• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: http://maps.google.com/institutpertanianbogor

Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan

Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan merupakan kandang postal seluas 8 m2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar. Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian tembok dan bagian bawah atap, sehingga predator seperti kucing liar tidak dapat

masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut.

Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan kemiringan sekitar 5 o yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur puyuh.

Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal.

Manajemen Budidaya Puyuh

Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dengan berat rata-rata 10 gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar, kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang, 2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum, 3) pengambilan telur dan penimbangan, 4) penyimpanan dan pengemasan, dan

5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya puyuh.

Persiapan Kandang

Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari.

Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300 ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan.

Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi.

Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum

Pemberian pakan dibatasi sebanyak 20 g/ ekor/ hari dengan frekuensi pemberian satu kali dalam sehari pada pukul 08.00 WIB. Pakan yang digunakan adalah ransum puyuh komersial dengan kode P0023652 untuk puyuh berumur mulai 5 minggu dengan kadar protein 20% yang berupa butiran komplit atau crumble. Prosedur pemberian pakan dalam penelitian ini diberikan tambahan suplemen omega-3 yang dicampur dengan pakan. Suplemen omega-3 yang digunakan

merupakan limbah dari pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan

filler ampas tahu yang telah difermentasi (Komari, 1996). Tambahan suplemen omega-3 diberikan dengan taraf masing-masing 0% (P 1); 1,5% (P 2); 3% (P 3); 4,5% (P 4); dan 6% (P 5) dari total berat pakan pada masing-masing perlakuan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), menggunakan perlakuan berupa campuran minyak sawit dan minyak Lemuru dengan komposisi yang diberikan pada puyuh berumur 10 minggu. Komposisi penggunaan khusus untuk minyak Lemuru pada penelitian terdahulu adalah 0, 2, 4, 6, dan 8% dari total pakan yang diberikan, namun pengolahan minyak Lemuru sebagai perlakuan ini tidak dijelaskan. Hasil penelitian mengenai analisis kandungan kadar omega-3 pada telur puyuh, mengalami peningkatan dari 0,0044% (kontrol) menjadi 1,703% pada perlakuan 8%.

Pemberian air minum pada penelitian ini disesuaikan dengan kapasitas wadah minum yang digunakan. Wadah air minum yang digunakan tidak cukup besar dan sangat sederhana, sehingga pemberian air minum harus dilakukan terus menerus agar puyuh tidak kekurangan air minum. Pemberian vitamin pada air minum hanya dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres dan merangsang produksi telur, namun tidak dilanjutkan pada minggu berikutnya.

Pengambilan Telur dan Penimbangan

Prosedur pengambilan telur pada pemeliharaan ini dilakukan satu kali dalam sehari setiap pukul 17.00 WIB. Periode pengambilan telur ini dilakukan untuk mencegah puyuh menjadi stres akibat terlalu sering terdapat aktivitas manusia di dalam kandang. Waktu pengambilan telur disesuaikan pada keadaan ketika puyuh menghasilkan telur terbanyak per harinya, yaitu sore hari. Menurut Rasyaf (1991), sebanyak 75% puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) bertelur pada pukul 15.00 sampai 18.00 WIB.

Telur yang sudah diambil langsung dilakukan penimbangan sesuai dengan

kelompok perlakuan dan ulangannya dengan menggunakan timbangan digital

O-Hause. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat telur per butir pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Telur disimpan sesuai dengan

(1) (2)

(3)

klasifikasi berat per perlakuannya dan diletakkan sementara pada egg tray khusus telur puyuh.

Penyimpanan dan Pengemasan

Standar penyimpanan telur puyuh menurut Permentan (2008) adalah tempat penampungan yang sejuk, tidak lembab dan terlindung dari predator, serta tidak berdekatan langsung dengan kandang pemeliharaan. Hal ini dapat meminimalkan produk telur yang cepat rusak akibat lokasi penyimpanan yang tidak sesuai standar. Telur puyuh pada penelitian ini masih diletakkan di ruangan sebelah kandang pemeliharaan, namun tidak berhubungan langsung dengan kandang pemeliharaan.

Pengemasan telur pada penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar, yaitu penjualan dengan isi 20 butir telur puyuh per kemasan. Kemasan yang digunakan adalah plastik mika berukuran kecil. Penggunaan label juga diberikan pada kemasan untuk memberikan informasi mengenai produk dan tempat produksinya.

Distribusi

Distribusi dilakukan setelah adanya pengemasan produk dan disesuaikan dengan permintaan pasar. Distribusi produk telur puyuh menurut Elvira et al. (1994), yaitu distribusi panjang (1), distribusi menengah (2), dan distribusi pendek (3) seperti terlihat pada Gambar 1.

