• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian

Laboratorium kandang percobaan Ruminansia Besar Balai Penelitian Ternak Cicadas terletak di Desa Cicadas Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, kurang lebih 60 km ke arah utara kota Bogor. Keadaan topografi dataran rendah dengan ketinggian 45 m dari permukaan laut, curah hujan setiap tahun bervariasi antara 1500 dan 2500 mm.

Keadaan suhu lingkungan, kelembaban udara dan indek suhu kelembaban (ISK) selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Rataan suhu lingkungan pada pukul 05.00 adalah 24.33OC yang bervariasi antara 25.8–23.6OC dan kelembaban 85.82% yang bervariasi antara 89.1–78.0%. Hasil perhitungan ISK pada waktu tersebut adalah 70.12 bervariasi antara 70.8–67.3. Pada pagi hari kondisi lingkungan masih nyaman. Semakin siang terjadi kenaikan suhu dan penurunan kelembaban, yang mengakibatkan nilai ISK semakin tinggi sehingga keadaan lingkungan menjadi tidak nyaman bagi ternak.

Tabel 4 Rataan suhu lingkungan, kelembaban udara dan indek suhu kelembaban (ISK) di lokasi penelitian.

Suhu Lingkungan ( 0C ) Kelembaban Udara (% RH) I S K Waktu Pengamatan

(pukul) (Max – Min) Rata2 (Max – Min) Rata2 (Max – Min) Rata2

05:00 (25.8 – 23.6) 24.33 (89.1 – 78.0) 85.82 (70.8 – 67.3) 70.12 06:00 (26.3 – 24.1) 25.29 (87.4 – 76.2) 80.57 (75.3 – 68.9) 72.45 07:00 (27.4 – 24.8) 25.54 (85.2 – 72.5) 81.90 (77.9 – 70.2) 73.38 08:00 (28.9 – 25.0) 26.52 (82.3 – 71.8) 77.44 (78.4 – 70.0) 75.63 09:00 (29.1 – 25.7) 26.76 (82.5 – 65.3) 76.63 (81.7 – 72.1) 76.73 10:00 (30.0 – 26.1) 28.15 (79.7 – 63.7) 72.85 (83.1 – 72.4) 79.25 11:00 (31.2 – 27.5) 28.78 (78.8 – 60.9) 72.58 (83.8 – 75.8) 80.14 12:00 (32.6 – 28.3) 30.43 (75.5 – 59.1) 67.02 (86.2 – 76.7) 82.47 13:00 (33.5 – 28.7) 30.97 (75.2 – 56.4) 65.26 (86.9 – 80.6) 83.02 14:00 (34.2 – 29.5) 32.21 (72.6 – 50.2) 57.57 (88.3 – 79.9) 84.50 15:00 (32.9 – 28.9) 31.79 (74.0 – 54.8) 61.30 (87.7 – 77.3) 82.73 16:00 (32.1 – 27.5) 29.47 (72.9 – 55.5) 66.94 (85.1 – 76.8) 79.34 17:00 (29.5 – 27.1) 28.51 (73.8 – 57.9) 65.53 (84.2 – 74.2) 78.81 18:00 (27.8 – 25.9) 26.65 (78.0 – 58.6) 70.41 (80.9 – 75.7) 76.24 19:00 (29.5 – 26.1) 27.80 (79.3 – 62.5) 72.07 (79.8 – 72.2) 75.13 20:00 (29.2 – 25.7) 27.37 (81.5 – 63.3) 71.23 (78.2 – 71.6) 73.67 21:00 (28.0 – 25.4) 26.50 (82.0 – 67.4) 74.82 (77.6 – 70.3) 73.15 22:00 (27.2 – 24.5) 26.17 (85.2 – 70.2) 74.56 (75.4 – 70.2) 71.23

Keadaan tidak nyaman yaitu pada ISK diatas 76–77 (Esmay 1978) mulai tercapai antara pukul 09.00–10.00 pada saat suhu lingkungan 26.76OC dengan kelembaban 76.73% dan ISK antara 81.7–72.1. Pada keadaan ini sapi telah mulai menunjukkan keadaan tidak nyaman. Hafez (1968) mengemukakan bahwa respon awal pada sapi dalam keadaan cekaman panas adalah perubahan frekuensi pernafasan, kardiovaskuler dan tingkah laku, respon kedua adalah proses metabolik, endokrin dan enzimatik.

