• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis harga pokok produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis harga pokok produksi telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH

(Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI

SUPLEMEN OMEGA-3

SKRIPSI

ANDIKA WIDHI JIWANDONO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Andika Widhi Jiwandono. D14070196. 2011. Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S. Pt, M. Sc. Agr.

Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap subsektor peternakan adalah budidaya puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak puyuh berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga pokok produksinya (HPP). HPP ini digunakan agar peternak dapat menyesuaikan penambahan suplemen omega-3 pada biaya produksi dan dapat digunakan untuk menentukan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur puyuh, dan mengetahui tingkat pemberian suplemen omega-3 yang efisien.

Materi yang digunakan adalah 300 ekor puyuh umur enam minggu, pakan puyuh dengan kandungan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 dari limbah ikan Lemuru (Sardinella longiceps) sebagai perlakuan dengan taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan. Kandang yang digunakan adalah jenis kandang battery

sebanyak dua unit. Prosedur yang digunakan pada penelitian ini diawali dengan persiapan kandang, kemudian dilanjutkan ke pemeliharaan dengan pemberian perlakuan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan perhitungan HPP dengan menggunakan metode full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penentuan HPP dilakukan dengan memperhitungkan input-input produksi ke dalam analisis biaya yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan yang berbeda.

Analisis biaya yang dilakukan menunjukkan bahwa pengadaan puyuh dan penggunaan pakan puyuh SP 22 merupakan biaya terbesar pada penelitian ini. Nilai HPP meningkat sesuai dengan penggunaan taraf perlakuan, namun pada taraf perlakuan 6% terlihat nilai HPP yang berbeda jauh dengan taraf-taraf sebelumnya. Harga jual pada pemberian suplemen omega-3 dengan taraf perlakuan 4,5% menunjukkan angka yang tidak berbeda dengan harga jual telur puyuh tanpa pemberian suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dinyatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi walaupun terdapat tambahan biaya dalam penggunaan suplemen omega-3.

(3)

ABSTRACT

Analyses of Basic Production Cost of Quail Egg (Coturnix-coturnix japonica) with Omega-3 Supplementation in the Ration

Jiwandono, A. W., L. Cyrilla, and R. Afnan

Developing of quail farming to produce good quality of quail table eggs accelerates with the increasing of healthy life style. Supplementation of omega-3 obtains from tinning waste of Lemuru fish (Sardinella longiceps) was applied to produce high concentration of this essential fatty acid in eggs. The supplementation level was given at 0%, 1,5%, 3%, 4,5%, and 6% (w/w) in the ration. Full costing and variable costing methods to analyze the production cost of omega-3 eggs were applied. The

full costing method revealed Rp 340,38; Rp 345,46; Rp 347,73; Rp 341,56; and Rp 398,05, meanwhile, the variable costing method obtained Rp 335,39; Rp 340,52;

Rp 342,87; Rp 336,89; and Rp 392,71 for an egg with 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; and 6% omega-3 supplementation, accordingly. The selling price for one package that consist

of 20 eggs based on this costing method resulted in, respectively, Rp 7.601,23; Rp 7.676,98; Rp 7.750,75; Rp 7.634,31; and Rp 8.870,23 for 0%; 1,5%; 3%; 4,5%;

and 6% omega-3 supplementation in the ration. The most efficient level of omega-3 supplementation in the ration was 4,5%.

(4)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH

(Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI

SUPLEMEN OMEGA-3

ANDIKA WIDHI JIWANDONO

D14070196

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix

japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3

Nama : Andika Widhi Jiwandono

NIM : D14070196

Menyetujui,

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 15 Juli 2011 Tanggal Lulus : 5 Agustus 2011 Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. NIP. 19630705 198803 2 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1989 di Salatiga, Jawa Tengah.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lasmono

Tri Sunaryanto dan Ibu Ira Yumastuti.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahum 1995 di SD FX. Marsudirini

78 Salatiga dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama

dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N 1 Salatiga.

Penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Salatiga pada tahun 2004 dan

diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada

tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis mengikuti organisasi akademis

yaitu Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER)

tahun 2010-2011 dan non akademis dalam Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa

Kristen (PMK) tahun 2010-2011 serta berbagai kepanitiaan pada kegiatan

kemahasiswaan di IPB. Penulis juga pernah menjadi penerima dana hibah dalam

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan

penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi

Suplemen Omega-3” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap

subsektor peternakan adalah budidaya burung puyuh petelur (Coturnix-coturnix

japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak burung puyuh

berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern

serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup

sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh.

Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga

pokok produksinya (HPP). Perhitungan HPP dilakukan dengan menggunakan metode

full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh

dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penelitian ini bertujuan

untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur

puyuh, dan mengetahui tingkat efisiensi dalam pemberian suplemen omega-3.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011

(8)
(9)

Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3

dan Air Minum ... 17

Pengambilan Telur dan Penimbangan ... 18

Penyimpanan dan Pengemasan ... 19

Distribusi ... 19

Penggunaan Input Produksi ... 20

Input Produksi Tetap ... 20

Input Produksi Variabel ... 20

Harga Pokok Produksi ... 24

Harga Jual ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

UCAPAN TERIMA KASIH ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai

Telur Unggas ... 4

2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas ... 5

3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur ... 6

4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru

Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan ... 7

5. Kandungan Ransum SP 22 ... 21

6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa ... 22

7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan

Metode Full Costing dan Variable Costing ... 26

8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6

Minggu Pemeliharaan ... 27

9. Harga Jual Telur Puyuh per Kemasan dengan Taraf Pemberian

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ... 3

2. Denah Lokasi Pemeliharaan ... 15

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar Perkandangan dan Pemeliharaan ... 36

2. Perhitungan Aspek Pemeliharaan ... 37

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan komoditas peternakan merupakan salah satu sumber

per-tumbuhan ekonomi seiring dengan peningkatan jumlah permintaan terhadap produk

peternakan dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia ini. Peningkatan

permintaan pada subsektor peternakan, khususnya telur, membuka banyak peluang

usaha peternakan di bidang unggas petelur. Salah satu usaha yang cukup prospektif

adalah budidaya peternakan puyuh untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi.

