• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Banding Kualitas Semen Segar Spermatozoa antar Rumpun Ayam Lokal Hasil pengamatan karakteristik semen segar terdapat perbedaan kualitas semen segar antara berbagai rumpun. Secara makroskopis, volume semen pada ayam kampung (0.20±0.01mL) dan volume semen ayam pelung (0.22±0.01 mL) lebih besar (P<0.01) dibanding volume semen ayam silangan kampung broiler (0.13±0.01 mL) dan volume pada ayam sentul (0.13±0.01 mL). Sedangkan pada pH, kekentalan dan warna pada keempat rumpun ayam lokal tidak memperlihatkan perbedaan. Semen segar pada semua rumpun ayam yang digunakan dalam penelitian mempunyai kualitas baik dan berada pada kisaran normal.

Secara mikroskopis keempat rumpun ayam tersebut memiliki gerakan massa yang baik, gerakan massa mencerminkan gerakan individu spermatozoa. Semakin

10

aktif dan semakin banyak spermatozoa yang bergerak ke depan, semen akan mempunyai kualitas yang semakin baik (semakin tebal dan pergerakannya semakin cepat). Persentase motilitas spermatozoa ayam kampung, ayam sentul, ayam pelung yang lebih besar (P<0.01) dari motilitas ayam silangan kampung broiler. Namun keempat rumpun ayam lokal ini masih berada dalam kisaran motilitas yang normal yaitu > 70% (Dumpala et al. 2006). Motilitas spermatozoa merupakan salah satu indikator ukuran kemampuan spermatozoa membuahi ovum dalam proses fertilisasi.

Tabel 6 Karakteristik semen segar ayam kampung, ayam silangan kampung broiler, sentul, dan pelung

Rumpun Ayama

Karakteristik Semen Kampung KB Sentul Pelung

Makroskopis

Volume (mL) 0.20±0.01A 0.13±0.01B 0.13±0.01B 0.22±0.01A

pH 7.06±0.03 7.31±0.06 7.07±0.04 7.06±0.04

Warna Putih Putih Putih Putih

Kekentalan Kental Kental Kental Kental

Mikroskopis

Gerakan massa 3.11A±0.11 2.33±0.16B 3.00±0.00A 3.00±0.00A Motilitas (%) 83.88 ± 0.61A 76.66±1.66B 83.33±1.86A 85.55±1.01A Viabilitas (%) 91.14 ±0.72 88.12±1.24 92.36±1.51 90.97±0.86 Konsentrasi(Juta mL-1) 3 126± 84.22a 2 623±51.1b 2 957±1.09ab 3 193±1.55a KPE* (juta ejakulasi-1) 641.74±56.9A 361.04±45B 376.88±36B 706.4±48.5A Abnormalitas (%) 7.33 ± 0.91A 13.44±0.70C 7.05±0.51A 10.49±0.15B Abnormalitas primer 1.43 ± 0.27 4.41±1.01 1.09±0.37 2.75±0.09 Abnormalitas sekunder 5.90 ± 0.85A 9.03±0.63B 5.06±0.29A 7.74±0.11B

a

Huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (Huruf besar berbeda sangat nyata (P<0.01). Huruf kecil menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). KPE*: Konsentrasi spermatozoa ejakulasi-1.

Viabilitas spermatozoa ayam kampung (91.14±0.72%), ayam silangan kampung broiler (88.12±1.24%), ayam sentul (92.36±1.51%), dan ayam pelung (90.97±0.86%) tidak memiliki perbedaan. Hasil penelitian viabilitas spermatozoa semen keempat rumpun ini, lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas spermatozoa semen ayam parent stock yaitu hanya 82.3±5.9% (Castillo et al. 2010), juga lebih besar daripada hasil penelitian semen ayam kampung hasil penelitian Dadang et al. (2007) yaitu 86%. Persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dari pada spermatozoa motil karena dari jumlah spermatozoa yang hidup belum tentu semuanya motil progresif (Kostaman dan Sutama 2006).

Konsentrasi spermatozoa ayam kampung (3 126±84.22 juta mL-1), ayam sentul (2 957±1.09 juta mL-1), dan ayam pelung (3 193±1.55 juta mL-1) lebih tinggi (P<0.05) dari konsentrasi spermatozoa pada ayam hasil persilangan kampung broiler (2 623±51.09 juta mL-1). Konsentrasi spermatozoa ayam kampung, ayam sentul, dan ayam pelung lebih besar dibandingkan ayam domestik 2 730 juta mL-1 dan ayam bantam 1 830 juta mL-1 (Malik et al. 2013).

