SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN KULIT BUAH KAKAO
DIFERMENTASI Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS ITIK RAJA
UMUR 1 – 7 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
AHMAD MUZAKKI 060306010/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN KULIT BUAH KAKAO
DIFERMENTASI Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS ITIK RAJA
UMUR 1 - 7 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
AHMAD MUZAKKI 060306010
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Judul : Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans iiItik Raja Umur 1-7 Minggu
Nama : Ahmad Muzakki
NIM : 060306010
Departemen : Peternakan
Program Studi : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui oleh,
Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua (Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc) Anggota
Diketahui oleh,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi
)
ABSTRAK
Muzakki Ahmad, 2011. “Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao difermentasi
Aspergillus niger terhadap performans Iiitik Raja umur 7 minggu”. Dibimbing oleh Zulfikar
Siregar dan Tri Hesti Wahyuni.
Kulit buah kakao fermentasi mempunyai kesamaan nutrisi dengan dedak 0padi
sehingga berpotensi sebagai bahan subtitusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh subtitusi dedak padi dengan kulit buah Kakao yang difermentasi Aspergillus niger
terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Raja.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor Day Old Duck (DOD).
Perlakuan terdiri dari T0 (10% dedak dalam ransum); T1 (5% dedak dan 5% kulit buah kakao
fermentasi dalam ransum) dan T2
Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi ransum (gram/ekor/minggu) 488.14;
483.43 dan 495.40. Rataan pertambahan bobot badan (gram/ekor/minggu) 181.50; 177.30 dan
183.82. Rataan konversi ransum 2.61; 2.69 dan 2.66. Hasil penelitian menunjukan bahwa
subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao fermentasi dalam ransum tidak berbeda nyata (P
> 0.05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, namun berbeda nyata (P <
0.05) terhadap konversi ransum itik Raja.
(10% kulit buah kakao fermentasi dalam ransum).
ABSTRACT
Muzakki Ahmad 2011, The substitution of rice bran with cocoa pods fermented by
Aspergillus niger depend on the performans of seven week old Raja duck. Adveised of
Zulfikar Siregar and Tri Hesti Wahyuni.
The fermentation of cocoa pods have same nutrition as rice bran that have potention
as a substitution product. The experiment is to observe of the substitution of rice bran with
cocoa pods was fermented by Aspergillus niger depend on the performans of seven week old
Raja duck.This research was conducted by using a completely randomized design (CRD) with
three treatments, six replications, each replications consist of five Day Old Duck (DOD). The
treatments are T0 (rice bran10% in feed); T1 (rice bran 5% and 5% cocoa pods fermented in
feed ) dan T2
The result of this research, average feed consumption (g/head/week) are 488.14;
483.43 and 495.40 respectively. Average weekly gain (g/head/week) are 181.50; 177.30 and
183.82 respectively. Feed conversion ratio are 2.61; 2.69 and 2.66. The result of this research
indicated that the substitution of rice bran with cocoa pods fermented has not significantly
different (P>0.05) on feed consumption and average weekly gain, but has significantly
different on feed convertion ratio ( P < 0.05). (cocoa pods fermented10% in feed).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 September 1986 dari ibu Musriani
dan bapak Solehan. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMK Teknologi Bandung di Deli Serdang. Tahun
2006 penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru. Penulis memilih program studi Peternakan.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Departemen Peternakan, sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Muslim
Peternakan; sebagai asisten praktikum di Laboratorium Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.
Penulis melaksanakan Pratek Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Potong Hewan
kota Bogor dari tanggal 16 Desember 2009 sampai 16 Januari 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul “Subtitusi Dedak Padi dengan Kulit Buah kakao difermentasi Aspergillus niger
Terhadap Performans Itik Raja Umur 1-7 Minggu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP.
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc. selaku anggota komisi
pembimbing serta semua pihak yang ikut membantu dan memberikan arahan dalam
penulisan laporan penelitian ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan
dalam bidang peternakan.
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Hipotesis Penelitian ... 2
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Kulit Buah Kakao ... 4
Fermentasi. ... 5
Aspergillus niger ... 6
Dedak Padi ... 7
Itik Raja ... 7
Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik ... 9
Konsumsi Ransum ... 12
Pertambahan Bobot Badan ... 13
Konversi Ransum... 13
Rekapitulasi Hasil Penelitian... ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... ... 27 Saran ... ... 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutris kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan kulit buah kakao yang
difermentasi dengan Aspergillus niger ... 5
2. Pertumbuhan bobot badan, jumlah pakan, dan FCR itik Raja berdasarkan umur dari berbagai tempat dan berbagai macam ransum ... 8
3. Kebutuhan gizi itik pedaging ... 9
4. Komposisi nutrisi dedak padi ... 9
5. Komposisi nutrisi jagung ... 10
6. Komposisi nutrisi bungkil kelapa ... 10
7. Komposisi nutrisi Bungkil inti sawit ... 11
8. Komposisi tepung ikan ... 11
9. Rataan konsumsi ransum itik Raja selama 7 minggu ... 20
10. Analisis ragam konsumsi itik Raja selama 7 minggu ... 21
11. Rataan pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu ... 22
12. Analisis ragam pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu ... 23
13. Rataan konversi ransum itik Raja selama 7 minggu ... 24
14. Analisis ragam konversi ransum itik Raja selama 7 minggu ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
1. Konsumsi itik Raja 7 minggu ... 31
2. Pertanbahan bobot badan iti Raja ... 32
3. Konversi ransum itik Raja ... 33
4. Proses pengolaahan kulit kakao ... 34
5. Hasil analisa laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum ... 35
6. Hasil analisa laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih ... 36
DAFTAR GAMBAR
1. Kulit buah kakao ... 1
2. Itik Raja ... 8
ABSTRAK
Muzakki Ahmad, 2011. “Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao difermentasi
Aspergillus niger terhadap performans Iiitik Raja umur 7 minggu”. Dibimbing oleh Zulfikar
Siregar dan Tri Hesti Wahyuni.