Usaha budidaya peternakan puyuh ini sangat prospektif karena kemampuan puyuh

yang dapat tumbuh dan berkembang biak sangat cepat. Satu periode produksi puyuh

dapat menghasilkan 130-300 butir telur, sehingga kondisi ini membuka peluang

usaha baik dalam skala kecil, menengah, maupun skala besar.

Budidaya peternakan puyuh ini berkembang seiring dengan perkembangan

jaman yang semakin modern, pola pikir modern, serta gaya hidup sehat. Faktor ini

sangat mempengaruhi permintaan masyarakat akan produk sektor peternakan

secara keseluruhan. Berbagai macam gagasan dan usaha mulai muncul untuk me-

menuhi permintaan peningkatan gizi masyarakat. Gagasan yang muncul dalam

pengembangan usaha budidaya puyuh ini adalah telur puyuh yang mengandung

omega-3. Penggunaan suplemen berupa omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan

puyuh diharapkan akan menghasilkan telur puyuh dengan kandungan omega-3 yang

tinggi dan baik untuk kesehatan.

Penambahan suplemen omega-3 pada pakan berpengaruh pada harga pokok

produksi telur. Harga pokok produksi dapat digunakan oleh peternak untuk

menyesuaikan taraf suplemen omega-3 yang paling efisien untuk ditambahkan ke

dalam pakan, sehingga peternak tetap mendapatkan keuntungan walaupun terdapat

penambahan biaya variabel pada perhitungan harga pokok produksi. Perhitungan

harga pokok produksi juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk

menentukan harga jual telur puyuh yang telah ditambah suplemen omega-3.

Penentuan harga jual dapat digunakan untuk menilai daya beli konsumen terhadap

produk telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3 yang nantinya akan bersaing

(14)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis biaya yang dikeluarkan dalam satu periode produksi untuk

menghasilkan telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3.

2. Menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode Full

Costing dan Variable Costing pada usaha peternakan puyuh dengan adanya

penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh.

3. Mengetahui taraf penggunaan suplemen omega-3 yang paling efisien untuk

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh

Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif

kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah

spesies Coturnix-coturnix japonica yang memiliki panjang badan sekitar 19 cm,

berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat, serta berjari kaki empat dan

berwarna kekuning-kuningan dangan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu

jari menghadap ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986). Gambar puyuh (

Coturnix-coturnix japonica) dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: http://nasional.kompas.com

Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

Menurut Nugroho dan Mayun (1986) dan Pappas (2002), klasifikasi puyuh

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Aves

Ordo : Galiformes

Famili : Phasianidae

Genus : Coturnix

Species : Coturnix-coturnix japonica

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), berbagai macam jenis puyuh

tersebar di seluruh dunia, namun tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan

(16)

serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Bagi peternak yang menghendaki

produksi telur atau pedaging, akan memilih puyuh yang lazim untuk diternakkan

seperti spesies Coturnix-coturnix japonica. Menurut Suripta dan Astuti (2007),

spesies ini merupakan salah satu produsen protein hewani yang sangat potensial.

Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak pada telur

puyuh cukup baik jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan

protein yang tinggi serta kadar lemak yang rendah pada telur puyuh sangat baik

untuk kesehatan manusia. Perbedaan susunan protein, lemak, karbohidrat, dan abu

pada telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lainnya dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas

Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu

--- % ---

Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0

Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0

Itik 13,3 14,5 1,5 1,1

Puyuh 13,1 11,1 1,6 1,1

Sumber: Murtidjo (1996)

Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya

yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu.

Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam. Puyuh

betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada

bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua.

Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan. Telur puyuh

umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan

biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).

Produktivitas Puyuh

Rasyaf (1991) dan Usman et al. (2008) mengemukakan bahwa puyuh mulai

bertelur pada umur lima sampai enam minggu. Puyuh akan terus berproduksi hingga

(17)

umur enam atau delapan bulan saja. Listiyowati dan Roospitasari (2009) menjelaskan

bahwa masa produktif rata-rata puyuh adalah 9-12 bulan. Puncak produksi puyuh

umur terjadi pada umur 4-5 bulan dan akan mengalami penurunan sampai 70% pada

umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).

Puyuh betina dapat menghasilkan 225-275 butir telur per tahun (Rasyaf,

1991), sedangkan hasil penelitian terbaru oleh Usman et al. (2008) menyatakan

bahwa puyuh mampu memproduksi lebih dari 300 butir per tahun. Produksi

telur puyuh memang cukup baik walaupun sedikit bervariasi. Variasi tersebut

dapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Pemeliharaan yang buruk tidak akan

menghasilkan jumlah telur yang banyak walaupun bibitnya baik. Faktor pakan juga

berpengaruh pada produksi telur. Kualitas dan kuantitas pakan yang buruk,

mengakibatkan puyuh tidak akan bertelur banyak. Produksi telur dari puyuh

dibandingkan dengan unggas lain seperti ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas

Jenis Unggas Produksi Telur (butir/tahun)

Ayam Ras petelur 300 – 346

Ayam Kampung lokal 63 – 93

Itik 250 – 310

Puyuh 225 – 275

Sumber: Rasyaf (1991)

Struktur Telur

Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam

(Yannakopoulos dan Gousi, 1986). Komponen pokok dari telur ayam atau unggas

pada umumnya terdiri dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), membran kulit,

dan kerabang telur. Perbandingan antara kerabang telur, putih telur, dan kuning telur

(18)

Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur

Jenis Unggas Kuning Telur Putih Telur Kerabang Telur

--- % ---

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus disesuaikan

dengan umur dan kebutuhan ternak tersebut. Hal ini bertujuan untuk

mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada dasarnya

membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk kelangsungan hidup,

pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas

diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance, pertumbuhan,

pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap terdiri dari berbagai

macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke dalam enam kelas, yaitu

karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai sumber asam amino,

vitamin-vitamin, mineral, dan air (Rasyaf, 1991).

