ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH
(Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI
SUPLEMEN OMEGA-3
SKRIPSI
ANDIKA WIDHI JIWANDONO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Andika Widhi Jiwandono. D14070196. 2011. Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3.
Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S. Pt, M. Sc. Agr.
Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap subsektor peternakan adalah budidaya puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak puyuh berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga pokok produksinya (HPP). HPP ini digunakan agar peternak dapat menyesuaikan penambahan suplemen omega-3 pada biaya produksi dan dapat digunakan untuk menentukan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur puyuh, dan mengetahui tingkat pemberian suplemen omega-3 yang efisien.
Materi yang digunakan adalah 300 ekor puyuh umur enam minggu, pakan puyuh dengan kandungan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 dari limbah ikan Lemuru (Sardinella longiceps) sebagai perlakuan dengan taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan. Kandang yang digunakan adalah jenis kandang battery
sebanyak dua unit. Prosedur yang digunakan pada penelitian ini diawali dengan persiapan kandang, kemudian dilanjutkan ke pemeliharaan dengan pemberian perlakuan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan perhitungan HPP dengan menggunakan metode full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penentuan HPP dilakukan dengan memperhitungkan input-input produksi ke dalam analisis biaya yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan yang berbeda.
Analisis biaya yang dilakukan menunjukkan bahwa pengadaan puyuh dan penggunaan pakan puyuh SP 22 merupakan biaya terbesar pada penelitian ini. Nilai HPP meningkat sesuai dengan penggunaan taraf perlakuan, namun pada taraf perlakuan 6% terlihat nilai HPP yang berbeda jauh dengan taraf-taraf sebelumnya. Harga jual pada pemberian suplemen omega-3 dengan taraf perlakuan 4,5% menunjukkan angka yang tidak berbeda dengan harga jual telur puyuh tanpa pemberian suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dinyatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi walaupun terdapat tambahan biaya dalam penggunaan suplemen omega-3.
ABSTRACT
Analyses of Basic Production Cost of Quail Egg (Coturnix-coturnix japonica) with Omega-3 Supplementation in the Ration
Jiwandono, A. W., L. Cyrilla, and R. Afnan
Developing of quail farming to produce good quality of quail table eggs accelerates with the increasing of healthy life style. Supplementation of omega-3 obtains from tinning waste of Lemuru fish (Sardinella longiceps) was applied to produce high concentration of this essential fatty acid in eggs. The supplementation level was given at 0%, 1,5%, 3%, 4,5%, and 6% (w/w) in the ration. Full costing and variable costing methods to analyze the production cost of omega-3 eggs were applied. The
full costing method revealed Rp 340,38; Rp 345,46; Rp 347,73; Rp 341,56; and Rp 398,05, meanwhile, the variable costing method obtained Rp 335,39; Rp 340,52;
Rp 342,87; Rp 336,89; and Rp 392,71 for an egg with 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; and 6% omega-3 supplementation, accordingly. The selling price for one package that consist
of 20 eggs based on this costing method resulted in, respectively, Rp 7.601,23; Rp 7.676,98; Rp 7.750,75; Rp 7.634,31; and Rp 8.870,23 for 0%; 1,5%; 3%; 4,5%;
and 6% omega-3 supplementation in the ration. The most efficient level of omega-3 supplementation in the ration was 4,5%.
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH
(Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI
SUPLEMEN OMEGA-3
ANDIKA WIDHI JIWANDONO
D14070196
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix
japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3
Nama : Andika Widhi Jiwandono
NIM : D14070196
Menyetujui,
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 15 Juli 2011 Tanggal Lulus : 5 Agustus 2011 Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. NIP. 19630705 198803 2 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1989 di Salatiga, Jawa Tengah.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lasmono
Tri Sunaryanto dan Ibu Ira Yumastuti.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahum 1995 di SD FX. Marsudirini
78 Salatiga dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama
dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N 1 Salatiga.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Salatiga pada tahun 2004 dan
diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis mengikuti organisasi akademis
yaitu Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER)
tahun 2010-2011 dan non akademis dalam Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa
Kristen (PMK) tahun 2010-2011 serta berbagai kepanitiaan pada kegiatan
kemahasiswaan di IPB. Penulis juga pernah menjadi penerima dana hibah dalam
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan
penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi
Suplemen Omega-3” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap
subsektor peternakan adalah budidaya burung puyuh petelur (Coturnix-coturnix
japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak burung puyuh
berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern
serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup
sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh.
Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga
pokok produksinya (HPP). Perhitungan HPP dilakukan dengan menggunakan metode
full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh
dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penelitian ini bertujuan
untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur
puyuh, dan mengetahui tingkat efisiensi dalam pemberian suplemen omega-3.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011
Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3
dan Air Minum ... 17
Pengambilan Telur dan Penimbangan ... 18
Penyimpanan dan Pengemasan ... 19
Distribusi ... 19
Penggunaan Input Produksi ... 20
Input Produksi Tetap ... 20
Input Produksi Variabel ... 20
Harga Pokok Produksi ... 24
Harga Jual ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
Kesimpulan ... 30
Saran ... 30
UCAPAN TERIMA KASIH ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai
Telur Unggas ... 4
2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas ... 5
3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur ... 6
4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru
Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan ... 7
5. Kandungan Ransum SP 22 ... 21
6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa ... 22
7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan
Metode Full Costing dan Variable Costing ... 26
8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6
Minggu Pemeliharaan ... 27
9. Harga Jual Telur Puyuh per Kemasan dengan Taraf Pemberian
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ... 3
2. Denah Lokasi Pemeliharaan ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar Perkandangan dan Pemeliharaan ... 36
2. Perhitungan Aspek Pemeliharaan ... 37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan komoditas peternakan merupakan salah satu sumber
per-tumbuhan ekonomi seiring dengan peningkatan jumlah permintaan terhadap produk
peternakan dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia ini. Peningkatan
permintaan pada subsektor peternakan, khususnya telur, membuka banyak peluang
usaha peternakan di bidang unggas petelur. Salah satu usaha yang cukup prospektif
adalah budidaya peternakan puyuh untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi.