Nilai konsentrasi spermatozoa ejakulasi-1 ayam pelung lebih tinggi dari ketiga rumpun ayam lokal lainnya (Tabel 6). Ayam pelung memiliki kemampuan membuahi ayam betina lebih banyak dibandingkan ketiga rumpun ayam lokal

11 lainnya. Ayam pelung dengan konsentrasi spermatozoa 706.47±48.5 juta ejakulasi-1 dan motilitas 85.55±1.01% mampu membuahi ayam betina sebanyak 12 ekor. Perhitungan tersebut dengan jumlah spermatozoa untuk satu kali IB sebanyak 50 juta seekor ayam betina.

Total abnormalitas spermatozoa ayam kampung (7.33±0.91%) dan ayam sentul (7.05±0.51%) lebih rendah dibanding abnormalitas spermatozoa ayam pelung (10.49±0.15%) maupun abnormalitas spermatozoa ayam silangan kampung broiler (13.44±0.70%). Nilai ini cukup kecil dibandingkan laporan Iskandar et al., (2006) abnormalitas spermatozoa 14.75 % pada ayam Arab dan 15.50% pada ayam pelung (Widya et al. 2013). Abnormalitas primer keempat rumpun ayam hasil penelitian tidak memperhatikan perbedaan.

Abnormalitas sekunder pada spermatozoa ayam kampung (5.90±0.85%) dan ayam sentul (5.06±0.29%) lebih rendah P(<0.01) dibanding abnormalitas spermatozoa pada ayam silangan kampung broiler (9.03±0.63%) dan ayam pelung (7.74±0.11%). Bentuk abnormal dari spermatozoa pada penelitian ini kebanyakan abnormalitas sekunder seperti ekor bergulung, leher patah, dan leher putus dan ekor berganda. Abnormalitas sekunder disebabkan perlakuan ketika pembuatan preparat ulas dan faktor lingkungan lainnya (Solihati et al. 2008). Sedangkan menurut Arifiantini et al. (2005) spermatozoa abnormal biasanya disebabkan karena ketidakseimbangan nutrisi dan endokrin.

Abnormalitas spermatozoa yang tinggi dapat memengaruhi fertilitas. Morrel et al. (2008) melaporkan bahwa angka fertilitas berkorelasi kuat dengan morfologi normal spermatozoa. Hal tersebut disebabkan karena spermatozoa abnormalitas kesulitan dalam menembus zona pelucida (Mitchell et al. 2006). Hal ini sesuai oleh Saacke (2008) menyatakan spermatozoa dengan abnormalitas bagian kepala akan menghasilkan embrio berkualitas rendah dan mudah berdegenerasi.

Kerusakan membran pada bagian kepala akan menyebabkan enzim yang berfungsi untuk fertilisasi keluar dan spermatozoa kehilangan fertilitasnya, meskipun secara fungsional enzim dan materi genetik masih ada. Bagian kepala spermatozoa membawa materi genetik dan enzim yang akan berfungsi pada saat spermatozoa menembus ovum dan lapisan-lapisan sel yang melindunginya. Sebaliknya kerusakan spermatozoa pada bagian ekor menyebabkan spermatozoa akan kehilangan kemampuan untuk bergerak. Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher, tengah, utama dan ujung. Ekor spermatozoa mengandung axonema yang ditutupi oleh membran plasma dimana axonema tersebut bertanggung jawab terhadap motilitas spermatozoa.

Kualitas Semen Beku Ayam Kampung dengan Konsentrasi DMSO pada Pengencer Ringer Laktat dan Kuning Telur

Pengujian kualitas semen pada penelitian ini dilakukan pada semen segar, setelah ekuilibrasi dan setelah thawing. Hasil penelitian menunjukkan sampai dengan setelah ekuilibrasi, konsentrasi DMSO yang ditambahkan dalam pengencer RLKT tidak memengaruhi motilitas spermatozoa. Nilai motilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi antara 70.00-73.89%. Viabilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi menunjukkan konsentrasi DMSO 7% (85.74±1.07%) paling tinggi (P<0.01) dibandingkan penggunaan DMSO 5% (80.35±1.32%) dan DMSO 9% (78.73±1.51%). Mondal et al. (2010) melaporkan sesudah pembekuan

