Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang
diberikan dengan sisa dan ransum yang terbuang. Rataan konsumsi ransum dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi ransum itik Raja selama 7 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan Ulangan Total Rataan SD 1 2 3 4 5 6 T0 463.29 506.71 503.00 487.86 489.43 478.57 2929 488.14 15.98 T1 451.43 487.14 446.00 518.86 522.14 475.00 2901 483.43 32.45 T2 516.00 477.43 541.43 497.14 466.43 474.00 2972 495.40 28.87 Total 1430.71 1471.29 1490.43 1503.86 1478.00 1427.57 8802 Rataan 476.90 490.43 496.81 501.29 492.67 475.86 488.99 25.60
Pada Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik Raja
selama penelitian adalah 488.99 gr/ekor/minggu. Konsumsi ransum terendah
terdapat pada perlakuan T1 (ransum kombinasi dedak dan kulit kakao fermentasi)
yaitu sebesar 483.43 g/ekor/minggu, sedangkan konsumsi ransum tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (ransum berbahan kulit kakao fermentasi 10%, tanpa
dedak padi) yaitu sebesar 495.40 gr/ekor/minggu.
Tabel 10. analisis ragam konsumsi itik Raja selama 7 minggu SK DB JK KT F hitung F tabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 436.78 218.39 0.31tn 3.68 6.36 Galat 15 10706.87 713.79 Total 17 11143.65 Keterangan: tn
Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa
pemberian ransum kulit buah kakao, ransum dedak padi, maupun ransum
kombinasi antar dedak padi dan kulit buah kakao tidak mempengaruhi (P>0,05)
konsumsi ransum itik Raja. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat protein dan
energi metabolisme hampir sama dalam setiap level perlakuan. Hal ini didukung
oleh pernyataan Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan
pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan tenak. Hal ini bertujuan
untuk mengefisiensikan penggunaan ransum. Dan dalam mengkonsumsi ransum,
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, palatabilitas ransum,
kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat
produksi.
tidak nyata
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Tillman dkk. (1991) yang
menyatakan bahwa sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk
memperoleh energi sehingga jumlah makanan yang dimakan tiap harinya
berkecenderungan berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase
protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai
konsentrasi ME tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh
unggas karena rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam tubuh unggas.
untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan
mengkonsumsi protein yang berlebihan.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa konsumsi
ransum itik Raja dari semua perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini
disebabkan karena ransum formulasi dari tiap perlakuan memiliki kandungan
energi metabolis yang sama. Sehingga tingkat konsumsi ransum ayam pedaging
tidak berbeda nyata satu sama lain.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dapat dihitung setiap minggu berdasarkan bobot
badan akhir dikurangi bobot badan sebelumnya dalam satuan gram/ekor/minggu.
Rataan pertambahan bobot badan itik Raja yang diperoleh selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel11.
Tabel 11. Rataan pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan SD
1 2 3 4 5 6 T0 173.60 188.54 187.11 180.31 181.89 177.53 1088.99 181.50 5.67 T1 166.49 178.78 163.86 189.43 191.74 173.51 1063.81 177.30 11.57 T2 190.74 176.23 202.23 185.14 172.51 176.09 1102.94 183.82 11.26 Total 530.84 543.55 553.20 554.89 546.14 527.13 3255.74 Rataan 176.95 181.18 184.40 184.96 182.05 175.71 180.87 9.50
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot
Rataan pertambahan bobot badan itik Raja menurut Supriyadi (2009)
adalah 188,9 gram/ekor. Rataan pertambahan bobot badan itik Raja selama
penelitian adalah 180,87 gram/ekor. Rataan pertambahan bobot badan tersebut
juga hampir sama dengan rataan pertambahan bobot badan itik Peking, yaitu
181,81 gram/ekor (Emmyliam, 2006).
Untuk mengetahui perbedaan pertambahan bobot badan itik Raja antar
perlakuan, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis ragam pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu
SK DB JK KT F hitung F tabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 131.08 65.54 0.67tn 3.68 6.36 Galat 15 1464.40 97.63 Total 17 1595.48 Keterangan: tn
Hasil analisis ragam tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) pada
pertambahan bobot badan antar perlakuan. Pertambahan bobot badan dari tiap
perlakuan jumlahnya sama, baik yang menggunakan dedak, kulit kakao fermentasi
maupun kombinasinya. Hal ini menunjukkan bahwa subtitusi dedak padi dengan
kulit kakao fermentasi tidak mempengaruhi laju pertambahan bobot badan itik
Raja.
