• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Supplementation of Dietary Probiotic, Prebiotic, and Synbiotic to Precaution Vibriosis in Polkadot Grouper (Cromileptes altivelis).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Supplementation of Dietary Probiotic, Prebiotic, and Synbiotic to Precaution Vibriosis in Polkadot Grouper (Cromileptes altivelis)."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMBERIAN PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN

SINBIOTIK UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT VIBRIOSIS

PADA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

FARIQ AZHAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Fariq Azhar

(4)

RINGKASAN

FARIQ AZHAR. Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Dibimbing oleh SUKENDA dan WIDANARNI

Salah satu penyakit yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri V. alginolyticus. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada ikan laut dapat mencapai hingga 100 %. Aplikasi probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan untuk pencegahan infeksi vibriosis dengan pengamatan respon imun, kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.

Penelitian yang dilakukan meliputi tahap persiapan wadah dan media pemeliharaan, persiapan probiotik, pembuatan prebiotik, persiapan pakan uji, pengujian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan. Terdapat lima pelakuan dalam penelitian, yakni pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik, dan sinbiotik serta serta diinjeksi PBS, pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik, dan sinbiotik serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan prebiotik sebesar 2 % serta diinfeksi V. alginolyticus, pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % dan prebiotik 2 % serta diinfeksi V. alginolyticus. Uji tantang dilakukan dengan menyuntikkan V. alginolyticus secara intramuskular. Pengujian performa pertumbuhan pada akhir perlakuan dilakukan dengan mengukur laju pertumbuhan harian dan rasio konversi pakan. Pengujian respon imun dilakukan dengan mengukur total eritrosit, total leukosit, hemoglobin, hematokrit, aktivitas

respiratory burst, aktivitas fagositik dan total bakteri.

Karakterisasi bakteri probiotik dilakukan dengan metode Cowan, hasil uji menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan dalam penelitian merupakan spesies

Bacillus sp. Untuk prebiotik, hasil ekstrak oligosakarida (TPT 5%) ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini mengandung inulin sebesar 1.115%; FOS sebesar 1.015% serta GOS sebesar 1.488%. Pemberian pakan dengan penambahan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik selama 30 hari mampu meningkatkan sintasan, dan performa pertumbuhan (LPH dan FCR) serta resistensi terhadap penyakit. Hasil pengamatan semua parameter menunjukkan peningkatan yang signifikan antara pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik terhadap kontrol.

(5)

SUMMARY

FARIQ AZHAR. Study of Supplementation of Dietary Probiotic, Prebiotic, and Synbiotic to Precaution Vibriosis in Polkadot Grouper (Cromileptes altivelis). Supervised by SUKENDA dan WIDANARNI

Vibriosis was a major bacterial diseases in grouper fingerlings and very harmful. One of the diseases that often attack the humpback grouper fish was bacterium V. alginolyticus. V. alginolyticus attack on marine fish could reach up to 100% mortality. Application of probiotics, prebiotics and synbiotic through feed was expected to be one of the ways to boost the immune system of the fish. This study aimed to assess the effect of probiotics, prebiotics, and synbiotic on humpback grouper feed for vibriosis infection prevention through observation of immune response, survival and growth performance.

The research covers the preparation stage and the media container maintenance, preparation of probiotic, preparation of prebiotic, feed preparation, testing probiotic, prebiotic, and synbiotic through the feed. There were five tests in the commission of the feed, feeding without probiotic, prebiotic, and synbiotic and PBS injected, feeding without probiotic, prebiotic, and synbiotic and infected

V. alginolyticus, feeding of 1% with probiotic and infected V. alginolyticus, feeding of 2% prebiotic and infected V. alginolyticus, feeding with probiotics 1% and prebiotics 2 % and infected V. alginolyticus. Challenge test was injecting V. alginolyticus intramuscularly. Testing the performance of growth at the end of treatment probiotic, prebiotic, and synbiotic by measuring the daily growth rate and feed conversion ratio. Immune response testing was also conducted by measuring the total erythrocytes, total leukocytes, hemoglobin, hematocrit, respiratory burst activity, phagocytic activity and total bacteria.

The characterization of probiotic was conducted by Cowan. The result showed that the bacterium was Bacillus sp. The result of oligosaccharide extraction (TPT 5%) used in this study consist of 1.115% inulin; 1.015% FOS and 1.488% GOS. Feeding with the addition of probiotic, prebiotic, and synbiotic for thirty days can increase the survival rate and growth performance (DGR and FCR) and resistance to disease. Overall immune response results obtained in this study showed significant improvement between the administration of probiotics, prebiotics, and synbiotic to control.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

KAJIAN PEMBERIAN PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN

SINBIOTIK UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT VIBRIOSIS

PADA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)

Nama : Fariq Azhar NIM : C151110221

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua

Dr Ir Widanarni, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April – Juni 2013 yang berjudul “Kajian Pemberian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik untuk Pencegahan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)” berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sukenda, MSc dan Ibu Dr Ir Widanarni, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek 3

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik 4

Sistem Imun pada Ikan 6

METODE 7

Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan 7

Hewan Uji 7

Persiapan Probiotik 7

Pembuatan Prebiotik 8

Persiapan Pakan Uji 9

Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Melalui Pakan 9

Uji Tantang dengan V. alginolyticus 9

Parameter yang Diamati 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakterisasi Bacillus sp. 12

Kandungan Oligosakarida Ubi Jalar 13

Sintasan 14

Laju Pertumbuhan Harian 15

Rasio Konversi Pakan 16

Jumlah Bakteri di Usus 17

Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Kadar Hematokrit 18 Total Leukosit, Aktifitas Fagositik, dan Respiratory Burst 20

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 27

(13)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik V. alginolyticus (Costinar 2010) 4 2 Komposisi kimia daging ubi jalar varietas sukuh 5 3 Perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik pakan pada ikan kerapu

bebek 9

4 Karakterisasi Bacillus NP5 berdasarkan Cowan (1974) 13 5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC 13 6 Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC 14 7 Jumlah bakteri di usus ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan

Pro, Pre, dan Sin. 17

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kimia prebiotik 5

2 Sintasan ikan kerapu bebek (C. altivelis), sebelum uji tantang V. alginolyticus ( ); setelah uji tantang V. alginolyticus ( ). Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p

< 0.05) antar perlakuan. 14

3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata

(Duncan; p < 0.05) antar perlakuan. 15

4 Rasio konversi pakan ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata

(Duncan; p < 0.05) antar perlakuan. 17

5 Total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan

dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05)

antar perlakuan 19

6 Total leukosit, aktivitas fagositik, respiratory burst pada ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p

< 0.05) antar perlakuan. 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji kualitas air 27

2 Analisa pakan 27

3 Ikan yang terserang V. alginolyticus 27

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor penting terutama ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Produksi ikan kerapu pada tahun 2012 mencapai 10,200 ton (KKP 2013). Upaya untuk meningkatkan produksi budidaya ikan ini masih terkendala dengan adanya serangan penyakit terutama oleh bakteri dan pertumbuhan ikan kerapu yang relatif lambat.

