Karakterisasi Bacillus sp.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan dalam penelitian merupakan spesies Bacillus sp. Sifat morfologi, fisiologi, dan biokimia isolat NP5 dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan bentuk karakterisasi morfologi dari bakteri Bacillus sp. dapat dilihat pada Lampiran 4.
13 Tabel 4 Karakterisasi Bacillus NP5 berdasarkan Cowan (1974)
Karakterisasi Reaksi
Bentuk batang
Pewarnaan Gram +
Uji O/F Fermentatif
Glukosa +
Oksidase +
Katalase +
Motilitas +
H2S +
Bacillus yang telah diadaptasikan dengan media SCW secara bertahap menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri pada media kultur. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri Bacillus tersebut mempunyai toleransi yang baik terhadap air laut. Bentuk karakterisasi Bacillus sp. dapat dilihat pada Lampiran 4. Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan dengan media SWC secara bertahap dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC Perlakuan SWC 25% (CFU/ml) SWC 50% (CFU/ml) SWC 75% (CFU/ml)
Kultur 1 4.47x107 1.79x108 4.47x108
Kultur 2 8.95x107 2.23x108 4.43x108
Kultur 3 2.98x107 2.53x108 5.37x108
Genus Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.
Bacillus sp. membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta bersifat katalase positif. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya : (1) mampu mendegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan agar, (2) mampu menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam nitrifikasi dan denitrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (5) pengoksidasi selenium; (6) pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn); (7) bersifat khemolitotrof, aerob atau fakultatif anaerob, asidofilik atau alkalifilik, psikoprifilik, atau termofilik (Hatmanti 2000).
Kandungan Oligosakarida Ubi Jalar
Kandungan oligosakarida yang telah diuji dengan HPLC menunjukkan bahwa ubi jalar kualitas sukuh mengandung FOS, GOS, dan inulin. Hasil dari analisis oligosakarida ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 6.
14
Tabel 6 Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC
No. Parameter Unit Hasil
1. FOS g/100 g 1.015
2. GOS g/100 g 1.488
3. Inulin g/100 g 1.115
Penggunaan fruktooligosakarida (FOS) dalam pakan juvenil red drum
(Sciaenops ocellatus) dapat menstimulasi respon imun non-spesifik seperti aktivitas lisozim serta produksi secara intraseluler superoxid anion dari makrofage ginjal. FOS secara kimiawi adalah senyawa β-D-fruktans rantai pendek atau
sedang, yang terikat dengan ikatan β-2-1 glikosidik, yang tidak dapat diuraikan oleh enzim pencernaan (Buentello et al. 2010).
GOS diproduksi dengan memperpanjang rantai dimer laktosa menggunakan enzim β-galactosidase. Molekul GOS merupakan hasil sintesis yang
memanfaatkan aktivitas enzim β-galaktosidase dari laktosa yang dikenal dengan istilah reaksi transgalaktosilasi. β–galaktosidase adalah kelompok enzim hidrolitik dan telah banyak digunakan oleh berbagai industri produk olahan untuk menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Saad et al. 2013). Penggunaan GOS pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik strain
Lactobacillus di saluran pencernaan dan kelangsungan hidup bakteri tersebut (Hernandez et al. 2012).
Sintasan
Sintasan ikan kerapu pada masa pemeliharaan selama 30 hari menunjukkan nilai 100% pada semua perlakuan. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada sintasan ikan kerapu setelah uji tantang dimana untuk kontrol negatif menunjukkan nilai 100%, perlakuan Pro, Pre, dan Sin masing-masing (91.67%), sedangkan untuk kontrol positif menunjukkan nilai (33.33%) (Gambar 2). Ikan kerapu bebek yang
Gambar 2 Sintasan ikan kerapu bebek (C. altivelis), sebelum uji tantang V. alginolyticus ( ); setelah uji tantang V. alginolyticus ( ). Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan. a a a a a a b a a a 0 20 40 60 80 100
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
Si n ta sa n (% ) Perlakuan
15 terserang vibriosis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik secara in vivo terbukti mampu meningkatkan sintasan ikan kerapu bebek. Penambahan probiotik dalam pakan diduga mampu menghambat pertumbuhan V. alginolyticus karena probiotik mampu menjadi pesaing dalam memperoleh nutrisi untuk menghambat patogen yang ada. Selain itu, penambahan prebiotik ternyata mampu menekan pertumbuan patogen karena bakteri yang secara alami ada dalam tubuh ikan mampu memanfaatkan prebiotik yang diberikan untuk mendukung pertumbuhannya. Pemberian sinbiotik pada pakan ikan kerapu juga dapat menghambat pertumbuhan patogen karena bakteri probiotik NP5 yang diberikan mampu memanfaatkan prebiotik yang telah tersedia. Chiu et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri probiotik pada pakan ikan kerapu lumpur pada tingkat yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai sintasan yakni sebesar 56,6% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai sebesar 20% selama 144 jam setelah uji tantang. Hasil penelitian yang lain menunjukkan adanya kesinergisan antara kombinasi pemberian probiotik yang berupa Bacillus subtilis dengan prebiotik fruktooligosakarida (FOS) menghasilkan nilai kumulatif mortalitas yang rendah (Ai et al. 2011).
