• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preparasi Limbah

Preparasi limbah cair industri makanan lokal dilakukan dengan maksud menyiapkan limbah agar dapat digunakan sebagai media produksi hidrogen untuk bakteri R. marinum. Perbedaan karakter fisik awal dari masing-masing limbah menyebabkan diperlukannya tahap preparasi. Karakter fisik untuk limbah tahu sebelum dipreparasi adalah berupa larutan cair dan bening dan masih terdapat sedikit padatan yang merupakan ampas dari sisa pengolahan tahu. Limbah tahu juga mengeluarkan bau yang tajam akibat telah terjadi fermentasi oleh bakteri yang ada di lingkungan. Pada limbah susu terdapat gumpalan-gumpalan berwarna coklat yang mengendap membentuk suspensi sehingga larutannya berwarna keruh. Penggumpalan diakibatkan karena adanya kegiatan enzim atau penambahan asam oleh bakteri yang ada di lingkungan selama proses penyimpanan. Penambahan asam terjadi akibat proses fermentasi yang dilakukan bakteri dengan mengubah gula (karbohidrat) menjadi asam organik, salah satunya laktosa. Laktosa yang merupakan gula alami yang terkandung di dalam susu diubah menjadi asam laktat, sehingga limbah susu berubah suasananya menjadi asam (pH 4). Selain itu, kerja enzim proteolitik dari bakteri mengakibatkan karbohidrat dan protein yang terkandung di dalam susu terkoagulasi menjadi gumpalan coklat (repository.upi.edu 2012). Meskipun demikian, limbah susu masih mengeluarkan bau seperti susu. Limbah kecap memiliki karakter larutan yang kental dan berwarna gelap, kehitaman. Limbah kecap juga bersifat asam (pH 4) karena mengandung asam organik hasil fermentasi dari bakteri yang ada di lingkungan. Limbah kecap mengeluarkan bau khas kecap. Oleh karena itu, perlu dilakukan preparasi yang sesuai terhadap masing-masing limbah.

Gambar 10 Limbah cair tahu, kecap dan susu. A. Limbah cair sebelum disterilisasi. B. Limbah cair setelah disterilisasi atau dipanaskan. Preparasi yang diberikan kepada limbah cair industri tahu, kecap dan susu antara lain sentrifugasi, netralisasi dan sterilisasi. Tiap limbah tidak diberikan urutan proses preparasi yang sama, karena tergantung dari karakter limbah itu sendiri. Pada limbah kecap dan tahu, proses sentrifugasi dilakukan pada tahap awal preparasi dengan tujuan menghilangkan padatan yang terdapat pada limbah. Setelah proses sentrifugasi, larutan yang diperoleh dinetralisasi dengan NaOH 0,1 atau 1 N. Volume NaOH yang ditambahkan disesuaikan dengan limbah, sehingga limbah dapat mencapai pH netral yaitu pH 7. Setelah pH netral, limbah disterilisasi dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Berbeda dengan limbah yang lain, limbah susu memiliki tahapan preparasi yang lebih panjang. Proses preparasi awal yang dilakukan pada limbah susu adalah pemanasan. Akan tetapi, sebelum dilakukan pemanasan, terlebih dahulu limbah susu dikocok untuk menyeragamkan isi dan kemudian ditimbang. Tujuan dilakukannya pemanasan pada awal preparasi adalah untuk melarutkan kandungan gula dan protein yang ada pada gumpalan-gumpalan coklat. Pemanasan limbah susu dilakukan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Limbah susu yang telah dipanaskan kemudian disaring dengan menggunakan kain. Dari 1 kg limbah susu yang dipanaskan, diperoleh ±750 gram larutan limbah susu. Setelah tahap penyaringan, larutan limbah susu ini kemudian dinetralisasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 atau 1 N. Pada waktu proses netralisasi, terjadi bentuk suspensi dan mengendap akibat semakin bertambahnya nilai pH. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah proses sentrifugasi larutan limbah susu dengan tujuan untuk memisahkan larutan dengan endapan yang terbentuk selama proses preparasi. Setelah proses sentrifugasi, larutan limbah susu ini kemudian

B A

31

disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah dilakukan sterilisasi, ternyata pada larutan limbah susu masih terbentuk padatan atau endapan. Hal ini kemudian diabaikan dan sebisa mungkin ketika larutan ini dituang ke dalam botol reaktor, endapan tersebut tidak ikut masuk. Limbah-limbah cair ini kemudian dikarakterisasi nilai kandungannya.

