• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUPLEMEN OMEGA-3

TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh

Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies Coturnix-coturnix japonica yang memiliki panjang badan sekitar 19 cm, berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat, serta berjari kaki empat dan berwarna kekuning-kuningan dangan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu jari menghadap ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986). Gambar puyuh ( Coturnix-coturnix japonica) dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: http://nasional.kompas.com

Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

Menurut Nugroho dan Mayun (1986) dan Pappas (2002), klasifikasi puyuh adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Species : Coturnix-coturnix japonica

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), berbagai macam jenis puyuh tersebar di seluruh dunia, namun tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Indonesia memiliki beberapa jenis puyuh yang dikenal

serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Bagi peternak yang menghendaki produksi telur atau pedaging, akan memilih puyuh yang lazim untuk diternakkan seperti spesies Coturnix-coturnix japonica. Menurut Suripta dan Astuti (2007),

spesies ini merupakan salah satu produsen protein hewani yang sangat potensial. Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak pada telur puyuh cukup baik jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan protein yang tinggi serta kadar lemak yang rendah pada telur puyuh sangat baik untuk kesehatan manusia. Perbedaan susunan protein, lemak, karbohidrat, dan abu

pada telur puyuh dibandingkan dengan telur unggas lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Abu dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu

--- % --- Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0 Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0 Itik 13,3 14,5 1,5 1,1 Puyuh 13,1 11,1 1,6 1,1 Sumber: Murtidjo (1996)

Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam. Puyuh betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan. Telur puyuh umumnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).

Produktivitas Puyuh

Rasyaf (1991) dan Usman et al. (2008) mengemukakan bahwa puyuh mulai bertelur pada umur lima sampai enam minggu. Puyuh akan terus berproduksi hingga umur 16 bulan jika terawat dengan baik, sedangkan jika kurang baik hanya mencapai

umur enam atau delapan bulan saja. Listiyowati dan Roospitasari (2009) menjelaskan bahwa masa produktif rata-rata puyuh adalah 9-12 bulan. Puncak produksi puyuh umur terjadi pada umur 4-5 bulan dan akan mengalami penurunan sampai 70% pada umur 9 bulan (Sugiharto, 2005).

Puyuh betina dapat menghasilkan 225-275 butir telur per tahun (Rasyaf, 1991), sedangkan hasil penelitian terbaru oleh Usman et al. (2008) menyatakan

bahwa puyuh mampu memproduksi lebih dari 300 butir per tahun. Produksi telur puyuh memang cukup baik walaupun sedikit bervariasi. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan. Pemeliharaan yang buruk tidak akan

menghasilkan jumlah telur yang banyak walaupun bibitnya baik. Faktor pakan juga berpengaruh pada produksi telur. Kualitas dan kuantitas pakan yang buruk, mengakibatkan puyuh tidak akan bertelur banyak. Produksi telur dari puyuh dibandingkan dengan unggas lain seperti ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan Berproduksi Beberapa Jenis Unggas

Jenis Unggas Produksi Telur (butir/tahun)

Ayam Ras petelur 300 – 346

Ayam Kampung lokal 63 – 93

Itik 250 – 310

Puyuh 225 – 275

Sumber: Rasyaf (1991)

Struktur Telur

Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam (Yannakopoulos dan Gousi, 1986). Komponen pokok dari telur ayam atau unggas pada umumnya terdiri dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), membran kulit, dan kerabang telur. Perbandingan antara kerabang telur, putih telur, dan kuning telur pada beberapa jenis unggas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Putih Telur, Kuning Telur, dan Kerabang Telur

Jenis Unggas Kuning Telur Putih Telur Kerabang Telur --- % ---

Telur ayama 31,9 55,8 12,3

Telur itika 35,4 52,6 12,0

Telur puyuhb 32,6 53,6 7,8

Sumber: a. Murtidjo et al. (1986)

b. Yannakapoulos dan Gousi (1986)

Ransum Puyuh

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa penyusunan ransum harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ransum pada ternak. Ternak puyuh pada dasarnya membutuhkan sejumlah nutrisi yang lengkap untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan berproduksi. Menurut North dan Bell (1990), pakan pada unggas diperlukan untuk empat alasan, yaitu untuk body maintenance, pertumbuhan, pertumbuhan bulu, dan produksi telur. Nutrisi yang lengkap terdiri dari berbagai macam material kimiawi yang dapat digolongkan ke dalam enam kelas, yaitu karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai sumber asam amino, vitamin-vitamin, mineral, dan air (Rasyaf, 1991).