Usaha budidaya peternakan puyuh ini sangat prospektif karena kemampuan puyuh
yang dapat tumbuh dan berkembang biak sangat cepat. Satu periode produksi puyuh
dapat menghasilkan 130-300 butir telur, sehingga kondisi ini membuka peluang
usaha baik dalam skala kecil, menengah, maupun skala besar.
Budidaya peternakan puyuh ini berkembang seiring dengan perkembangan
jaman yang semakin modern, pola pikir modern, serta gaya hidup sehat. Faktor ini
sangat mempengaruhi permintaan masyarakat akan produk sektor peternakan
secara keseluruhan. Berbagai macam gagasan dan usaha mulai muncul untuk me-
menuhi permintaan peningkatan gizi masyarakat. Gagasan yang muncul dalam
pengembangan usaha budidaya puyuh ini adalah telur puyuh yang mengandung
omega-3. Penggunaan suplemen berupa omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan
puyuh diharapkan akan menghasilkan telur puyuh dengan kandungan omega-3 yang
tinggi dan baik untuk kesehatan.
Penambahan suplemen omega-3 pada pakan berpengaruh pada harga pokok
produksi telur. Harga pokok produksi dapat digunakan oleh peternak untuk
menyesuaikan taraf suplemen omega-3 yang paling efisien untuk ditambahkan ke
dalam pakan, sehingga peternak tetap mendapatkan keuntungan walaupun terdapat
penambahan biaya variabel pada perhitungan harga pokok produksi. Perhitungan
harga pokok produksi juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk
menentukan harga jual telur puyuh yang telah ditambah suplemen omega-3.
Penentuan harga jual dapat digunakan untuk menilai daya beli konsumen terhadap
produk telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3 yang nantinya akan bersaing
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis biaya yang dikeluarkan dalam satu periode produksi untuk
menghasilkan telur puyuh yang telah diberi suplemen omega-3.
2. Menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode Full
Costing dan Variable Costing pada usaha peternakan puyuh dengan adanya
penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh.
3. Mengetahui taraf penggunaan suplemen omega-3 yang paling efisien untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif
kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah
spesies Coturnix-coturnix japonica yang memiliki panjang badan sekitar 19 cm,
berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat, serta berjari kaki empat dan
berwarna kekuning-kuningan dangan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu
jari menghadap ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986). Gambar puyuh (
Coturnix-coturnix japonica) dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: http://nasional.kompas.com
Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
Menurut Nugroho dan Mayun (1986) dan Pappas (2002), klasifikasi puyuh
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Galiformes
Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-coturnix japonica
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), berbagai macam jenis puyuh
tersebar di seluruh dunia, namun tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan
serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Bagi peternak yang menghendaki
produksi telur atau pedaging, akan memilih puyuh yang lazim untuk diternakkan
seperti spesies Coturnix-coturnix japonica. Menurut Suripta dan Astuti (2007),
spesies ini merupakan salah satu produsen protein hewani yang sangat potensial.
Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak pada telur
puyuh cukup baik jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan
protein yang tinggi serta kadar lemak yang rendah pada telur puyuh sangat baik
untuk kesehatan manusia. Perbedaan susunan protein, lemak, karbohidrat, dan abu
pada telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lainnya dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas
Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu
--- % ---
Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0
Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0
Itik 13,3 14,5 1,5 1,1
Puyuh 13,1 11,1 1,6 1,1
Sumber: Murtidjo (1996)
Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya
yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu.
Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam. Puyuh
betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada
bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua.
Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan. Telur puyuh
umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan
biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).
Produktivitas Puyuh
Rasyaf (1991) dan Usman et al. (2008) mengemukakan bahwa puyuh mulai
bertelur pada umur lima sampai enam minggu. Puyuh akan terus berproduksi hingga
umur enam atau delapan bulan saja. Listiyowati dan Roospitasari (2009) menjelaskan
bahwa masa produktif rata-rata puyuh adalah 9-12 bulan. Puncak produksi puyuh
umur terjadi pada umur 4-5 bulan dan akan mengalami penurunan sampai 70% pada
umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).
Puyuh betina dapat menghasilkan 225-275 butir telur per tahun (Rasyaf,
1991), sedangkan hasil penelitian terbaru oleh Usman et al. (2008) menyatakan
bahwa puyuh mampu memproduksi lebih dari 300 butir per tahun. Produksi
telur puyuh memang cukup baik walaupun sedikit bervariasi. Variasi tersebut
dapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Pemeliharaan yang buruk tidak akan
menghasilkan jumlah telur yang banyak walaupun bibitnya baik. Faktor pakan juga
berpengaruh pada produksi telur. Kualitas dan kuantitas pakan yang buruk,
mengakibatkan puyuh tidak akan bertelur banyak. Produksi telur dari puyuh
dibandingkan dengan unggas lain seperti ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas
Jenis Unggas Produksi Telur (butir/tahun)
Ayam Ras petelur 300 – 346
Ayam Kampung lokal 63 – 93
Itik 250 – 310
Puyuh 225 – 275
Sumber: Rasyaf (1991)
Struktur Telur
Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam
(Yannakopoulos dan Gousi, 1986). Komponen pokok dari telur ayam atau unggas
pada umumnya terdiri dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), membran kulit,
dan kerabang telur. Perbandingan antara kerabang telur, putih telur, dan kuning telur
Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur
Jenis Unggas Kuning Telur Putih Telur Kerabang Telur
--- % ---
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus disesuaikan
dengan umur dan kebutuhan ternak tersebut. Hal ini bertujuan untuk
mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada dasarnya
membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas
diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance, pertumbuhan,
pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap terdiri dari berbagai
macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke dalam enam kelas, yaitu
karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai sumber asam amino,
vitamin-vitamin, mineral, dan air (Rasyaf, 1991).
