• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi mikrob

Populasi mikrob pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL

urin kelinci meliputi total populasi mikrob, fungi, Azotobacter-like,

Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik. Pengamatan populasi mikrob pada ketiga MOL

dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 7 hari sekali selama 21 hari.

Mikrob total

Pola pertumbuhan mikrob total selama 21 hari pada ketiga MOL dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola pertumbuhan mikrob total pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa populasi mikrob total selama 21 hari cenderung mengalami penurunan setelah hari ke-7 pada MOL keong mas dan MOL urin kelinci. Kondisi ini diduga terkait dengan nilai Eh (Gambar 10) yang nilainya terus mengalami penurunan setelah hari ke-7. Nilai Eh menunjukkan kondisi oksidatif dan reduktif dalam larutan. Nilai Eh ini berpengaruh terhadap kehidupan mikrob, kondisi reduktif menggambarkan aktivitas mikrob rendah akibat oksigen yang berkurang dan sebaliknya. Dampaknya adalah mikrob tidak

6,60 6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20 8,40 8,60 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /m l] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

bisa bekerja dengan optimal terutama mikrob yang bersifat aerobik dalam mendekomposisi bahan-bahan organik.

Berdasarkan hasil pengamatan, total populasi mikrob terbanyak terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat bonggol pisang yang tinggi. Bonggol pisang segar mengandung karbohidrat sebesar 11,6% sedangkan bonggol pisang kering mengandung karbohidrat 66,2% (Muslim, 2008) dan serat kasar 38,38% (Ekawati, 1993). Pada penelitian ini berdasarkan hasil analisis unsur hara, kandungan N, P dan K bonggol pisang berturut-turut sebesar 0,48, 0,05 dan 0,17 % (Tabel Lampiran 6). Apabila ditambah dengan air sisa cucian beras yang juga mengandung karbohidrat serta unsur hara makro-mikro (Tabel Lampiran 6) dan gula sebagai sumber glukosa, maka sumber makanan pada MOL bonggol pisang cukup untuk mendukung pertumbuhan mikrob.

Karbohidrat merupakan substrat utama yang diperlukan untuk fermentasi. Tingginya kandungan karbohidrat dan serat (selulosa) bonggol pisang disebabkan karena bonggol pisang merupakan tempat cadangan makanan bagi tanaman pisang selama pertumbuhannya. Selain itu berdasarkan hasil analisis kandungan unsur hara (Tabel 3) MOL bonggol pisang kandungan C organik-nya lebih tinggi (1,06%) dibandingkan dengan MOL yang lain.

Total populasi mikrob pada MOL keong mas dan MOL urin kelinci rata-rata mengalami pertumbuhan optimum pada hari ke-7 sedangkan MOL bonggol pisang pada hari ke-14. Hal ini diduga pada saat itulah kondisi lingkungan serta sumber bahan makanan untuk mikrob dalam keadaan yang tersedia dan optimum. Pertumbuhan mikrob selanjutnya mengalami penurunan dikarenakan sumber

makanan yang tersedia diduga terus mengalami penurunan.

Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas menunjukkan bahwa waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi mikrob (Tabel Lampiran 2). Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai Pr > F (Tabel Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin kelinci total populasi mikrob pada hari ke-7 memiliki pengaruh berbeda nyata dengan total populasi mikrob pada hari ke-1, 14 dan 21. Hal ini dapat dilihat bahwa total populasi mikrob pada hari ke-7 memiliki rataan tertinggi yaitu 27,1 x 107cfu/ml.

Fungi

Pola pertumbuhan fungi pada ketiga MOL selama 21 hari dapat dilihat pada Gambar 3. Pertumbuhan fungi pada ketiga MOL cenderung mengalami peningkatan selama waktu fermentasi. Populasi optimum fungi MOL bonggol pisang dan MOL urin kelinci terdapat pada hari ke-14, setelah itu populasinya

menurun.Untuk MOL keong mas populasi optimum terdapat pada hari ke-21.