Kebutuhan protein yang terbaik untuk ransum puyuh layer memiliki kandungan sebesar 17-20% (Permentan, 2008). Protein berguna bagi unggas yang sedang bertumbuh dan berproduksi, sehingga jumlah protein yang cukup dan berkualitas sangat penting untuk unggas petelur. Protein digunakan pada masa pertumbuhan untuk menyusun jaringan tubuh, yaitu membentuk otot, kuku, sel darah, dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994). Rasyaf (1991) lebih lanjut menjelaskan bahwa unggas juga sangat memerlukan energi untuk menjaga temperatur tubuh, untuk menggerakkan organ tubuh, dan masih banyak lagi fungsi energi lainnya.

Asam Lemak Omega-3

Menurut Montgomery et al. (1993), asam lemak omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbonnya, sehingga

asam lemak omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang. Asam lemak omega-3 memiliki turunan, yaitu asam lemak EPA dan DHA yang berfungsi mencegah pengerasan pembuluh darah, mengurangi rangsangan penggumpalan darah, dan dapat meningkatkan daya intelegensi manusia (Simopoulos, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Leskanich dan Noble (1997) pada telur ayam omega-3 untuk konsumsi manusia menunjukkan kemampuan menjaga kadar kolesterol dalam plasma darah dan mengurangi kadar trigliserida.

Asam lemak omega-3 dapat diperoleh dari hasil ekstraksi limbah industri pengalengan ikan Lemuru (Sardinella longiceps) (Cahyanto et al., 1997). Minyak ikan Lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru. Proses pengalengan ikan Lemuru memperoleh rendeman berupa minyak sebesar 5% dan dari proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan satu ton ikan Lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan Lemuru (Setiabudi, 1990 dan Murdinah, 2008).

Rusmana (2008) menyatakan bahwa minyak ikan Lemuru kaya akan asam lemak tak jenuh ganda berupa eicosa pentaenoic acid (EPA) dan docosa pentaenoic acid (DHA) dan memiliki rantai karbon lebih dari 20 (Hardoko, 1998). Penelitian terdahulu pada telur ayam yang dilakukan oleh Marshall et al. (1994) menunjukkan adanya peningkatan kandungan asam lemak omega-3 dalam kuning telur yang dihasilkan, khususnya α-Linolenat, EPA, dan DHA. Kandungan asam lemak EPA, DHA, dan omega-3 yang ada pada minyak ikan Lemuru tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Asam Lemak Omega-3 pada Minyak Ikan Lemuru Hasil Ekstraksi dengan Cara Penepungan

Asam Lemak Kandungan Asam Lemak

(%) Eikosapentaenoat (EPA, C20:5-n3) 11,98 Dokosaheksaenoat (DHA, C22:6-n3) 9,21

Omega-3 (n-3) 22,08

Menurut Murdinah (2008), manfaat minyak ikan Lemuru untuk kesehatan dapat mencegah beberapa penyakit antara lain jantung koroner, kelebihan kolesterol darah, penyakit kanker, mengobati kerontokan rambut dan untuk kekebalan tubuh. Pemanfaatan minyak ikan Lemuru sebagai bahan suplementasi nutrisi pada produk pangan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, serta dilihat dari segi sosial ekonomi dapat membuka lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2009). Biaya usahatani menurut Agus et al. (2006) dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2002).

Daniel (2004) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun non tunai. Menurut Nuraini (2003), biaya produksi adalah semua pengeluaran atau beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap dipakai oleh konsumen.

Harga Pokok Produksi

Manullang (1995) menyatakan bahwa harga pokok produksi (HPP) adalah jumlah biaya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu berada di pasar. Definisi lain mengenai harga pokok produksi, yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva menjadi aktiva lain berupa persediaan produk jadi (Mulyadi, 2009). Informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik, menentukan harga pokok persediaan produk jadi, dan produk dalam proses yang dijadikan dalam neraca. Tiga tujuan utama dari perhitungan harga

pokok produksi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran dan untuk menetapkan besar laba yang diperoleh. Mulyadi (2009) menyatakan bahwa metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, yaitu full costing dan variable costing.

Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode full costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya berikut :

Biaya bahan baku Rp ...

Biaya tenaga kerja langsung Rp ... Biaya overhead variabel Rp ... Biaya overhead tetap Rp ... + Harga pokok produksi Rp ...

Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel. Perhitungan harga pokok variable costing menurut Mulyadi (2009) terdiri dari unsur biaya produksi berikut :

Biaya bahan baku Rp ...

Biaya tenaga kerja langsung Rp ... Biaya overhead variabel Rp ... + Harga pokok produksi Rp ...

Harga pokok produksi merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan harga pokok penjualan (Mulyadi, 2009). Harga pokok penjualan dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan harga jual produk yang dihasilkan. Harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode full costing, terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead

pemasaran, serta biaya administrasi dan umum). Perhitungan harga pokok penjualan pada hasil perhitungan dengan metode variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya

overhead variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, serta biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap, yaitu biaya

overhead tetap, biaya pemasaran tetap, serta biaya administrasi dan umum tetap (Mulyadi, 2009).