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian juga memperlihatkan adanya peningkatan nilai antara kontrol dan semua perlakuan. Nilai laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan Sin sebesar (13,79%), diikuti Pre sebesar (12,59%), Pro sebesar (12,37%), kemudian kontrol positif sebesar (9.62%/hari) dan kontrol negatif sebesar (8,97%) (Gambar 3). Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan akan sangat menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan menyumbangkan exogenous enzim (seperti amilase dan protease) pada sistem pencernaan ikan, sehingga sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif dalam pembelanjaan energi (expenditure energy) untuk proses pencernaan. Energi yang seharusnya dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit dan selisih energi yang ada dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Gambar 3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
b b a a a 0.00 5.00 10.00 15.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
LPH
(%
)
16
Pemberian prebiotik pada pakan tidak secara langsung menambahkan
exogenous enzim pada tubuh ikan tetapi memberikan tambahan energi dari hasil pencernaan dan metabolisme ikan. Prebiotik yang digunakan berasal dari jenis oligosakarida (FOS dan GOS) yang tidak dapat dicerna oleh tubuh ikan tetapi dapat dirombak oleh bakteri sehingga menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Pengaruhnya yang lain dalam tubuh ikan yakni dapat membuat tambahan sumber energi akibat aktivitas bakteri tersebut. Disamping itu, bakteri alami dalam tubuh ikan akan mendapat tambahan nutrisi untuk mampu hidup lebih baik dan menghasilkan lebih banyak exogenous enzim, sehingga membuat pencernaan ikan menjadi lebih efektif.
Penambahan sinbiotik (probiotik dan prebiotik) akan menciptakan sinergi dalam tubuh ikan. Prebiotik yang diberikan bisa langsung dimanfaatkan oleh bakteri probiotik Bacillus sp. atau digunakan oleh bakteri alami yang ada dalam tubuh ikan. Hal tersebut menandakan penggunaan sinbiotik menghasilkan pertumbuhan yang maksimal pada penelitian ini. Hasil penelitian Lin et al. (2012) juga memperlihatkan hasil laju pertumbuhan harian yang berbeda signifikan antara kombinasi pemberian Bacillus coagulans dan citosanoligosakarida (COS) yakni sebesar 1.66% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai 1.28%. Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberikan pakan probiotik dapat dikaitan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktivitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan bobot (Liu et al. 2009).
Rasio Konversi Pakan
Nilai rasio konversi pakan pada ikan kerapu bebek menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pakan perlakuan terhadap kontrol. Nilai rasio konversi pakan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Sin (1,24), diikuti oleh Pre (1,29), dan Pro (1,36), kemudian kontrol negatif (1,9) dan kontrol positif (2,11) (Gambar 4). Perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan tersebut. Nilai rasio konversi pakan perlakuan Pro, Pre, dan Sin berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Pemberian probiotik NP5 diduga memberikan efek yang positif terhadap efisiensi pakan ikan kerapu bebek. Menurut Verschuere et al. (2000), probiotik memberikan keuntungan bagi inang dengan memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan. Hasil penelitian Putra (2010) menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik dalam pakan menghasilkan efisiensi pakan tertinggi. Pada hasil penilitian ini, exogenous
enzim maupun tambahan nutrisi dari perombakan probiotik terhadap oligosakarida yang diberikan tidak berada pada jumlah yang optimal untuk menghasilkan pertumbuhan maksimal sehingga nilai FCR pada perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak berbeda satu sama lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniels
et al. (2010) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik Bacillus, prebiotik mannanoligosakarida, dan gabungan antara Bacillus
dan mannanoligosakarida dengan kontrol. Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberi pakan probiotik dapat dikaitkan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktivitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan bobot (Liu et al.