Kondisi MOL yang berupa larutan menyebabkan kandungan oksigen menjadi terbatas, sedangkan fungi bersifat aerob dimana oksigen diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Sebagian besar hifa fungi harus melakukan kontak dengan udara untuk mendapatkan suplai oksigen, selain itu pertumbuhan fungi juga dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor seperti kandungan bahan organik,

pH, aerasi, suhu, cahaya, kelembaban dan senyawa-senyawa kimia

dilingkungannya (Gandjar et al. 2006).

Gambar 3 Pola pertumbuhan fungi pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pertumbuhan fungi juga sebagaimana mikrob yang lain akan selalu mengikuti fase pertumbuhan. Setiap mikrob mempunyai waktu yang berbeda-beda untuk mengikuti fase pertumbuhan, ada yang cepat melakukan penyesuaian pada media baru ada juga yang lambat. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebih luas yaitu 2,5-8,5 dengan pH optimum 5,5-7,5, dibandingkan kisaran pH pertumbuhan optimum bakteri sekitar 6,5-7,5 (Fardiaz, 1992).

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /m l] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

Pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi fungi (Tabel Lampiran 2). Secara umum berdasarkan hasil pengamatan, total populasi fungi terbanyak terdapat pada MOL keong mas (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga terkait dengan nilai pH pada MOL keong mas yaitu setelah hari ke-7 fermentasi pH berkisar 6-6,5 yang merupakan kisaran pH optimum untuk pertumbuhan fungi yaitu 5,5-7,5.

Azotobacter-like

Pola pertumbuhan Azotobacter-like selama 21 hari pada ketiga MOL

dapat dilihat pada Gambar 4. Pola pertumbuhan Azotobacter-like pada ketiga

MOL cenderung mengalami peningkatan selama waktu fermentasi (Gambar 4).

Gambar 4 Pola pertumbuhan Azotobacter-like pada MOL bonggol pisang, MOL

keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pertumbuhan optimum Azotobacter-like pada MOL bongggol pisang dan

MOL keong mas terjadi pada hari ke-21, sedangkan pada MOL urin kelinci pada hari ke-14. Berdasarkan hasil pengamatan, populasi Azotobacter-like tertinggi terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga karena kandungan C organik pada MOL bonggol pisang lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain (Tabel 3). C organik merupakan sumber energi untuk pertumbuhan mikrob.

Azotobacter-like merupakan kelompok mikrob yang dapat tumbuh pada

media selektif Azotobacter dan mempunyai ciri-ciri seperti Azotobacter.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /ml ] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

Azotobacter merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik. Pada penelitian ini,

media selektif yang digunakan adalah NFM. Koloni Azotobacter mempunyai

ciri-ciri berbentuk bulat, convex, smooth, moist, berwarna putih, bening sampai keruh

(Wedhastri, 2002). Berdasarkan hasil identifikasi, teridentifikasi adanya Bacillus

sp. dan Staphylococcus sp. Hal ini menunjukkan bahwa kedua mikrob yang

teridentifikasi tersebut mempunyai ciri seperti Azotobacter sehingga digolongkan

sebagai Azotobacter-like.

Waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi

Azotobacter-like pada MOL urin kelinci (Tabel Lampiran 2). Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr

> F (Tabel Lampiran 5). Pada MOL bonggol pisang populasi Azotobacter-like

pada hari ke-21 mempunyai pengaruh berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-1 dan 7, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-14. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-21 populasi Azotobacter-like memiliki rataan

tertinggi yaitu 51 x 104 cfu/ml. Pada MOL keong mas, waktu fermentasi

berpengaruh nyata terhadap populasi Azotobacter-like. Populasi Azotobacter-like pada hari ke-21 berbeda nyata dengan hari ke-1 dan 14 tapi tidak berbeda nyata

dengan populasi pada hari ke-7. Begitu juga dengan populasi Azotobacter-like

pada hari ke-7 dengan hari ke-1 dan 14 tidak berbeda nyata.