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 minggu pada bulan Desember 2010 hingga Januari 2011.

Materi Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor puyuh berumur 40 hari yang dipelihara terlebih dahulu tanpa perlakuan hingga umur 80 hari, pakan puyuh dengan kadar protein 20%, serta suplemen omega-3 yang terbuat dari campuran limbah minyak ikan Lemuru dengan filler ampas tahu yang telah difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. sebagai perlakuan yang diberikan dengan taraf masing-masing 0; 1,5; 3; 4,5; dan 6% dari total berat pakan tiap perlakuan. Hasil analisis terhadap suplemen omega-3 yang digunakan mengandung 2,6% asam lemak linolenat; 2,4% EPA; dan 1,9% DHA.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eggtray, timbangan, kalkulator, dan notebook.

Perkandangan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kandang battery

sebanyak dua unit. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan triplek sehingga terdapat 20 blok. Setiap blok kandang diisi 15 ekor puyuh siap bertelur (umur 80 hari). Kandang diberi penerangan dengan satu lampu pijar berkekuatan 40 watt. Sistem pembuangan kotoran dari kandang dilakukan dengan cara ditampung di bagian bawah kandang menggunakan karung.

Prosedur Persiapan Kandang

Kandang postal berukuran 8 m2 dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu. Kandang disiram secara merata dengan cairan pembersih lantai

untuk membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang battery khusus puyuh, diletakkan ke dalam kandang postal.

Pemeliharaan

Puyuh diberi pakan ransum satu kali dalam sehari dengan batasan pakan sebanyak 20 g/ ekor/ hari dan ditambah suplemen omega-3 sesuai taraf per perlakuan, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Telur dikumpulkan setiap hari pada waktu sore hari, kemudian dihitung jumlahnya dan ditimbang massa telur pada setiap perlakuan.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga jual dengan cara yang digunakan oleh usaha peternakan, metode full costing, dan metode

variable costing. Deskriptif kualitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode full costing dengan hasil dari perhitungan harga jual dengan metode variable costing.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan

hasil yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan dengan pendekatan akuntansi. Tabulasi digunakan untuk menggolongkan data guna

mempermudah perhitungan dan analisis harga pokok produksi secara teliti.

Menurut Mulyadi (2009), prosedur penentuan harga produksi secara full costing untuk menentukan harga jual yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ... Biaya Penerangan (Listrik) Rp ... Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ... Biaya Overhead Variabel Rp ...

Biaya Overhead Tetap Rp ... +

2. Menghitung total harga pokok penjualan  Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...  Biaya Non Produksi : Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Rp ...

Biaya Pemasaran Rp ... + ... + Total Harga Pokok Penjualan Rp ...

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... + Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...

Berikut merupakan prosedur penentuan harga pokok secara variable costing

yang sudah disesuaikan dengan komponen peternakan dalam satu masa penelitian : 1. Menghitung biaya produksi yang dikeluarkan

Biaya Puyuh Umur 80 Hari Rp ...

Biaya Pakan Puyuh Rp ...

Biaya Suplemen Omega-3 Rp ... Biaya Penerangan (Listrik) Rp ... Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp ...

Biaya Overhead Variabel Rp ... +

Total Biaya Produksi Rp ... 2. Menghitung total harga pokok penjualan

 Biaya Produksi :

Total Biaya Produksi Rp ...

 Biaya Non Produksi : Rp ...

Biaya Administrasi dan Umum Variabel Rp ... Biaya Pemasaran Variabel Rp ... + Biaya Periode :

Biaya Overhead Tetap Rp ... Biaya Administrasi dan Umum Tetap Rp ...

Biaya Pemasaran Tetap Rp ... + ... + Total Harga Pokok Penjualan Rp ...

3. Menghitung harga jual per unit yang dibebankan kepada konsumen Harga Pokok Penjualan per unit Rp ...

Laba yang diinginkan per unit (10%) Rp ... + Harga jual yang dibebankan kepada konsumen Rp ...

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang terletak di Jl. Kayu Manis, RT 05 RW 10 Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Lokasi yang digunakan memiliki akses yang cukup jauh dari jalan raya, sehingga tingkat kebisingan serta polusi dari asap kendaraan yang akan berpengaruh pada udara dan air dapat diminimalkan. Kandang yang digunakan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga tidak terjadi penyebaran polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas di lokasi kandang. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa jarak kandang dengan pemukiman penduduk dan jalan raya harus diperhatikan untuk mencegah adanya polusi udara, mencegah penyebaran penyakit dan bau ternak ke penduduk, serta meminimalkan polusi suara dari kendaraan di jalan raya. Denah lokasi pemeliharaan dengan dua skala perbesaran dengan tanda lingkaran berwarna merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: http://maps.google.com/institutpertanianbogor