Pengecer

Peternak Grosir Pengecer Konsumen

Gambar 3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor (Elvira et al., 1994)

Distribusi telur puyuh hasil produksi pada penelitian ini dilakukan melalui rantai menengah dan pendek ke dua pasar yang berbeda, yaitu pengumpul atau pengecer khusus telur puyuh dan langsung ke konsumen. Distribusi dilakukan menggunakan kendaraan bermotor dengan frekuensi dua kali setiap minggu.

Penggunaan Input Produksi

Input produksi yang digunakan dalam penelitian budidaya puyuh ini terdiri dari input produksi tetap dan input produksi variabel. Menurut Mulyadi (2009), input produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume produksi. Input produksi variabel merupakan input yang penggunaannya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi.

Input Produksi Tetap

Input produksi tetap yang digunakan selama pemeliharaan puyuh ini adalah pengadaan kandang dan timbangan O-Hause. Pengadaan kandang merupakan salah

satu sarana dan modal tetap dalam budidaya puyuh. Tipe kandang yang diguna- kan dalam budidaya puyuh pada umumnya adalah tipe kandang battery. Kandang

battery yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternakan puyuh di

Sukabumi sebanyak dua buah blok kandang dengan harga beli sebesar Rp 500.000,00 per unit. Umur pemakaian kandang ini mencapai lima tahun.

Kandang battery ini terdiri dari lima tingkat dan memiliki kapasitas 40 ekor per tingkat dengan luasan 0,5 m2 tiap tingkatnya, namun kandang ini disesuaikan dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu pemberian lima perlakuan dengan masing-masing empat ulangan. Metode ini membutuhkan 20 ruang dengan kapasitas per ulangan yaitu 15 ekor, sehingga pada setiap tingkat dibagi menjadi dua ruangan dengan sekat papan dengan luasan tiap perlakuan adalah 0,25 m2. Berdasarkan Permentan (2008), kepadatan kandang dan daya tampung kandang untuk puyuh berumur di atas 4 minggu pada penelitian ini sudah ideal.

Perlengkapan yang dibutuhkan di kandang adalah timbangan O-Hause. Timbangan ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti menimbang telur tiap perlakuan, menimbang suplemen omega-3 yang digunakan,

dan menimbang bobot badan puyuh. Timbangan ini memiliki harga beli sebesar Rp 200.000,00 dengan umur pemakaian mencapai dua tahun.

Input Produksi Variabel

Input produksi variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3,

biaya tenaga kerja, pengadaan egg tray, biaya kemasan dan label, dan biaya penggunaan penerangan.

1. Puyuh Umur 80 Hari

Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh petelur dengan spesies Coturnix-coturnix japonica yang didapatkan dari peternakan puyuh di Sukabumi. Harga puyuh saat itu Rp 4.000,00 per ekor. Puyuh ditimbang terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kandang perlakuan. Bobot rata-rata puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 143,52 gram per ekor. Terdapat beberapa ciri puyuh yang berkualitas baik menurut Nugroho dan Mayun (1986), yaitu kondisi fisik yang sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, aktif dan tampak segar, bebas dari penyakit, dan memiliki berat badan berkisar antara 140-150 gram.

2. Pakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini hanya pakan khusus puyuh dengan umur di atas 35 hari. Jenis pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial SP 22 dengan kode P0023652 dengan bentuk ransum berupa crumble atau remah. Kandungan ransum jenis SP 22 berdasarkan kebutuhan protein, lemak, dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Ransum SP 22

Kandungan Nilai

--- % ---

Protein 20 – 22

Lemak 4 – 7

Serat kasar 7

Sumber: PT Sinta Prima Feedmill (2011)

Kandungan pakan SP 22 yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan ketentuan mutu pakan dengan standar SNI untuk puyuh petelur dewasa. Ketentuan mutu pakan yang ditetapkan oleh Permentan (2008) berdasarkan SNI 01-3907-2006 diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa

Nomor Kandungan Nilai

--- % ---

1 Protein kasar Minimal 17

2 Lemak kasar Minimal 7

3 Serat kasar Maksimal 7

Sumber: Permentan (2008)

Pakan yang diberikan dibatasi 20 g/ ekor/ hari dan diberikan satu kali dalam sehari. Pemberian pakan dilakukan setiap pukul 08.00 WIB dan tidak berubah dalam waktu pemberian pakannya. Waktu pemberian pakan konsisten setiap hari untuk menjaga kestabilan produksi telurnya. Harga beli pakan SP 22 pada awal pemeliharaan adalah Rp 225.000,00 per 50 kg, namun mengalami kenaikan harga pakan pada akhir penelitian menjadi Rp 250.000,00 per 50 kg.