Vibriosis merupakan penyakit bakterial utama pada benih kerapu dan sangat merugikan. Beberapa spesies vibrio patogen pada ikan kerapu adalah Vibrio anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus dan V. marinus. Salah satu jenis vibrio yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah V. alginolyticus. V. alginolyticus dapat menyerang ikan kerapu pada berbagai stadia mulai dari larva hingga dewasa. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada ikan laut dapat mencapai hingga 100 % (Austin dan Austin 2007).

Penanggulangan penyakit bakterial pada ikan biasanya dilakukan dengan pemberian antibiotik, penggunaan fitofarmaka, dan vaksin. Pemberian antibiotik secara terus menerus dapat berakibat terjadinya resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik tersebut. Selain itu, efek samping pemberian antibiotik dapat meninggalkan residu yang nantinya akan membahayakan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya lain untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan kerapu agar tahan terhadap serangan patogen, serta lebih ramah terhadap manusia dan lingkungan. Aplikasi probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan tersebut.

Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh menguntungkan bagi inangnya melalui peningkatan nilai nutrisi pakan dan memperbaiki respon inang terhadap penyakit serta meningkatkan kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000). Penelitian tentang probiotik telah banyak dilakukan untuk peningkatan produksi akuakultur sebagai suplemen makanan, peningkatan resistensi terhadap penyakit, serta peningkatan kinerja pertumbuhan (Nayak 2010). Konsep probiotik diterapkan untuk memelihara dan menjaga kesehatan secara preventif melalui perbaikan keseimbangan mikroflora usus. Probiotik menekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme patogen di dalam usus. Selain itu, pemberian probiotik dalam kadar yang optimal juga mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sejenis yang menguntungkan (Aly et al. 2008). Probiotik juga mampu berperan sebagai imunostimulan, meningkatkan rasio konversi pakan, mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan antibiotik, serta peningkatan kualitas air (Watson et al. 2008).

(15)

2

diklasifikasikan menurut ukuran molekul atau derajat polimerisasi dan terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida yang mampu memberikan asupan makanan bagi pertumbuhan bakteri (Ringo et al. 2010). Prebiotik yang diberikan akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, sistem kekebalan tubuh, efisiensi pakan, serta komposisi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ikan (Merrifield et al. 2010). Akan tetapi penelitian tentang prebiotik masih perlu dilakukan untuk peningkatan industri akuakultur (Ringo et al. 2010).

Penggunaan sinbiotik merupakan cara yang paling efektif dalam meningkatkan sistem imun ikan melalui pakan. Menurut Schrezenmeir dan Vrese (2001) sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan dan pertumbuhan bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup. Penelitian tentang sinbiotik telah menunjukkan keuntungan dalam penggunaanya untuk peningkatan laju pertumbuhan, konversi pakan, dan kondisi tubuh ikan (Daniels et al. 2010). Penggunaan sinbiotik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, merangsang pertumbuhan, meningkatkan sistem imun dan kondisi inang (Cerezuela et al.

2011). Hasil pemberian FOS sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai probiotik pada pakan ikan yellow croaker mampu memberikan efek yang menguntungkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup, respon imun, dan resistensi terhadap V. harveyi (Ai et al. 2011). Penelitian yang sama juga dilakukan pada ikan salmon, terlihat adanya peningkatan resistensi penyakit, kondisi tubuh dan keseimbangan mikroba dalam usus (Merrifield et al. 2010).

Penelitian tentang efek penggunaan Bacillus sebagai probiotik telah dilakukan sebelumnya. Gastesoupe (1999) menyatakan bahwa terdapat jenis bakteri dari gram positif yang dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik seperti dari genus Bacillus, Lactococcus, Micrococcus, Carnobacterium, Enterococcus,

Lactobacillus, Streptcoccus dan Weisslla. Bakteri yang digunakan sebagai kandidat probiotik dalam penelitian ini adalah NP5 yang merupakan bakteri yang berasal dari genus Bacillus. Bakteri tersebut mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan pada ikan nila (Putra 2010). Bacillus diketahui mempunyai sifat proteolitik yang dapat mensekresikan enzim protease, lipotilik yang dapat mensekresikan enzim lipase, serta amilolitik yang dapat mensekresikan enzim amilase, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan dan pertumbuhan. Selain itu, pemberian probiotik dari B. subtilis juga diketahui mampu meningkatan pertumbuhan, rasio konversi pakan, sistem imun dan resistensi terhadap penyakit

V. harveyi (Ai et al. 2011). Hasil penelitian tentang Bacillus coagulans yang diuji tantang dengan Aeromonas veronii menunjukkan adanya efek sinergis peningkatan sistem imun dan resistensi terhadap ikan koi (Lin 2012). Hal tersebut mengindikasikan bahwa probiotik tersebut potensial untuk digunakan.

(16)

3 resistensi terhadap penyakit vibriosis serta performa pertumbuhan pada ikan kerapu.

Perumusan Masalah

Masalah yang ditemui dalam budidaya ikan kerapu bebek adalah masalah penyakit yang sering timbul dalam proses tersebut. Pemberian antibiotik akan menimbulkan dampak yang negatif bagi manusia maupun lingkungan karena residu yang ada pada bahan tersebut akan mengumpul di dalam tubuh ikan. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan menggunakan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan yang dapat digunakan untuk mencegah serangan patogen yang sering muncul, selain itu juga dapat meningkatkan respon imun dan resistensi terhadap penyakit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan untuk pencegahan infeksi vibriosis dengan pengamatan respon imun, kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah penggunaan probiotik, prebiotik, serta sinbiotik diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti obat kimia dalam pengendalian infeksi V. alginolyticus pada ikan kerapu bebek.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik pada pakan dapat meningkatkan imunitas, kelangsungan hidup dan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek

Penyakit vibriosis pada ikan kerapu bebek terutama disebabkan oleh bakteri

(17)

4

V. alginolyticus mempunyai sifat halofilik yang sering ditemukan sebagai penyebab penyakit pada ikan laut seperti ikan, udang dan moluska. Penyebaran V. alginolyticus banyak ditemukan di air laut dan air payau, khususnya pada daerah budidaya. V. alginolyticus memiliki mempunyai sifat Gram negatif, berbentuk koma/melengkung, dan mempunyai panjang 2-3 µm. V. alginolyticus dicirikan dengan mobilitas tinggi karena terdapat flagela tunggal. V. alginolyticus tumbuh pada suhu 10o-40oC, pH 7-9 dan tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (Mustapha 2013). Karakteristik V. alginolyticus dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik V. alginolyticus (Costinar 2010)