Azospirillum-like

Pola pertumbuhan Azospirillum-like selama 21 hari pada ketiga MOL

dapat dilihat pada Gambar 5. Pola pertumbuhan Azospirillum-like pada MOL

bonggol pisang dan MOL keong mas mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu menurun setelah hari ke-7 fermentasi, sedangkan pada MOL urin kelinci pertumbuhan cenderung terus menurun setelah hari ke-1 fermentasi.

Berdasarkan hasil pengamatan, populasi tertinggi Azospirillum-like

terdapat pada MOL keong mas (Tabel Lampiran 2). Azospirillum-like merupakan

kelompok mikrob yang dapat tumbuh pada media selektif Azospirillum dan

mempunyai ciri-ciri seperti Azospirillum. Azospirillum juga merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik seperti Azotobacter. Pada penelitian ini, media selektif yang digunakan media NFB. Anas (1989) menyatakan bahwa dalam media NFB ciri Azospirillum adalah pembentukan pelikel yang berwarna putih, padat dan

berombak. Akan tetapi berdasarkan hasil identifikasi, pada media NFB tumbuh

Bacillus sp., Staphylococcus sp. dan Rhizobium sp. Hal ini menunjukkan bahwa

mikrob tersebut mempunyai ciri seperti Azospirillum sehingga digolongkan dalam

Azospirillum-like.

Gambar 5 Pola pertumbuhan Azospirillum-like pada MOL bonggol pisang, MOL

keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi Azospirillum-like (Tabel Lampiran 2). Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > F (Tabel Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin kelinci populasi Azospirillum-like pada hari ke-1 berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-7, 14 dan 21. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-1

Azospirillum-like mempunyai rataan tertinggi yaitu sebesar 140 x 102 cfu/ml.

Mikrob Pelarut Fosfat

Pola pertumbuhan MPF selama 21 hari pada ketiga MOL dapat dilihat pada Gambar 6. Pola pertumbuhan MPF pada ketiga MOL terdapat kecenderungan yang sama yaitu pertumbuhan optimum terjadi pada hari ke-7 kemudian mengalami penurunan.

Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-7 merupakan kondisi dimana semua faktor tumbuh yang diperlukan oleh MPF dalam keadaan tersedia. Selanjutnya populasi MPF mengalami penurunan, diduga karena bahan organik sebagai sumber karbonnya sudah mulai menurun ketersediaannya. Pada penelitian

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /m l] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

ini MPF ditumbuhkan dengan media selektif Pikovskaya (Rao, 1982) yang berwarna putih keruh, dengan sumber P tidak larut adalah kalsium fosfat. Setelah diinkubasi selama 3-5 hari, potensi mikrob untuk melarutkan fosfat tidak tersedia dicirikan oleh adanya zona bening (halozone) disekitar koloni.

Gambar 6 Pola pertumbuhan MPF pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci.

Pada ketiga jenis MOL ini, semuanya mengandung MPF dan jumlah terbanyak terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Tingginya populasi MPF pada MOL bonggol pisang diduga karena tingginya kandungan C organik MOL bonggol pisang (1,06%) dibandingkan dengan kedua MOL yang lain serta kandungan P (Tabel 3). Pada Tabel Lampiran 2 ditunjukkan bahwa waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi MPF pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > F (Tabel Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin kelinci populasi MPF pada hari ke-7 memiliki pengaruh berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-1, 14 dan 21. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-7 populasi MPF memiliki rataan tertinggi yaitu sebesar 245000 x 102 cfu/ml.

Mikrob Selulolitik

Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik selama 21 hari pada ketiga MOL dapat dilihat pada Gambar 7. Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik pada ketiga MOL cenderung mengalami peningkatan selama waktu fermentasi. Pada MOL

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /m l] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

bonggol pisang dan MOL urin kelinci pertumbuhan mengalami peningkatan sampai hari ke-14 kemudian turun, sedangkan pada MOL keong mas peningkatan pertumbuhan sampai hari ke-7 selanjutnya menurun.

