mudharabah
Pada dasarnya, penyaluran dana dengan skema mudharabah sama dengan
penghimpunan dana. Dalam transaksi penghimpunan, bank adalah mudharib
(pengelola dana), sedang nasabah penabung/deposan adalah shahibul maal
(pemilik dana). Akan tetapi, pada transaksi penyaluran dana dengan skema
mudharabah, bank bertindak sebagai shahibul maal, sedang nasabah yang
menerima pembiayaan bertindak sebagai pengelola dana.
b. Investasi dengan Skema Musyarakah
Investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para
pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik modal
berdasarkan porsi modal masing-masing.
3. Skema Sewa (Al-Ijarah)
Skema sewa terdiri atas dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah
muntahiya bittamlik.
a. Sewa dengan Skema Ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakan.
b. Sewa dengan Ijarah Muntahiya bittamlik
Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah sewa–menyewa
antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek
sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa.
2.1.5. Profit Distribution Management (PDM)
Berbagai definisi mengenai Profit Distribution (PD) banyak
bermunculan. Ada yang menerjemahkan PD sebagai distribusi hasil usaha,
distribusi pendapatan (Mawardi, 2005) dan distribusi bagi hasil (Antonio, 2001
dan Bank Indonesia, n.d.). Menurut bowo (n.d.), distribusi hasil usaha adalah
perhitungan pembagian usaha antara shahibul maal dengan mudharib sesuai
dengan nisbah yang disepakati awal akad. Menurut Antonio (2001), metode
bagi hasil yang akan dibagikan. Menurut Agustianto (2008), bagi hasil adalah
keuntungan/hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun
transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah. Sundararajan (dalam Farook et
al. 2009) menemukan bahwa beberapa bank dalam sampel penelitiannya
melakukan PDM yang mengacu pada suku bunga. Farook et al. (2009), dalam
sampel penelitiannya juga menemukan bahwa Indonesia cenderung melakukan
PDM yang lebih tinggi dari beberapa bank lainnya.
Untuk menghitung PDM yang mengacu pada suku bunga ini, dapat
digunakan Asset Spread. Asset Spread dapat dirumuskan sebagai berikut (Farook
et al. 2009):
Asset spread = |(ROA - average ROIAH)|
2.1.6. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai otoritas fatwa dalam bidang
keuangan syariah telah menetapkan dua metode distribusi bagi hasil, yaitu metode
prinsip bagi hasil (revenue sharing) dan bagi untung (profit sharing). Yaya et al.
(2009) menjelaskan bahwa terdapat dua prinsip perhitungan bagi hasil, yaitu
revenue sharing dan profit sharing.
1. Revenue sharing
Revenue sharing adalah suatu prinsip bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan yang diperoleh atas pengelolaan dana berdasarkan nisbah yang
disepakati. Dengan menggunakan sistem ini, bisa diartikan bahwa bank secara
nasabah akan memperoleh nominal dana pada saat jatuh tempo, karena
pendapatan yang diperoleh bank minimal adalah nol dan tidak mungkin terjadi
pendapatan negatif (Mawardi, 2005). Jadi deposan tidak perlu khawatir karena
saat ini bank syariah menggunakan revenue sharing dalam perhitungan bagi
hasilnya.
Dengan pola revenue sharing, bagi hasil kepada deposan diperhitungkan
dari pendapatan bank, sedangkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan bank akan
diambil dari bagi hasil yang menjadi hak bank (Bank Indonesia, n.d.).
Pada penerapan prinsip revenue sharing dikatakan bahwa mudharib tidak
boleh menggunakan harta mudharib sebagai biaya baik dalam keadaan menetap
maupun berpergian. Karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan,
maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu dari harta itu, mendapatkan bagian
yang lebih besar dari shahibul maal.
Dalam praktek perbankan syariah di Indonesia saat ini yang diterapkan
adalah revenue sharing karena menurut DSN dalam fatwa DSB MUI No.15 tahun
2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah,
prinsip revenue sharing dilihat dari segi kemaslahatannya lebih baik dari pada
profit sharing. Penggunaan revenue sharing dipandang dari sudut upaya menarik
dana masyarakat, lebih mampu bersaing dalam perolehan return, karena dalam
prinsip ini tidak dimungkinkan adanya bagi rugi (Mawardi, 2005).