Karakterisasi Limbah

Hasil karakterisasi kandungan asam organik, gula total dan protein yang terdapat pada limbah susu, tahu dan kecap yang telah dipreparasi diperoleh bahwa limbah kecap merupakan limbah yang paling banyak mengandung asam organik, gula dan protein dengan nilai 300 mM, 12,5% dan 2,13% secara berurutan. Diikuti oleh limbah susu dan limbah tahu seperti terlihat pada Tabel I. Limbah kecap juga mengandung zat besi sebesar 633,75 ppm dan zat molibdenum sebesar 0,27 ppm.

Tabel 1 Karakteristik limbah cair industri makanan setelah disterilisasi

Limbah Gula Total (%) Asam Organik (mM) N total (%) Protein (%) Fe (ppm) Mo (ppm) pH Kecap 12,50 300-310 0,34 2,13 633,75 0,27 4 Susu 8,10 80-87 0,33 2,06 3,87 0,19 4

Tahu 0,01 14-15 0,15 0,94 TDA* TDA* 5

TDA*: tidak dilakukan analisa

Seleksi Limbah Cair

Selama kurang lebih 5 hari pengamatan terhadap proses fotofermentasi, diperoleh bahwa hanya limbah susu yang dapat langsung menghasilkan gas hidrogen. Limbah susu dapat menghasilkan 141±24 ml atau kurang lebih 6,32 mmol gas hidrogen dari 80 ml media produksi dengan kadar gula dan asam organik secara berurutan sebesar 71 g/l dan 70 mM, sedangkan pada media limbah tahu dan limbah kecap tidak menghasilkan hidrogen. Hasil fotofermentasi dari ketiga limbah dapat dilihat pada Gambar 11. Diketahui sebelumnya bahwa limbah kecap mengandung cukup banyak bahan yang dapat digunakan sebagai substrat bagi bakteri R. marinum untuk tumbuh dan menghasilkan hidrogen, akan tetapi pada tahap seleksi ini media dari limbah cair industri kecap tidak

menghasilkan gas hidrogen. Kekentalan dari larutan limbah kecap bisa menjadi faktor tidak diproduksinya gas hidrogen dikarenakan bakteri R. marinum tidak dapat tumbuh optimal di dalam media yang kental dan terlalu gelap. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengencerkan larutan menjadi tidak terlalu pekat dari sebelumnya.

Untuk limbah tahu, tidak diproduksinya gas hidrogen pada limbah ini bisa dikarenakan minimnya substrat yang ada di dalam media produksi. Oleh karena itu, tidak ada cara untuk mengatasi masalah limbah tahu tersebut agar dapat menghasilkan gas hidrogen, kecuali dengan menambahkan substrat dari luar. Maka daripada itu, dari hasil seleksi ketiga limbah cair industri makanan, limbah susu dan limbah kecap dipilih untuk selanjutnya dioptimasi, sedangkan untuk limbah tahu tidak lagi diteruskan.

Gambar 11 Volume hidrogen hasil fotofermentasi limbah cair industri susu, tahu dan kecap dengan R. marinum

Optimasi

Tujuan dari optimasi jumlah substrat dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi antara produk yang dihasilkan dengan substrat yang tersedia dari proses fotofermentasi yang dilakukan dengan sistem curah. Kriteria yang biasa digunakan dalam mengevaluasi kinerja produksi hidrogen dari suatu substrat adalah dengan mengukur efisiensi produk dari substrat yang dikonversi menjadi hidrogen (Koku et al. 2002). Hidrogen yang dihasilkan dari proses fotofermentasi

33

dibandingkan secara persentase dengan jumlah hidrogen teoritis yang dihasilkan oleh substrat yang secara stoikiometri diubah menjadi hidrogen. Adapun jumlah substrat yang dikonversi pada proses fotofermentasi dengan menggunakan limbah cair adalah selisih jumlah gula total awal dengan jumlah gula total akhir dan selisih jumlah asam total awal dengan jumlah asam total akhir. Menurut persamaan 11 dan 13, 1 mol asam organik (asam laktat) dapat diubah menjadi 6 mol hidrogen dan 1 mol glukosa dapat diubah menjadi 12 mol hidrogen. Maka, jumlah hidrogen teoritis dapat diperoleh dengan mengkonversi mol dari selisih jumlah gula total ditambah dengan mol selisih asam total menjadi mol hidrogen. Adapun efisiensi substrat diukur dengan membandingkan antara jumlah kadar gula yang dikonversi baik menjadi produk, biomassa sel atau produk samping dengan jumlah kadar gula awal dalam persentase.

