• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidrogen

Hidrogen merupakan elemen paling sederhana yang ada di dunia. Satu atom hidrogen memiliki satu proton dan satu elektron. Hidrogen adalah elemen paling ringan dan berbentuk gas pada tekanan dan temperatur normal. Dalam bentuk gas, hidrogen (H2) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak larut di dalam air. Gas hidrogen sangat mudah terbakar yang akan terbakar pada konsentrasi 4% H2 di udara. Entalpi pembakaran hidrogen adalah -286 kJ/mol (Lestari 2004). Hidrogen terbakar menurut persamaan 1

2 H2+ O2 → 2 H2O + 572 kJ ΔG = 286 kJ/mol (1) Hidrogen adalah gas yang paling melimpah di alam semesta dan merupakan sumber dari energi yang kita terima dari matahari. Matahari pada dasarnya adalah bola raksasa yang tersusun oleh gas hidrogen dan helium. Pada proses terjadinya fusi, 4 atom hidrogen bereaksi membentuk 1 atom helium dan melepaskan energi berupa radiasi. Energi dari radiasi tersebut merupakan sumber energi paling melimpah yang kita terima. Radiasi memberi kita cahaya dan panas yang membuat tanaman dapat tumbuh. Adanya panas yang ditimbulkan mengakibatkan angin bertiup dan hujan turun serta tersimpan sebagai energi kimia di dalam bahan bakar fosil. Hampir semua energi yang kita manfaatkan saat ini bersumber pada matahari. Di bumi, hidrogen umumnya ditemukan dalam bentuk komponen dari suatu senyawa. Berkombinasi dengan oksigen, hidrogen membentuk air (H2O). Kombinasi hidrogen dengan karbon dapat membentuk metana (CH4), batu bara dan minyak bumi (www.need.org 2011). Hidrogen juga ditemukan pada mahluk hidup (biomassa).

Manfaat Hidrogen

Kegunaan hidrogen sendiri bermacam-macam. Hidrogen dapat digunakan untuk balon meteorologi karena merupakan gas yang paling ringan. Hidrogen juga digunakan dalam pembuatan margarin dengan mengubah minyak yang merupakan ester tidak jenuh menjadi jenuh dengan bantuan katalis (Lestari 2004). Hidrogen juga dapat digunakan sebagai bahan bakar dan akan menghasilkan energi tiga kali

lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh bensin pada berat yang sama (Kapdan & Kargi 2006, www.need.org 2011). Cairan hidrogen biasa digunakan sebagai bahan bakar roket karena mempunyai kalor pembakaran yang besar, 120 kJ/g. Seiring berjalannya waktu, pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar dinilai sangat penting untuk menggantikan peran bahan bakar berbasis fosil yang saat ini keberadaannya semakin sedikit akibat pemakaian yang terus menerus. Selain dapat menghasilkan energi yang cukup besar, hidrogen juga ramah lingkungan karena pembakaran hidrogen tidak mengeluarkan gas yang dapat mengakibatkan polusi dan efek rumah kaca seperti bahan bakar fosil selama ini. Sisa pembakaran hidrogen hanya menghasilkan uap air sehingga ramah bagi lingkungan.

Gas hidrogen dapat diaplikasikan pemanfaatannya sebagai bahan bakar bila disertai dengan sistem fuel cell (hydrogen fuel cell) sebagai sumber (alat) yang dapat menghasilkan listrik. Kinerja hydrogen fuel cell serupa seperti aki (accu), hanya saja reaksi kimia penghasil tenaga listrik ini menggunakan hidrogen dan oksigen yang bereaksi dan mengalir seperti aliran bahan bakar melalui sebuah karburator. Tidak ada pembakaran dalam proses pembangkit listrik ini. Dengan demikian limbah dari proses ini hanyalah air yang aman untuk dibuang.

Gambar 1 Skema sederhana Hydrogen Fuel Cell (Ming 2010).

