• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

1

BOBOT, KOMPOSISI FISIK, DAN KUALITAS INTERIOR

TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG

DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3

SKRIPSI BENING ISMAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

BENING ISMAWATI. D14070264. Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas Interior Telur Puyuh (Coturnix-coturnix Japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Peterenakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S. Pt., M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS.

Omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbonnya dan asam lemak esensial yang sangat berguna bagi tubuh manusia.Omega-3 pada telur dapat dihasilkan dengan cara memasukkan asam lemak Omega-3 ke dalam pakan unggas. Salah satu efek adalah dengan menghasilkan telur yang kaya akan asam lemak esensial terutama asam lemak Omega-3 dengan kandungan kolesterol yang rendah tetapi dalam batas tidak mengganggu produktivitas ternak. Omega-3 yang dicampurkan merupakan suplemen dengan Paten ID P0023652 yang diperoleh dari proses dispersi minyak ikan Lemuru dengan ampas tahu sebagai filler. Minyak ikan Lemuru berpotensi sebagai sumber asam lemak Omega-3 sehingga minyak tersebut dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum unggas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen Omega-3 dalam pakan puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang B Bagian Unggas dan Laboratorium Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari pertengahan Desember 2010 sampai dengan akhir Januari 2011. Penelitian ini menggunakan 293 ekor puyuh berumur 12 minggu berjenis kelamin betina yang dipelihara selama 6 minggu. Kandang yang digunakan adalah 2 unit kandang baterai dari kawat berukuran 3 m x 3 m, terdiri dari 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan triplek menjadi 20 blok dengan masing-masing blok rata-rata berisi 13-15 ekor.

Rancangan yang digunakan adalah Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan bahan pakan mengandung Omega-3 pada ransum komersial pada masing-masing perlakuan yaitu P1 (0%), P2 (1,5%), P3 (3%), P4 (4,5%), dan P5 (6%). Komposisi fisik dan kualitas telur yang diamati adalah bobot telur, persentase bobot kuning, putih, dan kerabang telur, tebal kerabang, indeks kuning telur, nilai HU,dan warna kuning telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Omega-3 pada ransum sampai level 6% secara umum tidak berpengaruh terhadap peubah yang diamati. Kesimpulan yang dapat diambil adalah penambahan suplemen Omega-3 pada pakan puyuh tidak berpengaruh nyata terhadap bobot telur, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh. Penambahan suplementasi Omega-3 tidak memberikan dampak buruk terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh. Telur puyuh yang dihasilkan tergolong kualitas AA berdasarkan nilai Haugh Unit.

(3)

ii ABSTRACT

Weight, Physic Composition and Interior Quality of Quails Eggs ( Coturnix-coturnix japonica) with Feeding are Contain Omega-3 Supplement

B. Ismawati, R. Afnan., and N. Ulupi

The quality of the egg can be improved by spesific feeding, such as Omega-3 supplementation. The experiment was conducted to determine the effect of Omega-3 supplementation in ration on the physical composition and the quality of quails eggs. The experiment used two hundred and ninety three female Japanese quails of 12 weeks of age and were raised in cages for 6 weeks. The experiment used Completely Randomized Design with 5 treatments of ration, with 4 replications. Each replication consisted of 13-15 quails. The treatments were the different level of Omega-3 supplementation, P1 (0%), P2 (1,5%), P3 (3%), P4 (4,5%), and P5 (6%).The observed traits were egg shell weight, egg weight, yolk weight, albumen weight, eggshell thickness, yolk colour, yolk index and albumen index. The results showed that omega-3 supplementation average in the ration up to 6% has no significally effect on was overall egg quality. The average egg shell weight score was 20,96; egg weight score was 10,15; yolk weight score was 32,07; albumen weight score was 46,97; eggshell thickness was 0,17; yolk index score was 0,45; Haugh Unit score was 95,41; and egg yolk colour score was 3,9.

(4)

iii

BOBOT, KOMPOSISI FISIK, DAN KUALITAS INTERIOR

TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG

DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3

BENING ISMAWATI D14070264

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

iv Judul : Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas Interior Telur Puyuh

(Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3 Nama : Bening Ismawati

Nrp : D14070264

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.) (Ir. Niken Ulupi, MS.) NIP. 19680625 200801 1 010 NIP. 19570129 198303 2 001

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP.19591212 198603 1 004

(6)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1989 di Sukabumi, Jawa Barat.Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Solichin dan Ibu Hj. Neneng Permanasari.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di TK. R.A. Baitul Makmur Malang, setelah 6 bulan kemudian pindah ke TK Negeri SriwedariMalang dan diseleseaikan tahun 1995, pendidikan dasar diselesaikan di SD Muhammadiyah Negeri Malang I pada tahun 1995-2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SLTP N 1 Malang selama satu tahun periode 2001-2002 kemudian pindah ke SLTP N 1 Bogor dan selesai pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMA N 8 Bogor selama satu tahun periode 2004-2005 kemudian pindah ke SMA N 7 Bogor dan selesai pada tahun 2007.

(7)

vii KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, rizki dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas Interior Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3”. Shalawat dansalam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan IPB. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis beserta tim pada bulan Desember 2010 sampai Februari 2011 bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Pengujian kualitas interior telur puyuh ( Coturnix-coturnix japonica) dilakukan di Laboratorium Unggas Ilmu Produksi dan teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen Omega-3 dalam ransum burung puyuh Coturnix-coturnix japonica terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur. Penggunaan suplemen Omega-3 dimaksudkan untuk mendapatkan keunggulan dari telur puyuh yang dihasilkan atau tanpa menurunkan bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang berpastisipasi dalam kelancaran penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan peternak puyuh pada khususnya.

Bogor, Agustus 2011

(8)
(9)

ix

Persentase Putih Telur ... 19

Persentase Kuning Telur ... 21

Persentase Kerabang Telur ... 22

Kualitas Interior ... 23

Haugh Unit ... 23

Indeks Kuning Telur ... 25

Warna Kuning Telur ... 26

Tebal Kerabang Telur ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh ... 4 2. Komposisi Zat Makanan Putih Telur, Kuning Telur dan Telur

Utuh ... 6 3. Komposisi Asam Lemak Kuning Telur (dari % Total Asam

Lemak) ... 7 4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian ... 15 5. Rataan Bobot dan Komposisi Fisik Telur Puyuh yang Diberi

Pakan dengan Suplementasi Omega-3 ... 19 6. Rataan Kualitas Interior Telur Puyuh yang Diberi Pakan

(11)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur Puyuh ... 35

2. Hasil Analisis Ragam Bobot Putih Telur Puyuh ... 35

3. Hasil Analisis Ragam Bobot Kuning Telur Puyuh ... 35

4. Hasil Analisis Ragam Bobot Kerabang Telur Puyuh ... 35

5. Hasil Analisis Ragam Haugh Unit Telur Puyuh ... 36

6. Hasil Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Puyuh ... 36

7. Hasil Analisis Ragam Warna Kuning Telur Puyuh ... 36

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang sedang dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh juga menghasilkan telur dengan produktivitas yang cukup tinggi. Telur puyuh merupakan sumber protein hewani yang potensial. Dilihat dari komposisi fisiknya, telur puyuh terdiri dari 31,9% kuning telur, 47,4% putih telur, dan 20,7% kerabang telur (Nugroho dan Mayun, 1981). Nutrien yang paling tinggi pada putih telur adalah air, yaitu sebesar 87%, sementara pada kuning telur adalah lemak, yaitu sebesar 32,20% (Buckle et al., 1987).

Omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Posisi ikatan rangkap terakhir terletak pada atom karbon ke-tiga dari gugus metil. Asam lemak esensial yang terdapat pada Omega-3 adalah α -linolenic acid (ALA), eicosapentaenoic acid (EPA), dan docosahexaenoic acid (DHA). Asam lemak ini banyak terdapat di dalam minyak ikan terutama ikan laut seperti ikan Lemuru dan ikan Tuna.