3. Suplemen Omega-3

Penambahan suplemen omega-3 pada penelitian ini merupakan perlakuan yang diberikan pada pakan puyuh. Pemberian suplemen omega-3 dilakukan dengan mencampurkan secara merata dengan taraf yang berbeda-beda pada pakan yang diberikan. Suplemen omega-3 yang digunakan merupakan limbah hasil pengalengan ikan Lemuru. Limbah hasil pengalengan ikan Lemuru yang hasilnya berupa minyak ini merupakan salah satu alternatif minyak yang dapat dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia. Menurut Setiabudi (1990), dari proses pengalengan ikan Lemuru dapat diperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%, sehingga satu ton ikan Lemuru menghasilkan 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru. Minyak ikan Lemuru diemulsi dan dispersikan menjadi ekstrak lemak pekat, lalu dicampur dengan ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. dan dihaluskan. Perbandingan penggunaan minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu adalah 1:1 (b/b) (Komari, 1996). Suplemen omega-3 diperoleh dengan harga Rp 15.000,00 per kg.

4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada pemeliharaan puyuh ini memiliki kesibukan utama pada waktu tertentu, seperti pada saat pemberian pakan yang harus ditambahkan suplemen omega-3 sesuai dengan taraf pemberiannya, pemberian air minum, penimbangan bobot awal sebelum perlakuan, pengambilan telur, penimbangan telur, dan penyimpanan telur. Kebutuhan pekerja dan sistem pembayaran pekerja disesuaikan dengan skala produksi. Penelitian ini hanya menggunakan jumlah total puyuh sebanyak 300 ekor, sehingga kebutuhan jumlah pekerja cukup satu orang dengan sistem pembayaran Rp 45.000,00 per satu setengah bulan. Hal ini disesuaikan dengan standar sistem pembayaran pekerja pada peternakan puyuh pada umumnya dalam satu bulan yaitu Rp 100.000,00 untuk menangani 1000 ekor puyuh.

5. Egg Tray

Egg tray pada pemeliharaan puyuh digunakan sebagai tempat penyimpanan telur sementara sebelum dilakukan pengemasan. Egg tray yang digunakan berbeda dengan egg tray untuk telur ayam atau telur itik, karena ukuran dari telur puyuh itu sendiri yang lebih kecil daripada telur ayam atau itik. Bahan yang digunakan juga bukan berbahan dasar plastik, namun terbuat dari daur ulang kertas yang memiliki kapasitas 100 butir per egg tray. Pengadaan egg tray pada penelitian ini disesuaikan dengan produksi telur per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan egg tray ini sebesar Rp 10.000,00 per 5 unit egg tray.

6. Kemasan dan Label

Penggunaan kemasan pada penelitian ini merupakan salah satu input produksi variabel yang berperan pada hasil akhir produk telur puyuh yang siap dijual. Fungsi kemasan menurut Malik (2008) ada dua, yaitu melindungi produk dari produsen hingga ke konsumen dengan tetap menjaga keutuhan produk yang berada di dalamnya, serta menambah nilai produk dan mendorong pemasaran sesuai segmen pasar yang dituju. Kemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik mika berukuran kecil seharga Rp 130,00 per unit yang sanggup diisi 20 butir telur puyuh per satuan kemasannya. Kemasan yang digunakan harus disertai dengan label produk yang bertujuan untuk memperkenalkan nama produk, serta sebagai jaminan atas produk tersebut bagi konsumen. Biaya

pembuatan label secara sederhana pada penelitian ini adalah Rp 2.000,00 per 15 label.

7. Penerangan

Penerangan yang dibutuhkan pada penelitian budidaya puyuh ini termasuk ke dalam input variabel, karena biaya yang dikeluarkan untuk penerangan disesuaikan dengan besar kecilnya skala produksi. Penerangan yang digunakan pada penelitian ini hanya satu buah lampu pijar 40 watt yang diletakkan di antara dua blok kandang battery. Lama pemberian penerangan pada kandang puyuh ini sekitar 12 jam dalam sehari, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penerangan selama pemeliharaan ini sebesar Rp 10.080,00.

Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi (HPP) merupakan jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang untuk jangka waktu tertentu ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar (Mulyadi, 2009). Penentuan nilai HPP dilakukan dengan cara memperhitungkan unsur-unsur biaya yang telah disesuaikan pada penelitian ini ke dalam analisis biaya HPP tersebut. Metode yang dilakukan untuk menentukan nilai HPP adalah metode full costing dan metode variable costing.

Metode full costing merupakan metode penentuan HPP yang memperhitungkan seluruh biaya produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel (Mulyadi, 2009). Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya overhead

tetap yang meliputi biaya pengadaan kandang dan perlengkapan pemeliharaan, yaitu timbangan telur O-Hause. Biaya pengadaan kandang dan timbangan dihitung secara

overhead tetap karena masa penggunaannya hanya selama 6 minggu, sedangkan untuk pengadaan kandang umur pemakaiannya mencapai 5 tahun dan timbangan mencapai 2 tahun. Komponen biaya variabel yang dihitung pada penelitian ini terdiri dari biaya pengadaan puyuh umur 30 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel yang terdiri dari pengadaan egg tray, penggunaan kemasan dan label.