Rataan nilai ISK tertinggi (84.50) dicapai pada pukul 14.00. Pada sore hari suhu lingkungan mulai menurun sedangkan kelembaban mulai naik sehingga ISK mulai menurun. Keadaan nyaman yaitu pada ISK di bawah 76 dicapai pada pukul 19.00 (75.13 dengan variasi antara 79.8–72.2). Pengamatan ini menunjukan bahwa sapi perah di daerah penelitian berada dalam keadaan tidak nyaman mulai pukul 10.00 sampai pukul 18.00.

Indikator Fermentasi Rumen

Rataan kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), serta kandungan asam lemak terbang (VFA) dan NH3 dapat terlihat pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kromium pikolinat murni dalam ransum dapat meningkatkan KCBK, KCBO, kandungan VFA dan NH3 dengan nyata (P < 0.01). KCBK ransum yang mengandung kromium sebesar 3.0 ppm (Cr-Pic 3.0) dan 4.5 ppm (Cr-Pic 4.5) memberikan hasil yang nyata berbeda (P < 0.05) dengan ransum yang mengandung 0–1.5 ppm kromium (P < 0.05). Semakin tinggi level suplementasi kromium pikolinat murni semakin tinggi pula KCBK dan KCBO. Tabel 5 Rataan nilai kecernaan bahan kering (KCBK), bahan organik KCBO), NH3

dan VFA sapi-sapi perlakuan.

Perlakuan KCBK (%) KCBO (%) NH3 (mM) VFA (mM) Cr-Pic 0 66.72 a + 1.91 69.21 a + 0.28 2.03 a + 0.14 73.70 a + 1.32 Cr-Pic 1.5 71.03 a + 0.92 72.19 b + 1.12 2.38 b + 0.16 81.12 b + 1.00 Cr-Pic 3.0 73.62 b + 1.39 72.47 b + 0.49 2.87 c + 0.25 92.85 c + 0.79 Cr-Pic 4.5 72.67 b + 0.93 71.81 b + 0.94 2.65 c + 0.26 90.39 c + 0.85 Rataan 71.01 + 2.64 71.42 + 1.29 2.48 + 0.31 84.51 + 7.62

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Hal ini berarti suplementasi kromium pikolinat murni ke dalam ransum cukup efisien karena dapat menghasilkan KCBK dan KCBO yang lebih tinggi. Hasil yang sama juga terdapat pada penelitian Lestantini (2006) bahwa suplementasi kromium pikolinat murni sebesar 0 hingga 4 ppm pada sapi potong dapat meningkatkan KCBK dan KCBO, semakin tinggi suplementasi kromium semakin tinggi pula KCBK dan KCBO.

Jayanegara (2003) mendapatkan bahwa suplementasi kromium organik lebih baik dan lebih efisien dibandingkan dengan kromium an-organik terhadap KCBK dan peningkatan jumlah pemberian menaikkan KCBO. Pemberian kromium organik dengan level 0-4 ppm dalam ransum sapi menghasilkan kecernaan bahan kering dan bahan organik yang lebih baik dan lebih stabil, sedangkan level pemberian kromium anorganik yang terbaik adalah sebesar 4 ppm (Jayanegara 2003).

Kadar NH3 secara keseluruhan berbeda antar perlakuan (P < 0.05) dan tergolong rendah (2.03–2.87 mM) untuk mencukupi kebutuhan optimal síntesis protein mikroba rumen sebesar 3.75 mM (Satter & Slyter 1974). Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian protein ransum baik kontrol maupun yang disuplementasi termasuk protein yang tahan degradasi di rumen. Beberapa bahan sumber protein yang lolos dari degradasi dedak padi, polar, bungkil kelapa sawit dengan nilai ketahanan 82.2% (Tomlinson et al. 1997; Schor & Gagliostro 2001). Dalam kondisi kandungan NH3 relatif rendah dalam rumen, sedangkan kandungan VFA normal, maka tidak terjadi kehilangan N hasil pencernaan rumen, maka diperkirakan pH cairan rumen menurun sehingga mempengaruhi aktifitas mikroba.

