• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUPLEMEN OMEGA-

TINJAUAN PUSTAKA

Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh

Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies Coturnix-coturnix japonica yang memiliki panjang badan sekitar 19 cm, berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat, serta berjari kaki empat dan berwarna kekuning-kuningan dangan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu jari menghadap ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986). Gambar puyuh (Coturnix- coturnix japonica) dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: http://nasional.kompas.com

Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

Menurut Nugroho dan Mayun (1986) dan Pappas (2002), klasifikasi puyuh adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Species : Coturnix-coturnix japonica

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), berbagai macam jenis puyuh tersebar di seluruh dunia, namun tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Indonesia memiliki beberapa jenis puyuh yang dikenal

serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Bagi peternak yang menghendaki produksi telur atau pedaging, akan memilih puyuh yang lazim untuk diternakkan seperti spesies Coturnix-coturnix japonica. Menurut Suripta dan Astuti (2007), spesies ini merupakan salah satu produsen protein hewani yang sangat potensial.

Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak pada telur puyuh cukup baik jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan protein yang tinggi serta kadar lemak yang rendah pada telur puyuh sangat baik untuk kesehatan manusia. Perbedaan susunan protein, lemak, karbohidrat, dan abu

pada telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu

--- % --- Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0 Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0 Itik 13,3 14,5 1,5 1,1 Puyuh 13,1 11,1 1,6 1,1 Sumber: Murtidjo (1996)

Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam. Puyuh betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan. Telur puyuh umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).

Produktivitas Puyuh

Rasyaf (1991) dan Usman et al. (2008) mengemukakan bahwa puyuh mulai bertelur pada umur lima sampai enam minggu. Puyuh akan terus berproduksi hingga umur 16 bulan jika terawat dengan baik, sedangkan jika kurang baik hanya mencapai

umur enam atau delapan bulan saja. Listiyowati dan Roospitasari (2009) menjelaskan bahwa masa produktif rata-rata puyuh adalah 9-12 bulan. Puncak produksi puyuh umur terjadi pada umur 4-5 bulan dan akan mengalami penurunan sampai 70% pada umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).

Puyuh betina dapat menghasilkan 225-275 butir telur per tahun (Rasyaf, 1991), sedangkan hasil penelitian terbaru oleh Usman et al. (2008) menyatakan

bahwa puyuh mampu memproduksi lebih dari 300 butir per tahun. Produksi telur puyuh memang cukup baik walaupun sedikit bervariasi. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Pemeliharaan yang buruk tidak akan

menghasilkan jumlah telur yang banyak walaupun bibitnya baik. Faktor pakan juga berpengaruh pada produksi telur. Kualitas dan kuantitas pakan yang buruk, mengakibatkan puyuh tidak akan bertelur banyak. Produksi telur dari puyuh dibandingkan dengan unggas lain seperti ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas

Jenis Unggas Produksi Telur (butir/tahun)

Ayam Ras petelur 300 – 346

Ayam Kampung lokal 63 – 93

Itik 250 – 310

Puyuh 225 – 275

Sumber: Rasyaf (1991)

Struktur Telur

Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam (Yannakopoulos dan Gousi, 1986). Komponen pokok dari telur ayam atau unggas pada umumnya terdiri dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), membran kulit, dan kerabang telur. Perbandingan antara kerabang telur, putih telur, dan kuning telur pada beberapa jenis unggas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur

Jenis Unggas Kuning Telur Putih Telur Kerabang Telur --- % ---

Telur ayama 31,9 55,8 12,3

Telur itika 35,4 52,6 12,0

Telur puyuhb 32,6 53,6 7,8

Sumber: a. Murtidjo et al. (1986)

b. Yannakapoulos dan Gousi (1986)

Ransum Puyuh

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada dasarnya membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance, pertumbuhan, pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap terdiri dari berbagai macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke dalam enam kelas, yaitu karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai sumber asam amino, vitamin-vitamin, mineral, dan air (Rasyaf, 1991).

Kebutuhan protein yang terbaik untuk ransum puyuh layer memiliki kandungan sebesar 17-20% (Permentan, 2008). Protein berguna bagi unggas yang sedang bertumbuh dan berproduksi, sehingga jumlah protein yang cukup dan berkualitas sangat penting untuk unggas petelur. Protein digunakan pada masa pertumbuhan untuk menyusun jaringan tubuh, yaitu membentuk otot, kuku, sel darah, dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994). Rasyaf (1991) lebih lanjut menjelaskan bahwa unggas juga sangat memerlukan energi untuk menjaga temperatur tubuh, untuk menggerakkan organ tubuh, dan masih banyak lagi fungsi energi lainnya.

Asam Lemak Omega-3

Menurut Montgomery et al. (1993), asam lemak omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbonnya, sehingga

asam lemak omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang. Asam lemak omega-3 memiliki turunan, yaitu asam lemak EPA dan DHA yang berfungsi mencegah pengerasan pembuluh darah, mengurangi rangsangan penggumpalan darah, dan dapat meningkatkan daya intelegensi manusia (Simopoulos, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Leskanich dan Noble (1997) pada telur ayam omega-3 untuk konsumsi manusia menunjukkan kemampuan menjaga kadar kolesterol dalam plasma darah dan mengurangi kadar trigliserida.

Asam lemak omega-3 dapat diperoleh dari hasil ekstraksi limbah industri pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) (Cahyanto et al., 1997). Minyak ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan ikan Lemuru memperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan satu ton ikan Lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan Murdinah, 2008).

Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan asam lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan docosa pentaenoic acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20 (Hardoko, 1998). Penelitian terdahulu pada telur ayam yang dilakukan oleh Marshall et al. (1994) menunjukkan adanya peningkatan kandungan asam lemak omega-3 dalam kuning telur yang

dihasilkan, khususnya α-Linolenat, EPA, dan DHA. Kandungan asam lemak EPA, DHA, dan omega-3 yang ada pada minyak ikan Lemuru tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan

Asam Lemak Kandungan Asam Lemak

(%) Eikosapentaenoat (EPA, C20:5-n3) 11,98 Dokosaheksaenoat (DHA, C22:6-n3) 9,21

Omega-3 (n-3) 22,08

Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan kolesterol darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk kekebalan tubuh. Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan suplementasi nutrisi pada produk pangan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, serta dilihat dari segi sosial ekonomi dapat membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2009). Biaya usahatani menurut Agus et al. (2006) dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2002).

Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun non tunai. Menurut Nuraini (2003), biaya produksi adalah semua pengeluaran atau beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap dipakai oleh konsumen.

Harga Pokok Produksi

Manullang (1995) menyatakan bahwa harga pokok produksi (HPP) adalah jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar. Definisi lain mengenai harga pokok produksi, yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva menjadi aktiva lain berupa persediaan produk jadi (Mulyadi, 2009). Informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik, menentukan harga pokok persediaan produk jadi, dan produk dalam proses yang dijadikan dalam neraca. Tiga tujuan utama dari perhitungan harga

pokok produksi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran dan untuk menetapkan besar laba yang diperoleh. Mulyadi (2009) menyatakan bahwa metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, yaitu full costing dan variable costing.

Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode full costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya berikut :

Biaya bahan baku Rp ...

Biaya tenaga kerja langsung Rp ... Biaya overhead variabel Rp ... Biaya overhead tetap Rp ... + Harga pokok produksi Rp ...

Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok variable costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya produksi berikut :

Biaya bahan baku Rp ...

Biaya tenaga kerja langsung Rp ... Biaya overhead variabel Rp ... + Harga pokok produksi Rp ...

Harga pokok produksi merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan harga pokok penjualan (Mulyadi, 2009). Harga pokok penjualan dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. Harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode full costing, terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel, dan biaya overhead tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya

pemasaran, serta biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap, yaitu biaya overhead tetap, biaya pemasaran tetap, serta biaya administrasi dan umum tetap (Mulyadi, 2009).

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada bulan Desember 2010 hingga Januari 2011.

Materi Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor puyuh berumur 40 hari yang dipelihara terlebih dahulu tanpa perlakuan hingga umur 80 hari, pakan puyuh dengan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 yang terbuat dari campuran limbah minyak ikan Lemuru dengan filler ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. sebagai perlakuan yang diberikan dengan taraf masing-masing 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan tiap perlakuan. Hasil analisis terhadap suplemen omega-3 yang digunakan mengandung 2,6% asam lemak linolenat; 2,4% EPA; dan 1,9% DHA.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eggtray, timbangan, kalkulator, dan notebook.

Perkandangan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kandang battery sebanyak dua unit. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan triplek sehingga terdapat 20 blok. Setiap blok kandang diisi 15 ekor puyuh siap bertelur (umur 80 hari). Kandang diberi penerangan dengan satu lampu pijar berkekuatan 40 watt. Sistem pembuangan kotoran dari kandang dilakukan dengan cara ditampung di bagian bawah kandang menggunakan karung.

Prosedur Persiapan Kandang

Kandang postal berukuran 8 m2 dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu. Kandang disiram secara merata dengan cairan pembersih lantai

untuk membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang battery khusus puyuh, diletakkan ke dalam kandang postal.

Pemeliharaan

Puyuh diberi pakan ransum satu kali dalam sehari dengan batasan pakan sebanyak 20 g/ ekor/ hari dan ditambah suplemen omega-3 sesuai taraf per perlakuan, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Telur dikumpulkan setiap hari pada waktu sore hari, kemudian dihitung jumlahnya dan ditimbang massa telur pada setiap perlakuan.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga jual dengan cara yang digunakan oleh usaha peternakan, metode full costing, dan metode variable costing. Deskriptif kualitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode full costing dengan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode variable costing.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan

hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan dengan pendekatan akuntansi. Tabulasi digunakan untuk menggolongkan data guna

mempermudah perhitungan dan analisis harga pokok produksi secara teliti.

Menurut Mulyadi (2009), prosedur penentuan harga produksi secara full costing untuk menentukan harga jual yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ... Biaya Penerangan (Listrik) Rp ... Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ... Biaya Overhead Variabel Rp ...

Biaya Overhead Tetap Rp ... +

2. Menghitung total harga pokok penjualan

 Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...

 Biaya Non Produksi : Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Rp ...

Biaya Pemasaran Rp ... + ... + Total Harga Pokok Penjualan Rp ...

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... + Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...

Berikut merupakan prosedur penentuan harga pokok secara variable costing yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian :

1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ... Biaya Penerangan (Listrik) Rp ... Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...

Biaya Overhead Variabel Rp ... +

Total Biaya Produksi Rp ... 2. Menghitung total harga pokok penjualan

 Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...

 Biaya Non Produksi : Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Variabel Rp ... Biaya Pemasaran Variabel Rp ... + Biaya Periode :

Biaya Overhead Tetap Rp ... Biaya Administrasi dan Umum Tetap Rp ...

Biaya Pemasaran Tetap Rp ... + ... + Total Harga Pokok Penjualan Rp ...

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... + Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...

Dokumen terkait