Kebutuhan protein yang terbaik untuk ransum puyuh layer memiliki
kandungan sebesar 17-20% (Permentan, 2008). Protein berguna bagi unggas yang
sedang bertumbuh dan berproduksi, sehingga jumlah protein yang cukup dan
berkualitas sangat penting untuk unggas petelur. Protein digunakan pada masa
pertumbuhan untuk menyusun jaringan tubuh, yaitu membentuk otot, kuku, sel
darah, dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk
menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan
sperma (NRC, 1994). Rasyaf (1991) lebih lanjut menjelaskan bahwa unggas juga
sangat memerlukan energi untuk menjaga temperatur tubuh, untuk menggerakkan
organ tubuh, dan masih banyak lagi fungsi energi lainnya.
Asam Lemak Omega-3
Menurut Montgomery et al. (1993), asam lemak omega-3 adalah asam lemak
asam lemak omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang. Asam lemak omega-3
memiliki turunan, yaitu asam lemak EPA dan DHA yang berfungsi mencegah
pengerasan pembuluh darah, mengurangi rangsangan penggumpalan darah, dan
dapat meningkatkan daya intelegensi manusia (Simopoulos, 1989). Penelitian yang
dilakukan oleh Leskanich dan Noble (1997) pada telur ayam omega-3 untuk
konsumsi manusia menunjukkan kemampuan menjaga kadar kolesterol dalam
plasma darah dan mengurangi kadar trigliserida.
Asam lemak omega-3 dapat diperoleh dari hasil ekstraksi limbah industri
pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) (Cahyanto et al., 1997). Minyak
ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun
penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan ikan Lemuru memperoleh rendeman
berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan
satu ton ikan Lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan
selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang
lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan
Murdinah, 2008).
Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan asam
lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan docosa pentaenoic
acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20 (Hardoko, 1998). Penelitian
terdahulu pada telur ayam yang dilakukan oleh Marshall et al. (1994) menunjukkan
adanya peningkatan kandungan asam lemak omega-3 dalam kuning telur yang dihasilkan, khususnya α-Linolenat, EPA, dan DHA. Kandungan asam lemak EPA, DHA, dan omega-3 yang ada pada minyak ikan Lemuru tersaji dalam Tabel 4.
Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan
dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan kolesterol
darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk kekebalan tubuh.
Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan suplementasi nutrisi pada produk
pangan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, serta dilihat dari
segi sosial ekonomi dapat membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.
Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang,
yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
(Mulyadi, 2009). Biaya usahatani menurut Agus et al. (2006) dapat diklasifikasi
menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya
tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel
didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh (Soekartawi, 2002).
Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan kompensasi
yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun non tunai.
Menurut Nuraini (2003), biaya produksi adalah semua pengeluaran atau beban yang
harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa
yang siap dipakai oleh konsumen.
Harga Pokok Produksi
Manullang (1995) menyatakan bahwa harga pokok produksi (HPP) adalah
jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya
sehingga barang itu berada di pasar. Definisi lain mengenai harga pokok produksi,
yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva menjadi aktiva lain
berupa persediaan produk jadi (Mulyadi, 2009). Informasi harga pokok produksi
yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk
menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba
atau rugi periodik, menentukan harga pokok persediaan produk jadi, dan produk
pokok produksi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran dan
untuk menetapkan besar laba yang diperoleh. Mulyadi (2009) menyatakan bahwa
metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur
biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok
produksi, yaitu full costing dan variable costing.
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik
yang berperilaku variabel maupun tetap. Perhitungan harga pokok produksi
berdasarkan metode full costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya
Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga
pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok variable costing menurut
Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya produksi berikut :
Biaya bahan baku Rp ...
Biaya tenaga kerja langsung Rp ...
Biaya overhead variabel Rp ... +
Harga pokok produksi Rp ...
Harga pokok produksi merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan
harga pokok penjualan (Mulyadi, 2009). Harga pokok penjualan dapat digunakan
sebagai acuan untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. Harga pokok
penjualan pada hasil perhitungan dengan metode full costing, terdiri dari unsur harga
pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pemasaran, serta biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok penjualan
pada hasil perhitungan dengan metode variable costing terdiri dari unsur harga
pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran
variabel, serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap, yaitu biaya
overhead tetap, biaya pemasaran tetap, serta biaya administrasi dan umum tetap
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05
RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada
bulan Desember 2010 hingga Januari 2011.
Materi
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor puyuh
berumur 40 hari yang dipelihara terlebih dahulu tanpa perlakuan hingga umur 80
hari, pakan puyuh dengan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 yang terbuat
dari campuran limbah minyak ikan Lemuru dengan filler ampas tahu yang telah
difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. sebagai perlakuan yang diberikan
dengan taraf masing-masing 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan tiap
perlakuan. Hasil analisis terhadap suplemen omega-3 yang digunakan mengandung
2,6% asam lemak linolenat; 2,4% EPA; dan 1,9% DHA.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eggtray, timbangan,
kalkulator, dan notebook.
Perkandangan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kandang battery
sebanyak dua unit. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat
disekat dengan triplek sehingga terdapat 20 blok. Setiap blok kandang diisi 15 ekor
puyuh siap bertelur (umur 80 hari). Kandang diberi penerangan dengan satu lampu
pijar berkekuatan 40 watt. Sistem pembuangan kotoran dari kandang dilakukan
dengan cara ditampung di bagian bawah kandang menggunakan karung.
Prosedur
Persiapan Kandang
Kandang postal berukuran 8 m2 dibersihkan terlebih dahulu dari sampah,
untuk membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang battery khusus
puyuh, diletakkan ke dalam kandang postal.
Pemeliharaan
Puyuh diberi pakan ransum satu kali dalam sehari dengan batasan pakan
sebanyak 20 g/ ekor/ hari dan ditambah suplemen omega-3 sesuai taraf per
perlakuan, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Telur dikumpulkan setiap hari
pada waktu sore hari, kemudian dihitung jumlahnya dan ditimbang massa telur pada
setiap perlakuan.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif
dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga jual dengan
cara yang digunakan oleh usaha peternakan, metode full costing, dan metode
variable costing. Deskriptif kualitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari
perhitungan harga jual dengan metode full costing dengan hasil dari perhitungan
harga jual dengan metode variable costing.