Dalam revenue sharing pembagian keuntungan dilakukan sebelum
keuntungan kotor/pendapatan (Agustianto, 2008). Contoh perhitungan revenue
sharing adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Prinsip Bagi Hasil
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba Kotor 35 Gross profit sharing
Beban 25
Laba Rugi Bersih 10 Profit sharing
Sumber: diolah dari Yaya et al. (2009)
2. Profit sharing
Pada profit sharing, pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong
biaya operasional dengan kata lain, bagi hasilnya dihitung dari keuntungan bersih
(Agustianto, 2008). Jadi profit sharing yaitu suatu prinsip bagi hasil yang
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya pengelolaan dana
berdasarkan nisbah yang disepakati (Mawardi, 2005).
Prinsip profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat Abu Hanifah,
Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta
mudharabah hanya apabila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa
biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Contoh perhitungan profit sharing
Dasar Perhitungan Bagi Hasil Dasar Perhitungan
Bagi Hasil
Tabel 2.3
Mekanisme Perhitungan Profit Sharing
Uraian Jumlah
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba kotor 35
Beban 25
Nisbah (%) 50
Bagi hasil 5
Sumber: diolah dari Yaya et al. (2009)
Secara jelasnya, berikut disertakan perbedaan dari prinsip revenue
sharing dan profit sharing:
Sumber : Yaya et al. (2009)
Gambar 2.1
Perbedaan Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit Sharing
PRINSIP REVENUE SHARING PRINSIP PROFIT SHARING
PENDAPATAN:
Hak bagi hasil pihak ketiga
2.1.7. Suku Bunga Bank Konvensional
Menurut Mishkin (dalam Raharja, 2011), suku bunga adalah biaya
pinjaman atau harga yang harus dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut. Oleh
karena itu bunga juga dapat diartikan sebagai uang yang diperoleh atas pinjaman
yang diberikan. Marshall (dalam Khaidar, 2007) berpendapat bahwa bunga
adalah instrumen yang baik untuk menarik dana dari masyarakat, karena
peningkatan suku bunga berarti peningkatan imbalan bagi deposan sehingga
kecenderungan menabung akan tinggi.
a. Suku Bunga Nominal
Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga
ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan
sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
b. Suku bunga riil
Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat
inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
2.1.8. Kecukupan Modal (KM)
Kecukupan Modal menggambarkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi untuk menutup risiko kerugian yang
kemungkinan timbul dari penanaman dana dalam aset produktif yang
mengandung risiko, serta untuk pembiayaan dalam aset tetap dan investasi. Rasio
CAR dapat digunakan untuk mengukur kecukupan modal pada bank syariah
(Muhammad, 2009). Menurut Yuliani (2007), CAR juga biasa disebut dengan
menutup risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman aset yang
mengandung risiko serta membiayai seluruh benda tetap dan inventaris bank.
CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh
modal bank yang tersedia, semakin tinggi CAR, semakin baik kondisi sebuah
bank (Achmad dan Kusumo, 2003). Semakin besar rasio ini, maka kesehatan
bank dikatakan membaik. Berdasarkan ketentuan Bank for International
Settlements, bank yang dinyatakan sebagai bank sehat harus memiliki CAR paling
sedikit sebesar 8% (Muhammad, 2005: 249).
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Modal bank merupakan modal inti ditambah dengan pelengkap, di mana
modal inti terdiri atas modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan
tujuan, laba ditahan, laba/rugi tahun lalu, laba/rugi tahun berjalan dan bagian
kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.
Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aset tetap, cadangan
penghapusan aset yang diklasifikasikan, modal kuasi dan pinjaman subordinasi.
Aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) adalah nilai total masing-masing aset
bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko asset tersebut (Susilo,
1999). ATMR mencakup baik aset yang tercantum dalam neraca maupun aset
yang bersifat administratif.
2.1.9. Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK)
EDPK merupakan cerminan dari fungsi intermediasi bank, yaitu dalam
FDR. Konsep FDR beranjak dari Loan to Deposit Ratio (LDR). Istilah LDR
lebih banyak digunakan dalam bank konvensional, sedangkan FDR pada bank
syariah tidak dikenal istilah kredit (loan) namun pembiayaan (financing)
(Antonio, 2001: 170).