Tabel 2 Produksi rata-rata hidrogen secara fotofermentasi dari limbah susu

Kadar Gula (g/l) 0,29 0,56 1,72 7,58 19,00 36,08 71,42

Gula Total Awal (mmol) 0,13 0,25 0,76 3,37 8,44 16,04 31,74 Gula Total Akhir (mmol) 0,02 0,04 0,01 0,31 0,67 5,69 6,65 Asam Total Awal (mmol) 0,09 0,18 0,76 0,95 1,91 3,82 7,63 Asam Total Akhir (mmol) 0,04 0,07 0,54 1,81 2,29 2,17 2,68 Hidrogen (mmol) 0,02 0,06 0,13 1,01 1,09 2,69 3,77 Hidrogen Teoritis (mmol) 1,54 3,20 10,34 31,55 90,98 134,06 330,77

Dari hasil percobaan optimasi jumlah substrat pada limbah susu diperoleh data bahwa gas hidrogen dapat diproduksi dari semua kadar gula yang dapat dilihat pada Tabel 2. Produksi gas hidrogen tertinggi diperoleh dari substrat limbah susu dengan kadar gula 71,42 g/l sebesar 3,77 mmol hidrogen atau setara dengan 84 ml hidrogen dari 80 ml MP. Hasil dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Hidrogen hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri susu dengan R. marinum

Apabila dihitung berdasarkan perbandingan antara hidrogen yang dihasilkan melalui proses fotofermentasi dengan hidrogen teoritis hasil konversi substrat yang digunakan baik dari gula maupun dari asam organik, maka diperoleh media dengan efisiensi tertinggi adalah media limbah susu dengan kadar gula 7,58 g/l dengan nilai efisiensi 3,22%. Meski menghasilkan hidrogen tertinggi pada proses fotofermentasi, media dengan kadar gula 71,42 g/l hanya memiliki efisiensi sebesar 1,15%. Hasil dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Efisiensi produk hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri susu dengan R. marinum

Meskipun memiliki efisiensi produk yang tinggi, media limbah susu dengan kadar gula awal 7,58 g/l hanya memiliki efisiensi substrat gula sebesar 90,90%. Efisiensi substrat tertinggi diperoleh media limbah susu dengan kadar gula 1,72 g/l sebesar 98,47%. Pada media limbah susu dengan kadar gula lebih dari 36,08

35

g/l memiliki efisiensi substrat gula kurang dari 80%. Hasil dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Efisiensi substrat hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri susu dengan R. marinum

Tabel 3 Produksi rata-rata hidrogen secara fotofermentasi dari limbah kecap

Kadar Gula (g/l) 5,00 10,94 18,40 30,85 48,50 75,60

Gula Total Awal (mmol) 2,22 4,86 8,18 13,71 21,55 33,60 Gula Total Akhir (mmol) 0,25 0,27 1,33 6,35 10,53 23,59 Asam Total Awal (mmol) 1,79 2,29 1,04 2,82 5,19 10,35 Asam Total Akhir (mmol) 2,35 3,44 2,30 3,80 5,60 4,47 Hidrogen (mmol) 0,50 3,32 2,23 2,49 4,57 0 Hidrogen Teoritis (mmol) 20,25 48,22 74,65 82,39 129,72 155,35

Percobaan optimasi jumlah substrat pada limbah kecap diperoleh data bahwa gas hidrogen tidak dapat diproduksi dari semua kadar. Media limbah kecap dengan kadar gula 75,60 g/l atau lebih tidak dapat memproduksi hidrogen secara fotofermentasi. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3. Produksi gas hidrogen tertinggi diperoleh dari substrat limbah kecap dengan kadar gula 48,50 g/l sebesar 4,57 mmol hidrogen atau setara dengan 102 ml hidrogen. Hasil dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Hidrogen hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri kecap dengan R. marinum

Apabila dihitung berdasarkan perbandingan antara hidrogen yang dihasilkan melalui proses fotofermentasi dengan hidrogen teoritis hasil konversi sumber substrat yang digunakan baik dari gula maupun dari asam organik, maka diperoleh media dengan efisiensi tertinggi adalah media limbah kecap dengan kadar gula awal 10,94 g/l dengan nilai efisiensi 6,88%. Meski menghasilkan hidrogen tertinggi pada proses fotofermentasi, media dengan kadar gula 48,50 g/l hanya memiliki efisiensi sebesar 3,52%. Hasil dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Efisiensi produk hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri kecap dengan R. marinum

Selain memiliki efisiensi produk yang tinggi, media limbah kecap dengan kadar gula 10,9 g/l juga memiliki efisiensi substrat gula tertinggi sebesar 94,52%.