17
Jumlah Bakteri di Usus
Hasil pada Tabel 7 menunjukkan adanya peningkatan jumlah bakteri pada pemberian pakan perlakuan dibandingkan kontrol. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan Sin dengan jumlah total bakteri 6.13x107 CFU/g dan jumlah bakteri NP5 6.13x103 CFU/g.
Tabel 7 Jumlah bakteri di usus ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan Pro, Pre, dan Sin.
Perlakuan Jumlah total bakteri (CFU/g) Jumlah bakteri NP5 (CFU/g)
Kontrol (-) 2.98x106 0
Kontrol (+) 2.87x106 0
Pro 2.02x107 6.75x102
Pre 1.14x107 0
Sin 6.13x107 6.13x103
Keragaman bakteri dalam usus hewan akuatik sangat tergantung pada habitat dan sistem pencernannya. Bakteri yang masuk melalui air dan makanan akan mempengaruhi mikroflora dalam usus, sehingga kompleksitas bakteri dalam usus hewan akuatik dapat berubah-ubah selama hidupnya (Austin 2006). Pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik selama 30 hari terbukti memperbanyak jumlah bakteri di dalam usus ikan kerapu. Pemberian pakan yang mengandung probiotik, prebiotik, dan sinbiotik dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis dan biologis dalam gastrointestinal serta perubahan morfologi epitel. Merrifield et al. (2010) menyatakan bahwa aplikasi probiotik
Gambar 4 Rasio konversi pakan (FCR) ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
a a b b b 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
F
CR
18
dan prebiotik dapat meningkatkan jumlah dan kepadatan mikrofili serta luas dan area penyerapan dan berpengaruh juga dalam meningkatkan efisiensi pencernaan. Aplikasi sinbiotik dapat memaksimalkan pakan yang tertelan diubah lebih efektif menjadi protein struktural yang kemudian dapat meningkatkan pertumbuhan (Cerezuela et al. 2011). Sinbiotik yang memodulasi mikrobiota usus mungkin memiliki tindakan protektif pada sel-sel mukosa usus dengan meransang kekebalan respon tubuh bawaan, tanpa memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan (Ai et al. 2011)
Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Kadar Hematokrit
Hasil pengamatan gambaran darah seperti disajikan pada Gambar 5 menunjukkan adanya keterkaitan antara total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit. Total eritrosit pada ikan kerapu bebek yang ditampilkan juga memperlihatkan perbedaan nyata dengan kontrol. Nilai total eritrosit tertinggi ditunjukkan pada perlakuan Sin sebesar (2.00 x 106 sel/mm3), diikuti Pre (1.98 x 106 sel/mm3), Pro (1.86 x 106 sel/mm3), kemudian kontrol negatif (1.23 x 106 sel/mm3) dan kontrol positif (1.11 x 106 sel/mm3). Kadar eritrosit pada ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan Pro, Pre, dan Sin mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan memberikan hasil beda nyata (p < 0.05). Tingginya nilai eritrosit tersebut diduga pakan yang diberi Pro, Pre, dan Sin tersebut relatif lebih baik dibanding perlakuan yang lain, yang hal tersebut dapat dilihat dari nilai pertumbuhan harian dan FCR. Nilai tinggi pada kadar eritrosit ikan kerapu yang diberi perlakuan Pro, Pre, dan Sin menunjukkan tingkat imunitas yang cukup tinggi. Sedangkan perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak berbeda nyata antar masing-masing perlakuan tersebut (p > 0.05). Nilai Sin tidak menunjukkan nilai yang terbaik karena diduga rasio pemberian probiotik dan prebiotiknya belum optimal. Sehingga nilai yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan perlakuan Pro dan Pre. Rendahnya nilai eritrosit pada perlakuan kontrol (+) diduga pada perlakuan tersebut mengalami infeksi sehingga nilai eritrositnya menurun. Adanya penurunan jumlah eritrosit pada kontrol (+) setelah uji tantang menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut mengalami infeksi sistemik yang akut Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan pun bervariasi namun ternyata masih berada pada kisaran jumlah yang normal untuk ikan. Jumlah sel darah merah merupakan yang terbesar dan jumlahnya bervariasi biasanya mempunyai kisaran 1.05-3.0 x106/mm3 (Kumar 2012).