Kulit buah kakao fermentasi mempunyai kesamaan nutrisi dengan dedak 0padi
sehingga berpotensi sebagai bahan subtitusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh subtitusi dedak padi dengan kulit buah Kakao yang difermentasi Aspergillus niger
terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Raja.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor Day Old Duck (DOD).
Perlakuan terdiri dari T0 (10% dedak dalam ransum); T1 (5% dedak dan 5% kulit buah kakao
fermentasi dalam ransum) dan T2
Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi ransum (gram/ekor/minggu) 488.14;
483.43 dan 495.40. Rataan pertambahan bobot badan (gram/ekor/minggu) 181.50; 177.30 dan
183.82. Rataan konversi ransum 2.61; 2.69 dan 2.66. Hasil penelitian menunjukan bahwa
subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao fermentasi dalam ransum tidak berbeda nyata (P
> 0.05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, namun berbeda nyata (P <
0.05) terhadap konversi ransum itik Raja.
(10% kulit buah kakao fermentasi dalam ransum).
ABSTRACT
Muzakki Ahmad 2011, The substitution of rice bran with cocoa pods fermented by
Aspergillus niger depend on the performans of seven week old Raja duck. Adveised of
Zulfikar Siregar and Tri Hesti Wahyuni.
The fermentation of cocoa pods have same nutrition as rice bran that have potention
as a substitution product. The experiment is to observe of the substitution of rice bran with
cocoa pods was fermented by Aspergillus niger depend on the performans of seven week old
Raja duck.This research was conducted by using a completely randomized design (CRD) with
three treatments, six replications, each replications consist of five Day Old Duck (DOD). The
treatments are T0 (rice bran10% in feed); T1 (rice bran 5% and 5% cocoa pods fermented in
feed ) dan T2
The result of this research, average feed consumption (g/head/week) are 488.14;
483.43 and 495.40 respectively. Average weekly gain (g/head/week) are 181.50; 177.30 and
183.82 respectively. Feed conversion ratio are 2.61; 2.69 and 2.66. The result of this research
indicated that the substitution of rice bran with cocoa pods fermented has not significantly
different (P>0.05) on feed consumption and average weekly gain, but has significantly
different on feed convertion ratio ( P < 0.05). (cocoa pods fermented10% in feed).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan merupakan unit sub sektor Pertanian yang berperan sangat penting dalam
penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan protein hewani terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya zat gizi.
Usaha ternak unggas merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan protein
hewani, diantaranya adalah ternak itik. Umumnya ternak itik berperan sebagai penghasil telur,
namun itik jantan memiliki potensi sebagai penghasil daging karena laju pertumbuhannya
lebih cepat jika dibandingkan dengan itik betina, sebagai contoh adalah itik Raja.
Menjamin ketersediaan daging untuk kebutuhan protein hewani masyarakat masih
banyak mengalami kendala, terutama dari segi bahan baku ransum. Menghasilkan produk
yang baik, ekonomis dan berkesinambungan diperlukan pula ransum yang baik. Mutu bahan
ransum dan nilai ekonominya harus benar-benar diperhitungkan, dengan memperhatikan hal
tersebut maka dapat dihasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang dapat terjangkau
bagi konsumen dengan pendapatan rendah.
Bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan ransom mengalami peningkatan
harga, misalnya dedak padi, kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan harganya juga
ikut mengalami kenaikan. Memperhatikan nilai ekonomi dedak padi, maka perlu dilakukan
inovasi untuk mencari pengganti dedak padi dengan bahan baku pakan yang lain.
Sebagai bahan pengganti dedak, bahan tersebut harus memiliki nilai nutrisi yang sama
dengan dedak. Bahan tersebut harus memenuhi kriteria sebagai bahan pakan, jumlahnya dan
ketersediaannya harus terjamin sepanjang tahun, tidak membahayakan bagi ternak,
merupakan komoditas yang tidak bersaing dengan manusia, serta syarat-syarat lain sebagai
bahan pakan.
Kulit buah Kakao merupakan hasil samping dari pengolahan pasca panen buah Kakao.
sebenarnya kurang baik bila dijadikan bahan ransum bagi unggas, namun nilai nutrisinya
dapat diperbaiki dengan melakukan proses fermentasi. Nilai nutrisi kulit Kakao setelah
dilakukan proses fermentasi memiliki nilai yang sama dengan nilai nutrisi dedak padi.