Asam lemak Omega-3 yang terdapat dalam pakan akan dideposisi di dalam telur, terutama di kuning telur. Kandungan lemak pada kuning telur dapat diubah dengan mengubah susunan ransum.Penelitian tentang penambahan asam lemak tidak jenuh dalam pakan dapat menghasilkan telur dengan kuning telur yang lebih besar (Stadelman dan Cotterril, 1995).Saerang et al. (1997) menunjukkan bahwa penambahan asam lemak tidak jenuh (Omega-3) dalam ransum puyuh dapat meningkatkan bobot telur puyuhpada komposisi kuning telur.

(14)

2 Tujuan

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Burung Puyuh

Klasifikasi zoologi puyuh (Coturnix-coturnix japonica) menurut Nugroho dan Mayun (1986) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Coturnix-coturnix japonica adalah puyuh yang telah lama didomestikasi sehingga kehilangan naluri untuk mengerami telurnya. Puyuh merupakan plasma nutfah Indonesia dan disebut Gemak. Jenis puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya Coturnix-coturnix japonica, Cortunix chinensis, Turnix succiator, Arborophila javanica,dan Rollulusroulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena memiliki jambul yang indah (Listyowati dan Roospitasari, 2004).

Karakteristik Burung Puyuh

Ciri puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk badannyarelatif lebih besar dari jenis puyuh lainnya, badan bulat dengan panjang badan19 cm, ekor pendek, dan jari kaki empat buah. Warna bulu coklat kehitaman, alis betina agak putih sedang panggul dan dada bergaris.

Jantan dewasa diidentifikasi dengan bulu-bulu berwarna coklat muda (cinnamon) pada bagian atas kerongkongan dan dada yang merata. Puyuh betina dewasa berwarna mirip dengan jantan kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas warna cinnamon lebih terang dan dihiasi „totol-totol‟ coklat tua serta bentuk badan puyuh betina kebanyakan lebih besar dibanding jantan. Suara puyuh

(16)

4 Kebutuhan Pakan

Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak untuk efisiensi penggunaan ransum.Pakan yang diberikan untuk puyuh dapat berbentuk pellet, crumble (remah), atau tepung. Pakan tepung merupakan bentuk paling cocok bagi burung puyuh karena tingkah laku aktif puyuh yang sering mematuk. Konsumsi ransum puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, energi ransum, kuantitas dan kualitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, dan tingkat produksi (Wahju, 1982).

Protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air harus tersedia dalam jumlah yang cukup.Kekurangan salah satu zat nutrisi tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan dan penurunan produktivitas.Konsumsi pakan puyuh pada umur lebih dari enam minggu membutuhkan 14-18 gram/ekor dengan kandungan protein 20% dan energi 2600 Kkal/kg (Nugroho dan Mayun, 1981).

Kebutuhan nutrisi puyuh dapatdilihat secara terperinci pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh

Zat Nutrisi Periode

Starter Grower Layer

Energi Metabolis (kkal/kg) 2900 2600 2600

Protein (%) 25 20 20

(17)

5 Produksi Telur

Puyuh merupakan jenis unggas yang cukup produktif dan mulai bertelur pada umur 35-42 hari atau 5-6 minggu dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari. Puyuh akan produktif sampai umur 16 bulan jika terawat baik dan dapat bertelur sebanyak 250-300 butir/tahun. Puyuh yang kurang terpelihara masa produktif hanya sampai enam atau delapan bulan saja (Listyowati dan Roospitasari, 2004).

Produksi telur akan terus mengalami kenaikan secara drastis hingga mencapai puncak produksi (sebesar 98,5%) pada umur 4-5 bulan. Produksi telur secara perlahan-lahan akan menurun hingga 70% pada umur 9 bulan. Puncak produksi (egg production peak) pada puyuh lebih lama dibandingkan ayam. Produksi telur puyuh dipengaruhi oleh faktor genetikdan lingkungan seperti: ransum, kandang, temperatur, lingkungan, penyakit, dan stres (Listyowati dan Roospitasari, 2004).

Struktur dan Komposisi Telur

Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam yang terdiri tiga komponen pokok, yaitu putih telur (58%), kuning telur (31%), dan kerabang telur (11%) (Ensminger dan Nesheim, 1992). Struktur telur secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)

(18)

6 Komposisi Kimia Telur

Telur unggas merupakan suatu material yang terbentuk dari komposisi bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio. Nilai nutrisi telur sangat bervariasai tergantung dari nilai nutrisi pakan. Dilihat dari keseluruhan telur termasuk kerabang, telur mempunyai kandungan air yang tinggi. Telur puyuh juga mengandung bahan-bahan organik, seperti protein, lemak, dan karbohidrat, serta bahan anorganik, yaitu mineral. Bahan-bahan tersebut terkandung dalam telur melalui proses sintesis, transportasi, dan deposisi yang terutama terjadi pada kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Komposisi zat makanan putih telur, kuning telur, dan telur utuh disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Putih Telur, Kuning Telur dan Telur Utuh

Komponen Telur Protein Lemak Karbohidrat Abu

---% Bobot Telur---

Putih Telur 9,7-10,6 0,03 0,4-0,6 0,5-0,6

Kuning Telur 15,7-16,6 31,8-35,5 0,2-1,0 1,1

Telur Utuh 12,8-13,4 10,5-11,8 0,3-1,0 0,8-1,0

Sumber : Stadelman dan Cotterill (1995)

Kuning Telur

(19)

7 Komposisi asam lemak kuning telur unggas selengkapnya tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Kuning Telur (dari % Total Asam Lemak)

Jenis Asam Lemak Jumlah (%)

Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kuning telur mempunyai rataan

persentase 27,50% dari bobot telur utuh. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963),

persentase kuning telur tidak selalu sama tetapi untuk spesies yang sama umumnya tidak

berbeda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor seperti bobot telur, perbedaan

(20)

8 Putih Telur

Putih telur terdiri dari empat bagian, berturut-turut dari bagian luar sampai bagian dalam adalah lapisan putih telur encer bagian luar, lapisan putih telur kental bagian luar, lapisan putih telur encer bagian dalam, dan lapisan calazaferous. Lapisan calazaferous merupakan lapisan tipis yang kuat yang mengelilingi kuning telur dan membentuk ke arah dua sisi yang berlawanan membentuk calaza (Buckle et al., 1987). Penamaan putih telur disebabkan oleh tampilan setelah terjadi koagulasi.Warna kekuningan disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Albumen sebesar 40%

merupakan cairan kental yang terdiri atas gelatinous dan bahan semi padat (Romanoff

dan Romanoff, 1963).

Putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar (lebih kurang 60%) dari telur utuh (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komposisi putih telur terutama terdiri dari 88% air, protein ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, ovoglobulin, dan lisozym sedangkan protein lainnya adalah flavoprotein, ovomucin, ovoinhibitor, dan avidin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian ini paling mudah rusak (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Menurut hasil penelitian Sihombinget al. (2006), rataan persentase putih telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum dengan umur puyuh 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 62,35% dan tidak berpengaruh nyata. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan bobot putih telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 50,96 g. Hazim et al. (2011) mengukur rataan persentase putih telur sebesar 53,10% dengan kandungan protein kasar sebesar 40%. Kerabang Telur

Kerabang telur unggas terdiri atas beberapa lapisan.Bagian-bagian tersebut secara berurutan dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris, dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komponen dasar kerabang telur adalah 98,2% kalsium, 0,9% magnesium, dan 0,9% fosfor. Umumnya

setiap butir telur memiliki 7.000-17.000 buah pori yang menyebar di seluruh permukaan

(21)

9 kerabang telur. Warna pada kerabang telur berasal dari pigmen porphyrin yang disekresi oleh bagian oviduk dari unggas. Pigmen porphyrin terikat pada kristal kalsium karbonat yang menjadi komponen utama dari kerabang telur (Yuwanta, 2004).

Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan persentase kerabang telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 8,02% dan tidak berpengaruh nyata. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan bobot kerabang telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 1,306 g. Hazim et al. (2011) mengukur rataan persentase kerabang telur sebesar 12,3% dengan kandungan kalsium sebesar 2,3%.

Tebal Kerabang

Kualitas kerabang telur terutama ditentukan oleh tebal dan struktur kulit telur. Tebal dari kerabang telur dipengaruhi genetik, musim, pakan, dan umur induk puyuh (Romanoff dan Romanoff, 1963).Kualitas kerabang menurun seiring dengan peningkatan umur.Kerabang telur yang paling tebal dicapai pada awal produksi dan kemudian menurun seiring dengan berakhirnya masa produksi (Ewing, 1963). Stadelman dan Cotterill (1995) menemukan hubungan korelasi positif antara tebal kerabang dengan persentase bobot kerabang. Peningkatan tebal kerabang akan meningkatkan persentase bobot kerabang dan sebaliknya dengan koefisien korelasi sebesar 0,78.

(22)

10 minggu adalah sebesar 0,225 mm. Hazim et al. (2011) mengukur rataan tebal kerabang telur sebesar 0,234 dengan kandungan kalsium sebesar 2,3%.

Kualitas Telur

Kualitas telur merupakan kumpulan faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian dan selera konsumen terhadap mutu telur. Kualitas telur dapat ditentukan dengan melihat kualitas eksterior dan interior telur. Kualitas eksterior ditentukan oleh warna, bentuk, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kerabang telur. Kualitas interior meliputi kekentalan putih telur, bentuk kuning telur,dan ada tidaknya noda pada putihmaupun kuning telur (USDA, 2000). Kualitas telur dapat ditentukan melalui peneropongan (candling) atau pemecahan (Buckle et al., 1987).

Silversides dan Scott (2000) melaporkan bahwa tinggi putih telur mencapai maksimum pada saat telur dikeluarkan dan nilai tersebut menurun seiring dengan peningkatan lama penyimpanan. Penurunan kualitas bukan hanya disebabkan oleh faktor lama waktu penyimpanan, tetapi juga disebabkan oleh faktor penanganan dan kondisi lingkungan. Kualitas dalam telur dipengaruhi oleh musim, temperatur lingkungan, dan umur ayam. Perbedaan kualitas telur konsumsi yang dihasilkan oleh strain yang sama disebabkan perbedaan umur, perbedaan tatalaksana, dan pakan yang diberikan (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Indeks Kuning Telur

Pengukuran indeks kuning telur secara tidak langsung mengukur kekuatan membran dan bentuk kuning telur. Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameter yang diukur setelah dipisahkan dari telurnya.

Menurut Wotton (1978), indeks kuning telur ditentukan dengan rumus : T

(23)

11 Nilai indeks kuning telur menurut SNI 01-3926-2008 berkisar antara 0,458-0,521 mm (BSN, 2008). Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan indeks kuning telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 0,462 mm. Suprijatna et al. (2008) mengukur rataan indeks telur yang diberi suplementasi enzim komersial dalam ransum protein rendah pada puyuh umur 7 minggu, yaitu sebesar 0,414 mm. Komposisi zat makanan ransum pada perlakuan tersebut adalah 20,1% protein kasar, 3,38% lemak, 8,96% serat kasar, 1,19% kalsium, dan 0,53% fosfor. Hazim et al. (2011) mengukur rataan indeks kuning telur sebesar 0,46 mm.

Haugh Unit

Haugh Unit (HU) merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nesheim dan Card (1972)

USDA (2000) menyatakan bahwa telur yang berkualitas AA mempunyai nilai HU lebih dari 72, kualitas A 60-72, kualitas B 31-60, dan kualitas C kurang dari 31. Putih telur adalah salah satu indikasi dalam menentukan kualitas telur yang berhubungan dengan nilai HU. Semakin tinggi bagian putih telur kental, semakin tinggi nilai HU dan semakin tinggi kualitas telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

(24)

12 pemasaran.Pigmen yang berpengaruh terhadap warna kuning telur adalah pigmen karoten (Yuwanta, 2004). Unggas yang mengkonsumsi pigmen karotenoid lebih tinggi akan menghasilkan intensitas warna kuning telur yang lebih tinggi.

Sumber pigmen terpenting bagi unggas petelur adalah jagung kuning, tepung alfalfa, dan tepung rumput. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai bunga-bungaan, bagian hijau dari tanaman (rumput, alfalfa), biji-bijian, buah, fungi, umbi (wortel), tanaman air (algae), dan tanaman pangan seperti tomat, lombok, ubi, cabe (Yuwanta, 2004). Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan warna kuning telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu, yaitu dengan skor 8. Adanya peranan tepung daun katuk dalam meningkatkan intensitas warna kuning telur yang berindikasi pada kemampuan meningkatkan kandungan vitamin A (β-karoten). Tipe dan jumlah pigmen karotenoid yang dikonsumsi unggas petelur merupakan faktor utama dalam pigmentasi kuning telur (Chung, 2002). Tepung daun katuk mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan kandungan vitamin A telur. Kandungan tepung daun katuk yang terdapat dalam ransum adalah sebesar 15% Wiradimaja et al. (2004).

Asam Lemak Omega-3

Asam lemak Omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbonnya dan merupakan asam lemak esensial.Posisi ikatan rangkap pertama terletak setelah atom karbon (C) ke-3 dihitung dari ujung netral atau gugus metil (CH3).Asam lemak omega-3 seperti asam linolenat termasuk dalam asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid) karena memiliki ikatan rangkap lebih dari dua, yaitu tiga ikatan rangkap.

(25)

13 Rumus molekul dari asam lemak Omega-3 (asam linolenat, EPA, dan DHA) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rumus Molekul Asam Lemak Linolenat, EPA, dan DHA

Asam lemak Omega-3 dihasilkan oleh tanaman yang tumbuh di laut. Ikan yang memakan organisme ini dalam jaringannya banyak mengandung Omega-3 seperti minyak ikan Sarden atau ikan Lemuru (Sardinella longiceps) yang diperoleh dari hasil ekstrasi limbah industri pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru (Cahyanto et al., 1997). Asam eikosapentanoat dan asam dokosaheksaenoat secara normal didapatkan sedikit dalam jaringan lemak dan konsentrasinya tinggi dalam minyak ikan Lemuru dan ikan Tuna (Montgomery et al., 1993). Hasil rendeman berupa minyak dari proses pengalengan ikan Lemuru sebesar 5% sedangkan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan berupa minyak ikan Lemuru sebanyak satu ton ikan akan diperoleh 50 kg dan dari satu ton bahan mentah sisa-sisa atau hasil samping berupa minyak ikan Lemuru akan diperoleh kurang lebih 100 kg (Setiabudi, 1990 dan Murdinah, 2008).

Kandungan asam lemak eikosapentanoat (EPA, C20:5n-3) pada minyak ikan Lemuru hasil ekstrasi dengan cara penepungan adalah sebesar 11,98% sedangkan pada asam lemak dokosaheksaenoat (DHA, C22:6-n3) sebanyak 9,21% dan Omega-3 (n-3) sebesar 22,08% (Cahyanto et al., 1997). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suripta dan Astuti (2006) menunjukkan bahwa kandungan Omega-3 (ALA, EPA, dan DHA) meningkat cukup signifikan seiring meningkatnya penambahan minyak ikan Lemuru.