12

spermatozoa akan mengalami penurunan kualitas spermatozoa. Pembentukan kristal es selama proses pembekuan merupakan salah satu faktor utama penyebab kerusakan membran spermatozoa. Salah satu kerusakan pada spermatozoa selama proses pembekuan adalah terjadinya peroksidasi lipid (Waluyo 2006). Kerusakan spermatozoa berdampak pada penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa. Motilitas dan viabilitas spermatozoa merupakan parameter yang sangat diperhatikan pada evaluasi spermatozoa. Kerusakan spermatozoa pada pembekuan semen akibat proses pembekuan yang melewati berbagai suhu ekstrim (Nebel 2007).

Tabel 7 Kualitas semen beku ayam kampung pada berbagai tahapan pembekuan dalam pengencer ringer laktat kuning telur pada berbagai dosis DMSO

Tahapan pembekuan Konsentrasi DMSO (%)a

5 7 9 Semen segar Motilitas (%) 83.89±0.61 83.89±0.61 83.89±0.61 Viabilitas (%) 91.14±0.72 91.14±0.72 91.14 ±0.72 Setelah ekuilibrasi Motilitas (%) 71.67±2.76 73.89±1.11 70.00±2.35 Viabilitas (%) 80.35±1.32B 85.74±1.07A 78.73 ±1.51B Setelah thawing Motilitas (%) 28.89±2.20b 37.22±1.30a 32.96±2.09b Viabilitas (%) 45.63±1.80b 54.47±1.96a 48.64 ± 1.92b Recovery rate (RR) 34.36±2.50b 44.45±1.78a 39.21±2.28ab a

Huruf berbeda yang mengikuti angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan (Huruf besar berbeda sangat nyata (P<0.01) sedangkan huruf yang kecil menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05).

Kualitas semen beku setelah thawing menunjukkan motilitas (37.22±1.30%) dan viabilitas spermatozoa (54.47±1.96% ) pada pengencer yang diberi DMSO 7% paling tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan penambahan 9% ataupun 5% dan tidak terdapat perbedaan antara DMSO 9 dan 5% (Tabel 7). Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan Makhafola et al. (2009) pada penelitiannya menggunakan DMSO 5% ayam white lenghorn menghasilkan motilitas 20%; ayam avambo 35%; dan ayam potchefstrom koekoek 30%. Terbaiknya konsentrasi DMSO 7% pada penelitian ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Han et al. (2005) pada semen itik dapat mencapai motilitas hingga 38.30%.

Prinsip terpenting dari pembekuan sel spermatozoa ialah pengeluaran air dari dalam sel sebelum terjadi pembekuan intraseluler. Bila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal es besar dalam sel yang dapat merusak sel itu sendiri dan bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat maka sel akan mengalami kekeringan sehingga sel mati. Proses kerja krioprotektan DMSO yaitu menggantikan air di dalam sel sehingga pada saat pembekuan tidak terbentuk kristal es yang berbahaya (Valerdi et al. 2009). Kuning telur yang ditambahkan pada pengencer juga berperan penting pula pada proses pembekuan semen ayam. Kandungan lesitin pada kuning telur mampu melindungi spermatozoa terhadap cold shock. Komponen lipid utama berupa kolestrol dalam kuning telur, serta struktur

13 lipoprotein kuning telur mirip dengan struktur membran plasma sehingga dapat melindungi membran sel spermatozoa.

Keberhasilan pembekuan selain dilihat dari kualitas semen setelah thawing juga dapat dinilai dari banyaknya spermatozoa yang berhasil pulih kembali dari proses pembekuan yang disebut recovery rate (RR). Semen dengan pengencer DMSO 7% lebih tinggi (44.45±1.78%) dibandingkan 5% (34.36±2.50%) dan DMSO 9% (39.21±2.28%). Sehingga dapat simpulkan bahwa spermatozoa yang dibekukan menggunakan pengencer DMSO 7% lebih banyak spermatozoa yang berhasil pulih setelah proses pembekuan. Krioprotektan dibutuhkan untuk mencegah pembentukkan kristal es, akan tetapi krioprotektan juga bersifat toksik pada saat ekuilibrasi dan setelah thawing. Spermatozoa ayam sangat mudah rusak karena bentuk morfologi kepala yang lonjong, sehingga pengencer dan konsentrasi DMSO yang tepat mutlak dibutuhkan.