Kadar hemoglobin pasca uji tantang dengan V. alginolyticus yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perlakuan dengan kontrol. Hemoglobin terbesar ditunjukkan pada perlakuan Pre (4.83 g%), diikuti Sin (4.70 g%), Pro (4.40 g%), kemudian kontrol negatif (4.20 g%) dan kontrol positif (4.10 g%). Nilai hemoglobin pada perlakuan Pro, Pre, dan Sin menunjukkan beda nyata dengan perlakuan kontrol (p < 0.05). Penurunan hemoglobin berhubungan erat dengan jumlah eritrosit, sehingga pada perlakuan kontrol (+) menunjukkan jumlah hemoglobin yang rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang erat dengan adanya daya ikat terhadap oksigen oleh darah. Peningkatan kadar hemoglobin pasca uji tantang menunjukkan masih tingginya nafsu makan
19 ikan kerapu bebek. Pemberian tambahan nutrisi berupa Pro, Pre, dan Sin yang tepat pada ikan kerapu bebek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al. 1977).
Gambar 5 Total eritrosit (A), hemoglobin (B), dan hematokrit (C) ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
b b a a a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
E ri tr o si t (10 6sel/mm 3) Perlakuan b b a a a 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
He m o g lo b in (g % ) Perlakuan a a a a a 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
He m ato k rit (% ) Perlakuan A B C
20
Kadar hematokrit pasca infeksi dengan V. alginolyticus tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan. Nilai hematokrit perlakuan Sin (14.82%), diikuti Pre (14.50%), kemudian kontrol negatif (14.50%), Pro (14.09%), dan kontrol positif (13.05%). Hasil yang diperoleh pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0.05). Nilai hematokrit yang sama menunjukkan bahwa semua perlakuan mengalami kondisi stres. Hal tersebut menandakan bahwa hematokrit erat kaitannya dengan tingkat stres pada ikan. Kadar hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dengan plasma darah, serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Hematokrit menggambarkan proporsi besarnya jumlah sel eritrosit dalam darah ikan, dan jika dihubungkan dengan jumlah eritrosit maka nilai hematokrit juga dapat menggambarkan kondisi sel eritrosit. Nilai hematokrit dapat menggambarkan naik dan turunnya jumlah eritrosit dan hemoglobin dalam darah. Adanya penurunan kadar hematokrit pada kontrol (+) menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut mengalami stres dan terjadi anemia. Terjadinya penurunan nilai hematokrit setelah pasca injeksi, disebabkan karena infeksi bakteri V. alginolyticus yang mampu melisis sel-sel darah merah. Selain dari infeksi bakteri, respon makan pun dapat memberi pengaruh pada komposisi darah termasuk jumlah eritrosit yang juga berpengaruh terhadap hematokrit. Indikator terjadinya stres pada ikan adalah terjadinya penurunan hematokrit darah (Tanbisyakur 2011). Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan sebagai indikator rendahnya kandungan protein dalam pakan, defisiensi vitamin atau ikan menderita infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit dan eritrosit menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stres. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Martin et al. 2004).
Total Leukosit, Aktifitas Fagositik, dan Respiratory Burst
Leukosit pada ikan teleostei merupakan salah satu bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik (Uribe et al. 2011). Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan yang bersifat non-spesifik dimana termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel
cytotoxic non-spesifik (Fraser et al. 2012). Hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 6 memperlihatkan nilai total leukosit, aktivitas fagositik, dan respiratory burst.