Sumatera Utara merupakan sentra perkebunan, termasuk perkebunan kakao yang
sangat luas, sampai tahun 2005 menurut Siregar (2005) luasan lahan perkebunan kakao adalah
57.930,82 Ha, diikuti hasil samping berupa kulit buah Kakao yang melimpah. Kulit buah
kakao belum banyak dimanfaatkan, sehingga potensinya sangat besar sebagai bahan pakan
ternak. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Subtitusi dedak padi dengan kulit buak Kakao yang difermentasi Aspergillus niger
terhadap performans itik Raja”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi dedak padi
dengan kulit buah Kakao yang difermentasi Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Raja umur 1-7 minggu.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan kulit buah Kakao yang difermentasi Aspergillus niger dapat
menggantikan penggunaan dedak padi pada ransum itik Raja.
Kegunan Penelitian
Bahan bagi masyarakat peternakan, bahan rujukan penelitian lanjutan dan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit buah Kakao
Tanaman Kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai
komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat,
disamping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao yang telah ditanam di
wilayah Indonesia seluas 668.919 Ha dan 57.930,82 Ha (7,25%) berada di
Sumatera Utara dengan produksi buah segar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah
segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75% (Siregar, 1996).
Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang
seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam
ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996).
Gambar 1. Kulit buah kakao
Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas
yang rendah kerena berserat kasar tinggi. Selain mengandung serat kasar tinggi
(40,03%) dan protein yan rendah (9,71%) (Laconi, 1998), kulit Kakao
mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%
tidak bias dimanfaatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi
ransum serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya
strategis dalam meningkatkan ketersediaan ransum.
Perbandingan kandungan nutrisi kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan
kulit buah Kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutris kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger.
Nutrisi Kulit buah Kakao Kulit buah Kakao fermentasi
Bahan kering (%) 89,40a 83,70b
Energy metabolis (Kkal/kg) - 1767,864
Protein kasar (%)
c
7,35b 12,89
Lemak kasar (%)
b
1,42a 2,96
Serat kasar (%)
b
33,10a 21,50
Abu (%)
b
9.89a 9,05b
Sumber: a Siregar(2009)
b
Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak FP USU (2011) c
Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2011)
Fermentasi
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang
dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino
dapat difermentasi oleh beberap jenis bakteri tertentu (Friaz, 1992). Menurut
Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim
dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrien atau mineral bagi
mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin, dan lain-lain (adams and
Moss, 1995). Proses fermentasi dapat dilakukan melalui kultur media padat atau
semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan
menggunakan media cair dalam bio-reaktor atau fermentor.
Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu
terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa
menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,
selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil
metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupak salah satu strain yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari genus Aspergillus, family Moniliaceae, ordo monoliales, dan
kelas fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan
pembuatan beberapa enzim seperti amylase, pektinase, amiloglukosidase dan
sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35oc – 37oc (optimum), 6 oc -
8 oc (minimum), 45 oc - 47 o
Apergillus niger termasuk dalam kelmpok jamur (kapang), kapang ini
sangat baik dikembangkan karena tumbuh cepat dan tidak memerlukan zat
pemacu tumbuh (Winarno, 1996).
c (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup
(aerob) (Media Komunikasi Permi Malang, 2007).
Kapang yang sering digunakan dalam teknolgi fermentasi antara lain
tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan (Gray, 1970).
Proses fermentasi menggunakan kapang , selain membentuk miselium selalu
diikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada
proses fermentasi. Inokulum yang berupa spora merupakan stater yang baik dalam
fermentasi (Purwadaria, et al., 1995). Keberadaan spora dapat membuat turunnya
daya cerna produk fermentasi dibandingkan dengan sel miselium dan merupakan
bahan pencemar bagi kesehatan manusia, sehingga untuk alasan ini mutan yang
hilang kemampuan berspora pada suhu tertentu akan mempunyai keuntungan.
Itik Raja
Itik Raja merupakan itik jantan hasil persilangan dari itik Mojosari dan itik
Alabio yan telah dilakukan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Palaihari Kalimantan Selatan maupun Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi,
Bogor. Penamaan itik Raja karena itik ini memiliki keunggulan pertumbuhan
yang lebih cepat dari pada itik jantan lainnya, dagingnya lebih tebal, dan
aromanya tidak terlalu amis seperti itik pada umumnya (Supriyadi, 2009).
Itik Raja memiliki ciri sebagai berikut: 1) warna bulu coklat kehitaman
dengan kombinasi warna putih pada bagian bawah dada dan perut, 2) bagian leher
berbintik putih memanjang dari bawah mulut hingga bawah perut, 3) bagian sayap
terdapat beberapa lembar bulu suri yang mengkilap berwarna biru kehitaman,
Gambar 2. Itik Raja
Ditinjau dari segi pertumbuhannya, itik Raja mempunyai produktivitas
yang tinggi. Dengan pertambahan bobot badan per minggu diatas 200 gram. Pada
umur 6 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,21 Kg dengan FCR 2,14. Pada
umur 7 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,36, seperti ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Pertumbuhan bobot badan, jumlah pakan, dan FCR itik Raja berdasarkan umur dari berbagai tempat dan berbagai macam ransum.