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan
hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan
dengan pendekatan akuntansi. Tabulasi digunakan untuk menggolongkan data guna
mempermudah perhitungan dan analisis harga pokok produksi secara teliti.
Menurut Mulyadi (2009), prosedur penentuan harga produksi secara full
costing untuk menentukan harga jual yang sudah disesuaikan dengan komponen
peternakan dalam satu masa penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan
Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...
Biaya Pakan Puyuh Rp ...
Biaya Suplemen Omega-3 Rp ...
Biaya Penerangan (Listrik) Rp ...
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...
Biaya Overhead Variabel Rp ...
Biaya Overhead Tetap Rp ... +
2. Menghitung total harga pokok penjualan Biaya Produksi :
Total Biaya Produksi Rp ...
Biaya Non Produksi : Rp ... Biaya Administrasi dan Umum Rp ...
Biaya Pemasaran Rp ... + ... +
Total Harga Pokok Penjualan Rp ...
3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen
Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...
Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... +
Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...
Berikut merupakan prosedur penentuan harga pokok secara variable costing
yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian :
1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan
Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...
Biaya Pakan Puyuh Rp ...
Biaya Suplemen Omega-3 Rp ...
Biaya Penerangan (Listrik) Rp ...
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...
Biaya Overhead Variabel Rp ... +
Total Biaya Produksi Rp ...
2. Menghitung total harga pokok penjualan
Biaya Produksi :
Total Biaya Produksi Rp ...
Biaya Non Produksi : Rp ...
Biaya Administrasi dan Umum Variabel Rp ...
Biaya Pemasaran Variabel Rp ... +
Biaya Periode :
Biaya Overhead Tetap Rp ...
Biaya Administrasi dan Umum Tetap Rp ...
Biaya Pemasaran Tetap Rp ... + ... +
3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen
Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...
Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... +
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05
RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses
yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap
kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang
yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak
terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang.
Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk
dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah
penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara
dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran
dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber: http://maps.google.com/institutpertanianbogor
Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan
Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki
kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang
masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan
merupakan kandang postal seluas 8 m2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat
untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini
bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar.
Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian
masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran
udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut.
Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam
satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk
meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama
puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima
dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan
kemiringan sekitar 5 o yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur
puyuh.
Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari
ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan
kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan
adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke
kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang
merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta
tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga
manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik
dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang
harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal.
Manajemen Budidaya Puyuh
Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang
dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh
betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor
puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dengan berat rata-rata 10
gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar,
kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar
tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala
usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang,
2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum,
5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya
puyuh.
Persiapan Kandang
Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri
dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada
kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran
dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan
pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke
seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan
bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari.
Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing
lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di
bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan
sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai
bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok
dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan
dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300
ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan
dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan.
Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai
penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari.
Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar
unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain
itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi.
Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum
Pemberian pakan dibatasi sebanyak 20 g/ ekor/ hari dengan frekuensi
pemberian satu kali dalam sehari pada pukul 08.00 WIB. Pakan yang digunakan
adalah ransum puyuh komersial dengan kode P0023652 untuk puyuh berumur mulai
5 minggu dengan kadar protein 20% yang berupa butiran komplit atau crumble.
Prosedur pemberian pakan dalam penelitian ini diberikan tambahan suplemen
merupakan limbah dari pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) dengan
filler ampas tahu yang telah difermentasi (Komari, 1996). Tambahan suplemen
omega-3 diberikan dengan taraf masing-masing 0% (P 1); 1,5% (P 2); 3% (P 3);
4,5% (P 4); dan 6% (P 5) dari total berat pakan pada masing-masing perlakuan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007),
menggunakan perlakuan berupa campuran minyak sawit dan minyak Lemuru dengan
komposisi yang diberikan pada puyuh berumur 10 minggu. Komposisi penggunaan
khusus untuk minyak Lemuru pada penelitian terdahulu adalah 0, 2, 4, 6, dan 8%
dari total pakan yang diberikan, namun pengolahan minyak Lemuru sebagai
perlakuan ini tidak dijelaskan. Hasil penelitian mengenai analisis kandungan kadar
omega-3 pada telur puyuh, mengalami peningkatan dari 0,0044% (kontrol) menjadi
1,703% pada perlakuan 8%.
Pemberian air minum pada penelitian ini disesuaikan dengan kapasitas wadah
minum yang digunakan. Wadah air minum yang digunakan tidak cukup besar dan
sangat sederhana, sehingga pemberian air minum harus dilakukan terus menerus agar
puyuh tidak kekurangan air minum. Pemberian vitamin pada air minum hanya
dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum perlakuan diberikan. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi stres dan merangsang produksi telur, namun tidak dilanjutkan
pada minggu berikutnya.
Pengambilan Telur dan Penimbangan
Prosedur pengambilan telur pada pemeliharaan ini dilakukan satu kali dalam
sehari setiap pukul 17.00 WIB. Periode pengambilan telur ini dilakukan untuk
mencegah puyuh menjadi stres akibat terlalu sering terdapat aktivitas manusia di
dalam kandang. Waktu pengambilan telur disesuaikan pada keadaan ketika puyuh
menghasilkan telur terbanyak per harinya, yaitu sore hari. Menurut Rasyaf (1991),
sebanyak 75% puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) bertelur pada pukul 15.00
sampai 18.00 WIB.
Telur yang sudah diambil langsung dilakukan penimbangan sesuai dengan
kelompok perlakuan dan ulangannya dengan menggunakan timbangan digital
O-Hause. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan data berat telur per butir
(1) (2)
(3)
klasifikasi berat per perlakuannya dan diletakkan sementara pada egg tray khusus
telur puyuh.
Penyimpanan dan Pengemasan
Standar penyimpanan telur puyuh menurut Permentan (2008) adalah tempat
penampungan yang sejuk, tidak lembab dan terlindung dari predator, serta tidak
berdekatan langsung dengan kandang pemeliharaan. Hal ini dapat meminimalkan
produk telur yang cepat rusak akibat lokasi penyimpanan yang tidak sesuai standar.