Kualitas Semen Beku Ayam Sentul dengan Konsentrasi Gliserol pada Pengencer Ringer Laktat dan Kuning Telur

Semen yang telah dibekukan dengan menggunakan konsentrasi gliserol 5% secara deskriptif memiliki nilai motilitas, viabilitas, dan recovery rate lebih tinggi dari gliserol 7% dan 9%. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, faktor konsentrasi gliserol tidak memengaruhi kualitas semen beku yang dihasilkan walaupun terdapat variasi nilai (Tabel 8). Motilitas semen setelah ekuilibrasi dengan penambahan gliserol pada pengencer semen beku pada ayam berkisar 70-75% dan viabilitas setelah ekuilibrasi berkisar 85.61-88.12%. Sedangkan motilitas setelah thawing berkisar 27.96-34.26% dan viabilitas sebesar 43.53-50.09%. Tabel 8 Kualitas semen beku ayam sentul pada berbagai tahapan pembekuan

dalam pengencer ringer laktat kuning telur pada berbagai dosis gliserol Tahapan pembekuan Konsentrasi Gliserol (%)

5 7 9 Semen segar Motilitas (%) 83.33±1.86 83.33±1.86 83.33±1.86 Viabilitas (%) 92.36±1.51 92.36±1.51 92.36±1.51 Setelah ekuilibrasi Motilitas (%) 75.00±1.17 70.00±2.64 71.11±2.86 Viabilitas (%) 88.12±1.19 87.17±1.25 85.61±1.05 Setelah thawing Motilitas (%) 34.26±1.64 30.18±3.27 27.96±3.28 Viabilitas (%) 50.09±1.29 47.07±3.31 43.53±3.19 Recovery rate (RR) 41.36±2.32 36.08±3.78 33.54±3.90

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gliserol ke dalam pengencer ringer laktat kuning telur tidak memengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa setiap tahap pembekuan. Sesuai dengan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa gliserol berbeda tidak nyata terhadap persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa pada semua tahap pembekuan (Tabel 8). Begitupula penggunaan gliserol tidak memengaruhi kualitas semen beku setelah thawing dan

14

Recovery rate. Namun secara deskriptif didapatkan konsentrasi terbaik pada semua tahap pembekuan yaitu penggunaan gliserol 5%.

Kualitas Semen Beku Ayam Silangan Kampung Broiler dengan Konsentrasi DMA pada Pengencer Ringer Laktat dan Kuning Telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan DMA ke dalam pengencer ringer laktat kuning telur tidak memengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi. Sesuai dengan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa DMA berbeda tidak nyata terhadap persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena pada waktu ekuilibrasi belum terjadi penurunan temperatur yang drastis (dari suhu tubuh ke temperatur yang sangat rendah) sehingga efek perlindungan DMA belum terlihat.

Motilitas semen beku setelah thawing dengan penambahan DMA memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05). Penambahan DMA 9% ke dalam pengencer ringer laktat kuning telur menghasilkan persentase motilitas setelah thawing (24.44±1.66%) lebih besar dibanding DMA 5% (14.25±2.13%) dan DMA 7% (16.29±2.91%). Viabilitas setelah thawing dengan menggunakan DMA 9% (36.52±1.62%) lebih tinggi (P<0.01) dibanding DMA 5% (26.13±2.12%) dan DMA 7% (28.41±2.85%).

Tingginya persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa setelah thawing pada perlakuan penambahan DMA 9%, memperlihatkan bahwa penambahan DMA 9% dalam bahan pengencer yang lebih untuk menyediakan perlindungan kelangsungan hidup spermatozoa selama proses pembekuan. Semen dengan pengencer DMA 9% (31.58±2.31%) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan 5% (18.97±3.23%) dan DMA 7% (21.35±4.07%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa spermatozoa yang dibekukan menggunakan pengencer DMA 9% lebih banyak spermatozoa yang berhasil pulih setelah proses pembekuan.

