• Tidak ada hasil yang ditemukan

KHAZANAH EKOLEKSIKON UNGKAPAN KEBAHARIAN. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KHAZANAH EKOLEKSIKON UNGKAPAN KEBAHARIAN. doc"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KHAZANAH EKOLEKSIKON UNGKAPAN KEBAHARIAN

DI MASYARAKAT PANTAI KUTA LOMBOK TENGAH

SEBAGAI SUPLEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS

LINGKUNGAN DI SEKOLAH DASAR

DEWI ANITA I2H 013006

Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mataram

fataneva@gmail.com

Pembimbing I : Prof Dr. Aron Meko Mbete ………

Pembimbing II : Dr. Halus Mandala ………..

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan khazanah leksikon kebaharian di masyarakat pantai Kuta Lombok Tengah. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu mengungkapkan fenomena kebahasaan yang terjadi dalam masyarakat lingkungan pantai setempat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, metode simak, dan metode cakap. Metode analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan langsung hasil temuan dan menyimpulkannya berdasarkan data yang diperoleh. Hasil penelitian ini berupa bentuk, makna, dan kontribusi leksikon kebaharian. Bentuk-bentuk leksikon terdiri atas kategori biotik dan kategori abiotik. Kategori biotik berupa jenis ikan, tanaman laut, dan binatang laut. Kategori abiotik terdiri atas jenis ombak, peralatan nelayan, karakter laut, budaya berenang, dan jenis-jenis makanan. Makna-makna leksikon berupa makna leksikal dan makna kontekstual. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suplemen pembelajaran berbasis lingkungan di Sekolah Dasar dan dapat dijadikan sebagai bahan ajar yang dimuat dalam semua mata pelajaran dengan tujuan agar dapat memberikan bekal pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta didik.

Kata Kunci: leksikon, ekolingusitik, Kebaharian“Pantai Kute”Lombok Tengah

ABSTRACT

(2)

lexicon consists of category biotic and the abiotik.Category biotic be a fish, marine plant, and of the waterCategory abiotik consists of a kind of a wave equipment fishermen, character the sea, culture swim, and type of food.Meanings lexicon of the lexical meaning and meaning contextual. This research is expected to be a supplement to the environmental-based learning in elementary school and can be used as learning materials are loaded in all subjects with the aim to be able to provide knowledge, and skills to learners.

Keywords: lexicon, ekolingusitik, Kebaharian "which is the beach of" central Lombok

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai salah satu bagian alam telah berusaha untuk berinteraksi dengan lingkungan alam sebagai tempat hidup, tumbuh dan berkembang. Kegiatan berinteraksi dengan alam ini telah melahirkan suatu budaya sebagai wujud kreasi yang lahir dari akal pikiran manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya. Ketergantungan manusia dari alam adalah hakikat hidup manusia. Kesalingketergantungan (interdependensi), kesalinghubungan (interelasi), dan interaksi (intraction) antar manusia dengan lingkungan hidup sekitarnyalah dalam keharmonisan yang memberi ruang kreasi simbolik manusia, telah menghasilkan kebudayaan.

Masyarakat Sasak yang tinggal di pantai dan tentunya berinteraksi dengan pantai dan laut di sekitar mereka, menghasilkan kebudayaan bernuansa kelautan, mengenal nama-nama berbagai entitas baik yang tak bernyawa seperti batu karang, air, maupun yang bernyawa seperti berbagai jenis ikan dalam bahasa Sasak, juga dalam bahasa Indonesia, tentang ombak, tentang jenis-jenis ikan dan biota laut. Leksikon-leksikon itu terungkap dalam bahasa Sasak yang secara evolutif terwaris turun temurun antargenerasi. Tentu pengenalan, pemahaman dan pengkodeannya secara verbal-lingual dalam bahasa itu dikarenakan manusia memiliki kepentingan dan manfaatnya. Tentulah hasil berinteraksi, berinterelasi, dan bahkan berinterdependensi dengan pantai dan laut, dan dengan berbagai entitas di lingkungan mereka terekam secara verbal. Dengan demikian perubahan lingkungan berpengaruh pada perubahan budaya, dan tentu pula perubahan bahasa dan implikasinya dalam pendidikan dan pembelajaran.