Telur puyuh pada penelitian ini masih diletakkan di ruangan sebelah kandang
pemeliharaan, namun tidak berhubungan langsung dengan kandang pemeliharaan.
Pengemasan telur pada penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan
pasar, yaitu penjualan dengan isi 20 butir telur puyuh per kemasan. Kemasan yang
digunakan adalah plastik mika berukuran kecil. Penggunaan label juga diberikan
pada kemasan untuk memberikan informasi mengenai produk dan tempat
produksinya.
Distribusi
Distribusi dilakukan setelah adanya pengemasan produk dan disesuaikan
dengan permintaan pasar. Distribusi produk telur puyuh menurut Elvira et al. (1994),
yaitu distribusi panjang (1), distribusi menengah (2), dan distribusi pendek (3) seperti
terlihat pada Gambar 1.
Pengecer
Peternak Grosir Pengecer Konsumen
Gambar 3. Rantai Distribusi Telur Puyuh di Kota Bogor (Elvira et al., 1994)
Distribusi telur puyuh hasil produksi pada penelitian ini dilakukan melalui
rantai menengah dan pendek ke dua pasar yang berbeda, yaitu pengumpul atau
pengecer khusus telur puyuh dan langsung ke konsumen. Distribusi dilakukan
Penggunaan Input Produksi
Input produksi yang digunakan dalam penelitian budidaya puyuh ini terdiri
dari input produksi tetap dan input produksi variabel. Menurut Mulyadi (2009), input
produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah-ubah dan tidak
terpengaruh oleh perubahan volume produksi. Input produksi variabel merupakan
input yang penggunaannya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi.
Input Produksi Tetap
Input produksi tetap yang digunakan selama pemeliharaan puyuh ini adalah
pengadaan kandang dan timbangan O-Hause. Pengadaan kandang merupakan salah
satu sarana dan modal tetap dalam budidaya puyuh. Tipe kandang yang diguna-
kan dalam budidaya puyuh pada umumnya adalah tipe kandang battery. Kandang
battery yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternakan puyuh di
Sukabumi sebanyak dua buah blok kandang dengan harga beli sebesar
Rp 500.000,00 per unit. Umur pemakaian kandang ini mencapai lima tahun.
Kandang battery ini terdiri dari lima tingkat dan memiliki kapasitas 40 ekor per
tingkat dengan luasan 0,5 m2 tiap tingkatnya, namun kandang ini disesuaikan dengan
metode penelitian yang digunakan, yaitu pemberian lima perlakuan dengan
masing-masing empat ulangan. Metode ini membutuhkan 20 ruang dengan kapasitas per
ulangan yaitu 15 ekor, sehingga pada setiap tingkat dibagi menjadi dua ruangan
dengan sekat papan dengan luasan tiap perlakuan adalah 0,25 m2. Berdasarkan
Permentan (2008), kepadatan kandang dan daya tampung kandang untuk puyuh
berumur di atas 4 minggu pada penelitian ini sudah ideal.
Perlengkapan yang dibutuhkan di kandang adalah timbangan O-Hause.
Timbangan ini dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti
menimbang telur tiap perlakuan, menimbang suplemen omega-3 yang digunakan,
dan menimbang bobot badan puyuh. Timbangan ini memiliki harga beli sebesar
Rp 200.000,00 dengan umur pemakaian mencapai dua tahun.
Input Produksi Variabel
Input produksi variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
biaya tenaga kerja, pengadaan egg tray, biaya kemasan dan label, dan biaya
penggunaan penerangan.
1. Puyuh Umur 80 Hari
Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh petelur dengan
spesies Coturnix-coturnix japonica yang didapatkan dari peternakan puyuh di
Sukabumi. Harga puyuh saat itu Rp 4.000,00 per ekor. Puyuh ditimbang terlebih
dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kandang perlakuan. Bobot rata-rata puyuh
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 143,52 gram per ekor. Terdapat
beberapa ciri puyuh yang berkualitas baik menurut Nugroho dan Mayun (1986),
yaitu kondisi fisik yang sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, aktif dan
tampak segar, bebas dari penyakit, dan memiliki berat badan berkisar antara
140-150 gram.
2. Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini hanya pakan khusus puyuh dengan
umur di atas 35 hari. Jenis pakan yang digunakan adalah pakan puyuh komersial
SP 22 dengan kode P0023652 dengan bentuk ransum berupa crumble atau
remah. Kandungan ransum jenis SP 22 berdasarkan kebutuhan protein, lemak,
dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Ransum SP 22
Kandungan Nilai
--- % ---
Protein 20 – 22
Lemak 4 – 7
Serat kasar 7
Sumber: PT Sinta Prima Feedmill (2011)
Kandungan pakan SP 22 yang diberikan selama penelitian sudah sesuai dengan
ketentuan mutu pakan dengan standar SNI untuk puyuh petelur dewasa.
Ketentuan mutu pakan yang ditetapkan oleh Permentan (2008) berdasarkan SNI
Tabel 6. Mutu Pakan Puyuh Petelur Dewasa
dalam waktu pemberian pakannya. Waktu pemberian pakan konsisten setiap hari
untuk menjaga kestabilan produksi telurnya. Harga beli pakan SP 22 pada awal
pemeliharaan adalah Rp 225.000,00 per 50 kg, namun mengalami kenaikan
harga pakan pada akhir penelitian menjadi Rp 250.000,00 per 50 kg.