Tidak nyata
Memperhatikan kembali tabel 10, maka konsumsi ransum itik Raja
berbanding lurus dengan pertambahan bobot badannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa bobot tubuh ternak
senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot
tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum.
Pertambahan bobot badan itik Raja yang tidak berbeda nyata yang
yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan McDonald et al.
(1995) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh
banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi
merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum
dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan selama 1 minggu. Dari hasil
penelitian diperoleh rataan konversi ransum itik Raja seperti tertera pada Tabel
13.
Tabel 13. Rataan konversi ransum itik Raja selama 7 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan SD
1 2 3 4 5 6 T0 2.58 2.66 2.60 2.64 2.52 2.66 15.68 2.61 0.054 T1 2.68 2.63 2.74 2.73 2.70 2.62 16.13 2.69 0.050 T2 2.66 2.65 2.60 2.69 2.70 2.61 15.94 2.66 0.041 Total 7.93 7.96 7.95 8.07 7.94 7.91 47.75 Rataan 2.64 2.65 2.65 2.69 2.65 2.64 2.65 0.056
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik Raja selama
penelitian adalah 2.65. Konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan T0
(ransum dedak padi). Konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan T1
(ransum kombinasi dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi) yaitu sebesar
Untuk mengetahui perbedaan konversi ransum antar perlakuan dilakukan
analisis keragaman pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis ragam konversi ransum itik Raja selama 7 minggu
SK DB JK KT F Hitung F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 0.02 0.01 4.16* 3.68 6.36 Galat 15 0.04 0.0024 Total 17 0.05 Keterangan: *
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
konversi ransum antar perlakuan. Memperhatikan kembali tabel 10 dan tabel 12,
ternyata konversi ransum pada penelitian ini tidak sejalan dengan konsumsi
ransum dan pertambahan bobot badan. Konversi ransum tidak hanya dipengaruhi
oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ternak, tetapi banyak lagi
faktor lain yang dapat mempengaruhi laju konversi ransum, seperti pernyataan
yang dikemukakan oleh Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa konversi
ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Umur ternak, bangsa, kandungan
gizi ransum, keadaan temperatur, dan kesehatan ternak tersebut.
berbeda nyata
Untuk melihat lebih jelas perbedaan konversi ransum antar perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji BNJ taraf 5% konversi ransum
Perlakuan Rataan Notasi
T0 2.61 a
T1 2.69 c
T2 2.66 b
BNJ 5% = 0.004242
Walaupun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada konsumsi ransum
bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Tabel 15 melalui uji BNJ
menunjukkan perbedaan konversi ransum antar perlakuan, dengan urutan dari
yang terkecil adalah T0 ; T2 ; T1
Rekapitulasi Hasil Penelitian
. Rasyaf (1995) menyatakan bahwa Konversi
ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu
dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu tertentu) semakin
baik mutu ransum semakin kecil konversinya, maka dalam penelitian ini ransum
yang terbaik adalah ransum T0 yaitu ransum dedak padi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka didapat hasil rekapitulasi
penelitian seperti tertera pada Tabel 16.
Tabel 12. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Raja selama penelitian
Perlakuan Konsumsi ransum
(gr/ekor/minggu) Pertambahan bobot badan (gr/ekor/minggu) Konversi ransum T0 488.14 181.50 2.61 T1 483.43 177.30 2.69 T2 495.40 183.82 2.66
Berdasarkan hasil analisa dari konsumsi ransum, maka dedak padi dapat
disubtitusi dengan kulit buah kakao fermentasi karena beberapa perlakuan ransum
yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
konsumsi ransum itik raja selama penelitian (7 minggu) tidak berbeda nyata.
ransum yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil
bahwa pertambahan bobot badan itik raja selama penelitian (7 minggu) tidak
berbeda nyata. Ramsum dedak padi, ransum kulit buah kakao fermentasi maupun
ransum kombinasinya tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan itik
Raja selama 7 minggu.
Berdasarkan hasil analisa dari konversi ransum, maka dedak padi belum
dapat disubtitusi dengan kulit buah kakao fermentasi karena beberapa perlakuan
ransum yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil
bahwa konsumsi ransum itik raja selama penelitian (7 minggu) berbeda nyata.
Hasil yang terbaik adalah ransum dedak padi dan yang paling buruk adalah
ransum kombinasi antara dedak dan kulit buah kakao fermentasi, sehingga dedak