37

Diikuti media limbah kecap dengan kadar gula 5,00 g/l sebesar 88,66%. Pada media limbah kecap dengan kadar gula lebih dari 30,85 g/l memiliki efisiensi substrat gula kurang dari 60%. Hasil dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Efisiensi substrat hasil optimasi jumlah substrat pada proses fotofermentasi limbah cair industri kecap dengan R. marinum

Kadar gula dengan hasil efisiensi produk tertinggi dari media limbah susu dan kecap dijadikan acuan sebagai kadar gula untuk media produksi hidrogen untuk mengetahui pengaruh perbedaan penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat terhadap gas hidrogen yang akan dihasilkan.

Optimasi juga dilakukan pada penambahan ion Fe, Mo dan penambahan NaHCO3 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan-bahan tersebut terhadap gas hidrogen yang dihasilkan. Percobaan terhadap media produksi limbah susu yang dioptimasi dengan penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat diperoleh gas hidrogen dengan rata-rata tertinggi pada konsentrasi 4 (k4) untuk penambahan Fe sebesar 11,58 ml hidrogen. Pada penambahan Mo diperoleh bahwa konsentrasi 1 (k1) memiliki rata-rata produksi gas hidrogen tertinggi sejumlah 33,28 ml. Untuk penambahan natrium bikarbonat diketahui untuk konsentrasi dengan rata-rata produksi tertinggi adalah konsentrasi 3 (k3) dengan 5,78 ml gas hidrogen. Produksi gas hidrogen pada masing-masing konsentrasi penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil uji ANOVA untuk pengaruh perbedaan penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat pada media produksi limbah susu terhadap gas hidrogen diperoleh p-value secara berurutan adalah 0,758, 0,458 dan 0,079.

Pada taraf nyata = 0,05, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara besar konsentrasi penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat yang diujikan pada media produksi dari limbah susu terhadap gas hidrogen yang dihasilkan karena nilai p-value dari masing- masing penambahan lebih besar daripada 0,05.

Gambar 18 Perbandingan produksi gas hidrogen hasil fotofermentasi limbah susu dengan perbedaan penambahan jumlah Fe ( ), Mo ( ) dan NaHCO3 ( ) pada media produksi. Keterangan: k untuk konsentrasi. Untuk Fe, k1 = 0 µmol/l, k2 = 20 µmol/l, k3 = 100 µmol/l, k4 = 500 µmol/l. untuk Mo, k1 = 0 µmol/l, k2 = 3 µmol/l, k3 = 6 µmol/l, k4 = 12 µmol/l, untuk NaHCO3, k1 = 0 g/l, k2 = 1,5 g/l, k3 = 3 g/l, k4 = 6 g/l.

Pada media produksi limbah kecap, rata-rata gas hidrogen tertinggi untuk penambahan unsur besi diperoleh pada k3 dengan produksi gas hidrogen sebesar 13,05 ml. Pada penambahan Mo diperoleh k4 merupakan konsentrasi yang menghasilkan rata-rata produksi gas hidrogen tertinggi yaitu 12,37 ml Untuk penambahan natrium bikarbonat, konsentrasi dengan rata-rata produksi tertinggi adalah k4 dengan 53,31 ml gas hidrogen. Produksi gas hidrogen pada masing-masing konsentrasi penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil uji ANOVA untuk pengaruh perbedaan penambahan besi, molibdenum dan natrium bikarbonat pada media produksi limbah kecap terhadap gas hidrogen diperoleh p-value secara berurutan adalah 0,379, 0,636 dan 0,219. Pada taraf nyata = 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara besar konsentrasi penambahan besi,

39

molibdenum dan natrium bikarbonat yang diujikan pada media produksi dari limbah kecap terhadap gas hidrogen yang dihasilkan karena nilai p-value dari masing- masing penambahan lebih besar daripada 0,05.

