• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Ransum

Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat makan. Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan jumlah zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.

Rataan konsumsi selama penelitian menunjukkan bahwa ternak yang diberi perlakuan menggunakan ransum campuran jerami padi, tepung daun murbei dan konsentrat (P2) konsumsinya nyata lebih tinggi dibandingkan ternak yang diberi jerami padi dan tepung daun murbei (P3), tetapi tidak berbeda dengan P1 tanpa tepung daun murbei (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa ransum pada perlakuan P2 lebih disukai ternak dan mempunyai kualitas yang lebih baik. Peningkatan konsumsi ternak yang diberi perlakuan P2 sebesar 11,8 % dari ransum kontrol. Selanjutnya ternak yang diberi perlakuan P3 menunjukkan nilai konsumsi yang rendah yaitu menurun 10,1 % dari ransum kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yulistiani (2008) bahwa suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami padi-urea menunjukkan konsumsi domba mengalami penurunan. Penurunan konsumsi pada ransum perlakuan P3 disebabkan kandungan serat kasar dan abu yang tinggi serta BETN yang rendah (Tabel 6). Perbedaan konsumsi ransum kemungkinan dipengaruhi juga oleh palatabilitas yang kurang akibat pakan murbei diberikan dalam bentuk mash kering. Hal ini didukung hasil penelitian Firdus dkk. (2004) mengenai pengaruh kondisi fisik kaliandra dan campurannya terhadap domba menunjukkan bahwa pemberian pakan kaliandra

57 dalam bentuk segar memiliki konsumsi tertinggi dibanding pemberian pakan dalam bentuk kering ataupun kukus. Oleh karena itu, pemberian daun murbei dalam bentuk segar dimungkinkan dapat meningkatkan konsumsi pakan. Hal lain yang menyebabkan konsumsi rendah pada ternak yang diberi perlakuan P3 karena pakan yang diberikan bersifat bulky.

Sifat fisik ransum akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Palatabilitas ransum dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan temperatur ransum yang diberikan (Church dan Pond, 1988). Beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan ternak. Menurut McDonald et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan. Pengukuran bobot badan berguna untuk penentuan tingkat konsumsi, efisiensi pakan dan harga (Parakkasi, 1999).

Tabel 8 menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini dikarenakan pemberian ransum yang berbeda pada setiap perlakuan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pertambahan bobot badan sapi meningkat dengan semakin tingginya konsumsi. Pertambahan bobot badan harian dan konsumsi pakan sapi tertinggi pada ternak yang diberi perlakuan P2 (Gambar 2) dibandingkan dengan ternak yang mendapat perlakuan P1 dan P3.

Pada penelitian ini juga didapat hasil kecernaan bahan kering tertinggi pada ternak yang mendapat perlakuan P2 yaitu 60,91% dibanding ternak yang diberi perlakuan P1 (60,82%) dan P3 (43,84%). Hal ini menunjukkan bahwa nilai pertambahan bobot badan harian sebanding dengan ransum yang dikonsumsi. Peningkatan pertambahan bobot badan pada ternak yang diberi perlakuan P2 dipengaruhi oleh nilai konsumsi yang tinggi dan ransum yang diberikan memiliki kualitas yang baik. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa makin baik kualitas ransum

58 yang dikonsumsi, maka akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya. Selanjutnya rataan pertambahan bobot badan ternak yang diberi perlakuan P3 cenderung menurun dibandingkan ternak yang mendapat ransum kontrol (Gambar 2).

6,27 7,01 5,64 0,91 0,97 0,79 0 1 2 3 4 5 6 7 8 P1 P2 P3 Konsum si dan P BB (k g/e/hr) Perlakuan Konsumsi PBB

Keterangan : P1 = 50% Jerami padi + 50% Konsentrat (kontrol)

P2 = 50% Jerami padi + 25 % Konsentrat + 25 % Tepung Daun murbei P3 = 50% Jerami padi + 50 % Tepung Daun murbei

Gambar 2. Konsumsi Pakan (kg/e/hari) dan Pertambahan Bobot Badan (kg/e/hari) Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

Penurunan pertambahan bobot badan ternak yang diberi perlakuan P3 kemungkinan disebabkan rendahnya kecernaan pakan akibat bentuk ransum yang halus sehingga pakan lebih cepat melewati dan meninggalkan saluran pencernaan. Muchtadi et al. (1992) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah daya cerna atau kemampuan untuk menyerap zat-zat makanan yang ada pada bahan-bahan tersebut. Hal lain yang menyebabkan penurunan pertambahan bobot badan pada ternak yang diberi perlakuan P3 karena adanya pengaruh senyawa DNJ dari ekstrak daun murbei yang menghambat hidrolisis dan metabolisme nutrien dalam tubuh ternak. Hasil ini mendukung pernyataan Hock dan Elstner (2005) bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan

59 ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida.

