Proses pengambilan sampel air dilakukan pada saat air laut pasang dan
surut. Selain itu, waktu pengambilan sampel dilakukan pada pagi dan siang hari.
Setelah melakukan penelitian di lapangan (insitu) dan laboratorium. Maka
didapatkan data hasil penelitian yang terdiri dari 6 parameter diantaranya adalah
pH, DO (Dissolved Oksigen), salinitas nitrat, phospat, dan amonia yang akan
dijelaskan pada uraian di bawah ini :
4.1. pH
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan untuk kandungan pH pada
lokasi penelitian, didapatkan hasil data yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Data hasil pengukuran pH.
Tabel di atas menunjukkan bahwa konsentrasi pH pada ketiga lokasi
penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan walaupun pengukuran
dilakukan pada waktu yang berbeda. Kandungan pH pada semua lokasi selama
pengukuran berkisar antara 7.4-8,1. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut di atas
yang berkisar antara 7,6-7.9, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa kandungan pH
pada perairan tambak ini masih dalam kondisi yang layak untuk digunakan
sebagai lokasi budidaya ikan dan udang. Hal ini sesuai dengan pendapat Widigdo
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 7.8 7.6 8.1 7.7 7.8 2 B 7.7 7.4 7.8 7.5 7.6 3 C 7.8 7.7 8.1 7.9 7.9
21
(2013) yang menyatakan bahwa nilai pH yang normal bagi suatu perairan payau
adalah antara 7-9 dengan kondisi optimum 7.5-8.5.
4.2. DO (Dissolved Oksigen)
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan untuk konsentrasi DO
(Dissolved Oksigen) pada lokasi penelitian, didapatkan hasil data yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Data hasil pengukuran DO.
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 3.8 1.7 6.2 1.9 3.4 2 B 1.3 1.3 7.3 0.9 2.7 3 C 3 1.9 7.3 2.2 3.6
Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa konsentrasi oksigen terlarut pada
lokasi penelitian memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan waktu pada saat pengukuran dilakukan. Pada pengukuran minggu
ke-1, 2, dank ke-4 dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-08.00 Wita. Hal ini
menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut pada minggu tersebut lebih rendah dari
nilai optimum. Sedangkan pada pengukuran minggu ke-3 konsentrasi oksigen
terlarut berada pada kisaran optimum antara 4-7 mg/l. Hal ini disebabkan karena
pada pengukuran minggu ke-3 dilakukan pada siang hari pukul 13.00-14.00 Wita.
Berdasarkan nilai-nilai rata-rata di atas dapat disimpulkan bahwa nilai
oksigen terlarut yang berkisar antara 2.7-3.6 mg/l. Dari kisaran nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut pada lokasi pertambakan ini
22
ini berdasarkan pernyataan Widigdo (2013) yang menyatakan bahwa kadar
oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya udang adalah antara 4 ppm pada pagi
pagi hari dan mendekati tingkat jenuh (7-9 ppm) pada siang hari.
4.3. Salinitas
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan untuk konsentrasi salinitas
pada loksai penelitian, didapatkan hasil data yang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 6. Data hasil pengukuran Salinitas.
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 35 35 35 35 35
2 B 35 35 30 37 34
3 C 35 33 30 36 34
Tabel di atas menjelaskan bahwa konsentrasi nilai salinitas pada lokasi
pertambakan ini cukup tinggi berkisar antara 30-37 ‰. Nilai yang ditunjukkan
tidak terlalu berbeda walaupun pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda.
Setelah dirata-ratakan, nilai salinitas pada perairan ini berkisar antara 34-35 ‰.
Pada kondisi tersebut, salinitas pada perairan ini masih berada pada kisaran batas
yang ditolerir untuk kegiatan budidaya udang. Hal ini didasarkan pada pendapat
Widigdo (2013) yang menyatakan bahwa batas toleransi nilai salinitas untuk
budidaya udang berkisar antara 5-35 ‰ dengan nilai optimum 15-25 ‰.
4.4. Nitrat (NO3)
Berdasarkan hasil penelitian pada sampel untuk parameter nitrat,
23 Tabel 7. Data hasil penelitian Nitrat (NO3).
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 2.020 0.058 0.030 0.096 0.551 2 B 0.227 0.063 0.039 0.052 0.095 3 C 2.656 0.055 0.015 0.097 0.706
Tabel di atas menjelaskan bahwa konsentrasi nilai nitrat pada semua lokasi
berkisar antara 0,015-2,656 mg/l. Setelah dirata-ratakan, nilai nitrat pada ketiga
lokasi berkisar antara 0.095-0.706 mg/l. Dari nilai hasil rata-rata di atas,
menunjukkan kadar nitrat yang masih memenuhi standar mutu yang diatur di PP
NO. 82 tahun 2001 kelas III yaitu 20 mg/l. Selain itu, menurut Resti (2007) dalam
Mustofa (2008) alga khususnya fitoplankton dapat tumbuh optimal pada
kandungan nitrat sebesar 0,09-3,5 mg/l. Pada konsentrasi di bawah 0,01 mg/l atau
diatas 4,5 mg/l nitrat dapat menjadi faktor pembatas.
Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar nitrat yang terendah terdapat pada
blok C (Tambak) sampel minggu ke 3 yang pengambilan sampelnya dilakukan
pada pukul 13.00-14.30 WITA dengan nilai 0,015 mg/l. Rendahnya nilai sampel
pada blok ini selain dipengaruhi oleh kondisi air laut yang sedang surut juga
dipengaruhi oleh tidak adanya kegiatan budidaya yang dilakukan pada lokasi
penelitian tersebut. Dengan tidak adanya kegiatan budidaya diperairan tersebut
mengakibatkan kurangnya limbah domestik atau pemupukan yang dapat
meningkatkan kandungan nitrat pada lokasi penelitian tersebut. Sedangkan kadar
nitrat tertinggi terdapat pada blok C (Tambak) sampel minggu ke 1 dengan nilai
2,656 mg/l. Sampling dilakukan pada pukul 05.30-08.00 Wita dimana kondisi air
24
dengan pendapat Hutagalung dan Rozak (1997) dalam Hendrawati, dkk (2008)
yang menyatakan bahwa meningkatnya kadar nitrat pada perairan disebabkan oleh
masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang banyak
mengandung nitrat. Selain itu, sumber potensial lain yang dapat memperkaya
nitrat di perairan adalah hujan dan bahan-bahan buangan dari daratan, termasuk
limbah (Faizal, 2007).
4.5. Phospat (PO4)
Berdasarkan hasil penelitian pada sampel untuk parameter phosfat,
didapatkan data hasil penelitian pada tabel di bawah ini :
Tabel 8. Data hasil penelitian Phosfat (PO4).
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 0.221 0.093 0.653 0.002 0.242 2 B 0.022 0.119 0.636 0.002 0.195 3 C 0.072 0.063 1.014 0.002 0.288
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai konsentrasi phosfat berkisar antara
0,002-1,014 mg/l. Berdasarkan nilai rata-rata dari ketiga lokasi berkisar antara
0.195-0.288 mg/l. Dari kisaran nilai tersebut dapat diuraikan bahwa konsentrasi
phospat pada lokasi pertambakan ini masih dalam kondisi yang layak untuk
dijadikan sebagai lahan budidaya ikan dan udang. Hal ini didasari oleh pernyataan
Widigdo (2013) yang menyatakan bahwa batas nilai optimum bagi phospat adalah
0,5 mg/l dengan batas toleransi 0,05-0,5 mg/l.
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai kadar phospat yang terendah
25
Pengambilan sampel minggu ke 4 dilakukan pada waktu pagi hari pukul
07.00-08.00 Wita dengan kondisi air laut dalam keadaan pasang. Dari semua hasil
pengamatan, peningkatan kadar phospat yang signifikan hanya terjadi pada
pengamatan minggu ke 3 di blok C dengan nilai 1.014 mg/l. Dimana nilai pada
pengamatan minggu sebelumnya adalah 0.063 mg/l. Peningkatan nilai kadar
phospat pada blok C ini dapat dipengaruhi oleh fraksi lain, seperti hasil ekskresi
organisme dan hasil autolisis organisme yang mati.
Konsentrasi phospat yang tergolong rendah ini dipengaruhi oleh masih
kurangnya pengaruh dari luar tambak yang masuk kedalam tambak yang
mengandung unsur-unsur yang dapat menghasilkan senyawa tersebut. Keberadaan
fosfor secara berlebihan yang disertai keberadaan nitrat dapat menstimulir ledakan
pertumbuhan alga di perairan yang dapat menggunakan oksigen dalam jumlah
besar sehingga berdampak pada penurunan kadar oksigen terlarut. Berdasarkan
kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan dengan
tingkat kesuburan rendah kadar fosfor total berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter;
perairan dengan tingkat kesuburan sedang yang memiliki kadar fosfor total
berkisar antara 0.021 – 0.05 mg/l; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi
yang memiliki kadar phospat total 0.051 – 0.1 mg/l (Faizal, 2007).
Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) dalam Hendrawati (2008)
menyatakan bahwa keberadaan phospat yang tinggi disebabkan oleh masuknya
limbah domestik, pertanian, insdustri dan perikanan yang mengandung phospat.
Pada sedimen, sumber utama fosfor adalah dari endapan terestrial yang
26
dari phospat yang terlarut yang sebagian berbentuk koloid berasal dari ekskresi
organisme dan juga terbentuk dari hasil autolisis organisme yang mati (Faizal
2007). Keberadaan berbagai bentuk phospat di laut dikendalikan oleh proses
biologi dan fisika, diantaranya penyerapan oleh fitoplankton pada proses
fotosintesis, penggunaan oleh bakteri serta adanya absorpsi oleh lumpur dasar
akibat kelebihan Ca2+ pada pH tinggi.