Produksi VFA terlihat meningkat dengan nyata (P < 0.05) sejalan dengan meningkatnya suplementasi kromium. Hal ini menunjukkan bahwa kromium essensial bagi mikroba rumen. Suplementasi kromium menghasilkan produksi VFA (mM) dalam kisaran normal dan layak bagi kelangsungan hidup mikroba rumen ternak ruminansia besar, yakni antara 80–160 mM (Suryapratama 1999).

Bobot Badan, Konsumsi dan Konversi Ransum

Dengan bertambahnya umur dan bobot badan, konsumsi pakan terus meningkat sesuai dengan peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi dan efisiensi pakan per-ekor selama 9 minggu penelitian terlihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum sapi perlakuan. Perlakuan PBB (kg/ekor/63 hr) PBBH (g/ekor/ hr) Konsumsi Ransum (g BK) Konversi Ransum Cr-Pic 0 25.67 a + 1.69 407.33 a + 9.74 5988 a + 18.55 0.18 a + 0.03 Cr-Pic 1,5 28.33 ab + 1.25 449.67ab + 11.89 6199 b + 20.67 0.19 a + 0.06 Cr-Pic 3,0 30.00 b + 0.82 476.00 b + 7.78 6214 b + 21.82 0.21 a + 0.07 Cr-Pic 4,5 29.67 b + 1.24 470.67 b + 6.13 6231 b + 25.39 0.20 a + 0.04 Rataan 28.47 + 1.88 450.83 + 31.21 6158 + 98.80 0.19 + 0.02

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Pertambahan bobot badan yang semakin tinggi diduga karena naiknya konsumsi pakan sehingga dapat menaikkan konversi penggunaan ransum, hal ini menunjukkan bahwa kromium pikolinat murni yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik dan efisien oleh ternak percobaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan sapi pada perlakuan Cr-Pic 3.0 dan Cr-Pic 4.5 lebih besar (P < 0,05) dibandingkan sapi-sapi tanpa perlakuan (kontrol), sedangkan kromium kadar rendah (Cr-Pic 1.5) hanya sedikit (P > 0,05) menaikan pertambahan bobot badan (10.5 %). Begitu juga antara sapi pada perlakuan Cr-Pic 3.0 dengan Cr-Pic 4.5 dan dengan Cr-Pic 0 walaupun terlihat meningkat namun tidak menunjukkan perbedaan pertambahan bobot badan yang nyata.

Pertambahan bobot badan sapi percobaan pada perlakuan Cr-Pic 3.0 paling tinggi sedangkan urutan berikutnya adalah perlakuan Cr-Pic 4.5; Cr-Pic 1.5 dan Cr- Pic 0 (Tabel 8) masing-masing dengan perbedaan sebesar 1.1 % (5 g); 5.9% (26 g) dan 16.9% (69 g) per hari. Pertambahan bobot badan sapi perlakuan Cr-Pic 4.5 lebih besar dibandingkan dengan pertambahan bobot badan sapi perlakuan Cr-Pic 1.5 dan Cr-Pic 0, masing-masing sebesar 4.7% (21 g) dan 15.6% (63 g) diatas nilai pada perlakuan Cr-Pic 4.5, sedangkan pertambahan bobot badan sapi pada perlakuan Cr-Pic 1.5 adalah 10.4 % (42 g) lebih besar dibandingkan sapi Cr-Pic 0 (kontrol).

Keadaan tersebut menunjukan bahwa suplementasi kromium pikolinat murni sebesar 3.0 ppm dalam ransum sapi perah dara yang dipelihara di dataran rendah memberikan pertambahan bobot badan lebih besar dibandingkan dengan

suplementasi 4.5 ppm dan 1.5 ppm pada kondisi yang sama-sama mendapat cekaman panas.

Berdasarkan penampilan pertambahan bobot badan yang nyata meningkat antara Cr-Pic 0 dan Cr-Pic 1.5 dengan Cr-Pic 3.0 dan Cr-Pic 4.5 serta konsumsi pakan yang juga meningkat dengan nyata antara Cr-Pic 0 dan Cr-Pic 1.5 dengan Cr- Pic 3.0 dan Cr-Pic 4.5, menyebabkan efisiensi pakan sapi-sapi pada perlakuan Cr- Pic 3.0 dan Cr-Pic 4.5 nyata lebih besar (P < 0,05) dibandingkan Cr-Pic 0 dan Cr-Pic 1.5. Namun efisiensi pakan sapi-sapi pada perlakuan Cr-Pic 3.0 dengan Cr-Pic 4.5 dan Cr-Pic 0 dengan Cr-Pic 1.5 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai efisiensi pakan pada penelitian ini berkisar 0.18 dan 0.21 sesuai dengan hasil penelitian Ermanto (1995) bahwa sapi PFH muda yang mendapatkan berbagai perlakuan pakan, efisiensi pakan yang ditampilkan berkisar 0.17 dan 0.23.