Kebutuhan protein yang terbaik untuk ransum puyuh layer memiliki

kandungan sebesar 17-20% (Permentan, 2008). Protein berguna bagi unggas yang

sedang bertumbuh dan berproduksi, sehingga jumlah protein yang cukup dan

berkualitas sangat penting untuk unggas petelur. Protein digunakan pada masa

pertumbuhan untuk menyusun jaringan tubuh, yaitu membentuk otot, kuku, sel

darah, dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk

menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan

sperma (NRC, 1994). Rasyaf (1991) lebih lanjut menjelaskan bahwa unggas juga

sangat memerlukan energi untuk menjaga temperatur tubuh, untuk menggerakkan

organ tubuh, dan masih banyak lagi fungsi energi lainnya.

Asam Lemak Omega-3

Menurut Montgomery et al. (1993), asam lemak omega-3 adalah asam lemak

(19)

asam lemak omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang. Asam lemak omega-3

memiliki turunan, yaitu asam lemak EPA dan DHA yang berfungsi mencegah

pengerasan pembuluh darah, mengurangi rangsangan penggumpalan darah, dan

dapat meningkatkan daya intelegensi manusia (Simopoulos, 1989). Penelitian yang

dilakukan oleh Leskanich dan Noble (1997) pada telur ayam omega-3 untuk

konsumsi manusia menunjukkan kemampuan menjaga kadar kolesterol dalam

plasma darah dan mengurangi kadar trigliserida.

Asam lemak omega-3 dapat diperoleh dari hasil ekstraksi limbah industri

pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) (Cahyanto et al., 1997). Minyak

ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun

penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan ikan Lemuru memperoleh rendeman

berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan

satu ton ikan Lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan

selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang

lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan

Murdinah, 2008).

Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan asam

lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan docosa pentaenoic

acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20 (Hardoko, 1998). Penelitian

terdahulu pada telur ayam yang dilakukan oleh Marshall et al. (1994) menunjukkan

adanya peningkatan kandungan asam lemak omega-3 dalam kuning telur yang dihasilkan, khususnya α-Linolenat, EPA, dan DHA. Kandungan asam lemak EPA, DHA, dan omega-3 yang ada pada minyak ikan Lemuru tersaji dalam Tabel 4.

(20)

Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan

dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan kolesterol

darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk kekebalan tubuh.

Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan suplementasi nutrisi pada produk

pangan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, serta dilihat dari

segi sosial ekonomi dapat membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang,

yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu

(Mulyadi, 2009). Biaya usahatani menurut Agus et al. (2006) dapat diklasifikasi

menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya

tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel

didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh (Soekartawi, 2002).

Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan kompensasi

yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun non tunai.

Menurut Nuraini (2003), biaya produksi adalah semua pengeluaran atau beban yang

harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa

yang siap dipakai oleh konsumen.

Harga Pokok Produksi

Manullang (1995) menyatakan bahwa harga pokok produksi (HPP) adalah

jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya

sehingga barang itu berada di pasar. Definisi lain mengenai harga pokok produksi,

yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva menjadi aktiva lain

berupa persediaan produk jadi (Mulyadi, 2009). Informasi harga pokok produksi

yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk

menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba

atau rugi periodik, menentukan harga pokok persediaan produk jadi, dan produk

(21)

pokok produksi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran dan

untuk menetapkan besar laba yang diperoleh. Mulyadi (2009) menyatakan bahwa

metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur

biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat dua pendekatan yang dapat

digunakan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok

produksi, yaitu full costing dan variable costing.

Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang

terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik

yang berperilaku variabel maupun tetap. Perhitungan harga pokok produksi

berdasarkan metode full costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya

Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga

pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok variable costing menurut

Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya produksi berikut :

Biaya bahan baku Rp ...

Biaya tenaga kerja langsung Rp ...

Biaya overhead variabel Rp ... +

Harga pokok produksi Rp ...

Harga pokok produksi merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan

harga pokok penjualan (Mulyadi, 2009). Harga pokok penjualan dapat digunakan

sebagai acuan untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. Harga pokok

penjualan pada hasil perhitungan dengan metode full costing, terdiri dari unsur harga

pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead

(22)

pemasaran, serta biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok penjualan

pada hasil perhitungan dengan metode variable costing terdiri dari unsur harga

pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya

overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran

variabel, serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap, yaitu biaya

overhead tetap, biaya pemasaran tetap, serta biaya administrasi dan umum tetap

(23)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05

RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada

bulan Desember 2010 hingga Januari 2011.

Materi

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor puyuh

berumur 40 hari yang dipelihara terlebih dahulu tanpa perlakuan hingga umur 80

hari, pakan puyuh dengan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 yang terbuat

dari campuran limbah minyak ikan Lemuru dengan filler ampas tahu yang telah

difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. sebagai perlakuan yang diberikan

dengan taraf masing-masing 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan tiap

perlakuan. Hasil analisis terhadap suplemen omega-3 yang digunakan mengandung

2,6% asam lemak linolenat; 2,4% EPA; dan 1,9% DHA.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eggtray, timbangan,

kalkulator, dan notebook.

Perkandangan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kandang battery

sebanyak dua unit. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat

disekat dengan triplek sehingga terdapat 20 blok. Setiap blok kandang diisi 15 ekor

puyuh siap bertelur (umur 80 hari). Kandang diberi penerangan dengan satu lampu

pijar berkekuatan 40 watt. Sistem pembuangan kotoran dari kandang dilakukan

dengan cara ditampung di bagian bawah kandang menggunakan karung.

Prosedur

Persiapan Kandang

Kandang postal berukuran 8 m2 dibersihkan terlebih dahulu dari sampah,

(24)

untuk membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang battery khusus

puyuh, diletakkan ke dalam kandang postal.

Pemeliharaan

Puyuh diberi pakan ransum satu kali dalam sehari dengan batasan pakan

sebanyak 20 g/ ekor/ hari dan ditambah suplemen omega-3 sesuai taraf per

perlakuan, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Telur dikumpulkan setiap hari

pada waktu sore hari, kemudian dihitung jumlahnya dan ditimbang massa telur pada

setiap perlakuan.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif

dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga jual dengan

cara yang digunakan oleh usaha peternakan, metode full costing, dan metode

variable costing. Deskriptif kualitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari

perhitungan harga jual dengan metode full costing dengan hasil dari perhitungan

harga jual dengan metode variable costing.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan

hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan

dengan pendekatan akuntansi. Tabulasi digunakan untuk menggolongkan data guna

mempermudah perhitungan dan analisis harga pokok produksi secara teliti.