Uji Reaksi Uji Reaksi

βgalaktosidase - Fermentation/oxidation

Arginine dihydrolase - Glucose +

Lysine decarbocxylase + Manitol +

Ornithine decarboxylase - Inositol -

Citrat Utilazion - Sorbiol -

H2S production - Rhamnose -

Urease - Saccharose +

Tryptophane deaminase - Melibiose -

Indole production + Amygdalin -

Voges Proskauer - Arabinose -

Gelatinase + Cytochrome oxidase +

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang ketika diberikan dalam jumlah yang memadai akan memberikan efek yang menguntungkan bagi inangnya (Tremaroli dan Bäckhed 2012). Probiotik dalam akuakultur mempunyai efek sebagai alternatif untuk obat antimikroba, selain itu juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan, pertumbuhan, ketahanan stres, dan sistem imun. Probiotik juga membantu dalam efisiensi konversi pakan dan pertambahan bobot tubuh serta memberi perlindungan terhadap patogen dengan kompetisi pada tempat penempelan di usus, produksi asam organik (asam format, asam asetat dan asam laktat), hidrogen peroksida dan beberapa senyawa lain seperti antibiotik, bakteriosin, lisozim dan juga mengatur proses fisiologis dan respon imun pada ikan (Nayak 2010). Penggunaan bakteri yang dapat digunakan sebagai kandidat probiotik harus memiliki sifat antara lain: probiotik seharusnya tidak merugikan inang, dapat diterima oleh inang, dapat mencapai lokasi target penempelan, mempunyai efek yang sama dalam uji in vitro maupun in vivo, dan tidak mengandung gen yang resisten (Verschuere et al. 2000). Bacillus spp. telah terbukti memiliki kemampuan adhesi, menghasilkan bakteriosin (peptida antimikroba) dan memberikan imunostimulasi (Watson et al. 2008).

(18)

5 selektif merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan di dalam usus (Gibson et al. 2004). Sebagian besar penelitian tentang prebiotik telah difokuskan pada fruktan seperti inulin, fruktooligosakarida (FOS) dan galaktooligosakarida (GOS) yang diproduksi dengan biaya yang relatif rendah karena dapat diekstrak dari tanaman atau diproduksi oleh sintesis enzimatik. Bahan lain yang dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik antara lain: laktulosa, xylooligosakarida (XOS) dan mannanoligosakarida (MOS) (Delgado et al. 2011). Struktur kimia prebiotik dapat dilihat pada Gambar 1.

Prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ubi jalar varietas sukuh. Umbi dari varietas sukuh ini berbentuk lonjong membulat. Kulit umbi berwarna kuning dan daging umbi berwarna putih. Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif tinggi dari pada musim penghujan (Syamsir dan Honestin 2009). Komposisi kimia daging ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia daging ubi jalar varietas sukuh

Komposisi Hasil analisis

Kadar Air (% bb) 61,48

Kadar Abu (% bk) 1,87

Kadar Protein (% bk) 3,35 Kadar Lemak (% bk) 0,49 Kadar Karbohidrat (% bk) 94,29

(19)

6

Sinbiotik merupakan suplemen nutrisi yang menggabungkan antara probiotik dan prebiotik dalam bentuk sinergisme, sehingga dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi inang (Cerezuela et al. 2011). Penelitian tentang penggunaan probiotik dan prebiotik yang bekerja secara sinergis telah dilakukan Daniels et al. (2010), dimana bakteri probiotik Bacillus spp. dan mannanoligosakarida (MOS) secara signifikan dapat meningkatkan pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, dan mikroba yang ada di dalam usus. Penelitian yang hampir sama juga dilakukan Ai et al. (2011) yang menunjukkan bahwa FOS sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai probiotik pada pakan ikan yellow croaker mampu memberikan efek yang menguntungkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup, respon imun, dan resistensi terhadap penyakit.

Sistem Imun pada Ikan

Sistem imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat–zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun yang terdapat pada ikan terdiri dari dua macam yakni sistem imun spesifik dan sistem imun non-spesifik. Sistem imun yang mempunyai mekanisme awal dalam menghambat serangan patogen merupakan mekanisme dari sistem imun non-spesifik. Sistem imun non-spesifik timbul sebagai reaksi terhadap serangan mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag). Sistem imun spesifik meliputi sistem imun selular dan humoral. Leukosit khususnya limfosit berperan penting dalam sistem imun spesifik. Sistem imun seluler memberikan pertahanan terhadap mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon dan interleukin. Sedangkan sistem imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen (Uribe et al. 2011).

Proses pertahanan tubuh melawan serangan mikroorganisme patogen dan zat asing berbahaya lainnya pada respon imun non spesifik melibatkan fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag). Makrofag berperan penting dalam pertahanan badan melawan infeksi dan penting dalam pengaturan kondisi fisiologi. Makrofag berperan dalam proses fagositosis, pengaturan respon imun, sekresi dan sebagai scavenger. Karena merupakan sel-sel fagosit, makrofag mampu menelan dan menghancurkan patogen yang tidak dapat secara efektif dikontrol neutrofil, terutama organisme intraseluler dan yang menyebabkan respon inflamasi (Uribe et al. 2011).

(20)

7 mengikat antigen yang masuk ke badan sebelum dikenal sel limfosit T. APC memproduksi dan melepaskan sitokin seperti interleukin (Uribe et al. 2011).

METODE

Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan klorin 30 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 30 liter pada masing-masing akuarium. Media pemeliharaan ikan kerapu menggunakan air laut yang berasal dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi dengan klorin 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan

Clorine test. Setelah persiapan wadah dan media pemeliharan selesai dilakukan pengujian kualitas air. Uji kualitas air tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hewan Uji

Ikan kerapu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan berat rata-rata 3.0 ± 0.48 g. Ikan kerapu terlebih dahulu dipelihara selama 10 hari dalam akuarium untuk proses adaptasi. Selain itu, dinding akuarium ditutup plastik hitam agar ikan kerapu tidak stres. Waring juga ditambahkan di atas akuarium untuk mencegah ikan kerapu keluar dari akuarium. Selama pemeliharaan ikan kerapu diberi pakan komersil yang mempunyai kadar protein 45% dan feeding rate 7-8% bobot tubuh dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari, yaitu pukul 08.00, 12.00, 16.00 WIB.

Persiapan Probiotik

Bakteri probiotik Bacillus NP5 yang berasal dari saluran pencernaan ikan nila dikultur pada media TSA. Bakteri yang diperoleh selanjutnya dikultur pada media SWC (5 g bactopeptone, 1 g yeast extract, 3 ml gliserol, 15 g agar, 750 ml air laut, dan 250 ml akuades) dengan konsentrasi air laut yang secara bertahap dinaikkan dari 25%, 50%, dan 75% masing-masing sebanyak tiga kali proses pengkulturan secara berulang. Selanjutnya bakteri probiotik Bacillus NP5 diberi penanda berupa resistensi antibiotik rifampicin (Widanarni et al. 2003). Karakterisasi ulang dilakukan pada isolat NP5 yang diperoleh dengan uji morfologi, pewarnaan Gram, serta karakterisasi fisiologis dan biokimia (Cowan 1974).

(21)

8

10 ml media SWC cair dan diinkubasi dalam waterbath shaker pada suhu 29-30oC dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Setelah itu, suspensi bakteri dipindahkan ke dalam tabung corning 25 ml kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dengan supernatan. Pelet sel bakteri yang diperoleh kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan larutan PBS (Phosphate Buffer Saline) 25 ml, dihomogenisasi dengan vortex dan disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm. Setelah dilakukan pencucian, PBS dibuang kemudian ditambahkan kembali larutan PBS sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex. Hasil dari vortex ini adalah probiotik yang akan dicampurkan ke dalam pakan.