Rendahnya pengetahuan generasi muda tentang leksikon-leksikon lingkungan kebaharian menjadi sasarkaji dalam penelitian ini. Pengkajian terhadap leksikon-leksikon tersebut diharapkan dapat mengungkapkan dan mengingatkan kembali kepada masyarakat setempat khususnya generasi muda mengenai pengetahuan dan pengalaman guyub tutur bahasa Sasak khsusunya leksikon-leksikon dalam kebaharian di Pantai Kute Lombok Tengah serta relevansinya dengan pembelajaran berbasis lingkungan di Sekolah Dasar.

1.2 Rumusan Masalah

(3)

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk lingual leksikon ungkapan kebaharian yang

Tujuan penelitian ini untuk menemukan bentuk dan makna yang terkandung dalam wujud leksikon-leksikon dalam konteks kebaharian di Pantai Kuta Lombok Tengah. selanjutnya penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan referensi dan menambah pemahaman terkait dengan teori ekolinguistik dan relevansi dari penelitian ini terhadap model pembelajaran berbasis lingkungan di Sekolah Dasar. Pengetahuan tentang lingkungan kebaharian penting bagi para keberagaman/kebervariasian (diversity) dan tentunya lingkungan. Bentuk interaksi antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau bahasa dan kebudayaan dapat dilihat pada level interrelasi leksikon. Sedangkan bentuk keberagaman (diversity) dapat dilihat pada tatanan kebervariasian leksikon yang dihasilkan oleh suatu bahasa tersebut dalam mengkodekan pengetahuan guyup tutur dengan aneka entitas yang ada di lingkungan tertentu itu. Apakah kebervariasian leksikon terjadi dalam pikiran manusia (human mind), dalam komunitas yang realitas, sistem bahasa, ataupun interrelasi antara pembicara. Menurut Muhlhusler (2001:6) kebervariasian terjadi karena faktor adaptasi terhadap lingkungan, sedangkan Glausiusz dalam Muhlhusler,(2001:6) kebervariasian bahasa (leksikon) terjadi karena proses evolusi.

Bahasa membedakan manusia dengan makhluk lainnya sebagaimana yang dikatakan Cassirer bahwa keunikan manusia bukanlah pada kemampuan berpikir melainkan pada kemampuan berbahasa (Bakhtiar, 2013:175). Bahasa merupakan hasil kegiatan alat ucap manusia yang berupa bunyi-bunyi terstruktur dan mempunyai arti yang bersifat konvensional. Dikatakan konvensional karena bahasa setiap daerah maupun setiap negara berbeda-beda, hal ini menunjukkan bahwa bahasa tersebut merupakan hasil kesepakatan dari para penutur bahasa itu sendiri. Bahasa-bahasa yang telah disepakai penuturnya digunakan dalam lingkup ruang komunitas masyarakat penutur itu sendiri. 2.2 Semantik

Kata semantik dturunkan dari kata Yunani semainein (bermakna atau berarti Aminuddin (1988:15) bahwa seamantik yang semula berasal dari bahasa yunani mempunyai makna ‘to signify’ (memaknai). Dan menurut Lyons (1971:1) semantik pada umumnya diartikan sebagai studi tentang makna (semantic is generally defined as the study of meaning). Semantik sebagai suatu isitilah teknis dijelaskan oleh F.R. Palmer sebagai berikut.

(4)

2.3 Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar Ditinjau dari Perspektif Ekolinguistik

Kurikulum berakar pada budaya lokal dan bangsa, memiliki arti bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai hidup yang penting, merujuk Panduan Teknis Kurikulum 2013. Kurikulum juga harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi nilai yang dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan di masa depan.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data leksikon yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah leksikon yang berkaitan dengan Kebaharian biotik dan abiotik yang ada di masyarakat pantai Kuta Lombok Tengah, mulai dari; jenis ikan, tumbuhan laut, peralatan dan perlengkapan nelayan, jenis ombak, jenis makanan dengan bahan bahari, kegiatan masyarakat pesisir pantai (nelayan) sehari-hari. Semuanya akan disajikan sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.