Menurut Mulyadi (2009), prosedur penentuan harga produksi secara full

costing untuk menentukan harga jual yang sudah disesuaikan dengan komponen

peternakan dalam satu masa penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan

Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ...

Biaya Penerangan (Listrik) Rp ...

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...

Biaya Overhead Variabel Rp ...

Biaya Overhead Tetap Rp ... +

(25)

2. Menghitung total harga pokok penjualan  Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...

 Biaya Non Produksi : Rp ... Biaya Administrasi dan Umum Rp ...

Biaya Pemasaran Rp ... + ... +

Total Harga Pokok Penjualan Rp ...

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen

Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... +

Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...

Berikut merupakan prosedur penentuan harga pokok secara variable costing

yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian :

1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan

Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ...

Biaya Penerangan (Listrik) Rp ...

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...

Biaya Overhead Variabel Rp ... +

Total Biaya Produksi Rp ...

2. Menghitung total harga pokok penjualan

 Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...

 Biaya Non Produksi : Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Variabel Rp ...

Biaya Pemasaran Variabel Rp ... +

Biaya Periode :

Biaya Overhead Tetap Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Tetap Rp ...

Biaya Pemasaran Tetap Rp ... + ... +

(26)

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen

Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... +

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05

RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses

yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap

kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang

yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak

terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang.

Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk

dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah

penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara

dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran

dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: http://maps.google.com/institutpertanianbogor

Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan

Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki

kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang

masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan

merupakan kandang postal seluas 8 m2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat

untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini

bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar.

Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian

(28)

masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran

udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut.

Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam

satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk

meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama

puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima

dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan

kemiringan sekitar 5 o yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur

puyuh.

Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari

ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan

kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan

adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke

kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang

merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta

tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga

manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik

dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang

harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal.

Manajemen Budidaya Puyuh

Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang

dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh

(Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh

betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor

puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dengan berat rata-rata 10

gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar,

kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar

tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala

usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang,

2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum,

(29)

5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya

puyuh.

Persiapan Kandang

Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri

dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada

kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran

dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan

pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke

seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan

bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari.

Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing

lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di

bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan

sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai

bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok

dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan

dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300

ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan

dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan.

Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai

penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari.

Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar

unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain

itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi.

Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum

Pemberian pakan dibatasi sebanyak 20 g/ ekor/ hari dengan frekuensi

pemberian satu kali dalam sehari pada pukul 08.00 WIB. Pakan yang digunakan

adalah ransum puyuh komersial dengan kode P0023652 untuk puyuh berumur mulai

5 minggu dengan kadar protein 20% yang berupa butiran komplit atau crumble.

Prosedur pemberian pakan dalam penelitian ini diberikan tambahan suplemen

(30)

merupakan limbah dari pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan

filler ampas tahu yang telah difermentasi (Komari, 1996). Tambahan suplemen

omega-3 diberikan dengan taraf masing-masing 0% (P 1); 1,5% (P 2); 3% (P 3);

4,5% (P 4); dan 6% (P 5) dari total berat pakan pada masing-masing perlakuan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007),

menggunakan perlakuan berupa campuran minyak sawit dan minyak Lemuru dengan

komposisi yang diberikan pada puyuh berumur 10 minggu. Komposisi penggunaan

khusus untuk minyak Lemuru pada penelitian terdahulu adalah 0, 2, 4, 6, dan 8%

dari total pakan yang diberikan, namun pengolahan minyak Lemuru sebagai

perlakuan ini tidak dijelaskan. Hasil penelitian mengenai analisis kandungan kadar

omega-3 pada telur puyuh, mengalami peningkatan dari 0,0044% (kontrol) menjadi

1,703% pada perlakuan 8%.

Pemberian air minum pada penelitian ini disesuaikan dengan kapasitas wadah

minum yang digunakan. Wadah air minum yang digunakan tidak cukup besar dan

sangat sederhana, sehingga pemberian air minum harus dilakukan terus menerus agar

puyuh tidak kekurangan air minum. Pemberian vitamin pada air minum hanya

dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi stres dan merangsang produksi telur, namun tidak dilanjutkan

pada minggu berikutnya.

Pengambilan Telur dan Penimbangan

Prosedur pengambilan telur pada pemeliharaan ini dilakukan satu kali dalam

sehari setiap pukul 17.00 WIB. Periode pengambilan telur ini dilakukan untuk

mencegah puyuh menjadi stres akibat terlalu sering terdapat aktivitas manusia di

dalam kandang. Waktu pengambilan telur disesuaikan pada keadaan ketika puyuh

menghasilkan telur terbanyak per harinya, yaitu sore hari. Menurut Rasyaf (1991),

sebanyak 75% puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) bertelur pada pukul 15.00

sampai 18.00 WIB.

Telur yang sudah diambil langsung dilakukan penimbangan sesuai dengan

kelompok perlakuan dan ulangannya dengan menggunakan timbangan digital

O-Hause. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat telur per butir

(31)

(1) (2)

(3)

klasifikasi berat per perlakuannya dan diletakkan sementara pada egg tray khusus

telur puyuh.

Penyimpanan dan Pengemasan

Standar penyimpanan telur puyuh menurut Permentan (2008) adalah tempat

penampungan yang sejuk, tidak lembab dan terlindung dari predator, serta tidak

berdekatan langsung dengan kandang pemeliharaan. Hal ini dapat meminimalkan

produk telur yang cepat rusak akibat lokasi penyimpanan yang tidak sesuai standar.

Telur puyuh pada penelitian ini masih diletakkan di ruangan sebelah kandang

pemeliharaan, namun tidak berhubungan langsung dengan kandang pemeliharaan.

