• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Topografi Selatan Selat Makassar

Dewakang Sill berada di bagian kanal timur Selatan Selat Makassar merupakan ambang (sill) yang menjadi pembendung dan jebakan pergerakan massa air di lapisan dalam sepanjang Jalur Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Bentuk kontur dasar sepanjang titik Stasiun pengambilan data yaitu menunjukkan kontur yang relatif datar dan lebih dangkal di sepanjang Laut Jawa. Penampang melintang kontur dasar topografi pada Gambar 6 dalam hitungan mil atau sekitar 1.852 km. Profil vertikal salinitas dan suhu ditemui pada Stasiun 4 dengan kanal yang dangkal (Lampiran 2), kanal ini merupakan jalur Arlindo menuju Selat Lombok dan Laut Flores. Stasiun 3 berada di punggung gunung dengan slope

yang dangkal dan sempit, sedangkan Stasiun 1 memiliki kedalamaan slope hingga 1.000 m, lebih dalam dari slope di Stasiun 4 dengan kedalaman sekitar 600 m. Pada Stasiun 2 pada kedalaman 908 m, berada disisi Selatan Dewakang Sill

seperti pada Cross-section Gambar 4. Secara melintang dari Stasiun pengamatan di Selatan Selat Makassar memotong dua kanal, yaitu kanal pada sisi barat (Stasiun 4) dan kanal disisi timur (Stasiun 2).

Gambar 6. Bentuk kontur topografi dasar sepanjang perairan Selatan Selat Makassar (satelit USGS, etopo 2)

Stasiun 2 yang berada di Selatan Dewakang Sill yang melintang pada kanal timur dengan kedalaman 908 m, memberi kontribusi nyata terhadap pembatasan penyebaran dan keberadaannya menjadi penciri karakteristik massa

air pada kedalaman kolom/palung yang berbeda. Kontur topografi dasar laut Indonesia sebagai lintasan arus dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia akan terjebak dalam kolom cekungan dasar perairan sepanjang aliran. Kondisi arus menurut Talley dan Sprintall (2005) menjelaskan bahwa arus dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui laut Indonesia adalah kompleks, dengan setiap ambang menyediakan lokasi pencampuran untuk membentuk karakteristik ITF dengan salinitas rendah. Karakteristik massa air Selat Makassar merupakan jalur transpor utama bagian barat yang membawa 80% massa air dari Samudera Pasifik, mengalami modifikasi fluks percampuran dan daya apung pasang surut yang diinduksi interaksi permukaan laut dan tekanan atmosfer yang menciptakan relatifitas isohalin di lapisan termoklin (Gordon et al. 2008).

Proses pertukaran dan perbaharuan massa air khususnya di wilayah Dewakang Sill dengan kedalaman sill yang terisolasi sangat ditentukan oleh tingkat percampuran diapycnal. Pelapisan aliran massa air di wilayah tersebut sangat ditentukan oleh kontur dari sill dan proses percampuran sebagai akibat dari proses turbulen oleh shear arus dan proses transpor serta pengaruh aktivitas gelombang internal. Kondisi Selatan Selat Makassar dibandingkan dengan Laut Baltik (Bendtsen et al. 2007) menunjukkan intensitas percampuran dipengaruhi oleh luasnya kanal yang memungkinkan suplai air ke lapisan dalam cukup besar dan menurut Lozovatsky et al.(2008) menjelaskan bahwa aktivitas pasang surut yang mendominasi proses turbulensi dan percampuran secara spasial dan temporal yang menyebabkan adanya adveksi dan konveksi panas dari siklus pasut dan interaksinya dengan kontur dasar dan berpengaruh pada kecepatan disipasi dan

shear arus. Selanjutnya ditambahkan oleh Gordon et al.,(2003a) dalam

Profil Pelapisan Massa Air

Hendrik et al.,(2009) mengatakan bahwa Dewakang Sill memiliki karakteristik arus seperti dengan karakteristik arus dari Selat Makassar sekitar dengan volume teranspor adalah 10 Sv, terlihat dominan pada lapisan termoklin (150 - 200 m).