Metode variable costing tidak berbeda jauh dengan perhitungan pada metode

full costing. Menurut Mulyadi (2009), perbedaan pada metode variable costing yaitu hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Biaya variabel yang dihitung adalah biaya pengadaan puyuh umur 80 hari, penggunaan pakan, taraf

penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap dimasukkan dalam perhitungan biaya periode pada biaya non produksi untuk perhitungan harga pokok penjualan telur puyuh. Perhitungan yang menggunakan dua metode tersebut dilakukan terpisah sesuai dengan perlakuan taraf pemberian omega-3 yang diberikan pada pakan puyuh. Perhitungan HPP bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi taraf pemberian suplemen omega-3 yang ditambahkan ke dalam pakan. Data hasil perhitungan HPP disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

Keseluruhan biaya produksi (Tabel 7) telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Biaya pengadaan puyuh umur 30 hari merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan, yaitu Rp 240.000,00 untuk 60 ekor puyuh pada masing-masing perlakuan. Biaya terbesar kedua adalah pengadaan pakan puyuh SP 22 yaitu sebesar Rp 235.000,00. Rasyaf (1991) menyatakan bahwa pengadaan bibit dan ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan pada sebuah peternakan puyuh. Biaya terbesar ketiga adalah penggunaan biaya overhead variabel yang meliputi pengadaan egg tray, pengadaan kemasan, dan label. Biaya overhead

variabel pada perhitungan full costing dan variable costing meningkat sesuai dari taraf perlakuan 0% hingga taraf perlakuan 4,5%, sedangkan biaya overhead variabel terlihat menurun pada taraf perlakuan 6%.

Hasil dari penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), yaitu penambahan suplemen omega-3 berupa minyak lemuru pada penelitian tersebut menyebabkan setiap peningkatan taraf pemberian suplemen tersebut mengakibatkan produksi telur dan konsumsi pakan juga menurun. Hal disebabkan oleh kombinasi yang diberikan telah melewati ambang batas sinergisme puyuh. Menurut Leeson dan Atteh (1995), produksi telur dipengaruhi oleh kombinasi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam ransum, dimana sinergisme keduanya memberikan pengaruh biologis pada batas maksimum tertentu. Perbedaan oleh penelitian terdahulu adalah penggunaan minyak Lemuru yang diberi filler untuk mencegah penurunan produksi telur ketika diberikan sebagai perlakuan dan diberikan dengan kelipatan taraf yang lebih kecil, sehingga terlihat bahwa penurunan produksi telur hanya terjadi pada taraf perlakuan 6%. Jumlah produksi telur dan kemasan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full Costing dan Variable Costing

Macam Biaya

Jumlah Biaya Produksi (Rp)

Taraf 0% Taraf 1,5% Taraf 3% Taraf 4,5% Taraf 6%

Full Costing Variable Costing Full Costing Variable Costing Full Costing Variable Costing Full Costing Variable Costing Full Costing Variable Costing Puyuh 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 Pakan Puyuh 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 235.000 Suplemen Omega-3 - - 11.340 11.340 22.680 22.680 34.020 34.020 45.360 45.360 Listrik 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 2.016 Tenaga Kerja Langsung 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 Overhead Variabel 21.750 21.750 22.013,33 22.013,33 22.276,67 22.276,67 23.066,67 23.066,67 20.433,33 20.433,33 Overhead Tetap 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 - Total HPP 515.266 507.766 526.869,33 519.369,33 538.472,67 530.972,67 550.602,67 543.102,67 559.309,33 551.809,33 HPP/ butir 342,37 337,39 347,08 342,14 348,98 344,12 342,41 337,75 398,65 393,31 HPP/ kemasan 6.870,21 6.770,21 6.932,49 6.833,81 6.993,15 6.895,75 6.882,53 6.788,78 7.990,13 7.882,99

Tabel 8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan

Taraf Perlakuan (%) Jumlah Produksi Selama 6 Minggu

Butir Kemasan per 20 Butir

0 1505 75

1,5 1518 76

3 1543 77

4,5 1608 80

6 1403 70

Penurunan produksi telur pada Tabel 8 yang terjadi pada taraf 6% menyebabkan biaya penggunaan egg tray, kemasan, dan label berkurang. Biaya penggunaan suplemen omega-3 meningkat sesuai dengan persentase taraf yang diberikan. Biaya overhead tetap yang meliputi biaya pembuatan kandang dan

Dokumen terkait