Umur (minggu)
Bobot badan (gram/ekor)
Jumlah pakan (gram/ekor)
FCR
1 148,4 91 0,61
2 354,4 280 1,05
3 606,3 420 1,30
4 774,5 469 1,63
5 998,9 616 1,88
6 1.211,8 714 2,14
7 1.359,3 819 2,50
8 1.466 879 2,92
Sumber: Supriyadi (2009).
Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik
Kebutuhan gizi itik Raja sebagai itik pedaging ditunjukkan pada Tabel 3.
Table 3. Kebutuhan gizi itik pedaging
Zat Unit 0-4 Minggu 4-6 Minggu
Protein % 20-21 19-20
Energy Kkal/kg 2.800-2.900 2.900-3.000
Pada umumnya sumber utama zat-zat makanan dalam ransum unggas
adalah buti-butiran, bungkil-bungkilan, tepung ikan dan hasil ikutan jagung,
gandum dan beras. Sebagai tambahan terhadap bahan-bahan makanan tersebut,
sudah tentu hasil-hasil lain dalam jumlah yang lebih sedikit adalah berguna
(Anggorodi, 1985).
Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan ransum yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingab padi dari pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupaan hasil ikutan dalam proses
pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,
tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau
rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995).
Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi nutrisi dedak padi
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 1630a
Protein kasar (%) 13
Lemak kasar (%)
a
13 Serat kasar (%)
a
13 Abu (%)
a
11,7b Sumber: a Siregar (2009),
b
Jagung
Hartadi (2005).
Komposisi nutrisi jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi nutrisi jagung
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 3370a
Protein kasar (%) 8,6
Lemak kasar (%)
a
3,9 Serat kasar (%)
a
2 Abu (%)
a
11,7b
Sumber: a Siregar (2009)
b
Hartadi (2005).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di
Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin
sehingga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas
(Anggorodi, 1985).
Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi nutrisi bungkil kelapa
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 1540a
Protein kasar (%) 18,56
Lemak kasar (%)
a
1,8 Serat kasar (%)
a
15 Abu (%)
a
11,7b
Sumber: a Siregar (2009)
b
Hartadi (2005)
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit.
Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik
Komposisi nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 7.
Table 7. Komposisi nutrisi Bungkil inti sawit
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 2810a
Protein kasar (%) 15,40
Lemak kasar (%)
b
6,49 Serat kasar (%)
a
9 Abu (%)
b
5,18a
Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak program studi Peternakan fakultas
Pertanaian USU (2000), b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan
ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam
jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.
Penggunann tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk
mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur (Anggorodi, 1985).
Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi nutirisi tepung ikan
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 2565a
Protein kasar (%) 55
Lemak kasar (%)
a
8 Serat kasar (%)
a
1 Abu (%)
a
11,7b
Sumber: a Siregar (2009)
b
Minyak
Hartadi (2005).
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada dalam ransum tersebut (Wahyu, 1985). Pertumbuhan yang cepat ada
kalanya didukung oleh konsumsi ransum yang lebih banyak pula (Rasyaf, 1997).
Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
penyakit, defisiensi zat nutrisi, kondisi berdebu, terlalu padat, kotor, kondisi
lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, ribut yang tidak biasa,
pemindahan, penangkapan, memasukkan kedalam peti yang semuanya itu
menciptakan ancaman stres (Wahyu, 1992).
Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh
energi sehingga jumlah ransum yang dikonsumsi tiap harinya cenderung
berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap
terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME
tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena
rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam tubuh unggas. Sebaliknya,
bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk
mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi
protein yang berlebihan (Tillman dkk, 1991).
Pertambahan Bobot Badan
Laju pertumbuhan seekor ternak dipengarhi oleh banyaknya konsumsi
ransum dan energy yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi
ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada
ternak dapat digambarkan dengan laju pertumbuhan (Donald et al., 1995). Bobot
bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum
(Kartadisastra, 1997).
Menurut Tillman et al. (1986) pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan
pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan
penimbangan berulang dan ditampilkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap
minggu, atau tiap waktu lainnya.
Konversi Ransum
Konversi ransum (feed covertion ratio) adalah perbandingan jumlah
konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang
dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik
memuaskan atau itik makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar badan
dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperature
lingkungan (Rasyaf, 2000).
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995).
Menurut Tillman et al. (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi ntuk
menghasilkan satu satuan produksi maka makin jelek konversi ransum. Konversi
ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Umur ternak, bangsa, kandungan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof. Dr. A.
Sofyan No. 3 program studi Peternakan fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Penelitian dilaksanakan selama 49 hari.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah itik Raja
umur 1 hari (DOD, Day Old Duck) sebanyak 90 ekor dengan kisaran bobot badan
30,85 gram s/d 42,8 gram. Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak
padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, bungkil inti
sawit, tepung kulit Kakao fermentasi; Top Mix. Air minum untuk memenuhi
kebutuhan air dalam tubuh. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan
transportasi. Rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan
dan minum. Formalin 40% dan KMnO4
Alat
(Kalium permanganate) untuk fumigasi
kandang. Kapang Aspergillus niger sebagai bahan fermentasi kulit Kakao.
Vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick.
Adapun alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100cm ×
Peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat pakan dan 18 unit tempat minum.