Pengemasan telur pada penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan

pasar, yaitu penjualan dengan isi 20 butir telur puyuh per kemasan. Kemasan yang

digunakan adalah plastik mika berukuran kecil. Penggunaan label juga diberikan

pada kemasan untuk memberikan informasi mengenai produk dan tempat

produksinya.

Distribusi

Distribusi dilakukan setelah adanya pengemasan produk dan disesuaikan

dengan permintaan pasar. Distribusi produk telur puyuh menurut Elvira et al. (1994),

yaitu distribusi panjang (1), distribusi menengah (2), dan distribusi pendek (3) seperti

terlihat pada Gambar 1.

Pengecer

Peternak Grosir Pengecer Konsumen

Gambar 3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor (Elvira et al., 1994)

Distribusi telur puyuh hasil produksi pada penelitian ini dilakukan melalui

rantai menengah dan pendek ke dua pasar yang berbeda, yaitu pengumpul atau

pengecer khusus telur puyuh dan langsung ke konsumen. Distribusi dilakukan

(32)

Penggunaan Input Produksi

Input produksi yang digunakan dalam penelitian budidaya puyuh ini terdiri

dari input produksi tetap dan input produksi variabel. Menurut Mulyadi (2009), input

produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah-ubah dan tidak

terpengaruh oleh perubahan volume produksi. Input produksi variabel merupakan

input yang penggunaannya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi.

Input Produksi Tetap

Input produksi tetap yang digunakan selama pemeliharaan puyuh ini adalah

pengadaan kandang dan timbangan O-Hause. Pengadaan kandang merupakan salah

satu sarana dan modal tetap dalam budidaya puyuh. Tipe kandang yang diguna-

kan dalam budidaya puyuh pada umumnya adalah tipe kandang battery. Kandang

battery yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternakan puyuh di

Sukabumi sebanyak dua buah blok kandang dengan harga beli sebesar

Rp 500.000,00 per unit. Umur pemakaian kandang ini mencapai lima tahun.

Kandang battery ini terdiri dari lima tingkat dan memiliki kapasitas 40 ekor per

tingkat dengan luasan 0,5 m2 tiap tingkatnya, namun kandang ini disesuaikan dengan

metode penelitian yang digunakan, yaitu pemberian lima perlakuan dengan

masing-masing empat ulangan. Metode ini membutuhkan 20 ruang dengan kapasitas per

ulangan yaitu 15 ekor, sehingga pada setiap tingkat dibagi menjadi dua ruangan

dengan sekat papan dengan luasan tiap perlakuan adalah 0,25 m2. Berdasarkan

Permentan (2008), kepadatan kandang dan daya tampung kandang untuk puyuh

berumur di atas 4 minggu pada penelitian ini sudah ideal.

Perlengkapan yang dibutuhkan di kandang adalah timbangan O-Hause.

Timbangan ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti

menimbang telur tiap perlakuan, menimbang suplemen omega-3 yang digunakan,

dan menimbang bobot badan puyuh. Timbangan ini memiliki harga beli sebesar

Rp 200.000,00 dengan umur pemakaian mencapai dua tahun.

Input Produksi Variabel

Input produksi variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

(33)

biaya tenaga kerja, pengadaan egg tray, biaya kemasan dan label, dan biaya

penggunaan penerangan.

1. Puyuh Umur 80 Hari

Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh petelur dengan

spesies Coturnix-coturnix japonica yang didapatkan dari peternakan puyuh di

Sukabumi. Harga puyuh saat itu Rp 4.000,00 per ekor. Puyuh ditimbang terlebih

dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kandang perlakuan. Bobot rata-rata puyuh

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 143,52 gram per ekor. Terdapat

beberapa ciri puyuh yang berkualitas baik menurut Nugroho dan Mayun (1986),

yaitu kondisi fisik yang sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, aktif dan

tampak segar, bebas dari penyakit, dan memiliki berat badan berkisar antara

140-150 gram.

2. Pakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini hanya pakan khusus puyuh dengan

umur di atas 35 hari. Jenis pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial

SP 22 dengan kode P0023652 dengan bentuk ransum berupa crumble atau

remah. Kandungan ransum jenis SP 22 berdasarkan kebutuhan protein, lemak,

dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Ransum SP 22

Kandungan Nilai

--- % ---

Protein 20 – 22

Lemak 4 – 7

Serat kasar 7

Sumber: PT Sinta Prima Feedmill (2011)

Kandungan pakan SP 22 yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan

ketentuan mutu pakan dengan standar SNI untuk puyuh petelur dewasa.

Ketentuan mutu pakan yang ditetapkan oleh Permentan (2008) berdasarkan SNI

(34)

Tabel 6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa

dalam waktu pemberian pakannya. Waktu pemberian pakan konsisten setiap hari

untuk menjaga kestabilan produksi telurnya. Harga beli pakan SP 22 pada awal

pemeliharaan adalah Rp 225.000,00 per 50 kg, namun mengalami kenaikan

harga pakan pada akhir penelitian menjadi Rp 250.000,00 per 50 kg.

3. Suplemen Omega-3

Penambahan suplemen omega-3 pada penelitian ini merupakan perlakuan yang

diberikan pada pakan puyuh. Pemberian suplemen omega-3 dilakukan dengan

mencampurkan secara merata dengan taraf yang berbeda-beda pada pakan yang

diberikan. Suplemen omega-3 yang digunakan merupakan limbah hasil

pengalengan ikan Lemuru. Limbah hasil pengalengan ikan Lemuru yang

hasilnya berupa minyak ini merupakan salah satu alternatif minyak yang dapat

dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia. Menurut

Setiabudi (1990), dari proses pengalengan ikan Lemuru dapat diperoleh

rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%,

sehingga satu ton ikan Lemuru menghasilkan 50 kg limbah berupa minyak ikan

dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh

100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru. Minyak ikan Lemuru

diemulsi dan dispersikan menjadi ekstrak lemak pekat, lalu dicampur dengan

ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. dan

dihaluskan. Perbandingan penggunaan minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu

adalah 1:1 (b/b) (Komari, 1996). Suplemen omega-3 diperoleh dengan harga

(35)