Gambar 7 Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Rata-rata populasi Mikrob Selulolitik terbanyak terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga terkait dengan kandungan selulosa pada MOL bonggol pisang. Selulosa merupakan sumber karbon yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikrob. Pada penelitian ini digunakan bahan CMC sebagai sumber karbon karena merupakan bentuk selulosa yang mudah dihidrolisis. Mikrob yang dapat menghancurkan selulosa mempunyai daerah yang terang disekitar koloni (Anas, 1989). Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi Mikrob Selulolitik pada ketiga MOL.

Sifat Kimia MOL

Sebagaimana suatu proses pelapukan, bahan organik yang difermentasikan akan mengalami perubahan fisik maupun kimia oleh aktivitas mikrob. Perubahan fisik diindikasikan dengan hancurnya jaringan maupun sel bahan dan hal ini akan diikuti oleh perubahan kimia yang dicirikan dengan meningkatnya kandungan unsur dalam larutan hasil fermentasi. Sifat kimia yang diamati pada penelitian ini

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 1 7 14 21 p o p u la si [ lo g(x )c fu /m l] Hari

MOL Bonggol pisang MOL Keong mas MOL Urin kelinci

meliputi nilai pH, EC, Eh dan kandungan unsur hara yang terkandung dalam MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci.

Nilai pH MOL

Dinamika perubahan pH selama 21 hari pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel Lampiran 7.

Gambar 8 Nilai pH pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pada Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata nilai pH pada MOL bonggol pisang dan MOL urin kelinci cenderung stabil, kecuali pada MOL keong mas pada hari ke-7 pH mengalami kenaikan. Rata-rata nilai pH terendah selama waktu fermentasi terdapat pada MOL bonggol pisang. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat yang tinggi pada bonggol pisang menyebabkan pH menjadi rendah karena perombakan karbohidrat secara anaerobik akan menghasilkan asam organik-asam organik seperti asam asetat, asam piruvat serta asam laktat. Rata-rata nilai pH MOL keong mas selama waktu fermentasi adalah yang tertinggi. Keong mas mengandung protein yang cukup tinggi selain kandungan bahan yang lain. Menurut Kusarpoko (1994) perombakan protein akan menghasilkan nitrogen dan amonia yang bersifat alkalis, sehingga perombakan protein ini akan menyebabkan nilai pH menjadi meningkat.

pH MOL urin kelinci mengalami penurunan pada hari ke-7 kemudian cenderung stabil (Tabel Lampiran 7). Adanya aktivitas mikrob yang terdapat

0 1 2 3 4 5 6 7 1 7 14 21 pH Hari

MOL Bonggol Pisang MOL Keong Mas MOL Urin Kelinci

pada MOL mengeluarkan gas-gas sebagai hasil fermentasi atau respirasi.

Kebanyakan gas yang timbul karena aktivitas mikrob adalah CO2. Gas ini timbul

sebagai hasil pernafasan aerob maupun anaerob. Terlepasnya CO2 dalam larutan

akan membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3) yang mudah terurai menjadi

ion-ion H+ dan HCO3-. Ion-ion H+ ini akan menentukan kemasaman

(Dwijoseputro, 2010). Makin lama waktu fermentasi berlangsung, maka tingkat dekomposisi bahan organik akan semakin lanjut. Kondisi ini mengakibatkan

peningkatan konsentrasi ion-ion H+ dalam larutan fermentasi sehingga pH

menjadi lebih rendah.

Nilai EC MOL

Hasil pengukuran nilai EC selama 21 hari pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai EC pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai EC MOL bonggol pisang rata-rata lebih tinggi selama waktu fermentasi dibandingkan dengan nilai EC MOL keong mas dan MOL urin kelinci. Nilai EC terkait dengan kepekatan larutan serta kemampuan menghantarkan arus listrik. Selain itu juga terkait dengan banyaknya unsur hara yang terkandung dalam larutan, semakin banyak unsur hara yang terkandung maka semakin tinggi nilai EC yang berarti bahwa kemampuan larutan tersebut untuk mengantarkan ion listrik ke akar tanaman semakin tinggi. Nilai EC

0 2 4 6 8 10 12 14 1 7 14 21 E C S /c m ) Hari

MOL Bonggol Pisang MOL Keong Mas MOL Urin Kelinci

tergantung dari jenis ion yang terkandung dalam larutan, konsentrasi ion dan suhu larutan.