(26)

14 dengan hidrolisis dari nutrien kasar yang berupa pati lemak dan protein. Pemecahan lemak memerlukan adanya garam-garam empedu yang dihasilkan hati dan disimpan dalam kantung empedu. Garam empedu dilepaskan karena adanya rangsangan bahan makanan dalam usus. Garam-garam empedu mengemulsikan lemak dalam lekukan duodenum. Selanjutnya lemak yang berbentuk emulsi tersebut dipecah menjadi asam lemak dan gliserol dengan bantuan lipase, yaitu enzim dari kelenjar pankreas. Asam lemak dan gliserol merupakan hasil akhir dari pencernaan lemak (Wahju, 1992).

Pengangkutan lemak dan kolesterol tidak larut dalam air sehingga membutuhkan protein transport, yaitu High Density Lippoprotein (HDL) yang mengangkut kolesterol keluar jaringan tubuh, Very Low Density Lippoprotein (VLDL) yang merangsang pembentukan lipida darah, yaitu tigilserida, kolesterol dan ester-ester kolesterol, serta Low Density Lippoprotein (LDL) yang mengangkut lipida darah ke dalam sel-sel tubuh. Lipoprotein yang terbentuk dipasokkan ke dalam aliran darah sampai di hati, lalu di dalam hati dimetabolisasi dan produk yang dihasilkan didistribusikan ke seluruh kelenjar endokrin, organ dan jaringan tubuh sampai habis semuanya dalam bentuk energi (Duthie dan Barlow, 1992). Kolesterol pada kuning telur disintesis dalam hati unggas, kemudian ditransportasi oleh darah dalam bentuk lipoprotein dan tersimpan dalam folikel ovarium (Hammad et al., 1996).

(27)

15 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B dan pengujian komposisi fisik serta kualitas interior telur dilakukan di Laboratorium Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada pertengahan Desember 2010 sampai akhir Januari 2011.

Bahan dan Alat

Bahan

Penelitian ini menggunakan 293 ekor puyuh (Coturnix-coturnix japonica) berumur 12 minggu yang diperoleh dari peternakan puyuh Bapak Slamet di daerah Sukabumi, suplemen omega 3 ( -3 ) dengan Paten ID P0023652, dan pakan komersial SP-22 dengan komposisi zat makanan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian

Zat Makanan Jumlah (%)

Kadar Air (maksimal) 12

Protein Kasar 20-22

Lemak Kasar 4-7

Serat Kasar (maksimal) 5,5

Abu (maksimal) 13,5

Kalsium 3,2-3,4

Fosfor 0,6-0,8

Sumber : PT.Sinta Prima Feedmill

Alat

(28)

16 berukuran 1 x 1 cm digunakan sebagai alas sangkar. Tiap sangkar dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat minum yang ditempatkan di pinggir luar sangkar.

Kandang diberi penerangan dua buah lampu pijar kecil berdaya 40 watt. Kotoran burung puyuh ditampung di bagian bawah kandang dengan karung.

Peralatan lainyang digunakan pada saat pemeliharaan adalah timbangan dan egg tray. Peralatan yang digunakan saat analisis di laboratorium adalah jangka sorong, tripod micrometer, calliper micrometer, dan yolk colour fan.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan ialah pemberian suplemen Omega-3 pada pakan yang terdiri dari lima taraf perlakuan, yaitu:

P1 : Pakan komersil tanpa penambahan suplemen Omega-3

P2 : Pakan komersil dengan penambahan 1,5% suplemen mengandung Omega-3 P3 : Pakan komersil dengan penambahan 3% suplemen mengandung Omega-3 P4 : Pakan komersil dengan penambahan 4,5% suplemen mengandung Omega-3 P5 : Pakan komersil dengan penambahan 6% suplemen mengandung Omega-3

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Yij = + i+ ij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan pada pemberian suplemen pakan mengandung Omega-3 perlakuanke-i dan ulangan ke-j

: Nilai rataan umum hasil pengamatan

I : Pengaruh perlakuan ke-i (i = 0%; 1,5%; 3%;4,5%; dan 6%)

ijn : Pengaruh galat pemberian suplemen pakan mengandung Omega-3 ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

(29)

17 putih telur, dan kerabang telur), dan kualitas interior telur (Haugh Unit, tebal kerabang, indeks kuning telur, dan warna kuning telur).

Prosedur

Persiapan Kandang

Kandang dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu sebelum penelitian dimulai. Dinding kandang dikapur hingga merata. Kandang disiram secara merata dengan wipol setelah kering untuk membersihkan sisa–sisa kotoran yang masih menempel di dalam kandang. Kandang puyuh yang telah datang disiapkan dan didesinfeksi terlebih dahulu kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Kandang puyuh diperbaiki dan dimodifikasi sesuai rancangan dengan penambahan pintu, tempat pakan, tempat air minum, dan tempat keluar telur.

Pemeliharaan

Puyuh yang datang diistirahatkan selama satu minggu di dalam kandang dan segera diberi vitamin (Vitastress) yang dilarutkan dalam air minum untuk mengurangi stres.Puyuh dipelihara selama 6 minggu sampai berumur 18 minggu.

Pemberian jumlah pakan tetap didasarkan pada kebutuhan sesuai periode pemeliharaan untuk puyuh yang berumur lebih dari enam minggu, yaitu sebanyak 20 g/ekor/hari. Pakan diberikan satu kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB.Air minum diberikan secara adlibitum. Kotoran dibersihkan dari kandang setiap hari untuk menghindari penumpukan kotoran. Pengambilan telur dilakukan setiap sore hari pada pukul 16.00 WIB kemudian disimpan di tempat telur (eggtray).

Pengujian Komposisi Fisik dan Kualitas Interior

(30)

18 Pengukuran Peubah

1. Bobot telur (gram/butir), diperoleh dengan menimbang setiap telur yang diambil dari tray dan sudah dikelompokkan berdasarkan perlakuan dan ulangan.

2. Proporsi kuning telur (%) diperoleh dengan cara memisahkan kuning dan putih telur terlebih dahulu kemudian kuning telur ditimbang dan dilakukan pengitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan bobot telur dan dikalikan 100%.

3. Proporsi putih telur (%) diperoleh dengan cara menimbang putih telur dan dilakukan pengitungan dengan membagi bobot putih telur dengan bobot telur dan dikalikan 100%.

4. Proporsi kerabang (%) diperoleh dengan cara menimbang kerabang terlebih dahulu lalu dilakukan penghitungan dengan membagi bobot kerabang dengan berat telur dan dikalikan 100%.

5. Haugh unit untuk menentukan kualitas telur dihitung dengan rumus Stadelman dan Cotterill (1995): HU = 100 log (H+7,57-1,7W0,37)

Keterangan :

H = tinggi putih telur kental (mm) W= berat telur (g/butir)

6. Indeks kuning telur merupakan indeks kesegaran mutu telur yang dihitung dengan mengukur tinggi kuning telur dibandingkan dengan diameter atau rataan dari panjang dan lebar kuning telur.

(31)

19 8. Tebal kerabang (mm) diperoleh dari hasil rataan pengukuran kerabang telur

(32)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot dan Komposisi Fisik Telur

Bobot telur merupakan akumulasi dari bobot kerabang, putih telur, dan kuning telur (Stadelman dan Cotteril, 1995). Rataan bobot telur pada penelitian ini adalah sebesar 10,15 g. Analisis statistik menunjukkan bahwa bobot telur tidak dipengaruhi oleh taraf suplementasi Omega-3 dalam pakan puyuh. Bobot yang tidak berbeda dari penelitian ini disebabkan rataan produksi telur yang tidak berbeda pula (Achmad, 2011). Produksi yang tidak berbeda disebabkan jenis puyuh yang diteliti sama, umur puyuh seragam, pakan yang diberikan berasal dari sumber yang sama dengan tingkat konsumsi pakan yang tidak berbeda, dan ditempatkan dalam lingkungan kandang yang tidak berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur adalah pola alami produksi telur, pakan dan pemeliharaannya, dan genetik. Pola alami produksi telur yaitu telur yang dihasilkan ketika baru mulai bertelur berukuran kecil dan semakin besar sampai bobot telur yang stabil.