Sebaran Melintang Suhu

Profil sebaran melintang suhu perairan Selatan Selat Makassar termasuk Dewakang Sill berdasarkan kedalaman dari lima Stasiun ditunjukkaan pada

Gambar 7. Sebaran suhu secara melintang memiliki karakteristik pelapisan massa air secara umum sesuai kedalaman, tetapi ada perbedaan ketebalan lapisan di setiap Stasiun akibat adanya pengaruh pasokan massa air pada titik pengamatan yang melewati celah sill dan slope yang berbeda. Sesuai dengan profil melintang suhu menunjukkan adanya perubahan pola pelapisan suhu terhadap kedalaman secara umum. Pola pelapisan secara vertikal menunjukkan adanya fluktuasi gradien suhu seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada lapisan dalam di kedua sisi utara dan selatan sill yang dangkal tidak terbentuk stratifikasi dengan pemekatan yang tinggi, namun dengan meningkatnya kedalaman menunjukkan degradasi suhu yang rendah pada kedalaman 700 m - 1000 m.

Gambar 7. Profil suhu perairan Dewakang Sill secara melintang berdasarkan data CTD

Secara umum lapisan yang terbentuk dari profil suhu lautan pada Gambar 7, menunjukkan adanya tiga lapisan utama, yaitu lapisan tercampur permukaan (mixed surface layer), lapisan termoklin (thermocline layer), dan lapisan dalam (deep layer). Lapisan tercampur permukaan (mixed surface layer) merupakan lapisan homogen dengan kisaran nilai bahang yang relatif sama. Lapisan homogen dari profil melintang suhu sepanjang Stasiun di perairan Selatan Selat Makassar dengan ketebalan lapisan relatif sedikit berbeda antara Stasiun. Ketebalan lapisan tercampur permukaan dari Stasiun 1 - 5 ditemukan pada kedalaman pengukuran CTD, antara 50 m - 130 m dengan nilai kisaran suhu antara 21o - 28 oC dengan fluktuasi gradien suhu antara 0.01 oC - 0.02 oC, sedangkan pada Stasiun 5 dengan kedalaman pengukuran CTD sampai kedalaman 2 - 50 m menunjukkan lapisan

suhu homogen dengan nilai 28 oC, hal ini disebabkan lokasi Stasiun 5 berada pada perairan dangkal di Laut Jawa.

Lapisan termoklin merupakan lapisan pembatas antara lapisan permukaan tercampur dan lapisan dalam, ditandai adanya drastisitas penurunan suhu terhadap kedalaman. Profil ketebalan lapisan termoklin bervariasi terhadap kedalaman secara melintang sepanjang antar masing-masing Stasiun pengamatan. Variasi lapisan termoklin hanya ditemukan di antara Stasiun 1 - 4, pada kisaran kedalaman antara 114 m - 163 m, dengan variasi ketebalan lapisan mulai dari 4 m - 21 m, sedangkan Stasiun 5, tidak ditemukan karena interval kedalaman perairan dangkal. Meskipun ada variasi ketebalan lapisan terbentuk di antara lapisan tercampur dan lapisan dalam, tetapi interval lapisan sangat tipis ditemukan pada kisaran 20 oC di masing-masing kedalaman antar Stasiun (1 - 4) dengan ketebalan umum sekitar 49 m. Stasiun 1, ditemukan lapisan termoklin pada kedalaman 156 m - 163 m dengan ketebalan lapisan sekitar 7 m. Pada Stasiun 2, ditemukan pada kedalaman 129 m - 132 m dengan ketebalan lapisan 4 m. Pada Stasiun 3, ditemukan pada kedalaman 114 m - 135 m dengan ketebalan lapisan 21 m, selanjutnya, Stasiun 4 ditemukan pada kedalaman 131 m - 139 m dengan ketebalan lapisan 9 m. Variasi suhu tinggi di lapisan termoklin masih terlihat sampai di lapisan bawah menyerupai kondisi termoklin Selat Makassar, kecepatan sekitar 50% lebih besar dari lapisan permukaan, dan sekitar dua sampai tiga kali kecepatan di lapisan termoklin celah Laut Leste (Gordon et al. 2010).