Secara sederhana proses pengubahan energi kimia menjadi listrik dengan perantaraan fuel cell dapat dilihat pada Gambar 1. Hidrogen dialirkan melewati anoda dan oksigen/udara dialirkan pada katoda. Pada anoda dengan bantuan katalis, hidrogen dipecah menjadi bermuatan positif dan melepas elektron. Membran di tengah-tengah anoda dan katoda berfungsi mengalirkan proton

7

menyeberang ke katoda. Proton yang tiba di katoda bereaksi dengan oksigen atau udara dan menghasilkan air. Tumpukan elektron di anoda akan menjadi energi listrik searah yang dapat menyalakan lampu. Namun ada hal yang sangat penting yang harus dimengerti mengenai bahan bakar hydrogen fuel cell ini bahwa hidrogen di bumi tidak dapat langsung ditambang atau dipanen karena hidrogen biasa ditemukan dalam bentuk komponen dari suatu senyawa. Oleh karena itu, hidrogen perlu diproduksi (www.need.org 2011).

Metode Produksi Hidrogen

Ada beberapa cara untuk memproduksi hidrogen, antara lain dengan cara

steam reforming, elektrolisis dan gasifikasi biomassa serta secara biologi (Chen et al. 2006, Kapdan & Kargi 2006, Li & Fang 2008, Kirtay 2011). Steam reforming

adalah proses dimana suhu uap air yang tinggi akan memisahkan hidrogen dari ikatan atom karbon pada metana, dapat dilihat pada persamaan 2. Hidrogen yang diproduksi melalui metode ini tidak digunakan untuk bahan bakar akan tetapi untuk keperluan proses di dalam industri. Metode ini merupakan metode produksi hidrogen paling efektif saat ini. Tetapi di dalam metode ini baik proses pembuatan dan untuk sumber penghasil panas keduanya menggunakan bahan bakar berbasis fosil sehingga tidak efisien.

CH4 + H2O → CO + 3H2 (2) Elektrolisis, yaitu memisahkan air menjadi hidrogen dan oksigen dengan aliran listrik (persamaan 3). Proses ini akan menghasilkan hidrogen yang memiliki kemurnian yang tinggi. Tetapi, dalam proses elektrolisis dibutuhkan energi listrik yang sangat besar yang berasal dari bahan bakar fosil, sehingga juga dianggap belum efisien. Cara ini bisa lebih efisien apabila dalam prosesnya menggunakan listrik yang berasal dari energi terbarukan.

2 H2O → 2 H2 + O2 (3) Pada metode gasifikasi, biomassa dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk menghasilkan gas hidrogen. Biomassa kayu-kayuan dan limbah pertanian dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi sehingga menghasilkan gas hidrogen dan gas-gas lainnya. Hal ini juga masih belum efisien karena membutuhkan banyak

energi untuk pemanasan akan tetapi menjadi efisien apabila biomassa juga dimanfaatkan untuk menghasilkan panas (Bossel 2006, www.need.org 2011).

Produksi hidrogen secara biologis dapat menjadi alternatif yang digunakan dalam memproduksi gas hidrogen. Dengan memanfaatkan biomassa, produksi hidrogen secara biologis termasuk ke dalam sumber energi terbarukan. Dengan dukungan banyak penelitian dan pengembangan, produksi gas hidrogen melalui proses biologi telah berhasil menyita perhatian beberapa tahun terakhir ini (Kapdan & Kargi 2006).

Produksi Hidrogen Secara Biologi

Ada beberapa mikroorganisme yang dapat menghasilkan gas hidrogen sebagai produk samping pada proses pertumbuhannya dengan menggunakan sumber yang dapat terbarukan seperti air, biomassa dan cahaya matahari. Beberapa mikroorganisme yang dapat menghasilkan hidrogen, antara lain sianobakteria, bakteri anaerob dan bakteri fotosintetik (Miyake 1998, Koku et al. 2002, Chen et al. 2006). Semua proses yang melibatkan produksi hidrogen tidak lepas dengan adanya pengaruh enzim yang berperan mengkatalisis diproduksinya gas hidrogen (Hallenbeck & Benemann 2002).

Sianobakteria memecah air menjadi hidrogen dan oksigen melalui proses fotosintesis (fotolisis). Mikroorganisme ini bersifat fotoautotrof dan tidak memerlukan bahan organik sebagai substrat untuk menghasilkan hidrogen. Mikroorganisme ini menangkap energi dari cahaya matahari yang memecah air menjadi oksigen dan melepas elektron(persamaan 4). Elektron yang dihasilkan mereduksi feredoxin lalu bergerak ke enzim hidrogenase yang mengubah proton H+ menjadi H2. Keuntungan dari proses ini adalah dapat mengubah air menjadi hidrogen secara langsung. Tetapi, diproduksinya oksigen sebagai hasil samping proses fotosintesis dapat menghambat kerja dari enzim nitrogenase dan hidrogenase (Das & Veziroglu 2008, Hallenbeck et al. 2009).