Persentase Putih Telur

Menurut Campbell et al. (2003), putih telur bersifat elastis, penahan goncangan, dan penyekat. Albumen terdiri dari empat lapisan, yaitu putih telur encer sebelah luar (outer thin white), putih telur kental (thick white), putih telur encer sebelah dalam (inner thin white), dan putih telur kental di sekeliling kuning telur atau Rataan bobot dan komposisi fisik telur meliputi bobot telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, dan persentase kerabang telur puyuh ( Coturnix-coturnix japonica)dengan penambahan Omega-3 dalam pakan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot dan Komposisi Fisik Telur Puyuh yang Diberikan Pakan dengan Suplementasi Omega-3

Peubah Konsentrasi Penambahan Omega-3

0% 1,5% 3% 4,5% 6%

Bobot Telur (g/butir) 10,04±0,17 10,16±0,21 10,32±0,19 10,20±0,16 10,04±0,21

Putih Telur (%) 44,03±1,85 47,14±2,47 47,54±3,90 49,36±2,81 46,80±1,86

Kuning Telur (%) 32,62±1,34 32,78±1,93 32,31±2,29 31,2±2,07 31,43±2,39

(33)

21 lapisan chalaziferous (Campbell et al., 2003). Persentase putih telur pada penelitian ini berkisar antara 44,03-49,36% dengan rataan sebesar 46,97%. Analisis ragam persentase putih telur pada penelitian menunjukkan bahwa penambahan Omega-3 dalam pakan tidak berpengaruh terhadap persentase putih telur. Komponen penyusun putih telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) adalah air (88%), protein (9,7-10,6%), lemak (0,03%), karbohidrat (0,4-0,6%), dan abu (0,5-0,6%), sehingga komponen penyusun putih telur terbesar adalah air dan diikuti oleh protein. Hal tersebut yang menyebabkan asam lemak Omega-3 tidak berpengaruh.

Menurut hasil penelitian Heranita (1998) dengan perlakuan konsentrat asam lemak Omega-3, rata-rata bobot putih telur yang diperoleh adalah sebesar 47,5%. Jika dibandingkan, rataan hasil penelitian tidak jauh berbeda atau sedikit lebih tinggi dari literatur tersebut. Persentase bobot putih akan menurun dengan meningkatnya bobot kuning. Dengan demikian, tidak adanya perbedaan yang nyata pada rataan

persentase kuning telur menyebabkan rataan persentase putih telur juga relatif sama.

Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan persentase putih telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 62,35%. Rataan persentase putih telur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini, walaupun kandungan proteinnya sebesar 20,87% tidak jauh berbeda dengan penelitian ini. Hasil lain juga menyatakan bahwa penambahan zeolit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase putih telur.

(34)

22 Hazim et al. (2011) mengukur rataan persentase putih telur sebesar 53,10% atau jauh lebih tinggi dari penelitian ini. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan protein kasar dalam komposisi ransum puyuh yang tinggi, yaitu sebesar 40% sehingga menghasilkan nilai yang tinggi pula.

Persentase Kuning Telur

Kuning telur merupakan bagian telur yang berbentuk bulat, berwarna kuning sampai jingga, dan terletak di tengah-tengah telur. Kuning telur ini terbungkus oleh selaput tipis yang disebut membran vitelin. Persentase kuning telur pada penelitian ini berkisar antara 31,20-32,78% dengan rataan sebesar 32,07. Analisis statistik menunjukkan bahwa persentase kuning telur tidak dipengaruhi oleh taraf suplemen Omega-3 dalam pakan puyuh. Persentase yang tidak berbeda dari penelitian ini disebabkan karena pakan yang dikonsumsi sama dengan tingkat konsumsi yang sama. Dengan demikian, asupan asam amino terutama metionin dan asam lemak linoleat dari pakan yang diberikan juga tidak berbeda (Leeson dan Summer, 1991). Asupan asam amino terutama metionin dan asam lemak linoleat yang tidak berbeda menurut Leeson dan Summer (1991) menghasilkan bobot kuning telur yang sama.

Komponen penyusun kuning telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) adalah protein (15,7-16,6%), lemak (31,8-35,5%), karbohidrat (0,2-1,0%), dan abu (1,1%). Berdasarkan literatur tersebut, komponen penyusun kuning telur terbesar adalah lemak. Suplementasi Omega-3 dalam pakan merupakan sumber asam lemak linolenat dan bukan asam linoleat yang dapat mengontrol bobot kuning telur. Strain unggas yang sama mempunyai kemampuan fisiologis yang sama dalam pembentukan kuning telur. Umur, kualitas dan sumber pakan, serta konsumsi pakan yang tidak berbeda, kesehatan dan lingkungan pemeliharaan yang sama diduga menyebabkan ukuran kuning telur tidak berbeda pada penelitian ini.

(35)

23 yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan bobot kuning telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 31,2%. Komposisi nutrien ransum lemak kasar sebesar 9,79% dan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi nutrien ransum pada penelitian ini.

Menurut penelitian terdahulu tentang pengaruh penambahan sumber asam lemak Omega-3 terhadap persentase kuning telur oleh Hazim et al. (2011), memiliki rataan sebesar 34,52% dan lebih tinggi dibandingkan pada penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak kasar pakan sebesar 9% atau lebih tinggi dari penelitian ini (4-7%). Banyak faktor yang mempengaruh ukuran kuning telur. Ukuran kuning telur sangat dipengaruhi oleh perkembangan ovarium yang menghasilkan ovum. Bobot, umur, kualitas dan kuantitas pakan, penyakit dan keadaan lingkungan antara lain sistem perkandangan, dan suhu lingkungan mempengaruhi ukuran kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Persentase Kerabang Telur

Kerabang telur terdiri atas beberapa lapisan. Bagian-bagian tersebut secara berurutan dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris, dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Selaput kerabang telur merupakan bagian telur yang terletak di sebelah dalam kerabang telur. Selaput ini terdiri dari dua lapisan, yaitu selaput kerabang luar (berhubungan dengan kerabang) dan selaput kerabang dalam (berhubungan dengan albumen). Antara selaput kerabang luar dan selaput kerabang dalam terdapat suatu ruangan atau rongga yang disebut ruang udara atau rongga udara. Rongga udara yang terletak di bagian ujung telur yang tumpul berperan sebagai tempat persediaan oksigen untuk pernapasan embrio dalam telur.

(36)

24 Cotterill, 1995).Berdasarkan literatur tersebut, komponen utama penyusun kerabang telur adalah kalsium. Hal tersebut yang menyebabkan asam lemak Omega-3 tidak berpengaruh terhadap persentase kerabang telur.

Menurut hasil penelitian Heranita (1998) dengan perlakuan konsentrat asam lemak Omega-3, rata-rata bobot kerabang telur yang diperoleh adalah sebesar 19%. Jika dibandingkan, rataan hasil penelitian tidak jauh berbeda atau sedikit lebih rendah dari literatur tersebut. Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan persentase kerabang telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum dengan umur puyuh 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 8,02%. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan persentase kerabang telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 13,06%. Kedua hal tersebut memiliki nilai yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini disebabkan pada saat penimbangan tidak menggunakan selaput telur. Hazim et al. (2011) mengukur rataan persentase kerabang telur sebesar 12,3% atau jauh lebih rendah dari penelitian ini. Hal tersebut disebabkan karena kandungan kalsium dalam komposisi ransum juga lebih rendah dari penelitian ini, yaitu sebesar sebesar 2,3%.