4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada pemeliharaan puyuh ini memiliki kesibukan utama pada

waktu tertentu, seperti pada saat pemberian pakan yang harus ditambahkan

suplemen omega-3 sesuai dengan taraf pemberiannya, pemberian air minum,

penimbangan bobot awal sebelum perlakuan, pengambilan telur, penimbangan

telur, dan penyimpanan telur. Kebutuhan pekerja dan sistem pembayaran pekerja

disesuaikan dengan skala produksi. Penelitian ini hanya menggunakan jumlah

total puyuh sebanyak 300 ekor, sehingga kebutuhan jumlah pekerja cukup satu

orang dengan sistem pembayaran Rp 45.000,00 per satu setengah bulan. Hal ini

disesuaikan dengan standar sistem pembayaran pekerja pada peternakan puyuh

pada umumnya dalam satu bulan yaitu Rp 100.000,00 untuk menangani 1000

ekor puyuh.

5. Egg Tray

Egg tray pada pemeliharaan puyuh digunakan sebagai tempat penyimpanan telur

sementara sebelum dilakukan pengemasan. Egg tray yang digunakan berbeda

dengan egg tray untuk telur ayam atau telur itik, karena ukuran dari telur puyuh

itu sendiri yang lebih kecil daripada telur ayam atau itik. Bahan yang digunakan

juga bukan berbahan dasar plastik, namun terbuat dari daur ulang kertas yang

memiliki kapasitas 100 butir per egg tray. Pengadaan egg tray pada penelitian

ini disesuaikan dengan produksi telur per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk

pengadaan egg tray ini sebesar Rp 10.000,00 per 5 unit egg tray.

6. Kemasan dan Label

Penggunaan kemasan pada penelitian ini merupakan salah satu input produksi

variabel yang berperan pada hasil akhir produk telur puyuh yang siap dijual.

Fungsi kemasan menurut Malik (2008) ada dua, yaitu melindungi produk dari

produsen hingga ke konsumen dengan tetap menjaga keutuhan produk yang

berada di dalamnya, serta menambah nilai produk dan mendorong pemasaran

sesuai segmen pasar yang dituju. Kemasan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah plastik mika berukuran kecil seharga Rp 130,00 per unit yang sanggup

diisi 20 butir telur puyuh per satuan kemasannya. Kemasan yang digunakan

harus disertai dengan label produk yang bertujuan untuk memperkenalkan nama

(36)

pembuatan label secara sederhana pada penelitian ini adalah Rp 2.000,00 per

15 label.

7. Penerangan

Penerangan yang dibutuhkan pada penelitian budidaya puyuh ini termasuk ke

dalam input variabel, karena biaya yang dikeluarkan untuk penerangan

disesuaikan dengan besar kecilnya skala produksi. Penerangan yang digunakan

pada penelitian ini hanya satu buah lampu pijar 40 watt yang diletakkan di antara

dua blok kandang battery. Lama pemberian penerangan pada kandang puyuh ini

sekitar 12 jam dalam sehari, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penerangan

selama pemeliharaan ini sebesar Rp 10.080,00.

Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi (HPP) merupakan jumlah biaya untuk memproduksi

suatu barang untuk jangka waktu tertentu ditambah dengan biaya lainnya sehingga

barang itu berada di pasar (Mulyadi, 2009). Penentuan nilai HPP dilakukan dengan

cara memperhitungkan unsur-unsur biaya yang telah disesuaikan pada penelitian ini

ke dalam analisis biaya HPP tersebut. Metode yang dilakukan untuk menentukan

nilai HPP adalah metode full costing dan metode variable costing.

Metode full costing merupakan metode penentuan HPP yang

memperhitungkan seluruh biaya produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel

(Mulyadi, 2009). Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya overhead

tetap yang meliputi biaya pengadaan kandang dan perlengkapan pemeliharaan, yaitu

timbangan telur O-Hause. Biaya pengadaan kandang dan timbangan dihitung secara

overhead tetap karena masa penggunaannya hanya selama 6 minggu, sedangkan

untuk pengadaan kandang umur pemakaiannya mencapai 5 tahun dan timbangan

mencapai 2 tahun. Komponen biaya variabel yang dihitung pada penelitian ini terdiri

dari biaya pengadaan puyuh umur 30 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen

omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel

yang terdiri dari pengadaan egg tray, penggunaan kemasan dan label.

Metode variable costing tidak berbeda jauh dengan perhitungan pada metode

full costing. Menurut Mulyadi (2009), perbedaan pada metode variable costing yaitu

hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Biaya variabel yang

(37)

penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan

biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap dimasukkan dalam perhitungan biaya

periode pada biaya non produksi untuk perhitungan harga pokok penjualan telur

puyuh. Perhitungan yang menggunakan dua metode tersebut dilakukan terpisah

sesuai dengan perlakuan taraf pemberian omega-3 yang diberikan pada pakan puyuh.

Perhitungan HPP bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi taraf pemberian

suplemen omega-3 yang ditambahkan ke dalam pakan. Data hasil perhitungan HPP

disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

Keseluruhan biaya produksi (Tabel 7) telah disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Biaya pengadaan puyuh umur 30 hari

merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan, yaitu Rp 240.000,00 untuk 60 ekor

puyuh pada masing-masing perlakuan. Biaya terbesar kedua adalah pengadaan pakan

puyuh SP 22 yaitu sebesar Rp 235.000,00. Rasyaf (1991) menyatakan bahwa

pengadaan bibit dan ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan pada sebuah

peternakan puyuh. Biaya terbesar ketiga adalah penggunaan biaya overhead variabel

yang meliputi pengadaan egg tray, pengadaan kemasan, dan label. Biaya overhead

variabel pada perhitungan full costing dan variable costing meningkat sesuai dari

taraf perlakuan 0% hingga taraf perlakuan 4,5%, sedangkan biaya overhead variabel

terlihat menurun pada taraf perlakuan 6%.