Lapisan dalam (deep layer) merupakan lapisan ketiga dari lapisan dalam lautan secara umum dengan karakteristik suhu yang relatif homogen dan mengalami penurunan sangat lambat. Penurunan suhu pada kisaran kedalaman pengukuran CTD terlihat variasi relatif homogen di kedalaman 200 m hingga batas terdalam pengukuran sekitar 1000 m. Lapisan termoklin terbawah merupakan batasan lapisan dalam dengan suhu homogen yang berkisar antara 4

o

C - 12.50 oC. Profil lapisan dalam perairan terdapat pada kedalaman Stasiun 1 sampai Stasiun 4, dengan kedalaman lapisan dalam (deep layer) ditemukan pada Stasiun 1 (1001 m) dan 2 (900 m) yang dapat mewakili karakteristik lapisan dalam. Pada Stasiun 3 (521 m) dan 4 (604 m) mewakili lapisan dalam yang berada pada daerah slope, dengan nilai suhu terendah berkisar antara 6.77 oC - 7.55 oC.

Variabilitas suhu dan kecepatan degradasi suhu terhadap kedalaman perairan dengan tiga pola pelapisan utama pada perairan Selatan Selat Makassar, mengalami stratifikasi dengan gradien fluktuasi yang berbeda terhadap kedalaman. Kondisi ini relatif rendah dengan pengamatan yang ditemukan oleh Gordon at el., (2010) di Selat Makassar dengan profil suhu yang membagi lapisan kedalaman berdasarkan rata-rata besaran gradien suhu vertikal yang lebih spesifik ke dalam empat bagian (lapisan permukaan tercampur, termoklin, lapisan tengah dan lapisan dalam). Lapisan permukaan tercampur (0 m - 50m) memiliki rataan gradien suhu vertikal -0.31 oC/10 m, lapisan termoklin (50 m - 200 m) gradien suhu lebih besar dari -0,91 oC/10 m, kembali menurun di lapisan tengah (200 m - 500m) hanya -0.23 oC/10 m dan lebih rendah -0,05 o

Sebaran Melintang Salinitas

C/10 m di lapisan dalam (500 m -1200 m).

Profil sebaran melintang salinitas di perairan Dewakang Sill menunjukkan pola pelapisan massa air terhadap kedalaman. Seperti pada pola pelapisan massa air berdasarkan suhu terhadap kedalaman maka pada sebaran salinitas terhadap kedalaman terbentuk pelapisan massa air. Karakteristik pelapisan massa air dengan parameter salinitas dibagi ke dalam tiga lapisan utama, yaitu lapisan tercampur permukaan (mixed surface layer), lapisan haloklin (halocline layer), dan lapisan dalam (deep layer). Profil sebaran melintang salinitas seperti pada Gambar 8, menunjukkan pola pelapisan akibat adanya perbedaan karakteristik massa air, kondisi tersebut sebagai indikasi sumber massa air yang masuk dan sebagai penciri massa air pada perairan tersebut.

Lapisan homogen permukaan yang ditandai dengan bertambahnya kedalaman perairan yang ditemukan pada lapisan dalam homogen seperti pada profil melintang salinitas bervariasi dengan kisaran 34.3011 - 37.7230 psu dengan gradien salinitas 0.001- 0.002 psu/m, pada kedalaman 2 m - 162 m. Penyebaran massa air dengan nilai salinitas tinggi pada batas bawah lapisan permukaan tercampur dengan batas atas lapisan termoklin terlihat dari Stasiun 1 sampai Stasiun 4. Profil sebaran salinitas tertinggi sekitar 34.6755 m - 35.8922 psu pada Stasiun 1, 2, dan 3 mengalami fluktuasi dengan kisaran ketebalan berbeda dan mengalami penurunan salinitas pada Stasiun 4.