Semakin tinggi rasio ini (menurut Bank Indonesia 85%-100%), semakin
baik tingkat kesehatan bank, karena pembiayaan yang disalurkan bank lancar,
sehingga pendapatan bank semakin meningkat. Namun, jika FDR > 100% maka
semakin rendah kemampuan likuiditas bank. FDR yang menunjukkan angka yang
rendah maka bank dalam kondisi iddle money atau kelebihan likuiditas yang akan
menyebabkan opportunity lost dalam memperoleh laba lebih besar. Rasio FDR
dirumuskan sebagai berikut :
Pembiayaan (financing) dalam perbankan syariah merupakan penyaluran
dana kepada pihak ketiga, bukan bank dan bukan Bank Indonesia yang
dikeluarkan dalam bentuk produk bank. Penyalurannya dana pada pihak ketiga
harus berhubungan dengan sektor riil dan tidak boleh adanya sifat spekulatif
(Amalia dan Edwin, 2007). Dana pihak ketiga dalam bank syariah adalah giro,
titipan (wadiah), tabungan dan deposito.
2.1.10. Risiko Pembiayaan (RP)
Risiko Pembiayaan digunakan untuk mengukur tingkat permasalahan
pembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah. RP dapat diukur dengan rasio NPF.
(financing) (Antonio, 2001: 170). Menurut Komang (2004), NPL merupakan
rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam menjaga risiko kegagalan
pengembalian kredit oleh debitur. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas
pembiayaan bank syariah yang semakin buruk.
Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko
usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman yang
diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank (Muhammad,
2005: 359). Dalam memberikan pembiayaan, Bank harus melakukan analisis
terhadap kemampuan debitur dalam membayar kembali kewajibannya. Setelah
pembiayaan diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan
pembiayaan serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi
kewajibannya. Suatu pembiayaan harus dikelola dengan baik untuk
meminimalisasi risiko yang ada.
Rasio NPF dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.1.11. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PPDB)
Blancard (dalam Wibowo, 2006) memiliki definisi PDB sebagai berikut:
(1) PDB adalah nilai barang dan jasa final yang dihasilkan dalam suatu ekonomi
dalam periode tertentu, (2) PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
suatu ekonomi dalam periode tertentu dan (3) PDB adalah jumlah pendapatan
dalam suatu ekonomi pada periode tertentu. PDB digunakan sebagai alat ukur
kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang
lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya (Nasution, 2009). PDB
nominal menggunakan harga-harga yang tengah berlaku sebagai dasar
perhitungan nilai produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. PDB riil
menggunakan harga konstan pada tahun dasar untuk menghitung nilai total
produksi barang dan jasa dari suatu perekonomian. PDB dapat dihitung dengan
memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan
pendapatan.
Rumus untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB=konsumsi+investasi+pengeluaran pemerintah+(ekspor-impor)
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pendapatan adalah:
��� = ���� + ����� + ����
Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu
negara pada suatu periode tertentu. Penelitian ini menggunakan PDB per kapita.
Rumus umum untuk PDB per kapita adalah:
Rumus untuk menghitung pertumbuhan PDB adalah:
2.1.12. Proporsi Pembiayaan Non Investasi (PPNI)
Pembiayaan Non Investasi (PPNI) bank syariah mengacu pada
pembiayaan dengan tingkat tetap (sisi piutang). Berdasarkan larangan bunga
dalam hukum islam, bank syariah memiliki keterbatasan dalam memilih dan
menggunakan instrumen untuk memanfaatkan dana deposan. Pembiayaan Non
Investasi adalah seperti Murabahah, Salam, Istishna‟ dan Ijarah. Biasanya
instrument tersebut berada dalam jangka waktu 3 bulan hingga 8 tahun. PPNI
diukur dengan rasio Loan Asset to Total Asset (LATA) (Farook et al. 2009).
2.1.13. Proporsi Dana Pihak Ketiga (PDPK)
Kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bank, baik itu penghimpunan dalam skala
kecil ataupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Dana deposan
merupakan dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana (Rinaldy, 2008). Dana merupakan masalah utama
bagi bank sebagai lembaga keuangan, karena dana yang dihimpun dari
masyarakat ternyata merupakan dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank.
Jika dana tidak cukup, bank tidak mampu melakukan fungsinya dengan maksimal
atau bahkan menjadi tidak berfungsi sama sekali.
PDPK merupakan variabel yang menggambarkan seberapa besar
bertambahnya dana deposan. PDPK diukur melalui presentase dana deposan
terhadap total aset.