3. Suplemen Omega-3
Penambahan suplemen omega-3 pada penelitian ini merupakan perlakuan yang
diberikan pada pakan puyuh. Pemberian suplemen omega-3 dilakukan dengan
mencampurkan secara merata dengan taraf yang berbeda-beda pada pakan yang
diberikan. Suplemen omega-3 yang digunakan merupakan limbah hasil
pengalengan ikan Lemuru. Limbah hasil pengalengan ikan Lemuru yang
hasilnya berupa minyak ini merupakan salah satu alternatif minyak yang dapat
dijadikan pakan sumber energi yang tidak bersaing dengan manusia. Menurut
Setiabudi (1990), dari proses pengalengan ikan Lemuru dapat diperoleh
rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%,
sehingga satu ton ikan Lemuru menghasilkan 50 kg limbah berupa minyak ikan
dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh
100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru. Minyak ikan Lemuru
diemulsi dan dispersikan menjadi ekstrak lemak pekat, lalu dicampur dengan
ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. dan
dihaluskan. Perbandingan penggunaan minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu
adalah 1:1 (b/b) (Komari, 1996). Suplemen omega-3 diperoleh dengan harga
4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada pemeliharaan puyuh ini memiliki kesibukan utama pada
waktu tertentu, seperti pada saat pemberian pakan yang harus ditambahkan
suplemen omega-3 sesuai dengan taraf pemberiannya, pemberian air minum,
penimbangan bobot awal sebelum perlakuan, pengambilan telur, penimbangan
telur, dan penyimpanan telur. Kebutuhan pekerja dan sistem pembayaran pekerja
disesuaikan dengan skala produksi. Penelitian ini hanya menggunakan jumlah
total puyuh sebanyak 300 ekor, sehingga kebutuhan jumlah pekerja cukup satu
orang dengan sistem pembayaran Rp 45.000,00 per satu setengah bulan. Hal ini
disesuaikan dengan standar sistem pembayaran pekerja pada peternakan puyuh
pada umumnya dalam satu bulan yaitu Rp 100.000,00 untuk menangani 1000
ekor puyuh.
5. Egg Tray
Egg tray pada pemeliharaan puyuh digunakan sebagai tempat penyimpanan telur
sementara sebelum dilakukan pengemasan. Egg tray yang digunakan berbeda
dengan egg tray untuk telur ayam atau telur itik, karena ukuran dari telur puyuh
itu sendiri yang lebih kecil daripada telur ayam atau itik. Bahan yang digunakan
juga bukan berbahan dasar plastik, namun terbuat dari daur ulang kertas yang
memiliki kapasitas 100 butir per egg tray. Pengadaan egg tray pada penelitian
ini disesuaikan dengan produksi telur per hari. Biaya yang dikeluarkan untuk
pengadaan egg tray ini sebesar Rp 10.000,00 per 5 unit egg tray.
6. Kemasan dan Label
Penggunaan kemasan pada penelitian ini merupakan salah satu input produksi
variabel yang berperan pada hasil akhir produk telur puyuh yang siap dijual.
Fungsi kemasan menurut Malik (2008) ada dua, yaitu melindungi produk dari
produsen hingga ke konsumen dengan tetap menjaga keutuhan produk yang
berada di dalamnya, serta menambah nilai produk dan mendorong pemasaran
sesuai segmen pasar yang dituju. Kemasan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah plastik mika berukuran kecil seharga Rp 130,00 per unit yang sanggup
diisi 20 butir telur puyuh per satuan kemasannya. Kemasan yang digunakan
harus disertai dengan label produk yang bertujuan untuk memperkenalkan nama
pembuatan label secara sederhana pada penelitian ini adalah Rp 2.000,00 per
15 label.
7. Penerangan
Penerangan yang dibutuhkan pada penelitian budidaya puyuh ini termasuk ke
dalam input variabel, karena biaya yang dikeluarkan untuk penerangan
disesuaikan dengan besar kecilnya skala produksi. Penerangan yang digunakan
pada penelitian ini hanya satu buah lampu pijar 40 watt yang diletakkan di antara
dua blok kandang battery. Lama pemberian penerangan pada kandang puyuh ini
sekitar 12 jam dalam sehari, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penerangan
selama pemeliharaan ini sebesar Rp 10.080,00.
Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi (HPP) merupakan jumlah biaya untuk memproduksi
suatu barang untuk jangka waktu tertentu ditambah dengan biaya lainnya sehingga
barang itu berada di pasar (Mulyadi, 2009). Penentuan nilai HPP dilakukan dengan
cara memperhitungkan unsur-unsur biaya yang telah disesuaikan pada penelitian ini
ke dalam analisis biaya HPP tersebut. Metode yang dilakukan untuk menentukan
nilai HPP adalah metode full costing dan metode variable costing.
Metode full costing merupakan metode penentuan HPP yang
memperhitungkan seluruh biaya produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel
(Mulyadi, 2009). Komponen biaya tetap pada penelitian ini adalah biaya overhead
tetap yang meliputi biaya pengadaan kandang dan perlengkapan pemeliharaan, yaitu
timbangan telur O-Hause. Biaya pengadaan kandang dan timbangan dihitung secara
overhead tetap karena masa penggunaannya hanya selama 6 minggu, sedangkan
untuk pengadaan kandang umur pemakaiannya mencapai 5 tahun dan timbangan
mencapai 2 tahun. Komponen biaya variabel yang dihitung pada penelitian ini terdiri
dari biaya pengadaan puyuh umur 30 hari, penggunaan pakan, penggunaan suplemen
omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan biaya overhead variabel
yang terdiri dari pengadaan egg tray, penggunaan kemasan dan label.
Metode variable costing tidak berbeda jauh dengan perhitungan pada metode
full costing. Menurut Mulyadi (2009), perbedaan pada metode variable costing yaitu
hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Biaya variabel yang
penggunaan suplemen omega-3, biaya tenaga kerja, penggunaan penerangan, dan
biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap dimasukkan dalam perhitungan biaya
periode pada biaya non produksi untuk perhitungan harga pokok penjualan telur
puyuh. Perhitungan yang menggunakan dua metode tersebut dilakukan terpisah
sesuai dengan perlakuan taraf pemberian omega-3 yang diberikan pada pakan puyuh.
Perhitungan HPP bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi taraf pemberian
suplemen omega-3 yang ditambahkan ke dalam pakan. Data hasil perhitungan HPP
disajikan secara lengkap pada Tabel 7.