Lapisan tercampur permukaan (mixed surface layer) secara umum memiliki karakteristik dengan besaran salinitas lebih rendah dibandingkan lapisan haloklin dan lapisan dalam. Lapisan permukaan perairan Selatan Selat Makassar menunjukkan adanya dua lapisan massa air yang berbeda. Lapisan permukaan dengan kisaran salinitas 33.6501 - 34.0445 psu, dengan kondisi yang relatif homogen sampai dasar (50 m) di Stasiun 5. Salinitas ini merupakan karakteristik massa air Laut Jawa yang banyak mendapatkan intrusi massa air tawar. Selanjutnya mengalami pendangkalan pada Stasiun 4 dengan ketebalan lapisan sekitar 20 m, dengan kisaran salinitas 33.8123 - 34.0921 psu, di lapisan ini ditemukan adanya lekukan ke dalam antara batas lapisan isohalin atas (34.2053 psu) dengan lapisan isohalin bawah (34.3035 psu). Ketebalan lapisan menipis ditemukan pada Stasiun 3 dan 2, sekitar 10 m - 15 m, dengan kisaran salinitas 33.8801 - 34.0677 psu. Selanjutnya terlihat kembali penebalan lapisan hingga kedalaman sekitar 17 m dengan salinitas 33.8921 - 34.0921 psu pada Stasiun 1.

Gambar 8. Profil melintang salinitas perairan Dewakang Sill berdasarkan data CTD

Gradien salinitas relatif berfluktuasi pada lapisan haloklin sepanjang Stasiun terhadap kedalaman antara 99 m - 201 m, (Stasiun 1 - 4) dengan kisaran salinitas antara 34.5047 - 34.5802 psu dengan gradien salinitas 0.002 psu. Variasi salinitas pada lapisan haloklin memiliki ketebalan berbeda pada tiap Stasiun. Pada Stasiun 1 lapisan haloklin terletak di kedalaman 188 - 231 m dengan kisaran salinitas 34.5023 - 34.5906 psu, pada Stasiun 2 lapisan haloklin terletak di kedalaman 169 m - 265 m dengan kisaran salinitas 34.5035 - 34.5195 psu, pada Stasiun 3 lapisan haloklin terletak di kedalaman 163 m - 205 m dengan kisaran

salinitas 34.5015 - 34.5981 psu, sedangkan pada Stasiun 4 lapisan haloklin terletak di kedalaman 163 m - 195 m dengan kisaran salinitas 34.5052 - 34.5924 psu.

Lapisan dalam (deep layer) relatif homogen terhadap kedalaman dengan karakteristik relatif sama dengan lapisan haloklin (34.5022 - 34.5890 psu). Peningkatan salinitas pada lapisan dengan gradien densitas yang rendah (0.01 - 0.03 psu/m) sehingga tidak terlihat fluktuasi lapisan. Laju penurunan densitas terhadap tekanan yang relatif sedang jika dibanding dengan nilai hasil pemodelan suhu dan salinitas permukaan di Pasifik-Khatulistiwa oleh Friedrich et al. (2011) yang menemukan gradien 0.3 - 0.5 psu/m sebagai konsekuensi dari proses

upwelling. Nilai salinitas pada lapisan dalam mengalami perubahan yang sangat kecil dan menjadi lebih stabil seiring bertambahnya kedalaman. Peningkatan salinitas sepanjang Stasiun 4 sampai 2 relatif sama, hanya pada Stasiun 1 mengalami peningkatan salintas mencapai 34.5809 psu hingga kedalaman 1001 m pada kedalaman pengukuran CTD. Kedalaman perairan berperan dalam menentukan terbentuknya lapisan dalam, selain interaksi dari arus dengan topografi dasar lautan. Kontur dasar suatu perairan berkontribusi besar terhadap karakterisasi massa air (salinitas dan suhu kedalaman), di antaranya berkontribusi menciptakan aktifitas interal wave, upwelling dan downwelling massa air, juga terjadinya turbulensi.