Tabel 9 Kualitas semen beku ayam KB pada berbagai tahapan pembekuan pada pengencer ringer laktat kuning telur pada berbagai dosis DMA

Tahapan pembekuan Konsentrasi DMA (%)a

5 7 9 Semen segar Motilitas (%) 76.66±1.66 76.66±1.66 76.66±1.66 Viabilitas (%) 88.12±1.24 88.12±1.24 88.12±1.24 Setelah ekuilibrasi Motilitas (%) 51.11±2.73 52.77±1.21 56.11±2.16 Viabilitas (%) 76.25±0.71 75.50±1.00 76.93±0.47 Setelah thawing Motilitas (%) 14.25±2.13b 16.29±2.91b 24.44±1.66a Viabilitas (%) 26.13±2.12A 28.41±2.85B 36.52±1.62A Recovery rate (RR) 18.97±3.23b 21.35±4.07ab 31.58±2.31a a

Huruf berbeda yang mengikuti angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan (Huruf besar berbeda sangat nyata (P<0.01) sedangkan huruf kecil menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05).

15 Penggunaan DMA sebagai krioprotektan tidak terlalu efektif dalam mempertahankan kualitas semen beku. DMA tidak mampu melindungi kerusakan membran plasma, sebagai akibat terbentuknya peroksidasi lipid yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi membran. Sehingga ketika dicairkan kembali menyebabkan perubahan aktivitas protein dan perubahan permeabilitas terhadap air dan zat terlarut. Peroksidasi lipid akan meningkat pasca thawing karena spermatozoa yang dibekukan lebih rentan terhadap stres oksidatif daripada spermatozoa segar.

Gillan et al. (2004) dan Dziekonska et al. (2009) juga menyatakan bahwa pendinginan dan pemanasan kembali akan merusak lipoprotein yang ada pada membran spermatozoa. Perubahan struktur yang dihasilkan dalam membran sel spermatozoa setelah thawing terutama terkait dengan kemampuan untuk mengubah sumber energi. Hal ini memengaruhi metabolisme seluler dan fungsi spermatozoa seperti pada motilitas. Motilitas terjadi jika spermatozoa mempunyai membran yang berfungsi dengan baik untuk menghasilkan energi gerak.

Uji Banding Freezing Capability antar Empat Rumpun Ayam Lokal dalam Pengencer Ringer Laktat Kuning Telur Menggunakan Jenis Krioprotektan

Berbeda

Pada saat proses pembekuan dan thawing spermatozoa mengalami berbagai perubahan suhu dan tekanan osmotik sehingga menurunkan kualitas semen diantaranya adalah penurunan motilitas dan viabilitas. Jenis individu dan jenis krioprotektan sangat memengaruhi kualitas semen beku pada setiap tahap pembekuan (Cooter et al. 2005; Andrabi 2007; Clulow et al. 2008).

Motilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi tidak berbeda antara rumpun ayam lokal dengan nilai motil 68.44-70%. Gliserol 5% (74.58±0.96%) dan DMSO 7% (73.33±0.71%) memiliki nilai motil lebih besar (P<0.01) dibanding penggunaan jenis DMA 9% (60.83±1.92 %). Viabilitas spermatozoa setelah ekuilibrasi baik antara rumpun ayam maupun jenis krioprotektan yang digunakan menunjukkan perbedaan (P<0.01). Didapatkan hasil bahwa ayam sentul dan ayam pelung dengan penggunaan giserol 5% dan DMSO 7% merupakan yang terbaik pada penelitian ini.

Evaluasi kualitas semen sebelum dilakukan inseminasi merupakan ukuran kualitas yang sebenarnya dan dapat memberikan gambaran tingkat fertilitas yang akan dicapai. Ayam mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap cold shock dibanding spesies lainnya (Loomis dan Graham 2008). Pembekuan spermatozoa agar tercapai tingkat ketahanan yang tinggi, maka spermatozoa melewati periode adaptasi dahulu pada suhu 5o C. Tujuannya adalah memberikan kesempatan krioprotektan untuk melakukan penetrasi di membran plasma sel spermatozoa.

Kualitas spermatozoa setelah disimpan dalam nitrogen cair, disajikan pada Tabel 10. Motilitas setelah thawing untuk semen ayam sentul nyata (P<0.05) lebih tinggi (32.22%) daripada semen ayam KB (24.44%) sedangkan semen ayam kampung (28.33%) dan ayam pelung (28.70%) tidak berbeda antara keempat rumpun ayam lokal. Demikian pula dengan pengaruh konsentrasi gliserol 5% menunjukkan motilitas yang lebih tinggi (37.91%) dari penggunaan DMSO 7% (31.66%) dan penggunaan DMA 9% (15.69%). Penggunaan DMSO 7% juga memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan DMA 9% (P<0.01).