Hasil dari penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), yaitu penambahan suplemen omega-3

berupa minyak lemuru pada penelitian tersebut menyebabkan setiap peningkatan

taraf pemberian suplemen tersebut mengakibatkan produksi telur dan konsumsi

pakan juga menurun. Hal disebabkan oleh kombinasi yang diberikan telah melewati

ambang batas sinergisme puyuh. Menurut Leeson dan Atteh (1995), produksi telur

dipengaruhi oleh kombinasi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam

ransum, dimana sinergisme keduanya memberikan pengaruh biologis pada batas

maksimum tertentu. Perbedaan oleh penelitian terdahulu adalah penggunaan minyak

Lemuru yang diberi filler untuk mencegah penurunan produksi telur ketika diberikan

sebagai perlakuan dan diberikan dengan kelipatan taraf yang lebih kecil, sehingga

terlihat bahwa penurunan produksi telur hanya terjadi pada taraf perlakuan 6%.

(38)

Tabel 7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full

Variabel 21.750 21.750 22.013,33 22.013,33 22.276,67 22.276,67 23.066,67 23.066,67 20.433,33 20.433,33

Overhead

Tetap 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 -

Total

HPP 515.266 507.766 526.869,33 519.369,33 538.472,67 530.972,67 550.602,67 543.102,67 559.309,33 551.809,33 HPP/

butir 342,37 337,39 347,08 342,14 348,98 344,12 342,41 337,75 398,65 393,31

HPP/

(39)

Tabel 8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan

Taraf Perlakuan (%) Jumlah Produksi Selama 6 Minggu

Butir Kemasan per 20 Butir

penggunaan suplemen omega-3 meningkat sesuai dengan persentase taraf yang

diberikan. Biaya overhead tetap yang meliputi biaya pembuatan kandang dan

penggunaan timbangan O-Hause pada penelitian ini tidak terlihat tinggi, karena

perhitungannya dilihat dari penyusutan. Biaya total untuk overhead tetap sebesar

Rp 7.500,00 pada metode full costing. Biaya tenaga kerja pada penelitian ini hanya

Rp 9.000,00, karena standar pekerja di peternakan puyuh yaitu Rp 100.000,00 untuk

menangani 1000 ekor puyuh dalam satu bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya

menggunakan 300 ekor puyuh dengan 60 ekor tiap perlakuannya dan dilakukan

selama satu setengah bulan.

Hasil perhitungan HPP dibagi menjadi tiga, yaitu total HPP, HPP per butir

telur puyuh, dan HPP per kemasan yang dihasilkan. HPP per butir telur puyuh

dihitung berdasarkan total HPP yang diperoleh dibagi dengan jumlah produksi telur

puyuh setiap perlakuannya, sedangkan HPP per kemasan diperoleh dari hasil

pembagian antara total HPP dengan jumlah kemasan yang dihasilkan setiap

perlakuannya. HPP akan meningkat sesuai dengan pemberian taraf suplemen

omega-3 yang ditambahkan. Penurunan produksi telur yang terjadi pada perlakuan taraf 6%

menyebabkan HPP pada perlakuan ini berbeda jauh dengan taraf perlakuan 4,5%,

sehingga penambahan omega-3 pada pakan sebesar 6% menjadi tidak efisien.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), pemberian

(40)

berlebihan pada taraf tertentu akan menyebabkan pakan menjadi lengket dan bau

amis dan dapat menyebabkan penurunan palatabilitas pada puyuh, sehingga produksi

telur menjadi berkurang.

Harga Jual

Harga jual diperoleh dari perhitungan harga pokok penjualan yang

dijumlahkan dengan laba yang diinginkan. Harga pokok penjualan sendiri

merupakan hasil penjumlahan dari harga pokok produksi ditambahkan dengan harga

non produksi. Harga jual yang didapatkan memiliki nilai yang sama untuk setiap

metode perhitungan, baik dalam metode full costing maupun variable costing.

Penentuan harga jual dihitung berdasarkan harga jual per kemasan dengan isi 20

butir telur puyuh. Harga jual per kemasan ditentukan untuk membandingkan harga

jual telur puyuh yang diberi suplemen omega-3 dengan harga jual telur puyuh yang

tidak diberi tambahan suplemen omega-3 di pasar. Hasil perhitungan terhadap harga

jual telur puyuh per kemasan sesuai dengan taraf pemberian omega-3 dapat dilihat

Penjualan 6950,21 7011,44 7071,07 6957,53 8075,85

Laba (10%) 695,02 701,14 707,11 695,75 807,58

Harga Jual 7645,23 7712,58 7778,18 7653,29 8883,43

Harga jual yang diperoleh pada Tabel 9 menunjukkan angka yang sangat

tinggi. Hal ini disebabkan persentase bertelur pada puyuh masih tergolong belum

efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya, yaitu berkisar antara 53,14-60,9%.

Anugrah et al. (2009) menyatakan bahwa produksi telur dikatakan ekonomis apabila

persentase bertelur dalam satu periode produksi minimal mencapai 75%, sehingga

produk telur tersebut memiliki harga jual yang mampu bersaing dengan harga jual

telur puyuh di pasar. Persentase bertelur yang tergolong rendah ini dapat disebabkan

(41)

menyatakan bahwa puncak produksi telur pada puyuh, yiatu ketika puyuh berumur

4-5 bulan dan mulai mengalami penurunan ketika umur 9 bulan.

Perbedaan harga jual telur puyuh pada penelitian ini terlihat tinggi jika

dibandingkan dengan harga jual di pasar, walaupun harga jual telur puyuh di pasar

akan berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Berdasarkan informasi

yang diperoleh dari Disnak (2011), penjualan telur puyuh khususnya daerah Jawa

Barat terbagi dua, yaitu pedagang kaki lima dan toko ritel. Kisaran harga yang

ditentukan oleh pedagang kaki lima adalah Rp 250,00 per butir, sedangkan untuk

toko ritel adalah Rp 6.000,00 hingga Rp 8.500,00 per kemasan. Menurut Anugrah

et al. (2009), harga jual telur puyuh akan selalu berbeda setiap daerahnya, karena

data perkembangan populasi serta usaha ternak puyuh relatif sulit ditemukan dalam

instansi terkait di tingkat provinsi atau tingkat kabupaten, sehingga keterbatasan data

dan informasi tentang populasi serta sebaran usaha tidak banyak diketahui secara

umum. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual pada masing-masing daerah dan

tidak terdapat Pusat Informasi Pasar (PINSAR) yang menentukan keseragaman harga

jual telur puyuh di seluruh Indonesia.