Profil sebaran menegak suhu dan salinitas perairan Selatan Selat Makassar menunjukkan profil berbeda terhadap kedalaman. Suhu menegak menunjukkan grafik dengan nilai maksimum di lapisan permukaan dan mengalami fluktuasi pada lapisan termoklin, selanjutnya mengalami penurunan secara drastis dan relatif homogen pada lapisan dalam. Berbeda dengan grafik salinitas menegak, menunjukkan salinitas rendah di lapisan permukaan dan mengalami fluktuasi peningkatan di lapisan haloklin, selanjutnya konsentrasi salinitas mengalami perubahan lambat dan relatif homogen di lapisan dalam.

Pembagian lapisan utama suatu kolom perairan berdasarkan diagram T-S dapat dilakukan penentuan langsung pada software ODV atau berdasarkan ketentuan yang tercantum pada tulisan Cisewski et al. (2005) bahwa lapisan permukaan tercampur berada pada kisaran antara (< 0,1oC) dan (< 0,02 kg m-3),

sedangkan lapisan termoklin berada pada kisaran antara (> 0,1oC) dan (> 0,02 kg m-3

Stratifikasi salinitas vertikal terhadap kedalaman terbentuk seperti grafik pada suhu, yang terbagi ke dalam tiga lapisan utama (permukaan, haloklin, dan lapisan dalam). Pola pelapisan menegak salinitas dengan kisaran ketebalan maksimal dan minimal sesuai kedalaman lapisan utama perairan. Grafik lapisan permukaan menunjukkan garis menegak dengan variasi relatif homogen, dimana kondisi ini dapat diwakili Stasiun 5 dengan garis relatif tegak lurus sampai kedalaman 50 m (salinitas 33.6543 - 34.0445 psu). Kondisi berbeda ditunjukkan pada Stasiun lain (Stasiun 1 - 4), akibat ada peningkatan secara drastis nilai salinitas terhadap kedalaman di lapisan permukaan. Variasi salinitas membentuk dua lapisan dengan ketebalan berbeda pada lapisan permukaan, lapisan atas permukaan memiliki ketebalan dangkal dibandingkan dengan lapisan dalam permukaan. Lapisan atas dan bawah permukaan terlihat berhimpit dengan batas lapisan isohalin atas (34.2565 psu) dan lapisan isohalin bawah (34.3335 psu). Lapisan termoklin berada di bawah lapisan permukaan yang ditandai dengan garis miring dengan degradasi salinitas menurun terhadap kedalaman (163 m - 265 m) dengan kisaran salinitas 34.5024 - 34.5903 psu. Selanjutnya lapisan dalam

). Variasi suhu permukaan tercampur relatif homogen sebagai akibat aktifitas pengadukan oleh tekanan atmosfer (angin), pasang surut, arus, pemaparan sinar matahari dan sumber massa air di perairan tersebut. Lapisan tercampur permukaaan mengalami peningkatan suhu dengan bertambahnya kedalaman dengan fluktuasi gradien berbeda, seperti ditunjukkan pada Stasiun 1 - 5, dengan ketebalan lapisan antara 50 m - 130 m. Lapisan termoklin relatif tipis sebagai pembatas lapisan atas pada Stasiun 1 - 4, tidak terpengruh intensitas pemanasan matahari ditemukan pada kedalaman 114 m – 163 m, dengan variasi ketebalan lapisan mulai dari 4 m hingga 21 m dan tidak ditemukan pada Stasiun 5, akibat perairan yang dangkal. Lapisan dalam menunjukkan variasi suhu mengalami penurunan sangat lambat sehingga relatif homogen dengan fluktuasi gradien yang rendah terhadap kedalaman, kondisi ini terlihat di sepanjang Stasiun 1 - 4 dengan kedalaman pengukuran CTD (160 m - 1001 m). Kondisi ini sebagai karakter Arlindo melalui jalur utara Selat Makassar dengan massa air lebih hangat, menyebabkan adanya penipisan lapisan termoklin.