Nilai EC MOL bonggol pisang lebih tinggi daripada MOL keong mas dan MOL urin kelinci walaupun berdasarkan analisis unsur hara (Tabel 3) MOL urin kelinci mempunyai beberapa kandungan nilai unsur hara lebih tinggi. Hal ini diduga karena konsentrasi ion pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas lebih tinggi daripada MOL urin kelinci sehingga lebih pekat. Konsentrasi yang tinggi ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah partikel terlarut yang menyebabkan jarak antar partikel menjadi lebih rapat dan kemungkinan untuk terjadinya tumbukan lebih besar sehingga kemampuan untuk menghantarkan arus listriknya lebih besar. Menurut pernyataan Chalcedaas (1998) EC mengukur jumlah total partikel bermuatan listrik dalam larutan, tetapi tidak membedakan antara satu ion dengan ion lain sehingga EC tidak dapat mendeteksi keseimbangan hara dalam suatu larutan.

Nilai Eh MOL

Hasil pengukuran nilai Eh selama 21 hari pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Nilai Eh pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.

Pada Gambar 10 terlihat bahwa dengan semakin lama waktu fermentasi nilai Eh semakin menurun. MOL bonggol pisang pada hari ke-1 mempunyai nilai Eh sebesar 175 m/V dan pada hari ke-21 nilai Eh sebesar -271 m/V. MOL keong

-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 1 7 14 21 E h (m V ) Hari

MOL Bonggol Pisang MOL Keong Mas MOL Urin Kelinci

mas pada hari ke1 terukur nilai Eh sebesar 269 m/V dan pada hari ke21 sebesar -381 m/V sedangkan MOL urin kelinci pada hari ke-1 mempunyai nilai Eh sebesar 173 m/V menurun hingga -158 m/V pada hari ke-21 (Tabel Lampiran 7).

Kondisi MOL yang berupa larutan berpengaruh pada nilai Eh. Terjadi penurunan nilai Eh dengan semakin lama waktu fermentasi. Nilai Eh yang tinggi dan positif menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh yang rendah bahkan negatif menunjukkan kondisi reduktif (Ponnamperuma, 1976). Nilai Eh bervariasi antara +400 sampai +700 mV selama oksigen masih ada dalam larutan. Setelah oksigen habis tingkat reduksi akan berkisar antara +400 sampai -300 mV. Pada MOL bonggol pisang, perubahan suasana menjadi reduktif terjadi lebih awal. Nilai Eh ini berpengaruh terhadap kehidupan mikrob, kondisi reduksi

menggambarkan konsumsi O2 tinggi dan sebagai indikator aktivitas mikrob yang

tinggi.

Kandungan unsur hara

Analisis kimia yang meliputi unsur hara makro dan mikro serta nisbah C/N yang terkandung dalam larutan MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan unsur hara dan nisbah C/N MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci

Kandungan unsur

hara Bonggol pisang Keong mas Urin kelinci

NO3- (ppm) 3087 37051 10806 NH4+ (ppm) 1120 2241 896 P2O5 (ppm) 439 683 395 K2O (ppm) 574 1782 2502 Ca (ppm) 700 5600 6200 Mg (ppm) 800 2600 11400 Cu (ppm) 6,8 64,7 82,4 Zn (ppm) 65,2 132,6 169,2 Mn (ppm) 98,3 84,1 39,4 Fe (ppm) 0,09 0,12 0,38 C-org (%) 1,06 0,93 0,22 C/N 2,2 2,5 0,5