PDPK dirumuskan sebagai berikut (Farook et al. 2009):
2.1.14. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Bank memiliki suatu kebijakan cadangan, kebijakan tersebut mengacu
pada penyisihan kerugian. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) Bagi
Bank Syariah, menyatakan bahwa bank syariah wajib membentuk PPAP untuk
menutup risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman dana. Aset
Produktif adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah,
penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan
kontinjensi pada transaksi rekening administratif serta titipan sertifikat wadiah
Bank Indonesia. PPAP adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase
tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas aset produktif
sebagaimana ditetapkan dalam PBI (Bank Indonesia, 2003). Bank syariah wajib
membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus. Besarnya
cadangan umum ditetapkan paling kurang sebesar 1% dari seluruh aset produktif
yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan
Surat Utang Pemerintah. Untuk cadangan khusus PPAP ditetapkan
khusus, (2) 15% dari aset produktif yang digolongkan kurang lancar setelah
dikurangi nilai agunan, (3) 50% dari asset produktif yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi nilai agunan dan (4) 100% dari aset produktif yang digolongkan
macet setelah dikurangi nilai agunan.
2.1.15. Umur Bank (UB)
Pengalaman dalam menjalankan usaha bagi bank akan mempengaruhi
keberadaan bank dalam menghadapi persaingan. Perusahaan yang telah lama
berdiri dalam kondisi yang normal, pasti akan lebih banyak mengeluarkan
publikasi jika dibandingkan perusahaan yang baru berdiri. Hal tersebut yang
membuat investor lebih mudah dalam mendapatkan informasi dari perusahaan dan
membangun kepercayaannya terhadap perusahaan.
Menurut Farook et al. (2009), dalam konteks bank, bank yang baru
berdiri sama dengan perusahaan yang baru berdiri. Bank yang baru berdiri
tersebut memiliki kekurangan informasi mengenai kondisi bank itu sendiri. Bank
yang baru berdiri harus mampu melakukan tindakan yang membangun
kepercayaan bagi para nasabahnya. Umur Bank dirumuskan sebagai berikut :
Umur Bank=Tahun dalam Periode Penelitian - Tahun Berdirinya Bank
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan profit distribution atau bagi hasil telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Misalnya, Rahman (2004) melakukan
Bank Syariah (studi kasus pada PT. Bank Syariah Mandiri). Penelitian tersebut
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pembiayaan mudharabah yang tersalurkan,
pembiayaan musyarakah yang tersalurkan, pembiayaan lainnya yang tersalurkan,
investasi surat berharga, aset untuk ijarah, piutang murabahah yang tersalurkan,
piutang istishna yang tersalurkan, penempatan pada Bank Indonesia, penempatan
pada bank lain, CAR dan FDR terhadap distribusi bagi hasil PT. Bank Syariah
Mandiri. Hasil penelitian adalah pembiayaan murabahah, penempatan pada bank
sentral, penempatan bank lain dan pembiayaan lain kecuali ijarah berpengaruh
secara signifikan positif terhadap distribusi bagi hasil. Pembiayaan istishna
berpengaruh signifikan positif terhadap distribusi bagi hasil sedangkan
pembiayaan musyarakah, mudharabah dan penempatan pada surat berharga tidak
signifikan mempengaruhi distribusi bagi hasil.
Mawardi (2005) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penetapan Return Bagi Hasil Deposito Mudharabah Muthlaqah,
yang bertujuan untuk meneliti pengaruh tingkat bunga deposito bank
konvensional, tingkat FDR, NPF, dan effective rate pendapatan bank terhadap
return bagi hasil deposito mudharabah muthlaqah. Hasil penelitian adalah semua
variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Secara parsial, hanya variabel tingkat bunga deposito yang
menunjukkan hubungan yang signifikan, sementara variabel independen lainnya
tidak signifikan.
Vustany (2006) dengan penelitian yang berjudul Faktor-faktor Yang
untuk meneliti pengaruh pendapatan bank, jumlah dana pihak ketiga, deposite rate
12 bulan, BI rate dan FDR terhadap pemberian bagi hasil nasabah. Hasil
penelitian adalah pemberian bagi hasil nasabah secara signifikan hanya dipegaruhi
oleh variabel pendapatan, BI rate dan FDR, sedangkan variabel yang tidak
mempengaruhi signifikan secara statistik adalah jumlah dana pihak ketiga dan
deposito rate 12 bulan.