Timbangan Salter digital kapasitas 3000gr untuk menimbang bobot badan itik dan
menimbang ransum. Alat penerang dan pemanas berupa lampu pijar 40watt
sebanyak 18 buah. Thermometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat
data seperti nuku data, alat tulis dan kalkulator. Alat pembersih kandang berupa
sapu, sekop dan hand sprayer. Alat lain berupa plastic, ember dan pisau.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5
ekor itik. Perlakuan adalah sebagai berikut:
T0
T
= Ransum formulasi tanpa kulit Kakao fermentasi dengan dedak padi 10%
1
T
= Ransum formulasi dengan kulit Kakao fermentasi 5% dengan dedak padi
5%
2
Jumlah ulangan:
= Ransum formulasi tanpa dedak padi dengan kulit Kakao fermentasi 10%
t (n - 1) ≥ 15
3 (n - 1) ≥ 15
Denah penelitian adalah sebagai berikut:
T21 T04 T01 T14 T15 T24
T05 T16 T13 T22 T25 T02
T12 T23 T26 T03 T06 T11
Gambar 3. Pengacakan perlakuan dan ulangan
Model matematik percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + σi + ∑ij
Dimana :
i = 1, 2, 3,…i = perlakuan
j = 1, 2, 3,…j = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
σi = pengaruh perlakuan ke-i
∑ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian adalah:
1. Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)
Dihitung berdasarkan selisih antara ransum yang diberikan dengan ransum
yang tersisa.
2. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)
Diukur dengan menimbang bobot badan setiap minggu dikurangi dengan bobot
badan minggu sebelumnya.
Dihitung berdasarkan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan
pertambahan bobot badan yang dihasilkan.
FCR =
Konsumsi Ransum
PBB
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah sistem baterai, terdiri dari 18 unit, setiap
unit terdapat 5 ekor anak bebek. Sebelum anak bebek dimasukkan, kandang
dibersihkan dengan air dan detergen kemudian didesinfektan menggunakan
Rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4
2. Random anak bebek
. Kandang
dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat
kandang dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan pada saat DOD baru tiba
untuk mengurangi cengkaman stres selama perjalanan.
Sebelum anak bebek dimasukkan kedalam kandang, terlebih dahulu
dilakukan penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan
digunakan, kemudian ditempatkan di dalam unit percobaan.
3. Penyusunan Ransum
Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan
ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada
ransum.
4. Pemeliharaan Itik
Itik dipelihara dalam kandang perlakuan diberi pemanas dan penerangan
(lampu pijar 45 watt). Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum.
5. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan setiap minggu selama penelitian (7 minggu).
Data yang diambil terdiri dari data konsumsi ransum dan data bobot badan dalam
satuan gram/ekor.
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah penelitian selesai dan semua data yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang
diberikan dengan sisa dan ransum yang terbuang. Rataan konsumsi ransum dapat
[image:32.595.93.537.267.414.2]dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi ransum itik Raja selama 7 minggu (g/ekor/minggu)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan SD
1 2 3 4 5 6
T0 463.29 506.71 503.00 487.86 489.43 478.57 2929 488.14 15.98
T1 451.43 487.14 446.00 518.86 522.14 475.00 2901 483.43 32.45
T2 516.00 477.43 541.43 497.14 466.43 474.00 2972 495.40 28.87
Total 1430.71 1471.29 1490.43 1503.86 1478.00 1427.57 8802
Rataan 476.90 490.43 496.81 501.29 492.67 475.86 488.99 25.60
Pada Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik Raja
selama penelitian adalah 488.99 gr/ekor/minggu. Konsumsi ransum terendah
terdapat pada perlakuan T1 (ransum kombinasi dedak dan kulit kakao fermentasi)
yaitu sebesar 483.43 g/ekor/minggu, sedangkan konsumsi ransum tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (ransum berbahan kulit kakao fermentasi 10%, tanpa
dedak padi) yaitu sebesar 495.40 gr/ekor/minggu.
Tabel 10. analisis ragam konsumsi itik Raja selama 7 minggu
SK DB JK KT F hitung F tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 436.78 218.39 0.31tn 3.68 6.36
Galat 15 10706.87 713.79
Total 17 11143.65
Keterangan: tn
Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa
pemberian ransum kulit buah kakao, ransum dedak padi, maupun ransum
kombinasi antar dedak padi dan kulit buah kakao tidak mempengaruhi (P>0,05)
konsumsi ransum itik Raja. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat protein dan
energi metabolisme hampir sama dalam setiap level perlakuan. Hal ini didukung
oleh pernyataan Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan
pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan tenak. Hal ini bertujuan
untuk mengefisiensikan penggunaan ransum. Dan dalam mengkonsumsi ransum,
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, palatabilitas ransum,
kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat
produksi.
tidak nyata
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Tillman dkk. (1991) yang
menyatakan bahwa sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk
memperoleh energi sehingga jumlah makanan yang dimakan tiap harinya
berkecenderungan berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase
protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai
konsentrasi ME tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh
unggas karena rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam tubuh unggas.
untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan
mengkonsumsi protein yang berlebihan.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa konsumsi
ransum itik Raja dari semua perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini
disebabkan karena ransum formulasi dari tiap perlakuan memiliki kandungan
energi metabolis yang sama. Sehingga tingkat konsumsi ransum ayam pedaging
tidak berbeda nyata satu sama lain.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dapat dihitung setiap minggu berdasarkan bobot
badan akhir dikurangi bobot badan sebelumnya dalam satuan gram/ekor/minggu.