Suplementasi mineral kromium pikolinat murni kedalam ransum sebesar 3.0 dan 4.5 ppm ternyata dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan dengan nyata (P < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya suplementasi kromium pikolinat murni, pengaruh cekaman panas (stress) akibat lingkungan yang panas dapat mempengaruhi ternak untuk menurunkan kondisi stress. Temperatur yang tinggi akan menurunkan konsumsi pakan dan bobot badan, dengan adanya suplementasi kromium pikolinat murni, ternyata pengaruh suhu tinggi yang mengakibatkan terjadinya stress akibat cekaman panas dapat berkurang sehingga konsumsi pakan dan bobot badan dapat meningkat. Hal ini sama dengan pendapat Pollard et al. (2000) yang menyatakan bahwa suplementasi kromium organik dapat memperbaiki penampilan ternak. Menurut Mowat (1994a) penambahan mineral kromium dapat meningkatkan pertambahan bobot badan hingga 30% tergantung pada tingkat stress (keadaan nutrisi, lingkungan dan penyakit).

Konsentrat dalam percobaan ini mengandung pati (polar, dedak, bungkil sawit) yang diduga akan dihidrolisis di usus menjadi glukosa untuk diserap oleh darah. Dalam keadaan normal bertambahnya glukosa dalam darah akan meningkatkan sekresi hormon insulin (Yang et al. 1996) yang memasukkannya ke dalam sel jaringan tubuh, sehingga kadar glukosa dalam darah menjadi normal. Namun, karena protein rumput rendah (< 6%), tidak mendukung hidup pokok (kebutuhan mikroba), yang seharusnya kandungan protein kasar = 7-8%, konsentrat

ransum ini belum dapat dijadikan pedoman untuk pertumbuhan yang maksimal. Dalam keadaan ini kromium masih menaikan kecernaan dan konsumsi pakan, dan uptake glukosa dari darah sehingga menaikkan pertambahan bobot badan. Dalam manipulasi kondisi rumen seperti defaunasi pemberian probiotik dan lain-lain (Van Soest et al. 1991), sering dijumpai perubahan-perubahan nyata bila ransum bermutu rendah. Tidak diketahui pengaruh kromium ini pada pakan yang bermutu tinggi, apakah dapat menaikkan konsumsi, ataukah berpotensi menghasilkan substrat penghasil energi akibat meningkatnya fermentasi di rumen.

Suplementasi kromium pikolinat murni bermanfaat menurunkan stress

(Mowat 1994). Bukti lain yang mendukung adanya stress pada penelitian ini ditunjukan pada kandungan glukosa darah yang tinggi (Tabel 12). Utilisasi zat makanan melalui pengambilan glukosa oleh sel dalam kondisi tersebut sangat tinggi sehingga suplementasi kromium menjadi efektif.

Suhu Tubuh Ternak

Suhu tubuh merupakan perwujudan dari suhu organ-organ di dalam tubuh serta organ-organ di luar tubuh. Rataan suhu tubuh pada pagi hari (pukul 06.00) berkisar antara 38.05 dan 39.760C (Tabel 9) masih berada dalam kisaran suhu tubuh normal yaitu antara 38.00–39.800C (Williamson & Payne 1978). Namun lebih tinggi dari suhu tubuh normal sapi FH hasil perhitungan Purwanto et al. (1995) yaitu berkisar antara 38.32 dan 38.630C (suhu udara berkisar 12 dan 240C) dan juga lebih tinggi dari hasil pengukuran Kibler (1962) yaitu 38.750C dan 38.970C (suhu ruang berkisar 100C dan 26.670C) maupun Sastry (1980) dan Thomas (1980) yaitu sekitar 38.90C, sedangkan suhu tubuh waktu siang hari cendrung diatas suhu tubuh normal, yaitu berkisar 40.010C dan 41.370C. Keadaan tersebut menunjukan bahwa sapi- sapi penelitian mendapat cekaman panas waktu siang hari nyata lebih besar dibandingkan dengan waktu pagi hari yang ditunjukkan dengan keadaan suhu lingkungan yang lebih besar (Tabel 7), sehingga suhu tubuh siang hari nyata lebih panas.