Harga jual telur puyuh (Tabel 9) memperlihatkan bahwa pemberian suplemen

omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan sebesar 4,5% tidak berbeda jauh dengan

harga jual telur puyuh tanpa penambahan suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5%

dapat dikatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi dan mampu

menghasilkan produksi telur yang paling tinggi, walaupun terdapat tambahan biaya

suplemen omega-3. Produk telur yang dihasilkan pada taraf perlakuan 4,5%

diharapkan akan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan produk telur kontrol. Penelitian terdahulu oleh Suripta dan Astuti (2007)

melaporkan bahwa penambahan suplemen omega-3 yang berupa minyak ikan

Lemuru pada taraf perlakuan 4% akan menurunkan kolesterol telur dari 120,32

menjadi 55,14 mg/100gr, serta meningkatkan kandungan omega-3 dalam telur dari

0,044 menjadi 1,648% dengan rasio yang lebih seimbang.

Proses penjualan telur pada penelitian ini secara keseluruhan masih tetap

mengikuti harga jual telur puyuh tanpa kandungan omega-3 di pasar, khususnya di

daerah Bogor. Hal ini disebabkan belum terdapat hasil pengujian secara laboratorium

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan menggunakan

metode full costing menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada metode variable

costing dengan biaya terbesar yaitu pengadaan puyuh dan penggunaan pakan.

Pemberian suplemen omega-3 pada pakan yang paling efisien terhadap harga jual

telur puyuh per kemasan adalah taraf perlakuan sebesar 4,5%.

Saran

Pemberian perlakuan berupa suplemen omega-3 sebaiknya diberikan ketika

puyuh berumur 4-5 bulan, yaitu ketika produksi telur mulai meningkat menuju

puncak produksi. Pengujian terhadap nilai kandungan omega-3 pada telur puyuh

dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya, agar harga jual telur puyuh sesuai

(43)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala

berkat dan karunia serta penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada

Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Susanto, M. S. yang telah memberikan meteri

penelitian kepada penulis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Rudi Afnan,

S. Pt., M. Sc. Agr. sebagai Pembimbing Anggota yang banyak memberikan

masukan, saran, dan pengarahan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, M. S., Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr., dan

M. Baihaqi, S. Pt., M. Sc. sebagai dosen penguji ujian lisan yang memberikan

banyak masukan dan koreksi terhadap skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Afton

Atabany, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi pengarahan

mulai tingkat awal hingga tingkat akhir. Terimakasih pula kepada seluruh staf

pengajar Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama

menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan IPB.

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Eyang Kakung, Eyang

Putri, Bapak, Ibu, Bobby, Candra serta keluarga besar penulis untuk doa, kasih

sayang, bantuan moril dan materil yang selalu diberikan hingga penulis

menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada Gabby Elfanda Mumpunie atas

semua doa, cinta, dukungan, pengorbanan, dan kesabaran yang diberikan kepada

penulis. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Unggas

(Devianti, Bening, Gilang, dan Andre) atas bantuannya selama penelitian.

Terimakasih kepada Robby Muslihat, Bang Indra Divayana, Bang Miftah Uddin dan

teman-teman Pondok Iona atas persahabatan, dukungan, dan pengalaman selama

berjuang di IPB bersama penulis. Terimakasih kepada seluruh sahabat IPTP 44 yang

tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, persahabatan dan dukungannya

selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. X., Suyono, & R. Hermawan. 2006. Analisis kelayakan usahatani pada sistem pertanian organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 2. No. 2: 136-137.

Anggorodi, H. R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Anugrah, I. S., I. Sadikin, & W. K. Sejati. 2009. Kebijakan kelembagaan usaha unggas tradisional sebagai sumber ekonomi rumah tangga pedesaan: Kasus peternakan burung puyuh Yogyakarta. Analisis Kebijakan Pertanian. 3: 249-267.

Cahyanto, M. N., U. Santoso, Zuprizal, H. E. Irianto, & S. Sastrodihardjo. 1997. Ekstraksi minyak mengandung asam lemak omega-3 dari limbah industri minyak ikan lemuru dan penggunaannya dalam peningkatan kandungan asam lemak omega-3. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Dinas Peternakan [Disnak]. 2011. Harga Telur Puyuh di Jawa Barat.

Gordon, S. H. 1994. Effects of day length and increasing daylength programmes on broiler welfare and performance. World’s Poultry Science Journal. 50:269-282.

Komari. 1996. Bioproses produksi telur kaya DHA (Docosahexaenoic acid). Seminar Nasional Pangan dan Gizi. PATPI. Yogyakarta, 10-11 Juli 1996.

Leeson, S. & J. O Atteh. 1995. Utilization of fats and fatty acids by Turkey poults. Poultry Science. 74: 2003-2010.

Leskanich, C. O. & R. C. Noble. 1997. Manipulation of the omega-3 polyunsaturated fatty acid composition of avian egg and meat. World’s Poultry Science

Manullang, M. 1995. Dasar-dasar Manajemen. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
Tabel 1. Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas
Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas
Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan- peralatan produksi dengan

prototype awal yang terdiri dari: (a) kisi-kisi soal penalaran matematika tipe TIMSS untuk siswa kelas VIII SMP menggunakan konteks budaya Lampung berdasarkan indikator

Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1

Apa juga program Islam yang dilaksanakan oleh kerajaan tidak mendapat gambaran positif daripada orang Cina kerana ia berkait rapat dengan persepsi yang telah wujud

Berdasarkan hasil analisis ragam, interaksi pemberian dosis TSP dan KCl tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot umbi total per tanaman akan tetapi dalam penelitian

Dimana dengan ketawakalan, ketawadlu’an, kesabaran, laku spiritual (baik puasa, dzikir dan istiqomah dalam dakwah dan mengaji), dan akhlaq luhurnya terhadap sang guru

[r]

[r]