Gambar 19 Perbandingan produksi gas hidrogen hasil fotofermentasi limbah kecap dengan perbedaan penambahan jumlah Fe ( ), Mo ( ) dan NaHCO3 ( ) pada media produksi. keterangan: k untuk konsentrasi. Untuk Fe dan Mo, k1 = 0 µmol/l, k2 = 20 µmol/l, k3 = 40 µmol/l, k4 = 80 µmol/l, k5 = 160 µmol/l, untuk NaHCO3, k1 = 0 g/l, k2 = 1,5 g/l, k3 = 3 g/l, k4 = 6 g/l.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Eroglu et al. (2011) Pada penambahan kadar Fe sebanyak 0,1 mM menunjukkan peningkatan yang signifikan pada produksi H2 dan pada penambahan kadar Mo sebesar 16,5 µM sedikit meningkatkan total volume produksi gas H2. Adapun ion besi dan molibdenum yang dikandung pada media produksi limbah susu adalah 0,01 mM dan 0,35 µM, sedangkan pada limbah kecap sebesar 1,08 mM dan 0,38 µM. Pada limbah susu pemberian kadar besi 0-0,5 mM dan molibdenum 0-12 µM tidak memberikan efek yang nyata padahal pada penambahan kadar besi sebanyak 0,10 mM dan molibdenum sebesar 12 µM sudah mendekati nilai yang dapat memberikan pengaruh sesuai dengan yang dilakukan Eroglu et al. (2011). Adapun pada limbah kecap, meski telah diencerkan, nilai kadar besi pada MP masih tetap tinggi. Oleh karena itu, untuk limbah kecap, ditambahkan besi ataupun tidak, kadar besi tetap

berlebih dan penambahan besi ataupun molibdenum pada MP limbah kecap tidak mempengaruhi produksi hidrogen.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Devi et al. (2010) menyajikan bahwa pemberian gas CO2 dapat mempengaruhi produksi H2 dengan waktu optimal yang diperoleh, yaitu selama 60 detik. Adapun pemberian natrium bikarbonat pada penelitian ini dimaksudkan untuk dapat melepaskan gas CO2 pada saat proses sterilisasi untuk mengusir oksigen di dalam MP, sehingga keadaan MP menjadi anaerob. Adapun pemberian natrium bikarbonat pada kadar 0-6 g/l tidak memberikan pengaruh terhadap produksi hidrogen baik MP pada limbah susu maupun pada limbah kecap.

Pengukuran Parameter Kinetika Produksi Hidrogen

Limbah susu dan limbah kecap yang digunakan sebagai MP, pada tahap ini tidak ditambahkan ekstrak khamir dan larutan SL-6. Hal ini dilakukan karena masing-masing limbah sudah memiliki kandungan protein yang cukup sehingga tidak perlu ditambahkan ekstrak khamir sebagai tambahan sumber nitrogen (N) dan memiliki ion yang kompleks sehingga tidak perlu ditambahkan lagi larutan SL-6. Selain itu, pada percobaan sebelumnya, yaitu optimasi terhadap penambahan jumlah kadar besi, molibdenum dan natrium bikarbonat ke dalam MP juga tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi gas hidrogen. Oleh karena itu, pada tahap ini juga tidak dilakukan penambahan besi (Fe sitrat), molibdenum (Na molibdat), dan natrium bikarbonat (NaHCO3) pada MP limbah susu ataupun kecap.

Aplikasi kultur curah dalam produksi hidrogen pada pengukuran parameter kinetika produksi hidrogen dipertahankan karena lebih sederhana dengan resiko kontaminasi rendah, akan tetapi pada tahap ini jumlah volume produksi diubah menjadi satu liter dan metode penghomogenan diganti dengan magnetic stirrer. Tujuan dilakukannya penambahan skala produksi menjadi 1 liter media adalah untuk memudahkan dalam proses pengambilan sampel yang akan dilakukan beberapa kali. Pengurangan volume media akibat pengambilan sampel yang dilakukan beberapa kali dapat diabaikan karena volume media produksi yang relatif besar. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa untuk mendapatkan data

41

konsentrasi biomassa, substrat dan produk. Data yang diperoleh dari proses fotofermentasi dapat dilihat pada Tabel 4 untuk limbah susu dan Tabel 5 untuk limbah kecap. Dari data tersebut kemudian diolah menjadi grafik. Dari grafik akan diperoleh persamaan matematis yang akan memberikan nilai parameter kinetika dari produksi hidrogen. Pengolahan data kinetika produksi hidrogen telah disesuaikan dengan metode yang digunakan oleh Mangunwidjaja dan Suryani (1994).