Rataan pertambahan bobot badan itik Raja yang diperoleh selama penelitian dapat
[image:34.595.97.529.451.543.2]dilihat pada Tabel11.
Tabel 11. Rataan pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan SD
1 2 3 4 5 6
T0 173.60 188.54 187.11 180.31 181.89 177.53 1088.99 181.50 5.67
T1 166.49 178.78 163.86 189.43 191.74 173.51 1063.81 177.30 11.57
T2 190.74 176.23 202.23 185.14 172.51 176.09 1102.94 183.82 11.26
Total 530.84 543.55 553.20 554.89 546.14 527.13 3255.74
Rataan 176.95 181.18 184.40 184.96 182.05 175.71 180.87 9.50
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot
Rataan pertambahan bobot badan itik Raja menurut Supriyadi (2009)
adalah 188,9 gram/ekor. Rataan pertambahan bobot badan itik Raja selama
penelitian adalah 180,87 gram/ekor. Rataan pertambahan bobot badan tersebut
juga hampir sama dengan rataan pertambahan bobot badan itik Peking, yaitu
181,81 gram/ekor (Emmyliam, 2006).
Untuk mengetahui perbedaan pertambahan bobot badan itik Raja antar
[image:35.595.97.528.309.385.2]perlakuan, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis ragam pertambahan bobot badan itik Raja selama 7 minggu
SK DB JK KT F hitung F tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 131.08 65.54 0.67tn 3.68 6.36
Galat 15 1464.40 97.63
Total 17 1595.48
Keterangan: tn
Hasil analisis ragam tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) pada
pertambahan bobot badan antar perlakuan. Pertambahan bobot badan dari tiap
perlakuan jumlahnya sama, baik yang menggunakan dedak, kulit kakao fermentasi
maupun kombinasinya. Hal ini menunjukkan bahwa subtitusi dedak padi dengan
kulit kakao fermentasi tidak mempengaruhi laju pertambahan bobot badan itik
Raja.
Tidak nyata
Memperhatikan kembali tabel 10, maka konsumsi ransum itik Raja
berbanding lurus dengan pertambahan bobot badannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa bobot tubuh ternak
senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot
tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum.
Pertambahan bobot badan itik Raja yang tidak berbeda nyata yang
yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan McDonald et al.
(1995) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh
banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi
merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum
dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan selama 1 minggu. Dari hasil
penelitian diperoleh rataan konversi ransum itik Raja seperti tertera pada Tabel
[image:36.595.99.526.360.465.2]13.
Tabel 13. Rataan konversi ransum itik Raja selama 7 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan SD
1 2 3 4 5 6
T0 2.58 2.66 2.60 2.64 2.52 2.66 15.68 2.61 0.054
T1 2.68 2.63 2.74 2.73 2.70 2.62 16.13 2.69 0.050
T2 2.66 2.65 2.60 2.69 2.70 2.61 15.94 2.66 0.041
Total 7.93 7.96 7.95 8.07 7.94 7.91 47.75
Rataan 2.64 2.65 2.65 2.69 2.65 2.64 2.65 0.056
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik Raja selama
penelitian adalah 2.65. Konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan T0
(ransum dedak padi). Konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan T1
(ransum kombinasi dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi) yaitu sebesar
Untuk mengetahui perbedaan konversi ransum antar perlakuan dilakukan
[image:37.595.97.528.160.246.2]analisis keragaman pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis ragam konversi ransum itik Raja selama 7 minggu
SK DB JK KT F Hitung F Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 0.02 0.01 4.16* 3.68 6.36
Galat 15 0.04 0.0024
Total 17 0.05
Keterangan: *
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
konversi ransum antar perlakuan. Memperhatikan kembali tabel 10 dan tabel 12,
ternyata konversi ransum pada penelitian ini tidak sejalan dengan konsumsi
ransum dan pertambahan bobot badan. Konversi ransum tidak hanya dipengaruhi
oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ternak, tetapi banyak lagi
faktor lain yang dapat mempengaruhi laju konversi ransum, seperti pernyataan
yang dikemukakan oleh Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa konversi
ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Umur ternak, bangsa, kandungan
gizi ransum, keadaan temperatur, dan kesehatan ternak tersebut.
berbeda nyata
Untuk melihat lebih jelas perbedaan konversi ransum antar perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji BNJ taraf 5% konversi ransum
Perlakuan Rataan Notasi
T0 2.61 a
T1 2.69 c
T2 2.66 b
BNJ 5% = 0.004242
Walaupun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada konsumsi ransum
[image:37.595.109.510.591.686.2]bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Tabel 15 melalui uji BNJ
menunjukkan perbedaan konversi ransum antar perlakuan, dengan urutan dari
yang terkecil adalah T0 ; T2 ; T1
Rekapitulasi Hasil Penelitian
. Rasyaf (1995) menyatakan bahwa Konversi
ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu
dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu tertentu) semakin
baik mutu ransum semakin kecil konversinya, maka dalam penelitian ini ransum
yang terbaik adalah ransum T0 yaitu ransum dedak padi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka didapat hasil rekapitulasi
penelitian seperti tertera pada Tabel 16.