Azmy (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Tingkat Bagi Hasil Simpanan Mudharabah Pada Bank
Umum Syariah. Tujuannya untuk meneliti pengaruh FDR, NPF, CAR, tingkat
inflasi, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat bagi hasil
simpanan mudharabah. Hasil penelitian adalah variabel independen secara
simultan berpengaruh signifikan. Sedangkan variabel independen secara parsial
hanya CAR, inflasi dan suku bunga yang berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat bagi hasil simpanan mudharabah.
Farook et al. (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Profit
Distribution Management By Islamic Banks: An Empirical Investigation.
Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti apakah bank dalam sampelnya
melakukan profit distribution management dan pengaruh Religiousty, Familiarity
with Islamic banking, financial development, concentration market GDP, LA/TA,
Deposit, Reserve, dan Bank-Age terhadap extent of Profit Distribution
Management. Hasil penelitian adalah variabel religiousity, financial development,
LA/TA, dan reserve berpengaruh secara positif terhadap extent of Profit
concentration market, deposit dan bank-age berpengaruh secara negatif terhadap
extent of Profit Distribution Management.
Gagat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Profit Distribution Management Atas Simpanan Deposan Pada
Bank Syariah. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti pengaruh Kecukupan
Modal, PPNI (Proposi Pembiayaan Non Investasi), PPAP (Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif), EDPK (Efektivitas Dana Pihak Ketiga), PDPK
(Proporsi Dana Pihak Ketiga), RP (Rasio Pembiayaan), PPDB (Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto), UB (Umur Bank) terhadap Profit Distribution
Management. Hasil penelitiannya adalah KM, PPNI, dan variabel PPAP secara
parsial berpengaruh positif terhadap Profit Distribution Management. Sedangkan
variabel EDPK dan PDPK secara parsial berpengaruh negatif terhadap Profit
Distribution Management. Dan variabel RP, PPDB, UB secara parsial tidak
berpengaruh terhadapa Profit Distribution Management.
Tabel 2.4
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Model
bulan dan deposito rate 12
management
Sumber: Data sekunder yang diolah (2012)
Keterangan :
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukan sebelumnya, maka model kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini mencoba mencari hubungan antara
Profit Distribution Management (PDM) terhadap kedelapan variabel, yaitu:
1. Pengaruh Kecukupan Modal Terhadap Profit Distribution Management
Kecukupan Modal (KM) menggambarkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi untuk menutupi risiko kerugian yang
mungkin timbul dari penanaman dana dalam aset-aset produktif yang
Efektivitas Dana Pihak Ketiga: Financing to Deposit Ratio (EDPK) (X2)
Risiko Pembiayaan: Non Perfprming Financing (RP) (X3)
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto: Growth of Gross Domestik Product (PPDB) (X4)
Proporsi Dana Pihak Ketiga: Non Investment Financing (PDPK) (X5)
Proporsi Pembiayaan Non Investasi: Non Investment Financing
(PPNI) (X6)
mengandung risiko, serta untuk pembiayaan dalam aset tetap dan investasi.
Kecukupan Modal diukur dengan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio). CAR
yang tinggi membuat bank mampu meredam risiko-risiko yang muncul. Sehingga
manajer bank lebih berani melakukan PDM yang mengacu pada suku bunga
dikarenakan bank sedang dalam kondisi yang aman.
2. Pengaruh Efektivitas Dana Pihak Ketiga Terhadap Profit Distribution
Management
Efektivitas Dana Pihak Ketiga (EDPK) menunjukkan seberapa jauh
kemampuan bank dalam mengelola pembiayaan yang bersumber dari dana
deposan. EDPK dapat diukur dengan rasio FDR (Financing to Deposit Ratio).
Tingkat bagi hasil (profit distribution) yang akan diterima deposan akan sangat
bergantung pada jumlah dana yang disalurkan (tercermin dalam FDR), karena
makin produktif dana yang dititipkan disalurkan dalam pembiayaan maka ada
kemungkinan bagi hasil yang diterima lebih besar. Apabila EDPK yang diukur
dengan rasio FDR semakin tinggi, maka bagi hasil akan semakin tinggi juga.
3. Pengaruh Resiko Pembiayaan Terhadap Profit Distribution Management
Tingkat bagi hasil (profit distribution) yang akan diterima nasabah akan
sangat bergantung pada jumlah dana yang disalurkan dan seberapa baik kualitas
pembiayaan yang diberikan bank, karena hal ini akan mempengaruhi perolehan
laba dari penggunaan dana nasabah yang bisa diindikasikan melalui tingkat
Resiko Pembiayaan (RP) yang diukur dengan rasio NPF. Semakin baik kualitas