Pembuatan Prebiotik

Ubi jalar dibersihkan dan dikupas, lalu diiris menggunakan pisau dengan ketebalan ±1 mm. Irisan ubi jalar kemudian dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 55oC selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi jalar kemudian digiling dengan willey mill dan diayak dengan ukuran 60 mesh (Marlis 2008). Sebanyak 500 gram tepung ubi jalar ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama 30 menit. Hasil pengukusan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam. Tepung ubi jalar digiling dan disaring dengan ayakan hingga tepung kukus ubi jalar dapat terkumpul. Pada proses ekstraksi, sebanyak 10 gram tepung kukus ubi jalar disuspensikan ke dalam 100 ml etanol 70% dan diaduk selama 15 jam menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whatman no.1 dan residu dibilas dengan menggunakan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil pemekatan disentrifus pada 5000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan kotoran, sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan kertas saring (Muchtadi 1989).

Perhitungan total padatan terlarut dilakukan menurut Apriyantono (1989). Cawan porselen dikeringkan selama 2 jam dalam oven bersuhu 100oC, kemudian didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat tetap. Cawan tersebut kemudian ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml ekstrak kasar oligosakarida ditempatkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang berat larutan ekstrak kasar oligosakarida (b gram). Cawan yang telah berisi ekstrak kasar oligosakarida kemudian ditempatkan dalam oven selama sehari semalam. Setelah kering, cawan berisi sampel ekstrak kasar oligosakarida didinginkan dalam desikator selama 10 menit atau hingga berat cawan stabil. Berat cawan yang berisi ekstrak kering kemudian diukur (c gram). Total padatan terlarut dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum dikeringkan dan dikalikan 100%.

TPT = − x 100%

(22)

9

Persiapan Pakan Uji

Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri probiotik, persiapan prebiotik serta pencampuran probiotik dan prebiotik. Pencampuran pakan dilakukan dengan cara mengkombinasikan probiotik dan prebiotik pada pakan yang akan diberikan. Dosis probiotik yang digunakan sebesar 1% dari jumlah pakan yang diberikan (Wang 2007), dan prebiotik sebesar 2% dari jumlah pakan yang diberikan (Mahious et al. 2006). Pencampuran dilakukan dengan menambahkan putih telur sebanyak 2% dari total pakan yang berfungsi sebagai perekat. Sebelum diberikan ke ikan kerapu, pakan dikeringudarakan terlebih dahulu selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban. Nilai analisa pakan uji yang diberikan pada ikan kerapu bebek dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Melalui Pakan

Pengujian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan secara in vivo

pada ikan kerapu bebek dilakukan selama 30 hari yang terdiri dari 5 perlakuan (Tabel 3).

Tabel 3 Perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada ikan kerapu bebek

Perlakuan Keterangan

K- Pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta diinjeksi PBS

K+ Pemberian pakan tanpa probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta diinfeksi V. alginolyticus

Pro Pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % serta diinfeksi V.

alginolyticus

Pre Pemberian pakan dengan prebiotik sebesar 2 % serta diinfeksi V.

alginolyticus

Sin Pemberian pakan dengan probiotik sebesar 1 % dan prebiotik 2 % serta diinfeksi V. alginolyticus.

Uji Tantang dengan V. alginolyticus

(23)

10

Parameter yang Diamati

Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu dapat diketahui dari jumlah ikan kerapu pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah ikan kerapu awal (Effendi 2004), dengan rumus sebagai berikut :

SR = ��

�� x 100% Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah ikan kerapu pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah ikan kerapu pada awal perlakuan (ekor)

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Huissman 1987) :

α = [√t WoWt− ] x %

Keterangan :

α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan kerapu pada akhir perlakuan (gram) Wo = Bobot rata-rata ikan kerapu pada awal perlakuan (gram) t = Periode pemeliharaan (hari)

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Zonneveld et al. 1991) :

FCR = F Bt+Bm−Bo

Keterangan :

FCR = Rasio konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa ikan kerapu pada saat akhir perlakuan (gram) Bm = Biomassa ikan kerapu yang mati saat perlakuan (gram) Bo = Biomassa ikan kerapu pada saat awal perlakuan (gram)

Penghitungan Jumlah Bakteri di Usus

(24)

11 dilakukan pada akhir perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik. Usus diambil dan dihomogenkan dalam larutan phosphat buffer saline (PBS). Penghitungan bakteri menggunakan metode hitung cawan, dengan menggunakan media spesifik SWC rifampicin (50 µg/ml) untuk menghitung total bakteri NP5 dan media SWC untuk menghitung total bakteri pada usus.

Total Eritrosit

Jumlah eritrosit dihitung menurut Blaxhall dan Daisley (1973). Perhitungan eritrosit dengan cara : sampel darah diambil dengan pipet yang berisi bulir

pengaduk warna merah sampai skala 1, kemudian ditambahkan larutan Hayem’s

sampai skala 101, digoyang atau diayunkan membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang, berikutnya diteteskan ke dalam hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup, lalu diamati dibawah mikroskop. Perhitungan dilakukan pada kotak kecil hemasitometer, Σ eritrosit = Σ sel eritrosit terhitung x pengencer / volume.

Kadar Hemoglobin (Hb)

Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli menggunakan sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake 1977). Kadar Hb diukur dengan cara mengkonversikan darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah ditambah dengan asam klorida. Prosedur perhitungan dilakukan dengan cara : darah diambil dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau skala 0,2 ml, lalu ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu. Setelah itu darah dalam pipet dipindahkan dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (merah), diaduk dan dibiarkan selama 3 sampai 5 menit. Kemudian ditambahkan akuades sampai warna darah dan HCl tersebut seperti warna larutan standar yang ada dalam Hb meter tersebut. Kemudian skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan dengan skala tabung sahli yang dilihat pada skala jalur gr % (kuning) yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.

Kadar Hematokrit (He)

(25)

12

bercampur homogen. Tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam hemasitometer, lalu ditutup dengan kaca penutup, dan diamati dibawah mikroskop. Perhitungan dilakukan pada kotak kecil hemasitometer, Σ leukosit = Σ sel leukosit terhitung x volume / pengencer.

Aktivitas Fagositik

Pengukuran aktivitas fagositik dilakukan menurut Anderson dan Siwicki

(1993). Sebanyak 50 μl darah dimasukkan ke dalam microplate, ditambahkan 50

μl suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (107 sel/ml). Dihomogenkan dan

diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Sebanyak 5 μl dibuat sediaan ulas

dan dikeringkan di udara. Difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tisu. Dihitung jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati.

Aktivitas Respiratory Burst

Respiratory burst dianalisis dengan metode yang dilakukan oleh Liu et al.