kembali tegak lurus dengan variasi peningkatan salinitas sampai kedalaman batas terukur CTD sangat lambat/konstan, sehingga gradien densitas berkisar antara 0.001 - 0.002 psu/m.

Profil menegak salinitas berbanding terbalik dengan profil menegak suhu (Lampiran 2), terlihat adanya pergeseran nilai salinitas terhadap kedalaman dan gradien fluktuasi densitas mengalami peningkatan seiring bertambahnya kedalaman (tekanan). Suhu secara vertikal mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya kedalaman, sebagai akibat lemahnya penetrasi matahari terhadap kedalaman perairan. Salinitas permukaan yang relatif rendah pada Stasiun 5 sampai Stasiun 1 jika dibanding dengan lapisan temoklin diketahui adanya masukan massa air dari Laut Jawa dengan karakteristik salinitas yang relatif rendah. Salinitas dan densitas massa air sepanjang Stasiun pengamatan di Selatan Selat Makassar dan Dewakang Sill lebih tinggi jika dibandingkan dengan kisaran pada jalur/Selat keluar massa air ke Samudera Hindia di Selatan Jawa.

Kondisi salinitas dan suhu yang sangat tinggi di lapisan termoklin menyerupai dengan kondisi salinitas dan suhu di Selat Makassar dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi perairan Selat Ombai, Lombok, Dao, dan Timor yang lebih rendah, seperti yang didapatkan oleh Atmadipoera et al. (2009) melalui kajian data menggunakan model KL07 menunjukkan hasil bahwa lapisan permukaan hingga lapisan termoklin terlihat pengenceran salinitas di beberapa lokasi akibat adanya curah hujan berlebih dan run-off air tawar di Laut Jawa sedangkan di Ombai yang cukup salin masih ditemukan lapisan permukaan yang lebih tawar (salinitas rendah), hal ini disebabkan adanya pengaruh musiman. Kajian ini menemukan lapisan permukaan di Laut Jawa dan Ombai yang hangat dengan densitas σ฀ (20 - 22), dengan salinitas tinggi (34.4031 psu) sedangkan di

laut Timor lebih hangat (29 oC). Hal ini yang menyebabkan percampuran

diapycnal yang

Identifikasi Jenis Massa Air

kuat sepanjang muson.

Karakteristik massa air yang melewati perairan Selatan Selat Makassar dan Dewakang Sill sepanjang Stasiun pengamatan dapat diketahui melalui diagram TS seperti pada Gambar 9. Pada grafik yang didasarkan pada Stasiun pengamatan, dapat dilihat adanya tiga jenis massa air dengan kondisi nilai

salinitas dan densitas (σo) yang berbeda tetapi relatif rendah dan ditandai dengan

stratifikasi suhu yang tinggi berdasarkan lapisan.