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi pakan merupakan kebalikan dari konversi pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka jumlah pakan yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Menurut McDonald et al. (1988), penggunaan pakan oleh ternak akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Dengan kualitas pakan yang baik maka ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih efisien penggunaan pakannya. Rataan efisiensi pakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Ternak yang diberi ransum perlakuan menggunakan tepung daun murbei tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai efisiensi pakan. Nilai efisiensi pakan pada semua perlakuan menunjukkan rataan nilai efisiensi yang sama yaitu 0,14 (Tabel 8), artinya setiap 1 kilogram ransum perlakuan P1, P2 dan P3 menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,14 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun murbei mempunyai nilai efisiensi pakan yang sama dengan pemberian konsentrat sehingga dapat dikatakan bahwa daun murbei dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti konsentrat yang baik.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Nilai ekonomi pakan perlakuan yang diukur adalah analisis pendapatan yang dihitung berdasarkan Income Over Feed Cost (IOFC). Suatu perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan mendapat keuntungan (profit oriented). IOFC dihitung karena ≥ 70% biaya produksi berasal dari pakan, sehingga dapat diketahui apakah ransum yang digunakan cukup ekonomis atau tidak. Menurut Boediono (1985), penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Kasim (2002) mengatakan bahwa IOFC dapat dihitung melalui pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan ternak dengan biaya ransum yang dikeluarkan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan IOFC adalah

60 Tabel 9. Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) dan R-C ratio

Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

Perlakuan

Peubah P1 P2 P3

Penerimaan (Rp)* 19.057,5 20.265 16.642,5

Biaya pembuatan ransum (Rp/kg) 1.841 1.637 1.446 Pengeluaran (Rp)** 13.158,5 13.002 9.355,5 IOFC (Rp/ekor/hari) 5.899 ± 2.855 7.263 ± 3.286 7.287 ± 1.245 R-C ratio 1,44 ± 0,21 a 1,56 ± 0,24 ab 1,78 ± 0,16 b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata (P<0,05).

*) Harga jual sapi yang berlaku saat penelitian Rp 21.000,-/kg bobot hidup **)Koefisien harga pakan dalam bentuk as fed yang berlaku saat penelitian :

Jerami Padi = Rp 100,-/kg; Jagung Kuning = Rp 4.000,-/kg; Bkl Kedelai = Rp 6.500,-/kg; Bkl Kelapa = Rp 2.500,-/kg; Pollard = Rp 2.600,-/kg; Onggok = Rp 1.000,-/kg; Tetes = 2.500,-/kg; Tepung Daun Murbei = Rp 2.800,-/kg; Ca (Urea) = Rp 2.500,-/kg; DCP = 2.3000,-/kg.

pertambahan bobot badan selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu menjamin keuntungan yang tinggi, tetapi biaya pakan yang rendah diikuti dengan pertumbuhan dan konversi pakan yang baik akan menghasilkan keuntungan yang maksimal (Wahju, 1997).

Ternak yang diberi ransum perlakuan menggunakan daun murbei tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai IOFC (Tabel 9). Dari nilai IOFC

yang diperoleh, ransum perlakuan P3 memiliki nilai paling tinggi yaitu Rp 7.287 per ekor/hari, diikuti oleh ransum perlakuan P2 (Rp 7.263 per ekor/hari) dan ransum perlakuan P1 (Rp 5.899 per ekor/hari). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ransum perlakuan P3 yang menggunakan daun murbei 50% dalam ransum mempunyai nilai ekonomis yang paling besar.

R-C Ratio

Bishop dan Toussaint (1979) serta Makin dkk. (1980) menyatakan bahwa salah satu cara menilai efisien atau tidaknya suatu usaha adalah dengan menggunakan tetapan ”Revenue Cost Ratio”, yang merupakan nisbah antara penerimaan usaha dengan pengeluaran usaha. Usaha ternak dikatakan efisien atau menguntungkan jika nilai R-C ratio lebih dari 1, sebaliknya jika R-C ratio kurang dari 1 maka usaha tersebut tidak efisien atau merugikan (Teken, 1981).

61 Perlakuan pemberian ransum dengan menggunakan daun murbei memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap rasio penerimaan dan biaya pakan. Nilai ratio penerimaan dan biaya pakan (R-C ratio) yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil tersebut diperoleh dari perbandingan antara total penerimaan dan pengeluaran. Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa semua perlakuan memiliki nilai R-C ratio lebih dari satu dan ternak yang diberi perlakuan P3 memiliki R-C ratio yang paling tinggi yaitu 1,79, diikuti oleh perlakuan P2 sebesar 1,56 dan perlakuan P1 sebesar 1,44. Tingginya nilai R-C ratio pada perlakuan P3 dikarenakan biaya pembuatan ransum yang lebih murah dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ternak yang diberi ransum perlakuan P3 menggunakan daun murbei lebih efisien atau menguntungkan dibanding perlakuan P2 dan kontrol.

62

Dokumen terkait