(2004). Sebanyak 100 µL darah+antikoagulan ditempatkan dalam ependorf yang sebelumnya sudah ditambahkan 100 µL larutan poly L lysine 0.2 %. Lalu disentrifus pada 700xg selama 20 menit dan supernatan dibuang. Kemudian ditambahkan 100 µL larutan HBSS dengan nitroblue tetrazolium 0.3 % dan didiamkan selama 2 jam agar bereaksi, kemudian disentrifus pada 700 xg selama 10 menit lalu larutan NBTnya dibuang, selanjutnya ditambahkan dengan 100 µL metanol absolut, dan disentrifus lagi pada 700 xg selama 10 menit lalu dibuang supernatannya. Kemudian dicuci 2 kali dengan 100 µL metanol 70 % dan dibiarkan kering udara, lalu dilarutkan dengan formazan (120 µL 2M KOH dan 140 µL dimethyl sulphoxide (DMSO)), kemudian dipindahkan ke dalam

microplate. Terakhir dilihat nilai absorbannya pada panjang gelombang 630 nm.

Analisa Data

Data yang diperoleh diuji dengan software statistik SPSS 21. Jika terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing perlakuan, maka digunakan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bacillus sp.

(26)

13 Tabel 4 Karakterisasi Bacillus NP5 berdasarkan Cowan (1974)

Karakterisasi Reaksi

Bacillus yang telah diadaptasikan dengan media SCW secara bertahap menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri pada media kultur. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri Bacillus tersebut mempunyai toleransi yang baik terhadap air laut. Bentuk karakterisasi Bacillus sp. dapat dilihat pada Lampiran 4. Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan dengan media SWC secara bertahap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC Perlakuan SWC 25% (CFU/ml) SWC 50% (CFU/ml) SWC 75% (CFU/ml)

Kultur 1 4.47x107 1.79x108 4.47x108

Kultur 2 8.95x107 2.23x108 4.43x108

Kultur 3 2.98x107 2.53x108 5.37x108

Genus Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.

Bacillus sp. membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta bersifat katalase positif. Genus Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya : (1) mampu mendegradasi senyawa organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan agar, (2) mampu menghasilkan antibiotik; (3) berperan dalam nitrifikasi dan denitrifikasi; (4) pengikat nitrogen; (5) pengoksidasi selenium; (6) pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn); (7) bersifat khemolitotrof, aerob atau fakultatif anaerob, asidofilik atau alkalifilik, psikoprifilik, atau termofilik (Hatmanti 2000).

Kandungan Oligosakarida Ubi Jalar

(27)

14

Tabel 6 Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC

No. Parameter Unit Hasil

1. FOS g/100 g 1.015

2. GOS g/100 g 1.488

3. Inulin g/100 g 1.115

Penggunaan fruktooligosakarida (FOS) dalam pakan juvenil red drum

(Sciaenops ocellatus) dapat menstimulasi respon imun non-spesifik seperti aktivitas lisozim serta produksi secara intraseluler superoxid anion dari makrofage ginjal. FOS secara kimiawi adalah senyawa β-D-fruktans rantai pendek atau

sedang, yang terikat dengan ikatan β-2-1 glikosidik, yang tidak dapat diuraikan oleh enzim pencernaan (Buentello et al. 2010).

GOS diproduksi dengan memperpanjang rantai dimer laktosa menggunakan enzim β-galactosidase. Molekul GOS merupakan hasil sintesis yang

memanfaatkan aktivitas enzim β-galaktosidase dari laktosa yang dikenal dengan istilah reaksi transgalaktosilasi. β–galaktosidase adalah kelompok enzim hidrolitik dan telah banyak digunakan oleh berbagai industri produk olahan untuk menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Saad et al. 2013). Penggunaan GOS pada pakan dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik strain

Lactobacillus di saluran pencernaan dan kelangsungan hidup bakteri tersebut (Hernandez et al. 2012).

Sintasan

Sintasan ikan kerapu pada masa pemeliharaan selama 30 hari menunjukkan nilai 100% pada semua perlakuan. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada sintasan ikan kerapu setelah uji tantang dimana untuk kontrol negatif menunjukkan nilai 100%, perlakuan Pro, Pre, dan Sin masing-masing (91.67%), sedangkan untuk kontrol positif menunjukkan nilai (33.33%) (Gambar 2). Ikan kerapu bebek yang

Gambar 2 Sintasan ikan kerapu bebek (C. altivelis), sebelum uji tantang V. alginolyticus ( ); setelah uji tantang V. alginolyticus ( ). Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

(28)

15 terserang vibriosis dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik secara in vivo terbukti mampu meningkatkan sintasan ikan kerapu bebek. Penambahan probiotik dalam pakan diduga mampu menghambat pertumbuhan V. alginolyticus karena probiotik mampu menjadi pesaing dalam memperoleh nutrisi untuk menghambat patogen yang ada. Selain itu, penambahan prebiotik ternyata mampu menekan pertumbuan patogen karena bakteri yang secara alami ada dalam tubuh ikan mampu memanfaatkan prebiotik yang diberikan untuk mendukung pertumbuhannya. Pemberian sinbiotik pada pakan ikan kerapu juga dapat menghambat pertumbuhan patogen karena bakteri probiotik NP5 yang diberikan mampu memanfaatkan prebiotik yang telah tersedia. Chiu et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri probiotik pada pakan ikan kerapu lumpur pada tingkat yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai sintasan yakni sebesar 56,6% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai sebesar 20% selama 144 jam setelah uji tantang. Hasil penelitian yang lain menunjukkan adanya kesinergisan antara kombinasi pemberian probiotik yang berupa Bacillus subtilis dengan prebiotik fruktooligosakarida (FOS) menghasilkan nilai kumulatif mortalitas yang rendah (Ai et al. 2011).

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian juga memperlihatkan adanya peningkatan nilai antara kontrol dan semua perlakuan. Nilai laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan Sin sebesar (13,79%), diikuti Pre sebesar (12,59%), Pro sebesar (12,37%), kemudian kontrol positif sebesar (9.62%/hari) dan kontrol negatif sebesar (8,97%) (Gambar 3). Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan akan sangat menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan menyumbangkan exogenous enzim (seperti amilase dan protease) pada sistem pencernaan ikan, sehingga sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif dalam pembelanjaan energi (expenditure energy) untuk proses pencernaan. Energi yang seharusnya dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit dan selisih energi yang ada dapat digunakan untuk pertumbuhan.

Gambar 3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

b b

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

LPH

(%

)

(29)

16

Pemberian prebiotik pada pakan tidak secara langsung menambahkan

exogenous enzim pada tubuh ikan tetapi memberikan tambahan energi dari hasil pencernaan dan metabolisme ikan. Prebiotik yang digunakan berasal dari jenis oligosakarida (FOS dan GOS) yang tidak dapat dicerna oleh tubuh ikan tetapi dapat dirombak oleh bakteri sehingga menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Pengaruhnya yang lain dalam tubuh ikan yakni dapat membuat tambahan sumber energi akibat aktivitas bakteri tersebut. Disamping itu, bakteri alami dalam tubuh ikan akan mendapat tambahan nutrisi untuk mampu hidup lebih baik dan menghasilkan lebih banyak exogenous enzim, sehingga membuat pencernaan ikan menjadi lebih efektif.