Besarnya cekaman panas yang dicerminkan oleh nilai suhu tubuh sebagian dipengaruhi oleh suhu kulit. Namun demikian, kulit berperan penting dalam menerima ransangan panas atau ransangan dingin untuk dihantarkan ke susunan syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus anterior bagian pre optic. Ransangan suhu tersebut diteruskan ke pusat pengatur panas yang juga di hipotalamus untuk

melakukan usaha-usaha penurunan perolehan atau pembuangan panas (Ganong 1983). Panas yang diterima kulit berbeda pada waktu pagi dan siang hari, maka berpengaruh pula terhadap banyaknya perolehan panas, sehingga akan menyebabkan perbedaan pada suhu tubuh. Keadaan tersebut terlihat bahwa suhu tubuh pada waktu pagi hari lebih rendah dibandingkan pada waktu siang hari.

Tabel 7 Rataan suhu tubuh sapi-sapi perlakuan pada waktu pagi dan siang hari. Waktu Pengamatan Perlakuan Pagi Siang Rataan ... ( OC ) ... Cr-Pic 0 39.76 a + 0.29 41.37 + 0.17 40.57 Cr-Pic 1.5 39.19 a + 0.18 41.12 + 0.21 40.16 Cr-Pic 3.0 38.05 b + 0.23 40.01 + 0.28 39.03 Cr-Pic 4.5 38.72 b + 0.25 40.44 + 0.26 39.58 Rataan 38.93 + 0.63 40.74 + 0.54 39.84

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan suhu tubuh pada pagi hari adalah 38.93OC lebih rendah 1.81OC dibandingkan suhu tubuh pada siang hari. Pada pagi hari keadaan masih nyaman dengan nilai ISK 72.45 pada pukul 06.00 sedangkan pada siang hari rataan suhu tubuh meningkat 1.81OC dibandingkan suhu tubuh pada pagi hari. Hasil perhitungan suhu tubuh sapi-sapi penelitian pada waktu pagi dan siang hari menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan suplementasi kromium pikolinat murni menyebabkan terjadinya perbedaan suhu tubuh. Hal tersebut terlihat bahwa suhu tubuh sapi-sapi yang diberi suplementasi kromium pikolinat murni level 4.5 ppm menghasilkan pengurangan cekaman panas dengan cara menurunkan suhu tubuh pada siangnya menjadi 40.01–40.44OC, yang semula 41.37OC. Dalam level rendah (1.5 ppm) kromium tidak seberapa memperbaiki kenyaman suhu tubuh dari cekaman panas (Tabel 7). Pada pukul 14.00 siang hari rataan suhu lingkungan adalah 40.24OC, nilai ISK mencapai 84.50 sehingga keadan ini sudah tidak nyaman lagi bagi ternak.

Denyut Jantung Ternak

Rataan frekuensi denyut jantung sapi penelitian bervariasi antara 78.41– 80.11 kali per menit untuk pagi hari dan 89.03–91.33 kali per menit untuk siang hari. Denyut jantung sapi penelitian pada pagi hari masih dalam kisaran denyut jantung normal. Menurut Worstell dan Brody (1953) bahwa kisaran normal denyut jantung sapi yaitu antara 66–90 kali per menit dan lebih besar dibandingkan denyut jantung sapi dara FH yang dipelihara ruangan bersuhu netral sesuai laporan Kibler (1962), yaitu antara 73 dan 74 kali per menit (suhu ruangan 26.67OC) maupun Purwanto et al. (1995) yaitu antara 61 dan 67 kali per menit (suhu ruangan 24OC). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sapi-sapi percobaan menderita cekaman panas.

Pada Tabel 8 terlihat bahwa rataan frekuensi denyut jantung tertinggi (91.33 kali per menit) terdapat pada kelompok tanpa suplementasi kromium pikolinat murni (Cr-Pic 0) waktu siang hari, sedangkan rataan terkecil pada kelompok perlakuan suplementasi kromium pikolinat murni 4.5 ppm waktu pagi hari (78.41 kali per menit). Perbedaan ini diakibatkan karena perbedaan suhu lingkungan yang berbeda pula antara pagi dan siang.