Tabel 12. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Raja selama penelitian
Perlakuan Konsumsi ransum
(gr/ekor/minggu)
Pertambahan bobot badan (gr/ekor/minggu)
Konversi ransum
T0 488.14 181.50 2.61
T1 483.43 177.30 2.69
T2 495.40 183.82 2.66
Berdasarkan hasil analisa dari konsumsi ransum, maka dedak padi dapat
disubtitusi dengan kulit buah kakao fermentasi karena beberapa perlakuan ransum
yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
konsumsi ransum itik raja selama penelitian (7 minggu) tidak berbeda nyata.
[image:38.595.107.516.400.479.2]ransum yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil
bahwa pertambahan bobot badan itik raja selama penelitian (7 minggu) tidak
berbeda nyata. Ramsum dedak padi, ransum kulit buah kakao fermentasi maupun
ransum kombinasinya tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan itik
Raja selama 7 minggu.
Berdasarkan hasil analisa dari konversi ransum, maka dedak padi belum
dapat disubtitusi dengan kulit buah kakao fermentasi karena beberapa perlakuan
ransum yang diberikan terhadap itik Raja dalam penelitian ini menunjukkan hasil
bahwa konsumsi ransum itik raja selama penelitian (7 minggu) berbeda nyata.
Hasil yang terbaik adalah ransum dedak padi dan yang paling buruk adalah
ransum kombinasi antara dedak dan kulit buah kakao fermentasi, sehingga dedak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dedak padi belum dapat disubtitusikan dengan kulit buah kakao
fermentasi sebagai bahan penyusun ransum itik Raja selama 7 minggu pada
tingkat pemberian 10%.
Saran
Penggunaan kulit kakao fermentasi dalam ransum hendaknya tidak
DAFTAR PUSTAKA
Adams, MR, and Moss, M.O., 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, New York.
Amirroenas D. E., 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat Biomasa Pod Kakao (Theobroma cacao L.) Untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi. H.R., 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Aregheore, E. M., 2000. Crop Residues and Agroindustrial by Product In Four Pacific Island Countries: Availability, Utilization and Potential Value In Ruminant Nutrition. Asian- Aust. J. of Anim. Sci. 13 (Supplement B): 266-269.
Davendra, C., 1997. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
Fardiaz, S., 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
_____ ., 1992. Mikribiologi pangan I, Gramedia, Jakarta. p. 227-248.
Gray, W. D., 1970. The Use of Fungi as Food in Food Processing. Ohio: CRC-Press.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Labratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak, 2010. Hasil Analisa Kulit Kakao Fermentasi. Program studi peternakan FP USU, Medan.
_____ , 2000.Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
Laconi, E. B., 1998. Peningkatan kualitas kakao melalui amoniasi dengan urea dan bio fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta
penjabarannya dalam formulasi ransum ruminansia. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Loka Penelitian Kambing Potong, 2011. Analisa Laboratorium “Kulit Kakao Fermentasi”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Sei Putih.
Media Komusikasi Premi Cabang Malang, 2007. Kecil itu Indah (Aspergillus
niger)
NRC, 1994. Nutrient Requirements for Poultry. National Research Council, Washington D. C. USA
Parakkasi. A., 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.
Poedjiwidodo, Y., 1996. Sambung Samping Kakao. Ungaran. Trubus Agriwidya.
Purwadaria, T., T. Haryanti, A. P. Sinurat, J. Darma, and T. Pasaribu, 1995. In vitro nutrient value of coconut meal fermented with Aspergillus niger NRRL 337 at different enzymatic incubation temperatures. 2nd
Rasyaf, M., 1986. Beternak Ayam Pedaging. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. conference on agricultural biotechnology Jakarta, 13-15 June 1995.
_____ , 1992. Beternak Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta.
_____ , 1995. Menejemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
_____ , 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
_____ , 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
_____ , 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Saono, S., 1974. Pemanfaatan Jasad Renik dalam Pengolahan Hasil Sampingan/ sisa-sisa Produksi Pertanian. Berita LIPI. 18(4): 1-11.
Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan Hasil Samping Perkebunan dengan Penambahan Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Supriyadi, 2009. Panen Itik Pedaging dalam 6 Minggu. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman. A.D., Hartadi. H., Reksohadiprodjo. S., Prawirokusuma. S dan Lebdosoekojo.S., 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran 7.
Formulasi Ransum Itik Raja.
Bahan Fase starter Fase finisher
T0 T1 T2 T0 T1 T2
Jagung
32,9 33 34 45,8 47 44,9
Tepung ikan 10 10 10 10 10 0
Bungkil kedelai 15 15 15 15 15 15
Bungkil inti sawit 19,9 19 17 9,5 6,8 10
Bungkil kelapa 7 7,8 9 4,2 6 4,3
Dedak padi 10 5 0 10 5 0
Kulit kakao fermentasi 0 5 10 0 5 10
Minyak sawit 3 3 3 3 3 3
Top mix 1 1 1 1 1 1
Kapur 1,2 1,2 1 1,5 1,2 1,8
Total 100 100 100 100 100 100
Protein (%) 20,01 20,02 20,02 19 19,01 19
EM (Kkal/Kg) 2802,7 2800 2802,9 2902,1 2901,3 2901,1
SK (%) 5,547 6,013 6,458 4,44 4,92 5,34
LK (%) 4,936 4,394 3,822 4,71 4,11 3,70
Ca (%) 1,54 1,53 1,44 1,59 1,46 1,7
Skema pengolahan kulit buah kakao fermentasi Aspergillus niger.