Penambahan sinbiotik (probiotik dan prebiotik) akan menciptakan sinergi dalam tubuh ikan. Prebiotik yang diberikan bisa langsung dimanfaatkan oleh bakteri probiotik Bacillus sp. atau digunakan oleh bakteri alami yang ada dalam tubuh ikan. Hal tersebut menandakan penggunaan sinbiotik menghasilkan pertumbuhan yang maksimal pada penelitian ini. Hasil penelitian Lin et al. (2012) juga memperlihatkan hasil laju pertumbuhan harian yang berbeda signifikan antara kombinasi pemberian Bacillus coagulans dan citosanoligosakarida (COS) yakni sebesar 1.66% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai 1.28%. Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberikan pakan probiotik dapat dikaitan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktivitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan bobot (Liu et al. 2009).

Rasio Konversi Pakan

Nilai rasio konversi pakan pada ikan kerapu bebek menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pakan perlakuan terhadap kontrol. Nilai rasio konversi pakan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Sin (1,24), diikuti oleh Pre (1,29), dan Pro (1,36), kemudian kontrol negatif (1,9) dan kontrol positif (2,11) (Gambar 4). Perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan tersebut. Nilai rasio konversi pakan perlakuan Pro, Pre, dan Sin berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Pemberian probiotik NP5 diduga memberikan efek yang positif terhadap efisiensi pakan ikan kerapu bebek. Menurut Verschuere et al. (2000), probiotik memberikan keuntungan bagi inang dengan memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan. Hasil penelitian Putra (2010) menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik dalam pakan menghasilkan efisiensi pakan tertinggi. Pada hasil penilitian ini, exogenous

enzim maupun tambahan nutrisi dari perombakan probiotik terhadap oligosakarida yang diberikan tidak berada pada jumlah yang optimal untuk menghasilkan pertumbuhan maksimal sehingga nilai FCR pada perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak berbeda satu sama lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniels

et al. (2010) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik Bacillus, prebiotik mannanoligosakarida, dan gabungan antara Bacillus

dan mannanoligosakarida dengan kontrol. Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberi pakan probiotik dapat dikaitkan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktivitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan bobot (Liu et al.

(30)

17

Jumlah Bakteri di Usus

Hasil pada Tabel 7 menunjukkan adanya peningkatan jumlah bakteri pada pemberian pakan perlakuan dibandingkan kontrol. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan Sin dengan jumlah total bakteri 6.13x107 CFU/g dan jumlah bakteri NP5 6.13x103 CFU/g.

Tabel 7 Jumlah bakteri di usus ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan Pro, Pre, dan Sin.

Perlakuan Jumlah total bakteri (CFU/g) Jumlah bakteri NP5 (CFU/g)

Kontrol (-) 2.98x106 0

Kontrol (+) 2.87x106 0

Pro 2.02x107 6.75x102

Pre 1.14x107 0

Sin 6.13x107 6.13x103

Keragaman bakteri dalam usus hewan akuatik sangat tergantung pada habitat dan sistem pencernannya. Bakteri yang masuk melalui air dan makanan akan mempengaruhi mikroflora dalam usus, sehingga kompleksitas bakteri dalam usus hewan akuatik dapat berubah-ubah selama hidupnya (Austin 2006). Pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik selama 30 hari terbukti memperbanyak jumlah bakteri di dalam usus ikan kerapu. Pemberian pakan yang mengandung probiotik, prebiotik, dan sinbiotik dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis dan biologis dalam gastrointestinal serta perubahan morfologi epitel. Merrifield et al. (2010) menyatakan bahwa aplikasi probiotik

Gambar 4 Rasio konversi pakan (FCR) ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

a

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

F

CR

(31)

18

dan prebiotik dapat meningkatkan jumlah dan kepadatan mikrofili serta luas dan area penyerapan dan berpengaruh juga dalam meningkatkan efisiensi pencernaan. Aplikasi sinbiotik dapat memaksimalkan pakan yang tertelan diubah lebih efektif menjadi protein struktural yang kemudian dapat meningkatkan pertumbuhan (Cerezuela et al. 2011). Sinbiotik yang memodulasi mikrobiota usus mungkin memiliki tindakan protektif pada sel-sel mukosa usus dengan meransang kekebalan respon tubuh bawaan, tanpa memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan (Ai et al. 2011)

Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Kadar Hematokrit

Hasil pengamatan gambaran darah seperti disajikan pada Gambar 5 menunjukkan adanya keterkaitan antara total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit. Total eritrosit pada ikan kerapu bebek yang ditampilkan juga memperlihatkan perbedaan nyata dengan kontrol. Nilai total eritrosit tertinggi ditunjukkan pada perlakuan Sin sebesar (2.00 x 106 sel/mm3), diikuti Pre (1.98 x 106 sel/mm3), Pro (1.86 x 106 sel/mm3), kemudian kontrol negatif (1.23 x 106 sel/mm3) dan kontrol positif (1.11 x 106 sel/mm3). Kadar eritrosit pada ikan kerapu bebek yang diberikan perlakuan Pro, Pre, dan Sin mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan memberikan hasil beda nyata (p < 0.05). Tingginya nilai eritrosit tersebut diduga pakan yang diberi Pro, Pre, dan Sin tersebut relatif lebih baik dibanding perlakuan yang lain, yang hal tersebut dapat dilihat dari nilai pertumbuhan harian dan FCR. Nilai tinggi pada kadar eritrosit ikan kerapu yang diberi perlakuan Pro, Pre, dan Sin menunjukkan tingkat imunitas yang cukup tinggi. Sedangkan perlakuan Pro, Pre, dan Sin tidak berbeda nyata antar masing-masing perlakuan tersebut (p > 0.05). Nilai Sin tidak menunjukkan nilai yang terbaik karena diduga rasio pemberian probiotik dan prebiotiknya belum optimal. Sehingga nilai yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan perlakuan Pro dan Pre. Rendahnya nilai eritrosit pada perlakuan kontrol (+) diduga pada perlakuan tersebut mengalami infeksi sehingga nilai eritrositnya menurun. Adanya penurunan jumlah eritrosit pada kontrol (+) setelah uji tantang menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut mengalami infeksi sistemik yang akut Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan pun bervariasi namun ternyata masih berada pada kisaran jumlah yang normal untuk ikan. Jumlah sel darah merah merupakan yang terbesar dan jumlahnya bervariasi biasanya mempunyai kisaran 1.05-3.0 x106/mm3 (Kumar 2012).

(32)

19 ikan kerapu bebek. Pemberian tambahan nutrisi berupa Pro, Pre, dan Sin yang tepat pada ikan kerapu bebek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al. 1977).