Tabel 8 Rataan denyut jantung sapi-sapi perlakuan pada waktu pagi dan siang hari. Waktu Pengamatan

Perlakuan

Pagi Siang

Rataan

... ( kali per menit ) ...

Cr-Pic 0 80.11 a + 0.42 91.33 a + 0.54 85.72 Cr-Pic 1.5 79.82 ab + 0.37 90.87 a + 0.36 85.35 Cr-Pic 3.0 78.98 bc + 0.48 88.94 b + 0.43 83.96 Cr-Pic 4.5 78.41 c + 0.39 89.03 b + 0.44 83.72

Rataan 79.33 + 0.67 90.04 + 1.07 84.69 + 0.86

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Frekuensi denyut jantung sapi-sapi penelitian pada siang hari menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P< 0.01) akibat suplementasi kromium pikolinat murni sebesar 3.0 dan 4.5 ppm. Keadaan tersebut menyebabkan respon termoregulasi (suhu permukaan kulit), suhu rektal dan frekuensi pernafasan berbeda, sehingga denyut jantung juga berbeda. Sapi yang ada di dalam kandang dengan cekaman panas yang tinggi, frekuensi denyut jantung akan lebih tinggi apabila mengkonsumsi

pakan dalam jumlah yang banyak (konsumsi energi) (Purwanto et al. 1993a). Peningkatan denyut jantung tersebut merupakan upaya peningkatan fungsi jantung untuk mendistribusikan hasil metabolisme pakan yang dikonsumsi maupun karena aktifitas makan itu sendiri (Ganong 1983). Tetapi antara suplementasi 1.5 ppm dengan 3.0 ppm tidak menunjukkan perbedaan.

Frekuensi Pernafasan Ternak

Rataan frekuensi pernafasan sapi penelitian terlihat pada Tabel 9. Hasil pengamatan pagi hari berkisar antara 46.31–49.67 kali per menit masih dalam kisaran frekuensi pernafasan normal sapi FH sesuai laporan Kibler (1962) yaitu berkisar antara 37–59 kali per menit (suhu ruang 20OC–26.67OC). Namun hasil pengukuran frekuensi pernafasan siang hari berkisar 62.99–65.82 kali per menit cendrung lebih tinggi dari keadaan normal. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sapi-sapi penelitian berusaha membuang panas melalui pernafasan pada waktu siang hari lebih besar dibandingkan pagi hari.

Tabel 9 Rataan frekuensi pernafasan sapi-sapi perlakuan pada waktu pagi dan siang hari.

Waktu Pengamatan Perlakuan

Pagi Siang

Rataan

... ( kali per menit ) ...

Cr-Pic 0 49.67 a + 0.33 65,82 a + 0.33 57.75 Cr-Pic 1.5 48.21 ab + 1.01 64.48 a + 0.59 56.35 Cr-Pic 3.0 46.31 ab + 1.00 60.03 b + 0.63 53.17 Cr-Pic 4.5 47.45 b + 0.57 62.99 c + 0.76 55.22

Rataan 47.91 + 1.22 63.33 + 1.15 55.62 + 1.68

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Hal ini menunjukkan bahwa beban panas yang diterima sapi-sapi di dalam kandang perlakuan pada waktu siang hari lebih tinggi dibandingkan pagi hari. Akibatnya sapi-sapi yang ada di dalam kandang melakukan usaha pelepasan panas melalui mekanisme evaporative heat loss waktu siang hari lebih tinggi diban- dingkan dengan waktu pagi hari.

Rataan frekuensi pernafasan sapi-sapi pada waktu siang hari dicatat (63.33 + 1.22 kali permenit) lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran di pagi hari (47.91 +

1.22 kali permenit). Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa semakin tinggi suhu udara akan semakin meningkatkan pula tambahan panas yang diterima sapi- sapi di dalamnya (Kibler & Broody 1953; Purwanto et al. 1995), sehingga sapi-sapi berusaha meningkatkan pembuangan panas tubuh dengan melakukan penurunan volume tidal (volume inspirasi dan ekspirasi). Akibat dari keadaan tersebut terjadi peningkatan frekuensi pernafasan (Kibler & Broody 1953; Broody 1956; Robertshaw 1985; Purwanto et al. 1995).