Kulit buah kakao
Dikeringkan
Digiling
Disterilisasi
Didinginkan
Ditambahkan air untuk menambahkan kelembaban
Ditebarkan kapang Aspergillus niger dan diaduk hingga rata
Diinkubasi selama 2 minggu
Dikeringkan/dijemur
Lampiran 1.
Data konsumsi ransum itik Raja 1-49 hari.
PERLAKUAN MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN
TO1 71.86 217.83 431.01 536.89 633.49 685.12 666.80 3243 463.29
T02 116.85 298.09 493.72 633.80 744.66 608.72 651.16 3547 506.71
T03 99.42 285.76 501.06 636.25 624.56 683.46 690.49 3521 503.00
T04 99.42 300.48 524.18 586.96 566.66 627.57 709.72 3415 487.86
T05 69.72 264.82 456.07 524.54 748.60 654.65 707.59 3426 489.43
T06 105.02 307.72 418.68 550.68 603.81 655.00 709.10 3350 478.57
T11 106.08 243.56 431.44 527.31 576.28 566.46 708.86 3160 451.43
T12 101.74 268.73 455.96 646.28 657.37 601.02 678.91 3410 487.14
T13 106.97 256.23 442.88 534.87 562.06 650.83 568.16 3122 446.00
T14 106.27 305.06 545.71 587.56 707.19 668.49 711.73 3632 518.86
T15 110.11 263.47 488.97 722.30 634.17 754.98 681.00 3655 522.14
T16 81.95 255.92 413.92 587.54 634.65 628.98 722.04 3325 475.00
T21 112.52 302.70 471.42 632.96 711.33 662.20 718.88 3612 516.00
T22 98.29 297.77 488.03 624.05 602.74 619.50 611.62 3342 477.43
T23 115.12 295.38 513.37 657.00 691.62 716.23 801.29 3790 541.43
T24 109.11 324.12 462.43 571.43 731.39 621.27 660.24 3480 497.14
T25 99.09 275.05 441.91 586.44 606.94 553.75 701.81 3265 466.43
Lampiran 2.
Data pertambahan bobot badan itik Raja 1-49 har
Perlakuan MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN
TO1 43.6 134 212.8 246.6 218.6 156.8 202.8 1215.2 173.6
T02 61.6 151.2 251.4 268.4 247.8 168.8 170.6 1319.8 188.5429
T03 67.2 158.8 231.8 262 229.6 187.6 172.8 1309.8 187.1143
T04 57.8 159.2 244 250.2 176.8 199.8 174.4 1262.2 180.3143
T05 50.2 127.6 221 225.6 242.2 182.4 224.2 1273.2 181.8857
T06 68.95 148.75 233.5 232.75 216.75 191.75 150.25 1242.7 177.5286
T11 51.7 137.5 220.25 235.25 185 179.25 156.5 1165.45 166.4929
T12 50.2 134 225 233.5 203.5 221 184.25 1251.45 178.7786
T13 51 127.8 232.2 253 172.8 157 153.2 1147 163.8571
Lampiran 3
Data konversi ransum itik Raja 1-49 hari.
PERLAKUAN MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN
TO1 1.65 1.63 2.03 2.18 2.90 4.37 3.29 18.03 2.58
T02 1.90 1.97 1.96 2.36 3.01 3.61 3.82 18.62 2.66
T03 1.48 1.80 2.16 2.43 2.72 3.64 4.00 18.23 2.60
T04 1.72 1.89 2.15 2.35 3.21 3.14 4.07 18.52 2.65
T05 1.39 2.08 2.06 2.33 3.09 3.59 3.16 17.69 2.53
T06 1.52 2.07 1.79 2.37 2.79 3.42 4.72 18.67 2.67
T11 2.05 1.77 1.96 2.24 3.12 3.16 4.53 18.83 2.69
T12 2.03 2.01 2.03 2.77 3.23 2.72 3.68 18.46 2.64
T13 2.10 2.00 1.91 2.11 3.25 4.15 3.71 19.23 2.75
T14 2.08 1.72 2.11 2.45 2.85 3.57 4.34 19.12 2.73
T15 2.11 1.74 1.86 2.69 2.62 3.74 4.16 18.92 2.70
T16 1.65 1.84 2.04 2.51 2.72 3.59 4.00 18.35 2.62
T21 2.07 2.09 1.98 2.21 3.30 3.13 3.87 18.66 2.67
T22 2.16 2.14 2.09 2.60 2.86 3.41 3.36 18.61 2.66
T23 1.91 1.66 2.11 2.49 2.84 3.08 4.12 18.21 2.60
T24 2.01 1.97 1.93 2.20 3.70 2.75 4.32 18.86 2.69
T25 1.81 1.87 1.79 2.36 3.40 3.04 4.67 18.94 2.71