16

Tabel 10 Karakteristik semen beku berbagai rumpun ayam lokal dalam pengencer ringer laktat kuning telur pada jenis dan konsentrasi krioprotektan terbaik dari perlakuan

Kriopro Tektan

Rumpuna Rerata

Kampung KB Sentul Pelung

Semen segar

Motilitas 86.67±0.83A 83.33±0.83B 90.00±0.00C 85.0±0.0AB Viabilitas 95.33±1.28A 93.93±0.978A 95.90±0.29A 90.00±0.11B Setelah ekuilibrasi Motilitas Gliserol 5% 76.67±2.88 75.00±0.00 75.00±0.00 71.66±5.77 74.58±0.96A DMSO 7% 75.00±0.00 71.66±2.88 75.00±0.00 71.66±2.88 73.33±0.71A DMA 9% 58.33±2.88 60.00±8.66 58.33±7.63 66.66±5.77 60.83±1.92B Rerata 70.00±3.00 68.88±2.73 69.44±3.05 70.00±1.66 69.58±1.28 Viabilitas Gliserol 5% 84.20±2.68 78.80±1.64 81.16±2.05 80.43±5.35 81.15±0.99A DMSO 7% 83.56±0.70 74.26±5.57 83.73±2.41 81.00±3.89 80.64±1.46A DMA 9% 66.63±2.66 70.46±8.37 80.16±0.30 81.20±2.25 74.61±2.18B Rerata 78.13±2.94AB 74.51±2.08B 81.68±0.75A 80.87±1.17A 78.80±1.03 Setelah thawing

Motilitas

Gliserol 5% 42.77±7.51 31.66±1.66 45.55±10.04 31.66±7.63 37.91±2.61A DMSO 7% 27.78±3.47 25.55±2.54 37.22±6.73 36.11±6.30 31.66±1.97B DMA 9% 14.44±1.92 16.11±0.96 13.880.96 18.33±1.66 15.69±0.63C Rerata 28.33±4.33ab 24.44±2.32b 32.22±5.15a 28.70±3.1ab 28.42±1.91 Viabilitas Gliserol 5% 57.55±5.32 50.23±2.93 55.98±11.84 53.90±2.32 54.42±1.85A DMSO 7% 44.86±2.34 50.72±4.04 48.42±6.02 52.78±4.01 49.19±1.38B DMA 9% 45.12±2.98 44.02±6.94 41.61±5.24 40.88±1.60 42.91±1.26C Rerata 49.18±2.36 48.32±1.78 48.67±3.15 49.19±2.23 48.84±1.16 Osmotik* 252 255 277 272 a

Huruf berbeda yang mengikuti angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan (Huruf besar berbeda sangat nyata (P<0.01) sedangkan huruf yang kecil menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05). *Osmotik: Tekanan osmotik (mOsmol kg -1).

Motilitas merupakan salah satu parameter yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi fertilitas spermatozoa (Dziekonska et al. 2009). Motilitas spermatozoa juga berkaitan erat dengan viabilitas spermatozoa. Artinya, nilai persentase motilitas spermatozoa yang rendah akan menghasilkan nilai persentase viabilitas yang rendah. Begitu juga sebaliknya, nilai persentase motilitas spermatozoa yang tinggi akan menghasilkan nilai persentase viabilitas yang tinggi. Hal ini berarti nilai motilitas spermatozoa berpengaruh terhadap nilai viabilitas spermatozoa. Persentase motilitas spermatozoa yang tinggi mempunyai daya gerak yang progresif dan menghasilkan gerakan massa sehingga menunjukkan bahwa spermatozoa masih banyak yang hidup dan menghasilkan persentase viabilitas yang tinggi. Semen yang memiliki persentase motiltas spermatozoa yang rendah memiliki ketahanan hidup yang jelek.

Viabilitas spermatozoa setelah thawing pada semua rumpun ayam lokal tidak menunjukkan perbedaan dengan nilai 48.32-49.18%. Namun penggunaan jenis krioprotektan memengaruhi viabilitas semen setelah thawing. Penggunaan gliserol 5% memiliki nilai viabilitas (54.42%) lebih tinggi (P<0.01) daripada penggunaan DMSO 7% (49.19%) dan DMA 9% (42.91%). Penggunaan DMSO

17 7% juga memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan DMA 9% (P<0.01) dalam mempertahankan daya hidup spermatozoa selama penyimpanan.