Gambar 2. Denah Lokasi Pemeliharaan

Keadaan di sekitar kandang yang digunakan untuk penelitian memiliki kondisi nyaman dan sejuk dengan masih adanya pepohonan dan rerumputan yang masih mendominasi area kosong di sekitar kandang. Kandang yang digunakan merupakan kandang postal seluas 8 m2. Kandang postal ini digunakan sebagai tempat untuk meletakkan dua kandang puyuh jenis battery. Penggunaan kandang postal ini bertujuan menghindari ancaman predator di sekitar kandang seperti kucing liar. Kandang postal yang digunakan dilengkapi dengan kawat kasa besi pada bagian tembok dan bagian bawah atap, sehingga predator seperti kucing liar tidak dapat

masuk ke dalam kandang. Kondisi seperti ini juga bertujuan untuk menjaga aliran udara tetap nyaman di dalam kandang tersebut.

Kandang battery yang merupakan kandang utama puyuh diletakkan di dalam satu ruangan kandang postal, sedangkan ruangan lainnya digunakan untuk meletakkan pakan, telur, timbangan, dan alat kebersihan kandang. Kandang utama puyuh jenis battery terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan desain bertingkat lima dan masing-masing lantai disekat dua. Alas setiap lantai adalah kawat kasa dengan kemiringan sekitar 5 o yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan telur puyuh.

Keamanan keseluruhan lingkungan kandang penelitian ini terjamin dari ancaman pencurian dengan adanya penjagaan 24 jam dari petugas keamanan kampus. Keseluruhan infrastruktur lokasi perkandangan ini cukup baik dengan adanya instalasi air yang lancar, instalasi listrik yang sudah terpasang, dan akses ke kandang yang mudah dijangkau. Terdapat juga dua bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal dari penanggung jawab lokasi kandang penelitian ini, serta tiga mess yang diperuntukkan bagi pegawai dan teknisi kandang, sehingga manajemen pemeliharaan dapat selalu dikontrol. Keseluruhan keadaan umum baik dari manajemen perkandangan, infrastruktur, dan keamanan merupakan hal yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas telur puyuh yang optimal.

Manajemen Budidaya Puyuh

Manajemen budidaya merupakan semua proses kegiatan produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) memiliki beberapa keunggulan sebagai ternak. Puyuh betina dapat mulai menghasilkan telur pada umur 40 hari, dalam satu tahun seekor puyuh betina mampu menghasilkan 250-300 butir telur dengan berat rata-rata 10 gram per butir, tidak memerlukan investasi lahan dan kandang yang besar, kandungan gizi pada telur yang cukup tinggi, toleran terhadap pakan serat kasar tinggi dibandingkan dengan ayam ras, dan mampu dikembangkan dengan skala usaha yang beragam (Permentan, 2008). Proses manajemen pemeliharaan yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) persiapan kandang, 2) pemberian pakan dengan tambahan suplemen omega-3 dan air minum, 3) pengambilan telur dan penimbangan, 4) penyimpanan dan pengemasan, dan

5) distribusi. Proses ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi dalam budidaya puyuh.

Persiapan Kandang

Proses pemeliharaan puyuh diawali dengan persiapan kandang yang terdiri dari dua kandang, yaitu kandang postal dan kandang battery. Pembersihan awal pada kandang postal dilakukan dengan membersihkan seluruh lantai kandang dari kotoran dengan sapu lidi, kemudian disikat dengan air biasa yang dicampur dengan cairan pembersih lantai dan dikeringkan. Pembersihan berikutnya dilakukan pengapuran ke seluruh lantai dan tembok kandang yang terjangkau dengan campuran air dengan bubuk kapur, kemudian dibiarkan mengering selama satu hari.

Kandang battery terbuat dari kayu dan kawat ram dengan alas masing-masing lantai tingkat terbuat dari kawat ram. Tempat penampungan kotoran diletakkan di bawah lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menjaga kebersihan sekitar kandang dan mencegah kotoran puyuh jatuh pada puyuh yang berada di lantai bawah (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Kandang battery berjumlah dua blok dengan masing-masing 5 tingkat dimodifikasi terlebih dahulu. Modifikasi dilakukan dengan memberi sekat papan pada masing-masing tingkat. Kapasitas kandang 300 ekor per dua blok kandang battery. Kedua kandang battery yang sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam kandang postal dan diletakkan berdekatan.

Pemberian lampu pijar diletakkan di antara kedua kandang battery sebagai penerangan ketika malam hari, sehingga puyuh dapat tetap makan pada malam hari. Gordon (1994) menyatakan bahwa pemberian cahaya pada unggas ditujukan agar unggas mendapatkan kesempatan untuk makan, minum serta aktivitas lainnya, selain itu cahaya juga penting dalam proses reproduksi.

Pemberian Pakan dengan Tambahan Suplemen Omega-3 dan Air Minum

Dokumen terkait