2 H2O + energi cahaya → O2 + 2 H2 (4) Bakteri anaerob secara heterotrof melalui fermentasi gelap menghasilkan molekul hidrogen dengan memanfaatkan bahan organik sebagai substrat. Bakteri anaerob mengubah glukosa sebagai substrat organik menjadi senyawa organik

9

yang lebih kecil melalui proses glikolisis. Enzim yang terlibat dalam produksi hidrogen pada bakteri anaerob adalah enzim hidrogenase. Keuntungan dari proses ini adalah banyak sumber bahan organik yang dapat digunakan sebagai substrat. Fermentasi juga dapat berlangsung terus karena tidak membutuhkan cahaya dan juga dapat menghasilkan beberapa produk samping berharga seperti asam butirat, asam asetat dan asam laktat (Chen et al. 2006, Kapdan & Kargi 2006, Kotay & Das 2008). Akan tetapi, hasil produksi gas hidrogen hanya sedikit, rasio konversi substrat ke produk kecil (Miyake 1998, Hallenbeck et al. 2009).

C6H12O6 (glukosa) + 2H2O → 2CH3COOH (asam asetat) + 2CO2 + 4H2 (5) C6H12O6 (glukosa) + 2H2O → CH3COCH3 (aseton) + 3CO2 + 4H2 (6) C6H12O6 (glukosa) → CH3CH2CH2COOH (asam butirat) + 2CO2 + 2H2 (7) C6H12O6 (glukosa) → 2CH3CH2OH (etanol) + 2CO2 (8) C6H12O6 (glukosa) → 2CH3CHOHCOOH (asam laktat) (9) Bakteri ungu sulfur dan bakteri ungu non sulfur (PNS) adalah bakteri fotosintetik yang tidak menghasilkan oksigen pada proses fotosintesisnya, tetapi menghasilkan hidrogen sebagai produk samping dengan bantuan cahaya. Produksi hidrogen pada bakteri fotosintetik ini dikatalisis dengan adanya aktivitas enzim nitrogenase dan hidrogenase. Meskipun enzim hidrogenase juga aktif untuk memproduksi hidrogen, akan tetapi enzim ini juga berperan merombak kembali hidrogen yang telah diproduksi (Miyamoto 1997, Koku et al. 2002). Bakteri fotosintetik diketahui dapat menghasilkan gas hidrogen lebih banyak dibandingkan bakteri anaerob secara stoikiometri dengan menggunakan glukosa sebagai substrat (Miyake 1998). Bakteri fotosintetik memiliki kemampuan tinggi dalam mengkonversi substrat secara efisien dan dapat menggunakan bermacam-macam susbtrat untuk produksi hidrogen (Akkerman et al. 2002, Koku et al. 2002, Das & Veziroglu 2008). Hal ini menjadikan bakteri fotosintetik lebih efisien untuk memproduksi gas hidrogen.

Bakteri Fotosintetik

Bakteri ungu non belerang (purple non sulphur, PNS) adalah organisme bakteri gram negatif. Selnya berbentuk bulat telur hingga bentuk batang serta ada yang motil dan nonmotil. Mereka dapat tumbuh dengan beberapa mode

pertumbuhan metabolisme seperti pertumbuhan fotoheterotrof, fotoautotrof dan pertumbuhan kemoheterotrof. Mode pertumbuhan dari bakteri ini dapat beralih dari satu mode ke mode yang lain tergantung pada ketersediaan sumber karbon (C) dan intensitas cahaya. Jika media mengandung CO2 sebagai sumber C, bakteri ini akan tumbuh secara autotrof. Jika sumber C adalah asam organik, bakteri ini akan tumbuh secara heterotrof. Ketersediaan sumber cahaya diperlukan untuk mode pertumbuhan secara fototrof (Basak & Das 2007).

Gambar 2 Foto bakteri R. marinum.