Nilai total leukosit tertinggi pasca uji tantang dengan V. alginolyticus terdapat pada perlakuan Sin sebesar (3.51 x 105 sel/mm3), diikuti Pre (3.47 x 105 sel/mm3), Pro (3.32 x 105 sel/mm3), kemudian kontrol positif (3.19 x 105 sel/mm3) dan kontrol negatif (2.72 x 105 sel/mm3). Tingginya nilai leukosit pada perlakuan Sin, Pre, Pro, dan kontrol (+) menunjukkan upaya mempertahankan tubuh dari serangan patogen berupa sistem pertahanan non-spesifik fagositosis. Leukosit yang diproduksi akan tinggi jika terdapat infeksi pada tubuh ikan dan terdapat upaya dari tubuh ikan tersebut untuk melawan. Pemberian Pro, Pre, dan Sin tidak menunjukkan beda nyata pada masing-masing perlakuan tersebut (p > 0.05). Hal tersebut menunjukkan kemampuan pada masing-masing perlakuan tersebut mampu menghambat serangan patogen. Peningkatan jumlah leukosit ini terkait dengan kinerja sistem imun ikan dalam mereduksi serangan patogen. Semakin
21 meningkatnya serangan patogen maka akan semakin meningkat pula produksi leukosit dalam darah. Respon ikan terhadap stresor bergantung pada jenis stres yang dialami oleh ikan tersebut, dimana peningkatan jumlah leukosit, penurunan kadar hematokrit dan peningkatan neutrofil bergantung pada jenis stres yang dialami (Martin et al. 2004). Respon imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respon imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri (Uribe et al. 2011).
Nilai aktivitas fagositik tertinggi terlihat pada perlakuan Sin sebesar 43.33%, diikuti Pre 42.33%, Pro 39.00%, kemudian kontrol positif 27.33% dan kontrol negatif 19.67. Nilai Sin tidak lebih tinggi dari Pre karena tidak berbeda nyata (p > 0.05). Hal tersebut diduga komposisi dari Sin (Pro dan Pre) belum pada tahap optimum sehingga pemberian Sin belum dapat mencapai kemampuan maksimal dalam melalukan fagositosis. Tingginya nilai aktivitas fagositik pada perlakuan Sin dibandingkan dengan perlakuan yang lain menunjukkan adanya kemampuan tubuh ikan kerapu dalam melakukan proses penghambatan patogen yang masuk. Salah satu upaya dari tubuh ikan untuk mempertahankan diri terhadap serangan patogen adalah dengan menghancurkan patogen tersebut melalui proses fagositik. Leukosit yang merupakan sel fagositik sangat berperan penting dalam melawan serangan patogen. Proses terbentuknya antibodi yang spesifik terjadi karena adanya rangsangan dari antigen penginfeksi. Proses tersebut dimulai pada saat benda asing masuk ke dalam tubuh ikan, kemudian difagositik oleh makrofag. Fungsi utama makrofag yaitu pemusnahan antigen dengan cara memfagosit. Makrofag akan mengirim sinyal pada jaringan limfosit yang merupakan rangsangan untuk membentuk antibodi yang spesifik. Tujuan dari antibodi adalah untuk melumpuhkan patogen agar tidak menyebar dan menurunkan toksisitas racun sehingga lebih mudah diserang oleh sel fagosit. Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan, dan tahap pencernaan (Uribe et al. 2011).
Nilai respiratory burst tertinggi pada perlakuan Pre sebesar (0.78), diikuti Sin (0.75), Pro (0.74), kemudian kontrol positif (0.70) dan kontrol negatif (0.69).
Respiratory burst merupakan pembentuk dasar sistem antibakteri yang ada pada tubuh ikan. Meningkatnya nilai respiratory burst dapat dikorelasikan dengan peningkatan aktivitas sel fagositik (Rawling et al. 2012). Respiratory burst dapat meningkatkan konsumsi oksigen sehingga dapat mengakibatkan pembentukan anion superoksida dan proses ini dipercepat oleh NADPH-oksidase, multi komponen enzim yang telah terpasang pada permukaan bagian dalam dari
22
Gambar 6 Total leukosit (A), aktivitas fagositik (B), respiratory burst (C) pada ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.
b a a a a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
L eu k o sit (1 0 5sel/ m m 3) Perlakuan d c b ab a 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
A k ti v it as F ag o siti k (% ) Perlakuan b b ab a ab 0.62 0.64 0.66 0.68 0.70 0.72 0.74 0.76 0.78 0.80 0.82
Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin
Res p ira to ry Bu rs t (OD 6 3 0 ) Perlakuan
membran plasma setelah terjadinya aktivasi untuk melakukan fagositik (Rieger et al. 2011).
A
B
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik pada pakan ikan kerapu mampu meningkatkan respon imun dan resistensi terhadap penyakit serta meningkatkan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.
Saran
Perlu dilakukan kajian pemberian sinbiotik dengan jenis probiotik, prebiotik, dan frekuensi atau lama pemberian (durasi) berbeda untuk meningkatkan respon imun pada ikan kerapu bebek.