Gambar 5 Total eritrosit (A), hemoglobin (B), dan hematokrit (C) ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

b

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

E

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

He

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

(33)

20

Kadar hematokrit pasca infeksi dengan V. alginolyticus tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan. Nilai hematokrit perlakuan Sin (14.82%), diikuti Pre (14.50%), kemudian kontrol negatif (14.50%), Pro (14.09%), dan kontrol positif (13.05%). Hasil yang diperoleh pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0.05). Nilai hematokrit yang sama menunjukkan bahwa semua perlakuan mengalami kondisi stres. Hal tersebut menandakan bahwa hematokrit erat kaitannya dengan tingkat stres pada ikan. Kadar hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dengan plasma darah, serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Hematokrit menggambarkan proporsi besarnya jumlah sel eritrosit dalam darah ikan, dan jika dihubungkan dengan jumlah eritrosit maka nilai hematokrit juga dapat menggambarkan kondisi sel eritrosit. Nilai hematokrit dapat menggambarkan naik dan turunnya jumlah eritrosit dan hemoglobin dalam darah. Adanya penurunan kadar hematokrit pada kontrol (+) menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut mengalami stres dan terjadi anemia. Terjadinya penurunan nilai hematokrit setelah pasca injeksi, disebabkan karena infeksi bakteri V. alginolyticus yang mampu melisis sel-sel darah merah. Selain dari infeksi bakteri, respon makan pun dapat memberi pengaruh pada komposisi darah termasuk jumlah eritrosit yang juga berpengaruh terhadap hematokrit. Indikator terjadinya stres pada ikan adalah terjadinya penurunan hematokrit darah (Tanbisyakur 2011). Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan sebagai indikator rendahnya kandungan protein dalam pakan, defisiensi vitamin atau ikan menderita infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit dan eritrosit menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stres. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Martin et al. 2004).

Total Leukosit, Aktifitas Fagositik, dan Respiratory Burst

Leukosit pada ikan teleostei merupakan salah satu bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik (Uribe et al. 2011). Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan yang bersifat non-spesifik dimana termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel

cytotoxic non-spesifik (Fraser et al. 2012). Hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 6 memperlihatkan nilai total leukosit, aktivitas fagositik, dan respiratory burst.

(34)

21 meningkatnya serangan patogen maka akan semakin meningkat pula produksi leukosit dalam darah. Respon ikan terhadap stresor bergantung pada jenis stres yang dialami oleh ikan tersebut, dimana peningkatan jumlah leukosit, penurunan kadar hematokrit dan peningkatan neutrofil bergantung pada jenis stres yang dialami (Martin et al. 2004). Respon imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respon imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri (Uribe et al. 2011).

Nilai aktivitas fagositik tertinggi terlihat pada perlakuan Sin sebesar 43.33%, diikuti Pre 42.33%, Pro 39.00%, kemudian kontrol positif 27.33% dan kontrol negatif 19.67. Nilai Sin tidak lebih tinggi dari Pre karena tidak berbeda nyata (p > 0.05). Hal tersebut diduga komposisi dari Sin (Pro dan Pre) belum pada tahap optimum sehingga pemberian Sin belum dapat mencapai kemampuan maksimal dalam melalukan fagositosis. Tingginya nilai aktivitas fagositik pada perlakuan Sin dibandingkan dengan perlakuan yang lain menunjukkan adanya kemampuan tubuh ikan kerapu dalam melakukan proses penghambatan patogen yang masuk. Salah satu upaya dari tubuh ikan untuk mempertahankan diri terhadap serangan patogen adalah dengan menghancurkan patogen tersebut melalui proses fagositik. Leukosit yang merupakan sel fagositik sangat berperan penting dalam melawan serangan patogen. Proses terbentuknya antibodi yang spesifik terjadi karena adanya rangsangan dari antigen penginfeksi. Proses tersebut dimulai pada saat benda asing masuk ke dalam tubuh ikan, kemudian difagositik oleh makrofag. Fungsi utama makrofag yaitu pemusnahan antigen dengan cara memfagosit. Makrofag akan mengirim sinyal pada jaringan limfosit yang merupakan rangsangan untuk membentuk antibodi yang spesifik. Tujuan dari antibodi adalah untuk melumpuhkan patogen agar tidak menyebar dan menurunkan toksisitas racun sehingga lebih mudah diserang oleh sel fagosit. Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan, dan tahap pencernaan (Uribe et al. 2011).

Nilai respiratory burst tertinggi pada perlakuan Pre sebesar (0.78), diikuti Sin (0.75), Pro (0.74), kemudian kontrol positif (0.70) dan kontrol negatif (0.69).

(35)

22

Gambar 6 Total leukosit (A), aktivitas fagositik (B), respiratory burst (C) pada ikan kerapu bebek (C. altivelis) pasca uji tantang dengan V. alginolyticus. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan.

b

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

L

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

A

Kontrol (-) Kontrol (+) Pro Pre Sin

Res

membran plasma setelah terjadinya aktivasi untuk melakukan fagositik (Rieger et al. 2011).

A

B

(36)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik pada pakan ikan kerapu mampu meningkatkan respon imun dan resistensi terhadap penyakit serta meningkatkan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek.

Saran

Perlu dilakukan kajian pemberian sinbiotik dengan jenis probiotik, prebiotik, dan frekuensi atau lama pemberian (durasi) berbeda untuk meningkatkan respon imun pada ikan kerapu bebek.

DAFTAR PUSTAKA

Ai Q, Xu H, Mai K, Xu W, Wang J, Zhang W. 2011. Effects of dietary supplementation of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on growth performance, survival, non-specific immune response and disease resistance of juvenile large yellow croaker, Larimichthys crocea. Aquaculture. 317:155–161. Aly SM, Mohamed MF, John G. 2008. Effect of probiotics on the survival,

growth and challenge infection in Tilapia nilotica (Oreochromis niloticus).

Aquaculture Research. 39:647-656.

Amlacher E. 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman, Penerjemah. New York : TFH Publ. Neptune. p 302.

Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian

Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Evironment”. Phuket, Thailand. 25-29 th October 1993. p 17.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.

Austin B, Austin D. 2007. Bacterial fish pathogens: diseases of farmed and wild fish, 4 ed., Chichester: Springer.

Austin B. 2006. The bacterial microflora of fish, revised. Sci World J. 6:931–945. Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haematological methods for use with

(37)

24

immune responses, and disease resistance of the grouper, Epinephelus coioides.

Fish & Shellfish Immunology. 29:1053-1059.

Costinar L, Herman V, Pascu C, Marcu A, Marcu A, Faur B. 2010. Isolation and characterization of Vibrio alginolyticus and Pasteurella spp. from siberian sturgeon (Acipenser baerii). Lucrări Ştiintifice Medicină Veterinară. 63:1. Cowan ST. 1974. Cowan and Steel’s Manual for the identification of medical

bacteria, 2nd ed. Cambrigde: Cambridge Univertisy Press.

Daniels CL, Merrifield DL, Boothroyd DP, Davies SJ. 2010. Effect of dietary

Bacillus spp. and mannan oligosaccharides (MOS) on European lobster (Homarus gammarus L.) larvae growth performance, gut morphology and gut microbiota. Aquaculture. 304:49-57.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Depok: Penebar Swadaya.

Fraser TWK, Rønneseth A, Haugland GT, Fjelldal PG, Mayer I, Wergeland HI. 2012. The effect of triploidy and vaccination on neutrophils and B-cells in the peripheral blood and head kidney of 0+ and 1+ Atlantic salmon (Salmo salar

L.) post-smolts. Fish & Shellfish Immunology. 33:60-66.

Gatesoupe F.J. 1999. The use of probiotics in Aquaculture: a review. Aquaculture. 180:147-165.