Keseluruhan biaya produksi (Tabel 7) telah disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Biaya pengadaan puyuh umur 30 hari
merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan, yaitu Rp 240.000,00 untuk 60 ekor
puyuh pada masing-masing perlakuan. Biaya terbesar kedua adalah pengadaan pakan
puyuh SP 22 yaitu sebesar Rp 235.000,00. Rasyaf (1991) menyatakan bahwa
pengadaan bibit dan ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan pada sebuah
peternakan puyuh. Biaya terbesar ketiga adalah penggunaan biaya overhead variabel
yang meliputi pengadaan egg tray, pengadaan kemasan, dan label. Biaya overhead
variabel pada perhitungan full costing dan variable costing meningkat sesuai dari
taraf perlakuan 0% hingga taraf perlakuan 4,5%, sedangkan biaya overhead variabel
terlihat menurun pada taraf perlakuan 6%.
Hasil dari penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), yaitu penambahan suplemen omega-3
berupa minyak lemuru pada penelitian tersebut menyebabkan setiap peningkatan
taraf pemberian suplemen tersebut mengakibatkan produksi telur dan konsumsi
pakan juga menurun. Hal disebabkan oleh kombinasi yang diberikan telah melewati
ambang batas sinergisme puyuh. Menurut Leeson dan Atteh (1995), produksi telur
dipengaruhi oleh kombinasi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam
ransum, dimana sinergisme keduanya memberikan pengaruh biologis pada batas
maksimum tertentu. Perbedaan oleh penelitian terdahulu adalah penggunaan minyak
Lemuru yang diberi filler untuk mencegah penurunan produksi telur ketika diberikan
sebagai perlakuan dan diberikan dengan kelipatan taraf yang lebih kecil, sehingga
terlihat bahwa penurunan produksi telur hanya terjadi pada taraf perlakuan 6%.
Tabel 7. Harga Pokok Produksi Telur Puyuh yang Diberi Tambahan Suplemen Omega-3 Taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dengan Metode Full
Variabel 21.750 21.750 22.013,33 22.013,33 22.276,67 22.276,67 23.066,67 23.066,67 20.433,33 20.433,33
Overhead
Tetap 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 - 7.500 -
Total
HPP 515.266 507.766 526.869,33 519.369,33 538.472,67 530.972,67 550.602,67 543.102,67 559.309,33 551.809,33 HPP/
butir 342,37 337,39 347,08 342,14 348,98 344,12 342,41 337,75 398,65 393,31
HPP/
Tabel 8. Jumlah Produksi Telur dan Kemasan Tiap Perlakuan Selama 6 Minggu Pemeliharaan
Taraf Perlakuan (%) Jumlah Produksi Selama 6 Minggu
Butir Kemasan per 20 Butir
penggunaan suplemen omega-3 meningkat sesuai dengan persentase taraf yang
diberikan. Biaya overhead tetap yang meliputi biaya pembuatan kandang dan
penggunaan timbangan O-Hause pada penelitian ini tidak terlihat tinggi, karena
perhitungannya dilihat dari penyusutan. Biaya total untuk overhead tetap sebesar
Rp 7.500,00 pada metode full costing. Biaya tenaga kerja pada penelitian ini hanya
Rp 9.000,00, karena standar pekerja di peternakan puyuh yaitu Rp 100.000,00 untuk
menangani 1000 ekor puyuh dalam satu bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya
menggunakan 300 ekor puyuh dengan 60 ekor tiap perlakuannya dan dilakukan
selama satu setengah bulan.
Hasil perhitungan HPP dibagi menjadi tiga, yaitu total HPP, HPP per butir
telur puyuh, dan HPP per kemasan yang dihasilkan. HPP per butir telur puyuh
dihitung berdasarkan total HPP yang diperoleh dibagi dengan jumlah produksi telur
puyuh setiap perlakuannya, sedangkan HPP per kemasan diperoleh dari hasil
pembagian antara total HPP dengan jumlah kemasan yang dihasilkan setiap
perlakuannya. HPP akan meningkat sesuai dengan pemberian taraf suplemen
omega-3 yang ditambahkan. Penurunan produksi telur yang terjadi pada perlakuan taraf 6%
menyebabkan HPP pada perlakuan ini berbeda jauh dengan taraf perlakuan 4,5%,
sehingga penambahan omega-3 pada pakan sebesar 6% menjadi tidak efisien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2007), pemberian
berlebihan pada taraf tertentu akan menyebabkan pakan menjadi lengket dan bau
amis dan dapat menyebabkan penurunan palatabilitas pada puyuh, sehingga produksi
telur menjadi berkurang.
Harga Jual
Harga jual diperoleh dari perhitungan harga pokok penjualan yang
dijumlahkan dengan laba yang diinginkan. Harga pokok penjualan sendiri
merupakan hasil penjumlahan dari harga pokok produksi ditambahkan dengan harga
non produksi. Harga jual yang didapatkan memiliki nilai yang sama untuk setiap
metode perhitungan, baik dalam metode full costing maupun variable costing.
Penentuan harga jual dihitung berdasarkan harga jual per kemasan dengan isi 20
butir telur puyuh. Harga jual per kemasan ditentukan untuk membandingkan harga
jual telur puyuh yang diberi suplemen omega-3 dengan harga jual telur puyuh yang
tidak diberi tambahan suplemen omega-3 di pasar. Hasil perhitungan terhadap harga
jual telur puyuh per kemasan sesuai dengan taraf pemberian omega-3 dapat dilihat
Penjualan 6950,21 7011,44 7071,07 6957,53 8075,85
Laba (10%) 695,02 701,14 707,11 695,75 807,58
Harga Jual 7645,23 7712,58 7778,18 7653,29 8883,43
Harga jual yang diperoleh pada Tabel 9 menunjukkan angka yang sangat
tinggi. Hal ini disebabkan persentase bertelur pada puyuh masih tergolong belum
efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya, yaitu berkisar antara 53,14-60,9%.
Anugrah et al. (2009) menyatakan bahwa produksi telur dikatakan ekonomis apabila
persentase bertelur dalam satu periode produksi minimal mencapai 75%, sehingga
produk telur tersebut memiliki harga jual yang mampu bersaing dengan harga jual
telur puyuh di pasar. Persentase bertelur yang tergolong rendah ini dapat disebabkan
menyatakan bahwa puncak produksi telur pada puyuh, yiatu ketika puyuh berumur
4-5 bulan dan mulai mengalami penurunan ketika umur 9 bulan.