Kematian spermatozoa terjadi karena sifat kimiawi spermatozoa yang menghasilkan metabolisme sel yang dapat menjadi racun bagi kehidupannya. Yulnawati dan Setiadi (2005) menjelaskan bahwa spermatozoa yang mati dan menjadi toksik terhadap spermatozoa lain yang masih hidup, sehingga secara umum viabilitasnya menjadi menurun. Keberadaan zat yang bersifat toksik baik yang berasal dari spermatozoa yang telah mati maupun yang berasal dari zat yang terkandung dari pengencer yang telah mengalami oksidasi akibat penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kadar radikal bebas yang dapat merusak keutuhan membran plasma spermatozoa. Begitupula pendapat Solihati et al. (2006) bahwa jumlah spermatozoa yang mati akan memengaruhi spermatozoa yang masih hidup selama proses penyimpanan.

Uji tekanan osmotik menunjukkan bahwa semen segar pada berbagai rumpun ayam lokal memiliki nilai kisaran 252-277 mOsmol kg-1. Pengujian tekanan osmotik berguna untuk menentukan penggunaan jenis krioprotektan yang digunakan pada pembekuan semen. Pengujian tekanan osmotik pada pengencer semen adalah 889-2 298 mOsmol kg-1 menunjukkan tekanan osmotik yang cukup tinggi dibandingkan tekanan osmotik semen ayam. Hasil pengujian tekanan osmotik pengencer dengan penambahan krioprotektan didapatkan pengencer semen beku ayam dengan tekanan osmotik ideal yaitu 1 010-1 230 mOmol kg-1. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa bahan pengencer mempunyai tekanan yang hiperosmotik. Tingginya tekanan osmotik diluar sel akan menyebabkan keluamya air dari dalam sel sehingga menyebabkan sel mengkerut dan cairan sel yang keluar diganti oleh krioprotektan.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis krioprotektan untuk pembekuan yaitu, bahan pengencer sebaiknya tidak mudah mengalami perubahan struktur menjadi bentuk ion yang dapat mengubah tekanan osmotik larutan pengencer, agar integritas membran plasma sel tidak mudah rusak (Souhoka et al. 2009). Membran spermatozoa adalah selaput yang bersifat semipermiabel. Sehingga perubahan tekanan osmotik yang mendadak menyebabkan kejutan yang berakibat pada penurunan viabilitas spermatozoa dan kerusakan membran.

Selama kriopreservasi terjadi perubahan temperatur dan osmolalitas yang ekstrem. Aksi tersebut berefek pada perubahan struktur dan komposisi lipid membran plasma yang mempengaruhi bagian penting spermatozoa (Moće dan Graham 2008). Konsekuensinya adalah terjadi kerusakan fungsional spermatozoa yang berefek pada penurunan motilitas, pergerakan abnormal dan kematian dini spermatozoa (Loomis dan Graham 2008).

Recovery Rate Semen Beku Berbagai Rumpun Ayam Lokal pada Berbagai Jenis Krioprotektan

Keberhasilan pembekuan selain dilihat dari kualitas semen setelah thawing juga dapat dinilai dari banyaknya spermatozoa yang berhasil pulih kembali dari proses pembekuan yang disebut recovery rate. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi ketahanan spermatozoa terhadap pembekuan antar pejantan dan penggunaan krioprotektan. Hal ini disebabkan adanya variasi kualitas genetik dari masing-masing pejantan dan perbedaan karakteristik

18

krioprotektan yang digunakan dalam pengencer semen beku. Pada keempat rumpun ayam tersebut, terlihat bahwa masing-masing jenis mempunyai RR yang berbeda (Tabel 11).

Ayam sentul ternyata memiliki RR lebih tinggi (P<0.05) daripada ayam kampung, pelung, maupun ayam silangan kampung broiler. Sedangkan ayam kampung, ayam pelung, dan ayam silangan kampung broiler tidak memiliki perbedaan. Nilai RR ayam lebih kecil dibanding pada itik bisa mencapai 73.12% (Han et al. 2005). Nilai RR berbeda-beda antar individu, atau antar ternak. Pada ternak sapi nilai RR antara 61.70% sapi Simental (Sukmawati 2014) sampai dengan 69.56% sapi FH (Arifiantini et al. 2005), pada ternak kuda nilai RR sangat rendah hanya 32.7% (Arifiantini et al. 2007).