Bakteri PNS hanya memiliki fotosistem tunggal yang ada di dalam membran intraseluler. Fotosistem ini tidak memiliki daya yang cukup untuk memisahkan air. Karena kurangnya fotosistem II mereka dapat melakukan fotosintesis anoksigenik. Pertumbuhan fotoheterotrof adalah mode yang disukai untuk produksi hidrogen secara biologis. Mereka dapat hidup baik dalam kondisi gelap ataupun terang. Pertumbuhan ini dapat terjadi pada kisaran pH 6-8,5 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 30 hingga 35°C (Hiraishi et al. 1995). Istilah "non-sulfur" digunakan karena bakteri ini dianggap tidak menggunakan hidrogen sulfida sebagai donor elektron saat tumbuh secara fotoautotrof. Namun, tidak seperti bakteri sulfur bakteri ini dapat menggunakan sulfida sebagai donor elektron tetapi tidak pada konsentrasi sulfida yang tinggi (Brock et al. 2003). Bakteri PNS berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan dan berwarna coklat gelap ketika tumbuh dalam keadaan anaerobik namun berubah menjadi merah

11

dengan adanya oksigen (Basak & Das 2007). Rhodobium marinum adalah bakteri gram negatif PNS dan termasuk bagian dari α Protobacteria. Taksonomi R.

marinum ditunjukkan sebagai berikut

dunia : Bacteria filum : Proteobacteria kelas : Alpha Proteobacteria ordo : Rhizobiales

famili : Rhodobiaceae genus : Rhodobium

species : Rhodobium marinum

Rhodobium marinum merupakan salah satu bakteri fotosintetik yang dapat

memproduksi hidrogen (Ike et al. 1999, Kawaguchi et al. 2002). Selnya berbentuk batang, gram negatif, bergerak, memproduksi warna pink sampai merah dan dapat melakukan reproduksi melalui kuncup (Gambar 2). Bakteri ini bersifat fotoheterotrof fakultatif anaerob dan berhasil diisolasi oleh Hiraishi pada tahun 1995.

C2H4O2 (asam asetat) + 2H2O → 2CO2 + 4H2 (10) C3H6O3 (asam laktat) + 3H2O → 3CO2 + 6H2 (11) C4H6O5 (asam malat) + 3H2O → 4CO2 + 6H2 (12) C6H12O6 (glukosa) + 6H2O → 6CO2 + 12H2 (13)

Pada proses produksi hidrogen secara fotofermentasi, bakteri PNS ini menggunakan asam-asam organik rantai pendek sebagai donor elektron dan bantuan cahaya matahari dalam pembentukan energi (ATP). Bakteri fotosintetik ini juga dapat mendegradasi senyawa-senyawa organik melalui proses fermentasi gelap lalu memanfaatkan ATP dan senyawa hasil fermentasi (metabolit) sebagai energi dan donor elektron dalam proses produksi hidrogen (persamaan 10 – 12, Gambar 3 dan 4). Proses biokimia yang terjadi pada bakteri PNS ini dikatalisasi oleh enzim nitrogenase dan hidrogenase (Akkerman et al. 2002, Koku et al. 2002, Basak & Das 2007).

Gambar 3 Proses terjadinya glikolisis dan terbentuknya asam organik melalui jalur Krebs (Koku et al. 2002).

Glukosa Fruktosa Jalur Entner-Daudoroff Jalur Embden-Meyerhoff Anaerobik + Cahaya Siklus Krebs Asetat Butirat Suksinat Sitrat sitrat Oksaloasetat Oksoglutarat Gliserol Glukonat Piruvat Piruvat Asetil KoA Laktat Gelap + O2 Siklus Calvin Membran Sitoplasma

13

Gambar 4 Proses terbentuknya hidrogen (Koku et al. 2002).

Nitrogenase

Nitrogenase merupakan kompleks enzim yang bertanggung jawab pada proses fiksasi nitrogen. Ketika molekul nitrogen tersedia, enzim nitrogenase bertanggung jawab untuk mengubah nitrogen menjadi amonia. Berikut adalah reaksi fiksasi dari nitrogen

N2 + +8 H+ + 8 e- + 16ATP → 2NH3 + H2 + + 16ADP + 16Pi (14) Kompleks nitrogenase terdiri dari dua komponen yaitu dinitrogenase reduktase (protein Fe) dan dinitrogenase (protein MoFe). Subunit dari nitrogenase dikodekan oleh operon nifHDK. Komponen reduktase dari nitrogenase memiliki dua subunit yang dikodekan oleh gen nifH dan subunit dinitrogenase dikodekan oleh nifD dan gen nifK. nifA adalah aktivator transkripsi dari operon nifHDK (Henson et al. 2004, Kars et al. 2006, Zhu & Li 2010).