Proses fermentasi dilihat dari segi perubahan fisik berarti dekomposisi terhadap bentuk fisik dari bahan padatan. Hal ini berarti bahwa akan terjadi pembebasan sejumlah unsur penting dalam bentuk senyawa-senyawa kompleks maupun senyawa-senyawa sederhana kedalam larutan fermentasi.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa MOL keong mas mempunyai kandungan N tersedia dan nisbah C/N lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain. Tingginya nilai N ini diduga selain berasal dari kandungan N bahan (Tabel Lampiran 6), juga seperti diketahui bahwa keong mas mengandung protein yang cukup tinggi 12,2 g/100 g daging keong mas (Suharto dan Kurniawati, 2008). Didalam jaringan N merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial seperti protein, asam amino, asam nukleat, nukleotida dan banyak senyawa penting untuk metabolisme. Pada proses dekomposisi (Buckman dan Brady, 1982) protein merupakan senyawa yang cepat terurai. Penguraian ini menghasilkan bentuk-bentuk sederhana senyawa nitrogen seperti NH4+, NO2-, NO3- maupun N2. Pada Tabel 3 juga dapat dilihat MOL keong mas memiliki kandungan P lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain. Hal ini diduga berasal dari kandungan P bahan. Pada MOL urin kelinci kandungan unsur K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, Mg lebih tinggi dibandingkan MOL bonggol pisang dan MOL keong mas. Ini menunjukkan bahwa MOL urin kelinci mempunyai nilai nutrisi yang lebih baik.

Identifikasi mikrob

Hasil identifikasi mikrob yang diisolasi dari MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci dengan menggunakan media selektif NFM, NFB, Pikovskaya dan CMC dapat dilihat pada Tabel 4. Karakterisasi dari isolat bakteri dan fungi yang dimurnikan didapatkan hasil seperti dapat dilihat pada

Tabel Lampiran 8 dan 9.

Isolat BMBP1, BMKM1 dan BMUK1 merupakan isolat yang dapat tumbuh pada media NFM yang merupakan media selektif untuk isolasi

Azotobacter. Koloni Azotobacter mempunyai ciri-ciri berbentuk bulat, convex, smooth, moist, berwarna putih, bening sampai keruh (Wedhastri, 2002). Pada penelitian ini dari media NFM diambil satu koloni dari beberapa ciri koloni yang

ada untuk diidentifikasi yaitu koloni tunggal dan mempunyai bentuk paling besar,

moist dan bening. Berdasarkan hasil identifikasi isolat tersebut bukan

Azotobacter melainkan teridentifikasi sebagai Staphylococcus sp. dan Bacillus sp. Hal ini menunjukkan bahwa pada media NFM dapat tumbuh mikrob lain yang

mempunyai ciri seperti Azotobacter. Azotobacter merupakan mikrob penambat N2,

sehingga kedua mikrob tersebut diduga mempunyai kemampuan seperti

Azotobacter, oleh karena itu dimasukkan kedalam golongan Azotobacter-like.

Tabel 4 Mikrob yang diisolasi dari MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci dengan menggunakan media selektif

Media

isolasi Sumber isolat Kode Identifikasi

NFM

MOL bonggol pisang BMBP1 Tidak teridentifikasi

MOL keong mas BMKM1 Staphylococcus sp.

MOL urin kelinci BMUK1 Bacillus sp.

NFB

MOL bonggol pisang BMBP2 Bacillus sp.

MOL keong mas BMKM2 Staphylococcus sp.

MOL urin kelinci BMUK2 Rhizobium sp.

Pikovskaya

MOL bonggol pisang BMBP3 Aeromonas sp.

FMBP3 Aspergillus niger

MOL keong mas BMKM3 Tidak teridentifikasi

FMKM3 Aspergillus niger

MOL urin kelinci BMUK3 Pseudomonas sp.

FMUK3 Aspergillus niger

CMC

MOL bonggol pisang FMBP4 Tidak teridentifikasi

MOL keong mas FMKM4 Aspergillus niger

MOL urin kelinci FMUK4 Verticillium sp.

Keterangan: B=Bakteri; F=fungi; MBP=MOL Bonggol Pisang; MKM=MOL Keong Mas; MUK=MOL UrinKelinci;1=media NFM; 2=media NFB; 3=media Pikovskaya;

Dokumen terkait