Kualitas Interior

Rataan kualitas interior telur meliputi Haugh Unit, indeks kuning telur, warna kuning telur, dan tebal kerabang telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) dengan penambahan Omega-3 dalam pakan secara lengkap dilihat pada Tabel 8.

Haugh Unit (HU)

(37)

25 (mm) dengan berat telur (g) yang dilakukan dengan menimbang berat telur dan mengukur tinggi albumen menggunakan tripod micrometer. Nilai HU telur pada penelitian ini berkisar antara 93,69-97,72 dengan rataan sebesar 95,41. Taraf pemberian suplemen Omega-3 dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap Haugh Unit (HU). Haugh Unit merupakan korelasi antara tinggi albumen dengan bobot telur. Albumen tidak dipengaruhi oleh asam lemak Omega-3 karena penyusun terbesar albumen adalah protein dan air, sedangkan bobot telur juga tidak dipengaruhi taraf penambahan Omega-3 dalam pakan sehingga nilai HU tidak berbeda nyata.

Rataan nilai HU digolongkan ke dalam kualitas AA yang ditunjukkan dengan nilai HU di atas 72 (USDA, 2000). Hal tersebut menandakan bahwa semakin tinggi albumen, maka tinggi pula nilai HU dan semakin bagus kualitas telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut hasil penelitian Suprijatna et al. (2008), nilai HU telur yang diberi suplementasi enzim komersial dalam ransum protein rendah pada puyuh umur 7 minggu, yaitu sebesar 62,83 dan tergolong ke dalam kualitas A. Hasil tersebut menunjukkan kualitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian ini. Pengamatan kualitas telur yang dilakukan berasal dari telur yang diproduksi pada tiga hari berturut-turut, sedangkan dalam penelitian ini telur yang diamati berasal dari produksi telur yang baru dihasilkan sehari sebelum dilakukan pengamatan sehingga diperoleh nilai HU yang tinggi.

Faktor-faktor yang menentukan nilai HU antara lain lama penyimpanan dan suhu lingkungan. Telur yang diukur pada penelitian ini adalah telur yang baru dihasilkan. Lama penyimpanan menjadikan telur mengalami penguapan cairan dan pelepasan gas-gas seperti CO2 dari isi telur. Permukaan putih telur semakin luas akibat pengenceran karena adanya penguapan CO2 dan H2O. Keadaan tersebut disebabkan adanya kerusakan fisikokimia dari serabut-serabut ovomucin yang menyebabkan kehilangan air dari jala-jala yang telah dibentuknya (Stadelman dan Cotterill, 1977). Temperatur lingkungan juga berpengaruh terhadap jumlah albumen. Temperatur yang panas menyebabkan jumlah albumen berkurang dengan segera setelah

(38)

26 Telur yang diukur pada penelitian ini berasal dari telur yang baru dihasilkan sehingga menghasilkan nilai HU yang tinggi.

Indeks Kuning Telur

Pengukuran indeks kuning telur bertujuan untuk mengetahui kekuatan membran dan bentuk kuning telur. Pengukuran indeks kuning telur dilakukan dengan mengukur dan menghitung perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameter yang diukur setelah dipisahkan dari telur. Indeks kuning telur pada penelitian ini berkisar antara 0,44-0,48 mm dengan rataan sebesar 0,45 mm. Analisis ragam indeks kuning telur menunjukkan bahwa taraf pemberian suplemen Omega-3 dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kuning telur. Telur yang diukur pada penelitian ini merupakan telur yang baru dihasilkan dengan suhu lingkungan kandang yang tidak berbeda sehingga menyebabkan asam lemak Omega-3 tidak berpengaruh terhadap indeks kuning telur.

Indeks kuning telur menurut SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008) terdiri dari tiga tingkatan mutu, yaitu mutu I (0,458-0,521 mm), mutu II (0,394-0,457 mm), dan mutu III (0,330-0,393 mm). Jika dibandingkan, rataan indeks kuning telur hasil penelitian masih tergolong sangat baik, yaitu berada pada mutu I. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Hazim et al. (2011) sebesar 0,46 mm. Rataan indeks telur pada penelitian ini juga sesuai dengan Sihombing et al. (2006) yang mengukur rataan indeks kuning telur dengan perlakuan penambahan zeolit pada pakan sampai dengan 10% dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu, yaitu sebesar 0,462 mm atau tergolong ke dalam mutu I. Hasil penelitian Suprijatna et al. (2008) menunjukkan rataan indeks telur yang diberi suplementasi enzim komersial dalam ransum berkadar protein rendah pada puyuh umur 7 minggu sebesar 0,414 mm atau tergolong ke dalam mutu II.

(39)

27 yang lama menyebabkan terjadinya difusi air dari putih telur ke kuning telur sehingga terjadi pembesaran kuning telur dan menjadi lebih lembek akibat membran vitelin kuning telur tidak dapat mempertahankan kuning telur agar tetap berada pada tempatnya (Buckle et al., 1987). Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa ukuran kuning telur bergantung pada ukuran telur.

Warna Kuning Telur

Kuning telur memiliki warna yang sangat bervariasi mulai dari kuning pucat sampai jingga. Pada penelitian ini, warna kuning telur diukur dengan menggunakan Yolk Colour Fan. Pigmen yang berpengaruh terhadap warna kuning telur adalah pigmen karoten (Yuwanta, 2004). Unggas yang mengkonsumsi pigmen karotenoid lebih tinggi akan menghasilkan intensitas warna kuning telur yang lebih tinggi. Indeks kuning telur pada penelitian ini berkisar antara 3,6-4,3 dengan rataan sebesar 3,9 atau berada pada kisaran 3 dan 4 dengan warna kuning agak pucat. Penambahan suplemen Omega-3 tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur. Hal tersebut menandakan bahwa kandungan pigmen β-karoten yang diberikan dalam pakan kurang. Warna kuning telur lebih ditentukan oleh banyaknya pigmen karoten yang terdapat dalam pakan. Jenis dan konsumsi pakan tidak berbeda sehingga menghasilkan warna telur yang tidak berbeda.

Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan warna kuning telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4 minggu, yaitu dengan skor 8. Skor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini disebabkan oleh adanya peranan tepung daun katuk dalam meningkatkan intensitas warna kuning telur yang berindikasi pada kemampuan

(40)

28 Pigmentasi kuning telur terutama pada pakan yang bersumber biji-bijian seperti jagung kuning. Selain itu, pakan yang berpengaruh terhadap pigmentasi kuning telur adalah tepung alfalfa, tepung rumput, bunga-bungaan, bagian hijau dari tanaman (rumput, alfalfa), biji-bijian, buah, fungi, umbi (wortel), tanaman air (algae), dan tanaman pangan (tomat, lombok, ubi, cabe) serta yang mengandung lemak nabati (Yuwanta, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi warna kuning telur selain pakan adalah lama penyimpanan. Warna kuning telur berubah semakin muda seiring dengan penyimpanan. Telur yang disimpan lama merubah warna kuning telur menjadi pudar. Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran putih telur, yaitu diserapnya air dari albumen ke dalam kuning telur sehingga kuning telur menjadi muda dan pucat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna kuning telur merupakan kriteria kualitas telur yang penting dalam pemasaran. Konsumen pada umumnya lebih menyukai telur dengan warna kuning yang berkisar antara kuning emas sampai oranye (skor warna kuning telur 9-12).

Tebal Kerabang

Kualitas kerabang telur terutama ditentukan oleh tebal dan struktur kulit telur. Tebal kerabang telur pada penelitian ini berkisar antara 0,16-0,18 mm dengan rataan sebesar 0,17 mm. Tebal kerabang telur puyuh tidak dipengaruhi oleh taraf pemberian suplemen Omega-3 dalam pakan puyuh (P>0,05). Komponen dasar kerabang telur adalah 98,2% kalsium, 0,9% magnesium, dan 0,9% fosfor (Stadelman dan Cotterill, 1995). Berdasarkan literatur tersebut, komponen penyusun kerabang telur terbesar adalah kalsium sehingga penambahan asam lemak Omega-3 tidak berpengaruh.