Pada kondisi anaerob dan tidak adanya nitrogen, enzim nitrogenase cenderung mengkatalisis reaksi pembentukan hidrogen dengan persamaan reaksi seperti berikut (Koku et al. 2002)

2H+ + 2e-→ H2 + 4ATP + + 4ADP + 4Pi (15)

Membran fotosintetik Hidrogenase Biosintesis dan produk pertumbuhan Siklus Asam Sitrat elektron elektron Energi cahaya Membran luar Substrat

Enzim nitrogenase akan mereduksi proton H+ menjadi gas hidrogen dengan bantuan energi dalam bentuk ATP dan elektron yang diperoleh dari feredoksin yang teroksidasi, dapat dilihat pada Gambar 5. Reaksi tersebut berlangsung dalam keadaan anaerob karena adanya oksigen dapat menurunkan aktivitas enzim nitrogenase (Asada & Miyake 1999, Koku et al. 2002, Kapdan & Kargi 2006, Hallenbeck et al. 2009). Dalam studi yang dilakukan Akkose et al. (2009) diketahui bahwa hidrogen diproduksi di bawah kondisi anaerobik adalah 3 kali lebih tinggi daripada dalam kondisi aerobik. Ketiadaan nitrogen juga membantu nitrogenase mereduksi proton menjadi gas hidrogen. Apabila terdapat cukup nitrogen, nitrogenase lebih cenderung untuk mereduksi nitrogen menjadi amonia (Chen et al. 2006). Selain itu, dalam proses pembentukan gas hidrogen, kerja enzim nitrogenase juga dapat dihambat dengan kadar amonia dan amonium berlebih serta rasio perbandingan nitrogen dan karbon (N/C) yang tinggi (Koku et

al. 2002, Kapdan & Kargi 2006).

Gambar 5 Proses terbentuknya hidrogen di dalam sel (Akkerman et al. 2002).

Asam organik Rendah H+

Tinggi H+ membran

15

Hidrogenase

Hidrogenase merupakan enzim yang mengkatalisis oksidasi reversibel dari H2 menjadi proton seperti persamaan 16

H2 ↔ 2H + + 2e- (16)

Beberapa mikroorganisme menggunakan enzim ini dengan tujuan yang berbeda-beda. Banyak bakteri dan arkea dapat menggunakan hidrogen sebagai sumber elektronnya karena bantuan hidrogenase. Beberapa bakteri fermentatif dan alga hijau menggunakan hidrogenase dengan fungsi yang berlawanan, yaitu melepas kelebihan kekuatan reduksi dengan mereduksi proton menjadi hidrogen dan bakteri pemfiksasi nitrogen menggunakan hidrogenase untuk menangkap kembali hidrogen yang telah diproduksi oleh nitrogenase (Miyake 1998, Hallenbeck et al. 2009).

Pada mikroorganisme tertentu seperti pada bakteri fotosintetik, kehadiran enzim hidrogenase dapat mengurangi hasil keseluruhan produksi hidrogen karena mengkonsumsi sebagian hidrogen yang telah diproduksi. Untuk mengatasi masalah ini, enzim hidrogenase dapat dinonaktifkan atau dihapus. Kars et al. (2008) mengembangkan strain mutan hup¯ Rb. sphaeroides OU001 untuk meningkatkan kapasitas produksi hidrogen dari sel dengan tidak mengaktifkan enzim hidrogenase akibat mutagenesis situs terarah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hidrogen yang dihasilkan dengan strain mutan-hup adalah 20% lebih tinggi dibandingkan dengan galur liarnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Hidrogen

Selain penggunaan substrat, banyak penelitian dilakukan mengenai optimasi hasil produksi terhadap media dan lingkungan dengan tujuan agar dapat meningkatkan produksi hidrogen. Seperti yang dilakukan oleh Habibi et al. (2010) yang menyatakan adanya pengaruh lingkungan yaitu nilai pH, intensitas cahaya, suhu dan kecepatan penggoyangan terhadap produksi hidrogen melalui proses fotofermentasi. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pH 7 merupakan pH optimum untuk produksi gas hidrogen. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Devi et al. (2010), yaitu dengan mengalirkan gas CO2 selama beberapa waktu sebagai bahan tambahan ke dalam media produksi dan membuktikan bahwa ada

selang waktu optimum pemberian CO2 dalam produksi hidrogen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsorsium bakteri anaerob dan menggunakan glukosa sebagai substrat. Selain itu, ada penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2009) yang menyatakan adanya pengaruh ion Fe2+ terhadap produksi hidrogen melalui proses fotofermentasi menggunakan asetat sebagai substrat dan

Rhodopseudomonas faecalis RLD-53 sebagai mikroba penghasil hidrogen.

Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kerja enzim nitrogenase. Oleh karena itu, dari informasi di atas, diketahui bahwa baik yang ada di dalam media (internal) maupun di luar media (eksternal) dapat mempengaruhi tingkat produksi hidrogen.

Pengaruh jumlah substrat terhadap produksi hidrogen

Produksi hidrogen secara optimal oleh bakteri fotosintetik, sangat menarik secara ekonomi. Akan tetapi tetap harus mempertimbangkan beberapa parameter, seperti efisiensi dan hasil produksi terhadap jumlah sumber karbon.

Antonopoulou et al. (2011) telah melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi substrat pada produksi hidrogen secara fermentasi dari ekstrak sorgum manis di dalam tangki bioreaktor yang diaduk secara kontinu. Konsentrasi karbohidrat yang diuji berkisar 9,89-20,99 g/l, setara glukosa. Produksi hidrogen tertinggi diperoleh pada konsentrasi 17,50 g karbohidrat/l dan 2,93 l H2/l reaktor/hari dan 0,74 mol H2/mol glukosa yang dikonsumsi, atau sekitar 8,81 l H2/kg sorgum manis. Percobaan tersebut menunjukkan bahwa produksi gas hidrogen tergantung pada konsentrasi karbohidrat awal.

Pengaruh Jumlah ion besi (Fe) dan molibdenum (Mo) terhadap produksi hidrogen

Proses produksi hidrogen secara fotofermentasi juga melibatkan proses enzimatik, maka jumlah ion logam yang dapat mempengaruhi kerja enzim nitrogenase juga dapat mempengaruhi produksi hidrogen. Ada beberapa studi dimana pengaruh jumlah Fe dan Mo pada proses produksi hidrogen secara fotofermentasi oleh bakteri PNS telah diteliti.

Kars et al. (2006) menumbuhkan Rhodobacter sphaeroides OU001 pada media dengan konsentrasi yang berbeda dari molibdenum dan besi untuk

17

mempelajari tingkat ekspresi nifD dan nifK, gen yang mengkode subunit besar dinitrogenase dan hupS, gen yang mengkode subunit kecil enzim hidrogenase. Produksi hidrogen di bawah kondisi yang sama dievaluasi. Dari peningkatan konsentrasi produksi hidrogen dengan rangsangan penambahan besi dan molibdenum diperoleh akumulasi hidrogen total tertinggi yang dicapai pada konsentrasi natrium molibdat 16,5 µmol/l (0,84 l H2/l kultur selama 168 jam) dan penambahan besi sitrat 0.1 mM (1,14 l H2/l kultur selama 240 jam) pada media.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Eroglu et al. (2011), produksi hidrogen secara fotofermentasi dengan media produksi limbah cair dari pabrik zaitun oleh

Rhodobacter sphaeroides OU001 diteliti terhadap pengaruh penambahan besi dan

molibdenum. Penambahan kadar Mo sebesar 16,5 µmol/l sedikit meningkatkan total volume produksi gas H2 (62 ml H2), dibandingkan dengan kontrol (40 ml H2). Pada penambahan kadar Fe sebanyak 0,1 mM menunjukkan peningkatan yang signifikan pada produksi H2 (125 ml H2), akan tetapi waktu yang dibutuhkan pada awal produksi lebih lama (24 jam), dibandingkan dengan kontrol (15 jam) dan yang ditambahkan Mo (15 jam).

Pengaruh Jumlah NaHCO3 terhadap produksi hidrogen

Keadaan anaerob sangat dibutuhkan di dalam produksi hidrogen secara fotofermentasi oleh bakteri PNS karena kerja enzim nitrogenase sebagai katalis pada produksi hidrogen dihambat oleh keberadaan oksigen. Oleh karena itu, penghilangan oksigen dari dalam media dibutuhkan untuk menciptakan keadaan anaerob.