Proses utama untuk membuang panas pada sapi-sapi yang ada di dalam cekaman panas adalah dengan mekanisme evaporative heat lost yaitu melalui kelenjer keringat di kulit (sweating) dan pernafasan (panting) (McLean & Calvert 1972). Apabila sapi-sapi menerima panas lebih besar dari usaha pelepasannya, maka sapi berusaha membuang tambahan panas (heat gain) ke luar tubuh dengan cara memindahkan panas dari organ-organ di dalam tubuh ke bagian terluar dari organ tubuh terutama adalah kelenjer keringat di kulit dan kelenjer mukosa di sepanjang saluran pernafasan (Ganong 1983; Purwanto et al. 1995).

Suhu udara sekeliling yang tinggi akan berakibat pada peningkatan reaksi fisiologis tubuh untuk menyesuaikan diri terhadap suhu udara sekeliling yang tinggi. Dalam hal ini antara lain terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan denyut jantung. Meningkatnya frekuensi pernafasan adalah reaksi fisiologis tubuh untuk mengatasi kenaikan suhu tubuh. Sedangkan meningkatnya frekuensi denyut jantung adalah untuk mempercepat pengaliran darah yang berfungsi sebagai transportasi oksigen dan panas (Mullick et al. 1952). Appleman & Delouche (1958) menyatakan bahwa, suhu udara dalam kandang yang lebih dari 30OC, disamping akan berakibat pada penurunan konsumsi energi, juga mengakibatkan penggunaan energi yang tidak efisien lagi, karena sejumlah energi yang seyogyanya digunakan untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi susu terpaksa digunakan untuk reaksi-reaksi fisiologik tubuh. Whyte (1957) mengutarakan bahwa, energi yang tersedia terlebih dahulu digunakan untuk kebutuhan pokok dan selebihnya baru digunakan untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi susu.

Kadar Glukosa Darah.

Pengaruh perlakuan terhadap kadar glukosa darah diperlihatkan pada Tabel 10. Kadar glukosa darah dari sapi-sapi penelitian diukur sebanyak 2 kali. Darah diambil pada pagi hari jam 09.00 dimana sapi-sapi penelitian sebelumnya

dipuasakan selama 12 jam yaitu mulai dari jam 20.00 malam sampai jam 09.00 pagi dan darah diambil pada siang hari jam 13.00 yaitu pada saat suhu lingkungan tinggi. Pengambilan darah yang kedua ini sapi-sapi penelitian sudah diberi makan selama 3 jam.

Tabel 10 Rataan kandungan glukosa darah sapi-sapi perlakuan sebelum dan sesudah diberi makan.

Waktu Pengambilan Darah Perlakuan

Sebelum diberi makan Sesudah diberi makan

Rataan ... ( mg / dl ) ... Cr-Pic 0 86.39 a + 0.33 91.56 a + 0.33 88.98 Cr-Pic 1.5 85.82 a + 1.01 88.36 b + 0.59 87.09 Cr-Pic 3.0 81.71 b + 1.00 82.88 c + 0.63 82.30 Cr-Pic 4.5 83.75 c + 0.57 85.63 d + 0.76 84.69 Rataan 84.42 + 1.22 87.11 + 1.15 85.77 + 1.68

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan glukosa darah sapi-sapi penelitian yang dipuasakan selama 12 jam antara perlakuan Cr-Pic 0 (86.39 mg/dl) dengan Cr-Pic 1.5 (85.82 mg/dl) walaupun terlihat menurun sebesar 0.57 mg/dl (0.66%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi antara Cr-Pic 0 dengan Cr-Pic 3.0 (81.71 mg/dl) dan dengan Cr-Pic 4.5 (83.75 mg/dl) nyata menurunkan kandungan glukosa darah sebesar 4.68 mg/dl (5.73%) dan 2.64 mg/dl (3.15%) (P < 0.05). Tetapi antara perlakuan Cr-Pic 3.0 dengan Cr-Pic 4.5, kandungan glukosa darah ternyata meningkat dengan nyata (P < 0.05) sebesar 2.04 mg/dl (2.5%).