(41)

29 Menurut Sihombing et al. (2006), rataan tebal kerabang telur puyuh yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 0,12 mm, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian ini. Suprijatna et al. (2008) mengukur rataan tebal kerabang telur pada pakan berkadar protein rendah disuplementasi enzim komersial pada puyuh umur 7 minggu, yaitu sebesar 0,30 mm dengan komposisi kandungan kalsium pada pakan 1% lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini. Wiradimaja et al. (2004) mengukur tebal kerabang telur yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 5 minggu adalah sebesar 0,22 mm dan sedikit lebih tinggi dibandingkan pada penelitian ini. Hazim et al. (2011) mengukur rataan tebal kerabang telur sebesar 0,234 atau jauh lebih rendah dari penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan kandungan kalsium yang terdapat dalam komposisi pakan puyuh juga lebih rendah dari penelitian ini yaitu sebesar sebesar 2,3%.

Informasi lain yang diperoleh dari penelitian ini, jika dibandingkan dengan telur ayam yang memiliki rata-rata ketebalan kerabang sebesar 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963), maka telur puyuh memiliki kerabang dengan tingkat ketebalan yang lebih tipis. Tetapi kelebihan dari telur puyuh dibandingkan telur ayam adalah kondisi selaput kerabang telur yang lebih tebal, yaitu sebesar 0,063 mm sedangkan pada telur ayam berkisar antara 0,005-0,010 mm (Nugroho dan Mayun, 1981; Romanoff dan Romanoff, 1963). Tebal kerabang telur dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis puyuh, dan umur induk yang menghasilkan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Silversides dan Scott (2001), melaporkan bahwa dengan umur yang semakin meningkat,

ukuran telur meningkat sebagai akibat bobot kuning telur yang meningkat. Bobot

(42)

30 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan suplementasi Omega-3 pada pakan puyuh selama enam minggu pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap rataan bobot telur, rataan persentase komposisi fisik telur (putih telur, kuning telur, dan kerabang telur), dan kualitas interior yang meliputi nilai Haugh Unit (HU), indeks kuning telur, warna kuning telur, dan tebal kerabang telur puyuh. Berdasarkan nilai HU, telur yang dihasilkan memiliki kualitas AA.

Penambahan suplementasi Omega-3 tidak memberikan dampak buruk terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh.

Saran

(43)

31 Bogor, Agustus 2011 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua H. Solichin dan Hj. Neneng Permanasari, kakakku Indriaty Lestari,S.E. beserta suami Nurrizki Akbar Brahmantyo, S.Kom. yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, nasehat, motivasi dan dukungan yang sangat besar baik berupa moril ataupun materil kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rudi afnan, S.Pt. M.Sc. Agr. dan Ir. Niken Ulupi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan, membimbing, serta mengorbankan waktu dan pikiran sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi tanpa pamrih. Terima kasih juga kepada kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H.S., M.S. yang telah memberikan materi penelitian kepada penulis. Terima kasih kepada Dr. Irma Isnafia Arief, S. Pt. M.Si, Ir. Lilis Khatijah, M. Si, dan Ir. H. Komariah, M.Si selaku penguji sidang yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan pemahaman dalam penyelesaian skripsi ini. Seluruh dosen dan staf pengajar dan Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan IPB (Pak Hamzah, Pak Eka, Bu Leli) terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu penelitian Devianty Hery Achmad dan Andika Widhi Jiwandono untuk semangat dan kerja samanya yang baik dalam penelitian ini. Teman-teman TPB B20, kosan Ar-Riyadh, dan IPTP 44 (Lina, Omi, Gina, Maya, Wulan, Ima, Widi, Gilang, Fariz, Fachri, Andre dan masih banyak teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu) terima kasih untuk kebersamaan dan kekeluargaan yang telah diberikan, serta terima kasih juga kepada saudara Ivan Buski, Amd. atas semangat, motivasi dan dukungannya kepada penulis. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

(44)

32 DAFTAR PUSTAKA

Achmad, D.H. 2011. Performa produksi burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi pakan dengan suplementasi Omega-3.Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standarisasi Nasional [BSN]. 2006. Pakan Puyuh Dara (Quail Grower), Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional [BSN]. 2008. Telur Ayam Konsumsi, Jakarta. Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan: B.

Srigandono & Soedarsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.R. Fleed,& M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.

Terjemahan: Adiono dan Purnomo. UI Press, Jakarta.

Cahyanto, M. N., U. Santoso., Zuprizal., H. E. Irinto, & S. Sastrodiharjo. 1997. Ekstraksi minyak mengandung asam lemak omega-3 dari limbah industri minyak ikan lemuru dan penggunaannya dalam peningkatan kandungan asam lemak omega-3. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Campbell, J. R., M. D. Kenealy & K. L. Campbell. 2003. Animal Science, TheBiology, Care and Production of Domestic Animals. 4th Ed. Mc. Graw Hill, New York.

Chung, T.K. 2002. Yellow and red carotenoids for eggs yolk pigmentation. 10th Annual ASA Southeast Asian Feed Technology and Nutrition Workshop.Merlin Beach Resort, Phuket, Thailand.

Duthie, I.F & S.M. Barlow. 1992. Dietary lipid Exemplified by fish oil and their n-3 fatty acid. Food Sci. Technol. 6: 20-35.

Ensminger, M. A & C. Nesheim. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd Edition. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.

Ewing, W. R. 1963. Poultry Nutrition.5th Ed.The Ray Ewing Co. Publisher Pasadena, California.

(45)

33 Hazim, J. A., W. M. Razuki., W. K. Al-Hayani, & A. S. Al-Hassani. 2010. Effect of

dietary on egg quality of laying quail. J. Poult. Sci. 9(6): 584-590.

Heranita, N. A. 1998. Pengaruh penggunaan konsentrat asam lemak Omega-3 dan sumber lemak lain dalam ransum terhadap konsentrasi kolesterol komponen asam lemak telur dan perfoma puyuh petelur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indah, E. 1989. Studi pengaruh imbangan protein energi dan waktu deposit telur terhadap karakteristik telur puyuh. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jiang, Z., D. U. Ahn & J. Sim. 1991. Effects of fleeding flax and two types of sun flowers on fatty acid composition of yolk lipid classes. J. Poult. Sci. 70:2467-2475.

Leeson, S. & J. D. Summer. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books, Guelph,Ontario.

Listiyowati, E. &K. Roospitasari. 2004. Puyuh: Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

March, B. E. & C. MacMillan. 1990. Linoleic acid as a mediator of egg size. Poultry Sci. 69: 634-639.

Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway, & A. A. Spector. 1993. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2. Edisi keempat. Terjemahan: M. Ismadi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Murdinah. 2008. Teknologi pengolahan minyak ikan dan potensi pemanfaatannya unyuk kesehatan dan kecerdasan. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

National Research Council [NRC] . 1997. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy of Science. Washington, D.C.

Nesheim M.C. & Card, L.E. 1972. Poultry Production.3 rd

Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Nugroho &K.T. Mayun. 1981. Beternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang. Romanoff, A.L & A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons, New York.

Saerang, L. P. J., T. Yuwanta, & Nasroedin. 1997. Pengaruh minyak nabati dan lemak hewani dalam ransum puyuh petelur terhadap performan daya tetas, kadar kolesterol telur dan plasma darah. Buletin Peternakan 22(2): 96-101. Setiabudi, E. 1990. Pengaruh waktu penyimpanan dan jenis filter pada jumlah asam

lemak omega-3 dalam minyak limbah hasil pengalengan dan penepungan ikan Lemuru. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(46)

34 Sihombing, G., Avivah & S. Prastowo. 2006. Pengaruh penambahan zeolit dalam ransum terhadap kualitas telur burung puyuh. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31(1): 28-31.