Perbedaan harga jual telur puyuh pada penelitian ini terlihat tinggi jika
dibandingkan dengan harga jual di pasar, walaupun harga jual telur puyuh di pasar
akan berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari Disnak (2011), penjualan telur puyuh khususnya daerah Jawa
Barat terbagi dua, yaitu pedagang kaki lima dan toko ritel. Kisaran harga yang
ditentukan oleh pedagang kaki lima adalah Rp 250,00 per butir, sedangkan untuk
toko ritel adalah Rp 6.000,00 hingga Rp 8.500,00 per kemasan. Menurut Anugrah
et al. (2009), harga jual telur puyuh akan selalu berbeda setiap daerahnya, karena
data perkembangan populasi serta usaha ternak puyuh relatif sulit ditemukan dalam
instansi terkait di tingkat provinsi atau tingkat kabupaten, sehingga keterbatasan data
dan informasi tentang populasi serta sebaran usaha tidak banyak diketahui secara
umum. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual pada masing-masing daerah dan
tidak terdapat Pusat Informasi Pasar (PINSAR) yang menentukan keseragaman harga
jual telur puyuh di seluruh Indonesia.
Harga jual telur puyuh (Tabel 9) memperlihatkan bahwa pemberian suplemen
omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan sebesar 4,5% tidak berbeda jauh dengan
harga jual telur puyuh tanpa penambahan suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5%
dapat dikatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi dan mampu
menghasilkan produksi telur yang paling tinggi, walaupun terdapat tambahan biaya
suplemen omega-3. Produk telur yang dihasilkan pada taraf perlakuan 4,5%
diharapkan akan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan produk telur kontrol. Penelitian terdahulu oleh Suripta dan Astuti (2007)
melaporkan bahwa penambahan suplemen omega-3 yang berupa minyak ikan
Lemuru pada taraf perlakuan 4% akan menurunkan kolesterol telur dari 120,32
menjadi 55,14 mg/100gr, serta meningkatkan kandungan omega-3 dalam telur dari
0,044 menjadi 1,648% dengan rasio yang lebih seimbang.
Proses penjualan telur pada penelitian ini secara keseluruhan masih tetap
mengikuti harga jual telur puyuh tanpa kandungan omega-3 di pasar, khususnya di
daerah Bogor. Hal ini disebabkan belum terdapat hasil pengujian secara laboratorium
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan menggunakan
metode full costing menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada metode variable
costing dengan biaya terbesar yaitu pengadaan puyuh dan penggunaan pakan.
Pemberian suplemen omega-3 pada pakan yang paling efisien terhadap harga jual
telur puyuh per kemasan adalah taraf perlakuan sebesar 4,5%.
Saran
Pemberian perlakuan berupa suplemen omega-3 sebaiknya diberikan ketika
puyuh berumur 4-5 bulan, yaitu ketika produksi telur mulai meningkat menuju
puncak produksi. Pengujian terhadap nilai kandungan omega-3 pada telur puyuh
dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya, agar harga jual telur puyuh sesuai
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia serta penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada
Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Susanto, M. S. yang telah memberikan meteri
penelitian kepada penulis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Rudi Afnan,
S. Pt., M. Sc. Agr. sebagai Pembimbing Anggota yang banyak memberikan
masukan, saran, dan pengarahan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, M. S., Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr., dan
M. Baihaqi, S. Pt., M. Sc. sebagai dosen penguji ujian lisan yang memberikan
banyak masukan dan koreksi terhadap skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Afton
Atabany, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi pengarahan
mulai tingkat awal hingga tingkat akhir. Terimakasih pula kepada seluruh staf
pengajar Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan IPB.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Eyang Kakung, Eyang
Putri, Bapak, Ibu, Bobby, Candra serta keluarga besar penulis untuk doa, kasih
sayang, bantuan moril dan materil yang selalu diberikan hingga penulis
menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada Gabby Elfanda Mumpunie atas
semua doa, cinta, dukungan, pengorbanan, dan kesabaran yang diberikan kepada
penulis. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Unggas
(Devianti, Bening, Gilang, dan Andre) atas bantuannya selama penelitian.
Terimakasih kepada Robby Muslihat, Bang Indra Divayana, Bang Miftah Uddin dan
teman-teman Pondok Iona atas persahabatan, dukungan, dan pengalaman selama
berjuang di IPB bersama penulis. Terimakasih kepada seluruh sahabat IPTP 44 yang
tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, persahabatan dan dukungannya
selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. X., Suyono, & R. Hermawan. 2006. Analisis kelayakan usahatani pada sistem pertanian organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 2. No. 2: 136-137.
Anggorodi, H. R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Anugrah, I. S., I. Sadikin, & W. K. Sejati. 2009. Kebijakan kelembagaan usaha unggas tradisional sebagai sumber ekonomi rumah tangga pedesaan: Kasus peternakan burung puyuh Yogyakarta. Analisis Kebijakan Pertanian. 3: 249-267.
Cahyanto, M. N., U. Santoso, Zuprizal, H. E. Irianto, & S. Sastrodihardjo. 1997. Ekstraksi minyak mengandung asam lemak omega-3 dari limbah industri minyak ikan lemuru dan penggunaannya dalam peningkatan kandungan asam lemak omega-3. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Dinas Peternakan [Disnak]. 2011. Harga Telur Puyuh di Jawa Barat.
Gordon, S. H. 1994. Effects of day length and increasing daylength programmes on broiler welfare and performance. World’s Poultry Science Journal. 50:269-282.
Komari. 1996. Bioproses produksi telur kaya DHA (Docosahexaenoic acid). Seminar Nasional Pangan dan Gizi. PATPI. Yogyakarta, 10-11 Juli 1996.
Leeson, S. & J. O Atteh. 1995. Utilization of fats and fatty acids by Turkey poults. Poultry Science. 74: 2003-2010.
Leskanich, C. O. & R. C. Noble. 1997. Manipulation of the omega-3 polyunsaturated fatty acid composition of avian egg and meat. World’s Poultry Science
Manullang, M. 1995. Dasar-dasar Manajemen. Ghalia Indonesia, Jakarta.