Tabel 4 Perubahan nilai berat biomassa (X), ln berat biomassa (ln X), gula sebagai substrat (S) dan hidrogen sebagai produk (P) pada proses fotofermentasi limbah susu sebagai media produksi hidrogen skala 1 liter

Waktu X ln X X-X0 S S0-S P P-P0 pH (jam) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) 0 0,12 -2,12 0 5,69 0 0 0 7 20 0,14 -1,97 0,02 3,82 1,87 0,010 0,010 7 28 0,43 -0,85 0,31 3,84 1,85 0,011 0,021 6 32 0,73 -0,32 0,61 3,22 2,47 0,008 0,029 6 36 0,85 -0,16 0,73 3,26 2,43 0,015 0,044 6 40 0,96 -0,04 0,84 2,36 3,33 0,009 0,053 5 48 1,04 0,04 0,92 2,15 3,54 0,010 0,062 5 55 1,15 0,14 1,03 1,91 3,78 0,006 0,068 5 66 0,62 -0,48 0,50 1,44 4,25 0,003 0,071 5 116 0,87 -0,14 0,75 1,12 4,57 0,003 0,074 5 140 1,17 0,15 1,05 1,32 4,37 0,003 0,077 5

Dengan memasukkan nilai ln dari konsentrasi biomassa kering bakteri R.

marinum pada proses fotofermentasi produksi gas hidrogen menggunakan limbah

susu dan limbah kecap sebagai media produksi maka dapat dibuat kurva pertumbuhan bakteri R. marinum seperti terlihat pada Gambar 20 (A dan C). Dari kurva tersebut diketahui bahwa fase eksponensial atau fase logaritmik (fase log) untuk proses fotofermentasi limbah susu terjadi pada jam ke-20 hingga jam ke-32 dan jam ke-24 sampai jam ke-32 untuk media produksi limbah kecap. Kemudian dari fase log ini dibuat persamaan matematis menggunakan regresi linier seperti terlihat pada Gambar 20 (B dan D). Dari persamaan tersebut diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmax) untuk R. marinum pada media produksi limbah susu adalah 0,137 jam-1. Dengan cara yang sama maka diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum untuk R. marinum pada media produksi limbah

kecap adalah 0,245 jam-1. Oleh karena itu, waktu generasi atau waktu penggandaan sel, tg pada fase eksponensial dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Mangunwidjaja & Suryani 1994)

tg = ln 2/µmax = 0,69/ µmax (17) Adapun dengan persamaan 17 maka diperoleh waktu yang dibutuhkan oleh

R. marinum untuk membelah diri pada media limbah susu adalah 5,04 jam

sedangkan waktu yang dibutuhkan R. marinum untuk membelah pada limbah kecap adalah 2,82 jam. Dari hasil tersebut diperoleh informasi bahwa waktu pembelahan sel R. marinum lebih cepat terjadi pada limbah kecap sebagai media produksi, dibandingkan dengan limbah susu.

Tabel 5 Perubahan nilai berat biomassa (X), ln berat biomassa (ln X), gula sebagai substrat (S) dan hidrogen sebagai produk (P) pada proses fotofermentasi limbah kecap sebagai media produksi hidrogen skala 1 liter Waktu X Ln X X-X0 S S0-S P P-P0 pH (jam) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) (g/l) 0 0,10 -2,31 0 13,31 0 0 0 6,56 4 0,08 -2,47 -0,02 12,45 0,86 0 0 6,58 8 0,11 -2,24 0,01 11,80 1,51 0 0 6,53 15 0,11 -2,17 0,01 12,20 1,11 0 0 6,56 24 0,14 -1,94 0,04 11,64 1,67 0 0 6,61 29 0,47 -0,76 0,37 11,19 2,12 0,005 0,005 5,70 32 1,03 0,03 0,93 11,34 1,97 0,012 0,017 5,55 37 1,41 0,34 1,31 11,43 1,88 0,024 0,041 5,50 41 1,22 0,20 1,12 10,58 2,73 0,008 0,048 5,57 50 1,03 0,03 0,93 10,54 2,77 0,014 0,062 5,51 60 1,01 0,01 0,91 10,50 2,81 0,010 0,072 5,42 84 1,19 0,17 1,09 10,29 3,02 0,020 0,092 5,37 96 1,25 0,22 1,15 10,04 3,27 0,007 0,100 5,35 100 1,37 0,32 1,27 9,21 4,10 0,004 0,104 5,34 126 1,29 0,26 1,19 9,15 4,16 0,009 0,113 5,27 144 1,25 0,22 1,15 9,60 3,71 0,006 0,119 5,23