Silversides, F. G & T. A. Scott. 2001. Effect of storage and layer age on quality of eggs from two line of hens. Poultry Sci. 80: 1240-1245.

Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Eggs Science and Technology. 4th Ed.The Avy Publishing, Inc., Westport, Connecticut.

Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1991. Principles and Procedures of Statistics. A Biometrical Approach. 2nd Ed., McGraw-Hill International Book Company, Tokyo.

Suprijatna, E., S. Kismiati, & N. R. Furi. 2008. Penampilanm produksi dan kualitas telur pada puyuh yang memperoleh protein rendah dan disuplementasi enzim komersial. J. Indon. Tropic. Anim. Agric. 33(1): 66-71.

Suripta, H. & P. Astuti. 2006. Pengaruh penggunaan minyak ikan lemuru dan minyak sawit dalam ransum terhadap rasio asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam telur burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). J. Indon. Trop. Anim. Agric. Vol. 32: 22-27.

United States Department of Agriculture [USDA]. 2000. Egg Grading Manual. Agricultural Handbook, No. 75, Washington, D.C.

Wahju, J. 1982. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Wiradimaja, R., W. G. Piliang, M. T. Suhartono, & W. Manalu. 2004. Performans

kualitas telur puyuh jepang yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Saurapus androgynus L. Merr). Seminar Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran, Bandung.

Wotton, M. 1978. Egg and Egg Product.In : K.A. Buckle, R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton (Eds.) A Cource Manual in Food Science. Watson Ferguson and Co., Brisbane.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

(47)

1

LAMPIRAN

(48)

2 Lampiran 1. Analisis Ragam Bobot Telur Puyuh

Sumber Keragaman

Db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,17633 0,17633 1,09 0,397

Galat 15 0,60715 0,60715

Total 19 0,78348

Lampiran 2. Analisis Ragam Bobot Putih Telur Puyuh Sumber

Keragaman

Db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00736 0,00736 2,55 0,071

Galat 20 0,01442 0,14420

Total 24 0,21781

Lampiran 3. Analisis Ragam Bobot Kuning Telur Puyuh Sumber

Keragaman

Db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00101 0,00101 0,61 0,659

Galat 20 0,00830 0,00830

Total 24 0,00931

Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot Kerabang Telur Puyuh Sumber

Keragaman

db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00016 0,00016 0,95 0,454

Galat 20 0,00087 0,00087

Total 24 0,00104

(49)

3 Lampiran 5. Analisis Ragam Haugh Unit Telur Puyuh

Sumber Keragaman

db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 9,568 9,568 0,41 0,798

Galat 20 116,202 116,202

Total 24 125,770

Lampiran 6. Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Puyuh Sumber

Keragaman

Db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00463 0,00463 0,14 0,966

Galat 20 0,16787 0,16787

Total 24 0,17250

Lampiran 7. Analisis Ragam Warna Kuning Telur Puyuh Sumber

Keragaman

db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00463 0,00463 0,14 0,966

Galat 20 0,16787 0,16787

Total 24 0,17250

Lampiran 8. Analisis Ragam Tebal Kerabang Telur Puyuh Sumber

Keragaman

db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,00146 0,00146 0,14 0,966

Galat 20 0,01219 0,01219

Total 24 0,01366

(50)

RINGKASAN

Andika Widhi Jiwandono. D14070196. 2011. Analisis Harga Pokok Produksi Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si. Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S. Pt, M. Sc. Agr.

Salah satu usaha yang prospektif untuk memenuhi permintaan terhadap subsektor peternakan adalah budidaya puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) untuk memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Budidaya ternak puyuh berkembang seiring perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir modern serta gaya hidup sehat. Salah satu gagasan untuk memenuhi permintaan gaya hidup sehat adalah pemberian suplemen omega-3 yang dicampurkan ke dalam pakan puyuh. Penambahan suplemen omega-3 pada pakan puyuh akan berpengaruh pada harga pokok produksinya (HPP). HPP ini digunakan agar peternak dapat menyesuaikan penambahan suplemen omega-3 pada biaya produksi dan dapat digunakan untuk menentukan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung HPP periode 6 minggu pemeliharaan, menentukan harga jual telur puyuh, dan mengetahui tingkat pemberian suplemen omega-3 yang efisien.

Materi yang digunakan adalah 300 ekor puyuh umur enam minggu, pakan puyuh dengan kandungan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 dari limbah ikan Lemuru (Sardinella longiceps) sebagai perlakuan dengan taraf 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan. Kandang yang digunakan adalah jenis kandang battery sebanyak dua unit. Prosedur yang digunakan pada penelitian ini diawali dengan persiapan kandang, kemudian dilanjutkan ke pemeliharaan dengan pemberian perlakuan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan perhitungan HPP dengan menggunakan metode full costing dan metode variable costing, sehingga didapatkan harga jual telur puyuh dengan tambahan suplemen omega-3 yang paling efisien. Penentuan HPP dilakukan dengan memperhitungkan input-input produksi ke dalam analisis biaya yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perlakuan yang berbeda.

Analisis biaya yang dilakukan menunjukkan bahwa pengadaan puyuh dan penggunaan pakan puyuh SP 22 merupakan biaya terbesar pada penelitian ini. Nilai HPP meningkat sesuai dengan penggunaan taraf perlakuan, namun pada taraf perlakuan 6% terlihat nilai HPP yang berbeda jauh dengan taraf-taraf sebelumnya. Harga jual pada pemberian suplemen omega-3 dengan taraf perlakuan 4,5% menunjukkan angka yang tidak berbeda dengan harga jual telur puyuh tanpa pemberian suplemen omega-3. Taraf perlakuan 4,5% dapat dinyatakan paling efisien, karena mampu menekan biaya produksi walaupun terdapat tambahan biaya dalam penggunaan suplemen omega-3.

(51)

ABSTRACT

Analyses of Basic Production Cost of Quail Egg (Coturnix-coturnix japonica) with Omega-3 Supplementation in the Ration

Jiwandono, A. W., L. Cyrilla, and R. Afnan

Developing of quail farming to produce good quality of quail table eggs accelerates with the increasing of healthy life style. Supplementation of omega-3 obtains from tinning waste of Lemuru fish (Sardinella longiceps) was applied to produce high concentration of this essential fatty acid in eggs. The supplementation level was given at 0%, 1,5%, 3%, 4,5%, and 6% (w/w) in the ration. Full costing and variable costing methods to analyze the production cost of omega-3 eggs were applied. The

full costing method revealed Rp 340,38; Rp 345,46; Rp 347,73; Rp 341,56; and Rp 398,05, meanwhile, the variable costing method obtained Rp 335,39; Rp 340,52;

Rp 342,87; Rp 336,89; and Rp 392,71 for an egg with 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; and 6% omega-3 supplementation, accordingly. The selling price for one package that consist

of 20 eggs based on this costing method resulted in, respectively, Rp 7.601,23; Rp 7.676,98; Rp 7.750,75; Rp 7.634,31; and Rp 8.870,23 for 0%; 1,5%; 3%; 4,5%;

and 6% omega-3 supplementation in the ration. The most efficient level of omega-3 supplementation in the ration was 4,5%.

(52)

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI TELUR PUYUH

(Coturnix-coturnix japonica) YANG DIBERI

SUPLEMEN OMEGA-3

SKRIPSI

ANDIKA WIDHI JIWANDONO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh
Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)
Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Putih Telur, Kuning Telur dan Telur Utuh
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Kuning Telur (dari % Total Asam Lemak)
+7

Referensi