Pada siang hari, kandungan glukosa darah sapi-sapi penelitian sesudah diberi makan selama 3 jam, terlihat bahwa antara masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Antara perlakuan Cr-Pic 0 (91.56 mg/dl) dengan Cr-Pic 1.5 (88.36 mg/dl), Cr-Pic 3.0 (82.88 mg/dl) dan Cr-Pic 4.5 (85,63 mg/dl) nyata menurunkan kandungan glukosa darah sapi-sapi penelitian sebesar 3.20 mg/dl (3.6%), 8.68 mg/dl (10.47%) dan 5.93 mg/dl (6.93%). Begitu juga antara Cr-Pic 1.5 dengan Cr-Pic 3.0 dan Cr-Pic 4.5, nyata menurunkan kandungan glukosa darah sebesar 5.48 mg/dl (6.61%) dan 2.73 mg/dl (3.19%) (P < 0.05), sedangkan antara Cr-Pic 3.0 dengan Cr-Pic 4.5 ternyata kandungan glukosa darah sapi meningkat dengan nyata (P < 0.05) sebesar 2.75 mg/dl (3.32%). Keadaan tersebut

menunjukan bahwa suplementasi kromium pikolinat murni sebesar 3.0 ppm dalam ransum sapi perah dara yang dipelihara di dataran rendah memberikan tingkat kandungan glukosa darah yang terkecil dibandingkan suplementasi 1.5 ppm dan 4.5 ppm pada kondisi dimana sapi-sapi perlakuan sama-sama sebelum dan sesudah diberi makan.

Hasil penelitian ini sama dengan pendapat Evock at al. (1993) yang menyatakan bahwa suplementasi kromium organik dalam pakan dapat menurunkan kadar glukosa plasma darah, sedangkan Amoikon at al. (1995) melaporkan bahwa penambahan kromium organik pakan tidak menurunkan kandungan glukosa plasma darah melainkan mempercepat laju penurunan kadar glukosa plasma darah. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa suplementasi kromium organik murni 1.5–4.5 ppm efektif mengubah status fisiologis sapi selama masa pertumbuhan maupun pemulihan dan suplementasi kromium pikolinat murni yang terbaik terdapat pada perlakuan suplementasi 3.0 ppm dalam ransum sapi perah dara yang dipelihara di dataran rendah. Lindermann et al. (1995a) melaporkan bahwa penambahan kromium dapat menurunkan N-urea darah sehingga yang terabsorsi menjadi lebih efisien untuk pembentukan protein dan perototan menjadi lebih baik. Hal serupa dilaporkan oleh Wenk (1995) bahwa penambahan kromium pikolinat 200 ppb nyata (P < 0.05) memperbaiki absorbsi nitrogen dan meningkatkan retensi nitrogen serta meningkatkan (P < 0.01) daya cerna bahan kering.

Konsentrasi Hormon Tiroksin

Hormon tiroksin memegang peranan penting dalam pengaturan metabolisme tubuh secara keseluruhan. Meningkatnya kadar tiroksin akan menyebabkan peningkatan laju metabolisme. Dalam keadaan kadar tiroksin meningkat, seekor ternak berada dalam kondisi tidak nyaman bila keadaan lingkungan panas dan sebaliknya, akan lebih tahan pada keadaan lingkungan yang dingin (Djojosoebagio 1990). Tiroksin dengan bentuk aktif sebagai triiodotironine (T3) dan tetraiodotironine (T4), mempunyai peranan dalam fungsi fisiologis tubuh.

Rataan konsentrasi hormon T3 dan T4 dalam serum darah sapi penelitian disajikan pada Tabel 11. Rataan konsentrasi hormon T3 dalam serum darah sapi penelitian yang sudah dipuasakan selama 12 jam (pengambilan darah pagi hari jam 09.00) berkisar antara 0.77–0.87 ng/ml dan 0.89–1.02 ng/ml untuk sapi-sapi

penelitian yang darahnya diambil 3 jam sesudah makan (pengambilan darah siang hari jam 13.00).

Perbedaan suplementasi kromium pikolinat murni dalam pakan perlakuan tidak menyebabkan perbedaan konsentrasi hormon T3, namun terjadi peningkatan konsentrasi hormon T3 sebesar 0.02 ppm (2.59%) pada perlakuan suplementasi 1.5 ppm dan 0.10 ppm (12.99%) pada perlakuan suplementasi 3.0 ppm serta 0.06 ppm (7.79%) pada perlakuan suplementasi 4.5 ppm. Tidak berbedanya konsentrasi

Dokumen terkait