Selain pemantauan biomassa (X, g/l) secara serentak, selama proses juga dilakukan pengukuran terhadap produk yang dihasilkan (P, g/l) dan substrat yang digunakan (S, g/l). Hubungan ini kemudian disajikan dalam bentuk persamaan matematis melalui regresi linier. Berdasarkan persamaan matematis tersebut,

43

maka dapat dilakukan pendugaan parameter kinetika pada proses fotofermentasi produksi gas hidrogen yang menggunakan limbah susu sebagai media produksi dan bakteri R. marinum sebagai agen penghasil hidrogen. Rendemen perolehan (yield) biomassa (Yx/s) dan metabolit atau produk (Yp/s) ditentukan melalui persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara perubahan jumlah biomassa atau perubahan jumlah produk yang dihasilkan dengan perubahan substrat yang digunakan. Untuk rendemen produk yang dihasilkan per biomassa yang terbentuk (Yp/x) dapat ditentukan dengan persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara perubahan produk dan perubahan biomassa. Hubungan ini disajikan dalam Gambar 21.

Gambar 20 Kurva ln berat biomassa (ln X) dan laju pertumbuhan spesifik bakteri fotosintetik R. marinum pada proses fotofermentasi produksi hidrogen. Limbah susu sebagai media produksi (A dan B); Limbah kecap sebagai media produksi (C dan D)

Untuk media produksi yang menggunakan limbah susu, dari persamaan matematis yang diperoleh, maka nilai Yx/s yang didapatkan adalah 0,261 g

A B

biomassa/g substrat, nilai Yp/s adalah 0,017 g hidrogen/g substrat dan nilai Yp/x = 0,064 g hidrogen/g biomassa. Sedangkan untuk limbah kecap, diperoleh nilai Yx/s adalah 0,475 g biomassa/g substrat, nilai Yp/s adalah 0,041 g hidrogen/g substrat dan nilai Yp/x = 0,086 g hidrogen/g biomassa.

Gambar 21 Koefisien yield biomassa/substrat (Yx/s), koefisien yield produk/substrat (Yp/s) dan koefisien yield produk/biomassa (Yp/x) pada proses fotofermentasi. Limbah susu (A, C dan E); Limbah kecap (B, D dan F) C B A F D E

45

Dari nilai Yp/s, secara eksperimental limbah susu dapat menghasilkan 0,017 g atau sekitar 8,5 mmol gas hidrogen dari 1 gram substrat (glukosa). Apabila dihitung secara stoikiometri, dari 1 gram glukosa yang setara dengan 5,55 mmol, maka dapat dihasilkan 66,67 mmol gas hidrogen teoritis. Itu berarti, efisiensi produk pada proses produksi hidrogen dengan metode yang digunakan pada pengukuran parameter kinetika produksi hidrogen pada limbah susu diperoleh nilai sebesar 12,75% atau setara dengan 1,53 mol hidrogen/mol glukosa. Pada limbah kecap, dengan cara yang sama diperoleh nilai efisiensi produk dari nilai Yp/s 0,041 adalah sebesar 30,75% atau setara dengan 3,66 mol hidrogen/mol glukosa. Hasil tersebut hampir sama dengan nilai yang diperoleh apabila menghitung efisiensi produk dengan menggunakan nilai selisih gula dan selisih asam total. Dengan nilai kadar gula total awal dan akhir MP limbah susu adalah 31,61 dan 7,33 mmol/l serta nilai kadar asam total awal dan akhir MP limbah susu adalah 5,62 dan 11 mmol/l untuk MP, maka diperoleh nilai hidrogen teoritis untuk MP limbah susu adalah 259,05. Dari nilai hidrogen teoritis tersebut diperoleh nilai efisiensi produk dari MP limbah susu adalah 14,88%. Untuk MP limbah kecap,

Dokumen terkait