3.1 Bentuk-Bentuk Leksikon Kebaharian

Bentuk-bentuk leksikon yang terdapat pada masyarakat pantai kuta Lombok tengah terdiri dari kata atau kelompok kata kerja atau perbuatan yang dilakukan, seperti mindang, bau nyale, nyelem, nyorok, bejual, ngapung, ngelining, ngerakat, kali lebak, tesembek/besembeq, bekerem, sekuat, bejore, ngerakah, ngeritaq, nyangkar, ngeratus, nysisip, lampaq mincing. Selain kata kerja, juga terdapat kata atau kelompok kata benda seperti aiq, nyale, kesik, batuq, empaq, pindang, kalioman, empaq teri, kelaq pedis panas, penyuq, cumiq, udang, kesore, ganggang, kemuru, teken, peje, umak, perau, kemudiq, jarring, bawon, buse, sok/sorok, pereang, jerit, pacok, taiq, kajuq, selaboh, ampen, kodong, bsang, keke, teri ijo, pemaje, aiq segare, kesik puteq, jaring kodeq, jaring tambang, kelaq otak-otak, bajo.pada suku sasak terdapat symbol adat yaitu, besembeq, dan mangku atau pemangku.semua simbol adat tersebut terdapat pada proses bau nyale ataupun ngapung.

Selain itu, berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk leksikon yang ada pada masyarakat kuta terdiri dari kata dasar, kata jadian dan kelompok kata (frase). Kata dasar merupakan kata yang belum mengalami perubahan bentuk, sedangkan kata jadian adalah kata yang sudah mengalami bentuk yaitu kata berimbuhan dan kata ulang. Leksikon yang berupa kata dasar yaitu aiq, nyale, kesik, batuq, empaq, pindang, kaliomang, penyuq, cumiq, geritaq, udang, kasore, ganggang, kemuru, teken, peje, umbak, perau, kemudiq, jaring, bawon, rawe/bondre, buse, sok/sorok, mangku, bekerem, mantre, pereang,

jerit, pacok, tasiq, kajuq, ampen, kodong, bosang, keke, pemaje, bajo. Leksikon

(5)

nyale ejo, kelak minyak, kali lebak, kelak pelalah,jaring kodeq, jaring tambang, kelak otak-otak.

3.2 Makna-makna Kultural yang Terkandung dalam Leksikon Kebaharian terhadap Lingkungan Masyarakat Kuta.

Berdasarkan sudut pandang dalam mengkaji objek penelitian, makna leksikon yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi 1) makna linguistik yaitu makna leksikal dan makna gramatikal, 2) makna kultural (budaya). Makna leksikal bermaksud untuk mengungkapkan makna leksikon sebelum mengalami perubahan bentuk, sedangkan makna gramatikal bertujuan untuk mengungkapkan leksikon setelah mengalami proses gramatikalisasi, seperti pengimbuhan, pengulangan dan pemajemukan. Makna kultural yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini makna yang tersirat dari setiap leksikon yang digunakan dalam adat/tradisi bau nyale, dan tradisi ngapung pada masyarakat suku sasak yang ada pada pesisir pantai Kuta Lombok Tengah.

Berhubungan dengan penjelasan di atas, makna leksikal yang diungkapkan dalam penelitian ini hanya pada leksikon yang berbentuk kata dasar. Hal ini dimaksudkan untuk tetap mempertahankan makna agar sesuai dengan proses perkawinan. Begitu pula dengan makna gramatikal, dideskripsikan pada leksikon yang yang berbentuk kata jadian, meliputi kata berimbuhan, kata ulang, dan kelompok kata (frasa), sedangkan makna kultural dideskripsikan secara umum yaitu pada semua leksikon yang digunakan pada masyarakat suku sasak di pantai Kuta Lombok Tengah.

3.3 Kontribusi Leksikon-leksikon Kebaharian Di Masyarakat Pantai Kuta Lombok Tengah Sebagai Suplemen Pembelajaran Berbasis Lingkungan di Sekolah Dasar

Hasil penelitian ini memiliki implikasi dalam dunia pendidikan sesuai dengan kurikulum 2013. Dari hasil kajian yang ditemukan leksikon kebaharian yang terdiri dari 44 leksikon bentuk dasar dan 31 leksikon bentuk kompleks.