Devi et al. (2010) menyajikan sebuah pendekatan untuk meningkatkan fermentasi produksi H2 dengan memperbaiki sistem penyangga melalui pemanfaatan CO2. Hasil penelitian menyebutkan dengan mengalirkan gas CO2 memberikan dampak positif pada proses produksi hidrogen. Beberapa variasi pemberian gas CO2 yaitu selama 30, 60 dan 120 detik dievaluasi pada produksi H2. Berdasarkan waktu pengaliran gas, diperoleh waktu optimal selama 60 detik.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2012 di laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong, Bogor.

Cara Kerja Kultivasi Sel

R. marinum yang diperoleh dari NBRC (NITE Biological Resource Center)

dengan nomor koleksi 100434, ditumbuhkan pada media tumbuh (MT) yang mengandung (dalam g/l) disodium suksinat (Merck) 2,7, ekstrak khamir (Wako) 1, ammonium sulfat (Merck) 1,35 dalam 1 l basal medium yang telah dimodifikasi. Basal medium dalam mg/l: 750 K2HPO4, 850 KH2PO4, 2 EDTA.2Na, 2,8 H3BO3, 0,75 Na2MoO4.2H2O, 0,24 ZnSO4.7H2O, 2,1 MnCl2, 0,04 Cu(NO3)2.3H2O, 10 FeSO4.7H2O, 0,75 CaCl2.2H2O, 200 MgSO4.7H2O. Pada pembuatan MT sebelum dilakukan sterilisasi, media terlebih dahulu dialiri oleh gas nitrogen (teknis) selama 30 menit yang fungsinya untuk membuat keadaan di dalam botol (Schott) menjadi anaerob dengan mengusir oksigen dari dalam media. pH media kemudian disesuaikan pada pH awal 6.8-7 dengan menggunakan larutan NaOH (Merck) 0,1 N dan HCl (Merck) 0,1 N. Setelah dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf (Tomy), stok kultur dari R. marinum kemudian ditambahkan ke dalam MT sebanyak sepersepuluh bagian (volume/volume) dan dikultivasi di atas shaker (Certomat) dengan kecepatan 120 rpm yang disertai lampu TL (tubular lamp, Philips) 4 x 15 watt dalam suhu kamar. Kultur sel akan dipanen setelah mencapai OD ± 1 atau lebih dengan ditandai semakin memerahnya warna kultur bakteri (± 2 minggu).

Preparasi Limbah

Limbah cair yang diperoleh dari industri kecap, susu dan tahu sebelum digunakan sebagai media produksi (MP) terlebih dahulu dipreparasi dengan

20

disentrifugasi, dinetralisasi dan disterilisasi. Tiap-tiap limbah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tahapan preparasi disesuaikan dengan keadaan limbah.

Karakterisasi Limbah

Limbah cair yang diperoleh dari industri kecap, tahu dan susu dipreparasi dan diukur kandungan gula total, asam organik, kadar N total, protein serta data pendukung seperti kandungan besi dan molibdenum. Kadar N total, kandungan besi dan molibdenum diuji di lab PT. Saraswanti Indo Genetech.

Persiapan Bioreaktor

Gambar 6 Sistem fotobioreaktor percobaan. Keterangan gambar: 1. botol reaktor, 2. lampu TL, 3. selang silikon (1 meter), 4. tabung penjebak gas, 5. wadah larutan asam sulfat 5 N, 6. shaker, 7. alat penyangga. Bioreaktor yang digunakan adalah berupa botol serum dengan volume 125 ml. Botol bioreaktor ditempatkan di atas mesin shaker (penggoyang) dengan kemiringan 45° dan disinari cahaya lampu TL dengan intensitas 4x15 watt dalam suhu kamar. Botol reaktor dihubungkan ke wadah penjebak atau penampung gas dengan selang silikon elastis sepanjang 1 meter. Wadah penampung gas adalah berupa silinder kaca yang ke dalamnya dimasukkan air asam (H2SO4 5 N) agar gas yang dihasilkan dapat tertahan akan tetapi tidak bereaksi dengan air larutan penjebak.

Fotofermentasi

Kultur sel pada MT dibuat menjadi stok dengan menambahkan seperdelapan bagian dari volume MP. OD (optical density) dari stok diperiksa untuk mengetahui berapa ml stok dari kultur yang dibutuhkan untuk mencapai OD 0,1-0,2 pada volume MP. Dengan metode ini diharapkan OD pada kultur awal pada masing-masing ulangan bisa seragam. Kultur sel yang bertindak sebagai agen

Dokumen terkait