Sumber-sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral
dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah dari limbah
industri dan limbah domestik, yakni yang berasal dari deterjen. Sumbangan dari
daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi keberadaan fosfor. (Effendi, 2003 dalam Faizal 2007).
4.6. Amoniak (NH3)
Berdasarkan hasil penelitian pada sampel untuk parameter amoniak,
didapatkan data hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 9. Data hasil penelitian Amoniak (NH3).
No Sampel Pengamatan Rata-rata
1 2 3 4
1 A 0.231 0.084 0.002 0.003 0.080 2 B 0.156 0.090 0.003 0.002 0.063 3 C 0.173 0.145 0.002 0.003 0.081
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai konsentrasi amoniak berkisar
antara 0.002-0.231 mg/l. Berdasarkan nilai rata-rata amoniak yang berkisar antara
0.063-0.081 mg/l, dapat dijelaskankan bahwa konsentrasi amoniak pada perairan
27
udang. Hal ini didasarkan pada pendapat Widigdo (2013) yang menyatakan
bahwa sifat toksik amonia bebas biasanya mulai terjadi pada konsentrasi 0,6-2
mg/l di kolam-kolam budidaya, sedangkan efek sublhetal terjadi pada konsentrasi
0,1-0,3 mg/l. Akan tetapi idealnya konsentrasi amonia pada perairan untuk
keperluan budidaya harus 0 ppm.
Setelah melihat tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kadar amonia yang
tertinggi dengan nilai 0,231 mg/l terdapat di sampel minggu pertama pada sampel
blok A (Saluran utama pintu air). Dimana pengambilan sampel pada minggu
pertama dilakukan pada pagi hari pukul 05.30-07.30 wita dengan kondisi air laut
dalam keadaan pasang. Tingginya kandungan amonia pada sampel tersebut dapat
disebabkan oleh masih tingginya suhu air di lokasi tersebut. Hal ini didukung oleh
waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada waktu pagi hari sehingga suhu di
perairan tersebut belum mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan sifat air
yang mempunyai panas laten yang tinggi, air dapat menyimpan panas cukup baik
dan melepaskannya dengan bertahap (Hamdani, 2014).
Jika melihat kondisi lingkungan ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan keadaan ini terjadi diantaranya adalah lokasi saluran utama yang
berdekatan dengan laut dan daerah mangrove, masih tingginya suhu perairan di
lokasi sampling yaitu 30oC. Hal ini sesuai dengan pendapat Raswin (2003) amonia diperairan berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, dapat pula berasal
dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati)
28
pembesaran juga dipengaruhi oleh konsentrasi pH dan suhu. Semakin tinggi
konsentrasi pH dan suhu air maka semakin tinggi pula kadar NH3 perairan tersebut.
Sedangkan kadar amoniak yang memiliki nilai terendah dengan nilai 0,002
mg/l terdapat di sampel minggu ke 3 pada sampel blok A (Saluran utama pintu
air), dan blok C (Tambak) dimana pengambilan sampel dilakukan pada pukul
13.00-14.30 WITA dengan kondisi air laut pada saat itu dalam kondisi surut.
Selain itu, nilai terendah juga berada pada sampel minggu ke 4 di blok B
(Tambak) yang mempunyai nilai yang sama dengan nilai sampel minggu ke 3
pada blok A (saluran utama pintu air) dan C (Tambak) dengan nilai 0,002 mg/l.
Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 06.30-08.00 wita disertai dengan
kondisi air pada saat itu sedang pasang.
Hasil analisis kandungan amoniak di laboratorium adalah amonia total,
dimana belum dipisahkan antara amonia tak terionisasi (amonia bebas, NH3) yang toksik dan ammonium (NH4+) yang relatif tidak bertoksik. Kandungan amonia bebas yang toksik sangat bergantung pada pH, suhu, dan Salinitas perairan.
Semakin tinggi pH dan suhu, semakin tinggi persentase amonia bebas yang
terkandung dalam amonia total yang ada. Sedangkan faktor salinitas bersifat
sebaliknya, semakin tinggi salinitas, kandungan amonia bebas cenderung semakin
rendah. Di antara ketiga faktor ini, pH yang paling berperan, peningkatan pH
sedikit saja menyebabkan peningkatan amonia bebas yang cukup besar (Widigdo,
29
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat menyimpulkan
bahwa :
1. Konsentrasi nilai pH, DO, dan salinitas di perairan tambak Kuri Caddi Maros
menunjukkan nilai yang masih layak untuk digunakan sebagai lokasi budidaya
ikan dan udang.
2. Kandungan nitrat, phospat, dan amoniak di perairan tambak Kuri Caddi Maros
masih berada pada kisaran nilai yang optimal dan batas toleransi untuk
kegiatan budidaya ikan dan udang.
5.2. Saran
Untuk melakukan kegiatan budidaya pada lokasi pertambakan Kuri Caddi
Maros, kita memerlukan sarana dan prasarana yang menunjang untuk melakukan
kegiatan budidaya. Di samping itu penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah hal yang terpenting untuk diterapkan pada lokasi pertambakan Kuri Caddi
30