Semua deskripsi makna dan keterkaitan tersebut akan dimuat pada teks laporan observasi. Teks tersebut akan disusun sesuai dengan fomat laporan observasi dan dibuat secara berurutan. Materi teks tersebut akan dijadikan bahan ajar pada jenjang sekolah dasar dan diharapkan dapat bermanfaat baik bagi guru pengajar maupun untuk peserta didik. Dari pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu mengetahui bentuk dan makna dari masing-masing leksikon dan menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam leksikon kebaharian tersebut.

4. Simpulan

(6)

dan abiotik (aiq, batuq, teken, umbak, dll); 2) kategori verba seperti nyelem, nyorok, ngerakat, ngeratus, ngeritaq, bejore, dll.

Simpulan kedua, ditemukan leksikon-leksikon yang mempunyai makna dan keterkaitan terhadap lingkungan masyarakat Kuta, baik yang behubungan dengan religi, alam, moral dan sosial, seperti tradisi nyale dan ngapungyang diyakini bisa dijadikan sebagai obat atau penghalau segala penyakit.

Simpulan ketiga adalah upaya revitalisasi leksikon-leksikon kebaharian yang diwujudkan pada hasil penelitian diharapkan nantinya bisa digunakan sebagai suplemen bahan pembelajaan bahasa indonesia berbasis lingkungan di Sekolah Dasar khususnya di wilayah Kuta Lombok Tengah. Tujuan dijadikannya bahan ajar agar hasil penelitian ini dapat memberikan bekal pengetahuan kepada peserta didik supaya memiliki wawasan tentang lingkungan dan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di daerahnya.

Daftar Pustaka

Bakhtiar, A. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grapindo Persada. CD Room. http// gastronia blogspot. Com.

Chaer, A. 2015. Psokolinguisti “Kajian Teoritik”. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, A. 2006. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Duranti, A. 1997. Linguistik Antropology. Cambridge: Cambridge University Press.

Ihsani, B. Y. 2015. Tesis “ Leksikon Dalam Adata Perkawinan Masyarakaat Suku Sasak Di Kecamatan Pujut: Sebuah Kajian Ekolinguistik Dan Relevansinya Terhadap Pembelajaran Muatan Lokal Di SMP Se-Kecamartan Pujut”. Universitas Mataram: Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia.

Keesing, R.M. 1992. Cultural Anthropology A. Contemporary Perspective (alih bahasa Drs. Gunawan, S., M.A.). Jakarta: Erlangga. kepunahan dan ancangan pemberdayaan dalam kerangka pola ilmiah pokok kebudayaan. Denpasar: Universitas Udayana.

Mbete, A. M. 2009. Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik. Sebuah refleksi ringan (artikel).

Mbete, A. M. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.

Muhlhausler, Peter and Alwin Fill (Eds.) 2001. The Ecolinguistics Reader. Language, Ecology and Environment. London and New York: Continuum.

Nasution, H. P, 2005. Adat Budaya Mandailing: dalam Tantangan Zaman. Medan: Forkala.

(7)

Rahyono. 2009. Kearifan Budaya Dalam Kata. Jakarta:Wedatama Widya Sastra. Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.

Ridwan A. 2013. Filsafat Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia. Sibarani, R. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang.. Undang-Undang

Dari segi ukuran sektor informal adalah mereka yang berusaha sendiri atau usaha mikro yang mempunyai pekerja tidak lebih dari 20 orang.. Kelembagaan

Akal Fa’al melalui pemikiran dan renungan, maka artinya ke -Nabian menjadi semacam ilmu pengetahuan yang bisa dicapai oleh setiap orang, atau menjadi perkara yang bisa

Aplikasi penelitian ini dimasa yang akan datang disarankan agar Hotel Grand Duta Syariah Palembang dapat membedakan fungsi penjualan dan fungsi kas agar tidak

Confirming the earlier findings the recent preliminary study proves that the pulsed jet is axisymmetric in the horizontal and vertical direction and follows a linear trajectory

[r]

Membawa Dokumen Penawaran Asli dan Foto copy sesuai dengan yang telah diunggah. dalam