Gambar 9. Diagram TS Selatan Selat Makassar berdasarkan titik pengamatan (a). Hasil pembesaran kotak hijau pada Gambar (b) massa air NPSW dan (c) massa air

NPIW

Tabel 3. Karakter aliran massa air Selatan Selat Makassar dan sekitarnya berdasarkan Stasiun pengamatan

Jenis Massa Air

Karakter Massa Air Tekanan (db) Temperatur Potensial (o Salinitas (psu) C) Densitas (sigma- theta) (kg m-3) Laut Jawa 1 – 98 25.01 - 28.36 33.317 - 33.913 21.43 - 22.67 NPTW 112 – 204 23.83 - 15.79 34.391 - 34.485 23.50 - 25.50 NPIW 242 – 479 12.40 - 8.77 34.454 - 34.495 26.45 - 27.09

Berdasarkan tabulasi karakteristik setiap massa air dapat dilihat pada Tabel 1, terlihat karateristik massa air dapat diketahui dengan melihat param salinitas, suhu, dan densitas (σo). Terdapat tiga jenis massa air yang melintasi

Stasiun pengamatan, diantaranya karakteristik massa air Laut Jawa (Java Sea Water - JSW), North Pacific Subtropical Water (NPSW), dan North Pacific

Intermediate Water (NPIW). Karakteristik massa air ditandai dengan salinitas (33.3174 - 33.9136 psu) dan densitas (σo) terendah (21.50 kg m-3) serta suhu yang

tinggi mencirikan massa air Laut Jawa dan merupakan karakteristik massa air pada lapisan tercampur sepanjang Stasiun pengamatan. Karaktristik massa air dengan densitas σo 24.50 kg m-3 dan salinitas (34.3931 - 34.4865 psu) yang

mencirikan lapisan termoklin ditandai sebagai karakteristik massa air North Pacific Subtropical Water (NPSW) melalui jalur Arlindo dari Pasifik Utara melewati Perairan Makassar. Pada Gambar 9b ditemukan profil berbeda (Stasiun 4) jika dibandingkan salinitas Stasiun lainnya pada kisaran salinitas 34.2828 - 34.5921 psu, kondisi tersebut diindikasikan akibat adanya aktivitas dari pasut internal sepanjang slope. Di lapisan termoklin bawah diindikasikan sebagai karakteristik massa air North Pasific Intermediate Water (NPIW) ditandai dengan σo 26.50 kg m-3 dan salinitas (34.4536 - 34.4954 psu). Salinitas massa air NPSW

mengalami penurunan konsentrasi daripada massa air NPIW yang tinggi, disebabkan oleh proses percampuran vertikal yang kuat pada lapisan dalam sepanjang jalur Arlindo menyebabkan adanya perubahan karakteristik massa air.

Arus Melintang Perairan Selatan Selat Makassar

Profil melintang kecepatan pergerakan arus dengan menggunakan data komponen vektor u dan v, seperti pada Gambar 10 dan 11. Profil ini menunjukkan nilai laju kecepatan arus sepanjang Stasiun (1 - 5) pada koordinat 114o BT - 119o BT. Secara keseluruhan arus di vektor u (Gambar 10) sesuai kedalaman lapisan bin (Tabel 1), terlihat sedang antara 2.5 x 10-3 - 5 x 10-3 m s-1. Pada jarak 0 - 250 km menunjukkan pergerakan arus tertinggi pada kedalaman 8 - 12 m dengan kecepatan arus berada pada kisaran 2.5 x 10-3 - 4 x 10-3 m s-1

Sinyal pergerakan arus melemah pada lintang 114

, selanjutnya ditemukan pada kedalaman bin antara 16 m - 18 m dengan kekuatan arus sama pada lapisan bin pemukaan. Profil warna ketebalan lapisan arus lebih tipis dibandingkan lapisan permukaan, kondisi ini menunjukkan adanya dua lapisan arus dengan nilai yang sama pada lapisan kedalaman berbeda dengan gradien yang berbeda.

o

BT - 115o BT dan 05o LS - 07o LS dengan kedalaman dangkal (18 m) mendekati antara 1.0 x 10-3 - 2.5 x