Tabel 11 Recovery rate semen beku berbagai rumpun ayam lokal dalam pengencer ringer laktat kuning telur pada berbagai jenis krioprotektan Kriopro

Tektan

Rumpun Ayama Rerata

Kampung KB Sentul Pelung

Gliserol 5% 50.62±10.42 38.03±2.37 52.40±10.19 37.83±8.05 44.72±2.91A DMSO 7% 32.67±4.08 31.98±3.09 43.14±8.98 43.30±7.00 37.77±2.25B DMA 9% 17.03±2.42 19.82±2.29 16.34±1.13 21.57±1.96 18.69±0.80C Rerata 33.44±5.21ab 29.94±2.78b 37.29±5.86a 34.23±3.73ab 33.73±2.22 a

Huruf berbeda yang mengikuti angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan (Huruf besar berbeda sangat nyata (P<0.01) sedangkan huruf yang kecil menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05).

Nilai RR pada semen beku tanpa memerhatikan rumpun ayam, penggunaan gliserol 5% (44.72%) lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan DMSO 7% (37.77±%) dan DMA 9% (18.69%). Nilai RR dengan menggunakan DMSO 7% lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan penggunaan DMA 9%. Spermatozoa yang dibekukan menggunakan pengencer gliserol 5% dan DMSO 7% lebih banyak spermatozoa yang berhasil pulih setelah proses pembekuan. Krioprotektan dibutuhkan untuk mencegah pembentukkan kristal es, akan tetapi krioprotektan juga bersifat toksik pada saat ekuilibrasi dan setelah thawing. Spermatozoa ayam sangat mudah rusak karena bentuk morfologi kepala yang lonjong, sehingga pengencer dan konsentrasi yang tepat mutlak dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan jenis krioprotektan yang terbaik pada pembekuan semen ayam yaitu gliserol 5%. Hal ini sesuai pendapat Mumu (2009) bahwa gliserol memiliki peranan yaitu mencegah terjadinya dehidrasi, karena memiliki daya pengikat air yang kuat. Hal ini akan memengaruhi tekanan uap sehingga titik beku medium menurun, akibatnya sel spermatozoa akan memperoleh kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan air. Gliserol akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap spermatozoa selama proses pembekuan bila konsentrasinya di dalam pengencer optimal.

Penurunan Motilitas Spermatozoa Semen Beku berbagai Rumpun Ayam Lokal dengan Penggunaan Krioprotektan Terbaik

Pada proses pembekuan, spermatozoa mengalami perubahan suhu yang sangat ekstrim dan perubahan tekanan osmotik akibat adanya krioprotektan. Penelitian ini dievaluasi penurunan kualitas motilitas mulai dari semen segar ke

19 setelah ekuilibrasi, dari ekuilibrasi ke setelah thawing dan juga dari semen segar ke setelah thawing (Gambar 2). Pengukuran penurunan motilitas setiap tahap pembekuan semen ayam bertujuan untuk mengetahui titik kritis dari pembekuan semen ayam tersebut. Pengetahuan tentang penurunan motilitas pada pembekuan semen sangat penting karena dianggap sebagai salah satu parameter yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi fertilitas spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki penurunan sangat tinggi menandakan bahwa kualitas spermatozoa tersebut kurang baik untuk digunakan pada inseminasi. Penurunan kualitas spermatozoa pada setiap tahap pembekuan dipengaruhi oleh kualitas spermatozoa dan kualitas pengencer semen yang digunakan.

Gambar 2 Penurunan motilitas semen beku berbagai rumpun ayam lokal pada setiap tahap pembekuan. Huruf berbeda di atas balok data menunjukkan perbedaan penurunan motilitas yang nyata (P<0.05). Penurunan kualitas semen segar ayam sampai setelah ekuilibrasi berbeda (P<0.05) antara rumpun ayam lokal (Gambar 2). Ayam hasil silangan kampung broiler memiliki penurunan 14.44% lebih rendah dibanding ayam ayam kampung (16.67%), ayam sentul (20.55%), dan ayam pelung (15.00%). Hal ini disebabkan

Dokumen terkait