Gibson GR, Probert HM, Loo JV, Rastall RA, Roberfroid MB. 2004. Dietary modulation of the human colonic microbiota: updating the concept of prebiotics. Nutr. Res. Rev. 17(2):259–275. doi: 10.1079/NRR200479.

Hatmanti A. 2000. Pengenalan Bacillus spp. Oseana. 15(1):31-41.

Hernandez OH, A Muthaiyan, FJ Moreno, A Montilla, ML Sanz, SC Ricke. 2012. Effect of prebiotik carbohydrates on the growth and tolerance of Lactobacillus.

Food Microbiology. 30:355-361.

Huissman EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries. Wageningen:Wageningen Agriculture University. p 170.

KKP. 2013. KKP: Produk Budidaya Laut Diminati Pasar Ekspor [Internet].

[diunduh 2013 Juni 11]. Tersedia pada:

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9248/KKP-Produk-Budidaya-Laut-Diminati-Pasar-Ekspor/.

Kumar S, Raman RP, Pandey PK, Mohanty S, Kumar A, Kumar K. 2013. Effect of orally administered Azadirachtin on non-specific immune parameters of goldfish Carassius auratus (Linn. 1758) and resistance against Aeromonas hydrophyla. Fish and Shellfish Immunology. doi: 10.1016/j.fsi.2012.11.038. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichthyology. New

York-London: John Wiley and Sonc Inc.

Li J, Tan B, Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture. 291:35-40.

Lin S, Mao S, Guan Y, Luo L, Pan Y. 2012. Effects of dietary chitosan oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity and resistance of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture. 342-343:36-41.

Liu CH, Chen CJ. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus.

(38)

25 Liu CH, Chiu CS, Ho PL, Wang SW. 2009. Improvement in the growth performance of white shrimp, Litopenaeus vannamei, by a protease-producing probiotic, Bacillus subtilis E20, from natto. Journal of Applied Microbiology.

107:1031–1041.

Mahious, Getesoupe, Hervi M, Metailler R, Ollevier. 2006. Effect of dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot, Psetta maxima

(Linnaeus, C.1758). Aquaculture. 14(3):219-229.

Marlis A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan Pengaruh Pengelolaan Terhadap Potensi Prebiotiknya. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Martin ML, Namura DT, Miyazaki DM, Pilarsky F, Ribero K, De Castro MP, De Campos CM. 2004. Physiological and haemotological respons of Oreochromis niloticus exposed to single and consecutive stress of capture. Animal Science.

26:449-456.

Merrifield DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bøgwald J, Castex M, Ringø E. 2010. The Current Status and Future Focus of Probiotic and Prebiotic Applications for Salmonids. Aquaculture. 302:1-18.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Depdikbud Ditjen Dikti-PAU IPB.

Mustapha S, Mustapha EM, Nozha C. 2013. Vibrio alginolyticus: An Emerging Pathogen of Foodborne Diseases. International Journal of Science and Technology. 2:4.

Nayak SK. 2010. Probiotics and Immunity: A Fish Perspective. Review. Fish and Shellfish Immunologi. 29:2-14.

Putra AN. 2010. Kajian probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rawling MD, Merrifield DL, Snellgrove DL, Kuhlwein H, Adams A, Davies SJ. 2012. Haemato-immunological and growth response of mirror carp (Cyprinus carpio) fed a tropical earthworm meal in experimental diets. Fish and Shellfish Immunology. 32:1002-1007. doi:10.1016/j.fsi.2012.02.020.

Rieger AM, Barreda DR. 2011. Antimicrobial mechanisms of fish leukocytes.

Developmental and Comparative Immunology. 35:1238–1245.

doi:10.1016/j.dci.2011.03.009.

Ringo E, Olsen RE, Gifstad TTO, Dalmo RA, Amlund H, Hemre GL, Bakke AM. 2010. Prebiotics in aquaculture: a review. Aquaculture Nutrition. 16:117-136. Saad N, Delattre C, Urdaci M, Schmitter JM, Bressollier P. 2013. An overview

of the last advances in probiotic and prebiotik field. Food Science and Technology. 50:1-16.

Syamsir E, Honestin T. 2009. Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Varietas Sukuh Dengan Variasi Proses Penepungan. J. Teknol. dan Industri Pangan. 20:2.

Schrezenmeir J, Vrese M. 2001. Probiotics, Prebiotics and Synbiotic-Approaching a definition. American Journal of Clinical Nutrition. 73(2):361-364.

(39)

26

Tremaroli V, Bäckhed F. 2012. Functional interactions between the gut microbiota and host metabolism. Nature. 489. doi:10.1038/nature11552.

Uribe C, Folch H, Enriquez R, Moran G. 2011. Innate and adaptive immunity in teleost fish: a review. Veterinari Medicina. 56(10):486–503.

Verschure L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic Bacteria as Biological Control Agents in Aquaculture. Microbiological and Molecular Biology Review. 64:655-671.

Watson AK, Kaspar H, Lategan MJ, Gibson L. 2008. Probiotics in aquaculture: The need, principles and mechanisms of action and screening processes.

Aquaculture. 274:1–14.

Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio Isolates for Biocontrol of Vibriosis in Tiger Shrimp (Penaeus monodon) Larvae. Biotropia.

20:11-23.

Wedemeyer GA, WT Yasutake.1977. Clinical Methods For the Assessement Of The Effect Environmental Stress On Fish Health. Technical Papers Of The U.S. Fish and Wildfield Service. US. Depart. Of the Interior Fish and Wildlife Service. 89:1-17.

Gambar

Gambar 1 Struktur kimia prebiotik
Tabel 5 Jumlah koloni bakteri NP5 yang telah diadaptasikan pada media SWC
Gambar 2 Sintasan ikan kerapu bebek ( C. altivelis), sebelum uji tantang V.
Gambar 3 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu bebek (C. altivelis) selama 30 hari. Data rataan dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata (Duncan; p < 0.05) antar perlakuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat penelitian deskriftif kualitatif yang menafsirkan serta menggambarkan keadaan sesuai dengan kenyataan yang

Jenis penilitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis, adapun sumber data penelitian ini adalah sumber data primer dan

Dengan mengamati proses awal meletusnya Gunung Merapi sampai proses pembangunan relokasi permukiman masyarakat korban letusan Gunung Merapi dapat ditarik beberapa permasalahan yang

Anggarani (2016) melakukan penelitian untuk melihat kepatuhan pengungkapan CSR pada laporan berkelanjutan dari beberapa sektor perusahaan, seperti industri semen,

Kualitas air Sungai Cisadane dari hulu sampai hilir berdasarkan bioindikator Bentos makroinvertebrata berada pada status tercemar sedang sampai buruk. Prosen (%) EPT menurun

Begitu pula dengan makna gramatikal, dideskripsikan pada leksikon yang yang berbentuk kata jadian, meliputi kata berimbuhan, kata ulang, dan kelompok kata

Tidak semua responden berlatar belakang pendidikan matematika. Dari enam guru matematika yang diwawancarai, 3 diantaranya memiliki latar belakang bukan di mana satu guru

Pendekatan Penelitian yang digunakan penyusun dalam penelitian ini adalah uṣûl al-fiqh dengan menggunakan teori perbedaan dalam penggunaan metode penemuan