10-3 m s-1, selanjutnya pada lintang antara 115o BT - 117o BT menunjukkan peningkatan laju pergerakan arus dengan kedalaman berturut sampai kedalaman 206 m, dengan kisaran arus antara 2.8 x10-3 - 7.5 x 10-3 m s-1. Sinyal kembali mendekati 1.0 x 10-3 - 2.5 x 10-3 m s-1 dengan kedalaman rata-rata sampai 150 m, selanjutnya mengalami peningkatan sinyal sampai kedalaman antara 135 m - 150 m, dengan kekuatan arus pada nilai sama (2.8 x10-3 - 7.5 x 10-3 m s-1). Pergerakan arus pada komponen vektor u dengan nilai mendekati 0.1 x 103 s-1, terlihat sepanjang lintang (114o BT - 116o BT dan 05o LS - 07o LS ), ditemukan pada kedalaman antara 17 - 206 m batas lapisan interval bin dan sinyal-sinyal ini masih ditemukan pada lintang selanjutnya di kedalaman bin 40 - 50 (166 - 206 m). Kondisi ini menjelaskan perbedaan kekuatan pergerakan arus massa air pada kanal-kanal atau slope menjadi pembatas pergerakan arus ditiap lapisan kedalaman perairan. Sinyal-sinyal pergerakan arus yang lemah ini pada lapisan dalam sejalan dengan suhu yang rendah memiliki kesamaan pada Selatan ambang Laut Seram dan Maluku seperti yang ditemukan oleh Van Aken et al. (2009), menunjukkan volume transpor rata-rata adalah 2.5 Sv dengan penurunan suhu 3.2

o

C, dimana hasil ini merupakan sisa arus di atas ambang oleh pengaruh pasang surut diurnal yang intensif di lapisan dalam sill.

Gambar 10. Penampang melintang kecepatan arus komponen U (m s-1)

Variabilitas arus dari komponen u dan v di atas ambang (sill) secara horizontal pada Stasiun 1 hingga Stasiun 4, menunjukkan aliran yang kuat dan bervariasi berdasarkan kedalaman bin (8 m) di lapisan permukaan hingga lapisan dalam. Kondisi ini berbeda dengan kajian oleh Gordon et al., (2010) yang

membandingkan data Indronesian throughflow dari International Nusantara Stratification and Transport

Kuat dan rendahnya pergerakan arus pada komponen u dan v yang bergerak antara barat-timur dan utara-selatan yang dominan mengalir menuju Selatan laut Jawa dan laut Flores melewati ambang yang dangkal dari profil seperti pada Gambar 11, antara slope Dewakang Sill sampai kontur dasar Laut Jawa. Kondisi aliran permukaan yang dikontrol oleh angin lokal dan terhalang oleh kontur dasar yang dangkal menurut Gordon dan Susanto (1999) dalam

Potemra et al. (2003) yang menjelaskan pengaruh aktivitas aliran permukaan (INSTAN) dan Simple Ocean Data Assimilation

(SODA) di Selat Makassar, menemukan adanya variasi profil transportasi dari 7.4 - 12.5 Sv dengan rata-rata 10.4 Sv. Berdasarkan data SODA di lapisan permukaan yang terlihat aliran yang tinggi, namun di lapisan tengah dan lapisan dalam yang lebih padat justru melemah hanya sekitar 3.9 Sv dan 4.3 Sv, dan perhitungan data Arlindo ada perbedaan 0.3 Sv antara lapisan tengah dengan lapisan dalam dan lebih tinggi 0.9 Sv dari data INSTAN. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan tekanan di lapisan dalam.

Komponen vektor v secara melintang seperti profil pada Gambar 11, menunjukkan sinyal adanya pergerakan arus dominan berada pada kisaran 0 x 10-3 ± 0 x 103 m s-1 (114o BT - 119o BT). Pergerakan arus dominan ke arah barat laut sangat lemah, sebagai indikasi adanya tekanan dari pergerakan arus massa air laut Jawa menuju timur laut. Pada lintang antara 114o BT - 117o BT (0 - 24 x 103 m), menunjukkan sinyal pergerakan arus ± 0 x 10-3 m s-1. Sepanjang lintang tersebut

Dokumen terkait